Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 09 - Rescue Mission

Song: The Spencer Lee Band - The Wolf

Hola, don't forget to follow my instagram @augustin.rh because i'll share many secret, fact, and information about this story.

Hope you enjoy and happy reading.

With love

****

Pikiran Luke begitu kacau. Ia masih mengingat dengan jelas bagaimana percakapan singkat dan suara bising dari ponsel Allison ketika gadis itu meneleponnya tanpa mengucapkan sepatah kata-bukan panggilan telepon dalam artian harfiah—sebagai tanda bahwa Allison sedang meninggalkan petunjuk sebelum keadaan semakin memburuk.

Dan perkiraan Luke benar, setibanya di lorong kamar tempat mereka menginap, ia menemukan ponsel Allison yang terjatuh di lantai dekat dengan lift-masih dalam keadaan menyala-menandakan bahwa pelaku kurang berhati-hati sehingga membiarkan korban berhasil meninggalkan jejak.

Dengan langkah terburu-buru Luke segera mengambil ponsel milik Allison dan menghampiri pintu kamar gadis itu yang ternyata tidak tertutup secara sempurna, sehingga memudahkan Luke menelusup masuk ke dalam ruangan tersebut dan mencari beberapa petunjuk untuk menyelamatkan Allison.

"Aku yakin kau tidak akan seteledor itu, Allie." Luke menyebarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar Allison. "Oh, ayolah kau pasti meninggalkan sesuatu atau ini adalah bagian dari rencana gila yang kau lakukan tanpa sepengetahuanku," ucap pria itu kembali melangkah masuk lebih dalam hingga sesuatu menarik perhatiannya.

Mata Luke menatap ke arah clutch bag milik Allison yang tergeletak di meja bar dalam kondisi tidak sempurna, seakan ada sesuatu di balik benda tersebut. Rasa penasaran pun merayap di benak Luke hingga secara refleks tubuhnya mendekat, mengambil clucth bag kemudian menemukan sebuah ipad dalam keadaan menyala-tanpa kunci pengaman.

"Dan kau memang membuat sebuah rencana tanpa memberi tahuku. Apa ini sebuah uji kelayakan?" tanya Luke setelah melihat sesuatu yang tertera di layar ipad tersebut. Dengan gerakan cepat pria itu menyentuh icon berwarna merah menahannya sejenak hingga icon berubah warna menjadi hijau dan berpindah laman.

Dari layar ipad tersebut, Luke bisa melihat sebuah peta kota London seakan ia sedang menggunakan aplikasi Google Maps dan sebuah titik merah bergerak perlahan menuju sebuah pelabuhan. Awalnya Luke tidak mengerti. Namun, setelah membaca menu informasi di aplikasi tersebut dia bisa menyimpulkan bahwa titik merah mewakili keberadaan Allison.

Sekali lagi pandangannya mengarah pada dua gelas berisi sedikit anggur Le Montrachet DRC 1978 dan sesuatu membuat Luke tersadar akan suatu hal yang sebelum kejadian ini dia anggap sebagai fiktif belaka.

"Shit, is it real?" Luke menggeser layar yang menampakkan peta untuk melihat posisi Hotel Savoy dan ada titik hijau di sana. Seketika pria itu yakin bahwa titik hijau tersebut mewakili dirinya—entah bagaimana sebotol anggur bisa menjadi bahan pelacak, ia tidak tahu. Namun, setelah menyelamatkan Allison dia akan mencari tahu.

Allison sengaja membiarkan dirinya tertangkap setelah menyiapkan semua ini kemudian mengutus Luke agar melakukan misi penyelamatan. Hal yang membuat Luke berpikir bahwa sebenarnya kejadian ini adalah salah satu cara Allison untuk mencari seseorang.

Bersikap lemah di hadapan musuh kemudian menusuknya dari belakang, cara berpikir kaum realis dalam mempertahankan hidup dan semua ini terealisasi oleh Allison dengan sangat apik.

"Sial!" maki Luke, segera bergegas meninggalkan kamar hotel untuk menghampiri Taylor yang menunggunya di lobi dengan membawa ipad milik Allison sebagai sebuah kompas.

Jika perkiraan Luke mengenai segelas anggur itu adalah benar, maka apa yang terjadi pada film Kingsman bukanlah sekadar isapan jempol belaka.

Mereka telah mengembangkan teknologi tersebut dan pihak kemiliteran mungkin masih tertinggal jauh mengenai hal tersebut, sehingga wajar jika aktor kejahatan lintas negara sangat sulit untuk diberantas. Bukan hanya karena kesetiaan dalam menjaga nama organisasi, tetapi juga karena kekuatan tekhnologi yang mereka miliki.

***

Jika perhitungan Allison benar, maka seharusnya Luke akan dengan mudah menemukan dirinya. Terlebih setelah Justin membawa Allison yang masih dalam keadaan setengah sadar pergi meninggalkan hotel—saat itu secara tidak sengaja gadis itu sempat melihat Taylor di dekat pintu masuk parkiran—tentu saja tidak butuh waktu lama untuk melakukan penyelamatan.

Sayangnya hanya jika Luke memahami kemajuan teknologi yang dimiliki Allison.

Beberapa saat lalu sebelum mereka menikmati anggur bersama, tanpa sepengetahuan Luke, Allison telah mengutus salah satu pegawai hotel untuk memasukkan jelly berisi chip lunak yang akan melebur pada benda cair. Namun, akan mengeras jika berada di dalam suhu tubuh manusia dan hanya bisa bertahan selama dua belas jam. Sebuah chip pemindai seseorang melalui aplikasi orang-orang kepercayaan Allison dan tentu saja aplikasi tersebut terpasang pada ipad yang ditinggalkan gadis itu di balik clutch bag-nya.

"Mau sampai kapan kau tertidur, Nona Manis!?" tanya seseorang di hadapan Allison, sambil menarik kasar rambut gadis itu yang sedang dalam keadaan tangan dan kaki terikat pada kursi.

Seseorang itu adalah Maximiller dengan Justin yang sedang duduk di sofa tua, sedang membaca koran usang dari apartemen kumuh ini.

Allison membuka mata-sadar bahwa Maximiller mengetahui dirinya sedang berpura-pura—menatap Maximiller dengan tatapan tenang bahkan tidak berniat untuk meronta dalam keadaan mulut tersumpal kain.

"Ini adalah akhir dari eksistensimu, Jalang!" Maximiller tampak geram bahkan melayangkan sebuah pukulan di wajah Allison, hingga membuat gadis itu meringis kesakitan. Namun, masih sama tidak ada rasa takut atau air mata.

Allison sudah pernah mengalami lebih dari ini, bahkan tanpa mereka ketahui sebelumnya.

"Apa tidak lebih baik kita habisi saja, daripada harus menjualnya menjadi budak pemuas? Kau tahu, Mr. Maximiller bahwa dia memiliki sistem organisasi yang kuat." Justin melipat koran tersebut kemudian melemparkannya ke ke lantai. "Kau juga sudah tahu bahwa namanya di media sudah—"

"Tutup mulutmu, Sialan!" Sekali lagi Maximiller memukul wajah Allison sebagai objek kekesalannya terhadap Justin karena pemikirannya yang begitu pendek. "Itulah mengapa kau dengan mudah mencium kaki gadis ini. Bukankah lebih menyenangakan melihat bagaimana ekspresi gadis angkuh ini saat harga dirinya sudah bukan lagi berarti!" Maximiller menatap Allison dengan pandangan tidak sabar dengan ide menghancurkan reputasi gadis itu.

Namun, sekali lagi Allison masih tidak terlihat takut bahkan ia memberikan tatapan seakan mengatakan tidak-ada-yang-bisa-menghancurkanku.

"Dia akan membunuh kita jika kau membiarkan dia hidup, Mr. Maximiller." Justin mendekatkan diri pada Allison kemudian menundukkan sedikit punggung untuk melihat wajah cantik gadis itu lebih dekat. Sudah lama ia ingin melecehkan Allison. Namun, sebelum kejadian ini, keinginan tersebut hanya sekadar mimpi belaka.

Maximiller yang hanya mendiamkan Justin, seakan mengerti dengan jalan pikiran pria muda tersebut hanya mendengkus kasar sehingga dengan gerakan malas Maximiller berkata, "Enjoy and take your time."

Dengan langkah santai Maximiller mengisyaratkan dua bawahannya untuk pergi meninggalkan kamar apartemen kumuh tersebut kemudian menunggu Justin menuntaskan hasrat prianya terhadap Allison.

Di dalam kamar apartemen bau dan kotor, Justin menatap Allison dengan napas terengah kemudian tangan pria itu menyentuh lembut wajah gadis itu serta melakukan hal lebih yang membuat Allison semakin murka dengan perlakuan Justin. Namun, dengan ekspresi tenang, seakan jiwa tidak lagi berada di raganya hingga tiba-tiba keributan terdengar di luar sana-menghentikan aktivitas Justin.

I know you will come, batin Allison menyadari siapa aktor dibalik keributan tersebut sehingga sebisa mungkin gadis itu menjatuhkan kursi dan mencoba untuk melepaskan diri. Mengalahkan Justin bukanlah hal sulit bagi Allison karena pria itu cenderung takut dan lemah pada dirinya, meskipun ia tahu bahwa Justin memiliki senjata api.

"Sialan!" maki Justin setelah mendapati siapa yang berada di luar sana, sehingga buru-buru mengunci pintu kemudian menghampiri Allison dengan tujuan menjadikan gadis itu sebagai sandera demi menyelamatkan diri.

Jujur saja itu keputusan yang teramat salah karena Allison tidak akan tinggal diam mengikuti pergerakan Justin, meskipun pria itu telah mengancam akan menembak kepalanya.

Ancaman klise dalam drama action.

Justin membuka ikatan pada kaki Allison kemudian menjambak rambut gadis itu dan menggiring paksa dengan sebuah pistol Justin yang menempel di pelipis Allison.

Kesempatan terbaik telah terbuka lebar sehingga, meskipun dengan tangan terikat Allison memutar tubuhnya dan memukul bagian sensitif Justin dengan sangat keras-cukup membantu untuk melumpuhkan seorang pria tanpa membuang banyak waktu-hingga Justin meraung kesakitan.

Suara tembakan terdengar di antara Justin dan Allison. Darah pun terlihat merembes di gaun hitam Allison-saat pria itu meronta kesakitan, secara tidak sadar ia menembakkan timah panas ke bagian bahu kanan Allison. Tindakan tersebut akhirnya membuat Allison semakin murka dan berusaha keras untuk merebut pistol di tangan Justin tidak peduli bahwa tangannya masih dalam keadaan terikat.

Bersiaplah untuk menerima kematianmu! Maki Allison dalam benaknya karena mulutnya masih tersumpal kain.

Justin tampak berusaha melakukan perlawanan, meskipun bagian sensitifnya masih begitu menyakitkan akibat serangan yang diberikan Allison. Pria itu tidak pandai berkelahi dan sadar bahwa dia akan kalah dalam waktu cepat jika tidak membunuh Allison sekarang juga, sehingga dengan susah payah ia kembali menembak setelah berulang kali bergulat bersama gadis itu.

Dor!

Tembakan acak kembali terdengar di antara mereka dan kembali timah panas bersarang di tempat yang sama, sehingga dalam sekejap gadis itu terhuyung akibat menerima dua luka di bagian yang sama.

***

Luke menyadari bahwa ia hanya memiliki dua peluru di pistolnya setelah melakukan adu tembak di bagian tangga darurat, sehingga satu-satunya jalan adalah mengambil salah satu mayat yang terbaring tidak jauh dari tempat Luke bersembunyi.

Di dekat kamar tempat penyekapan Allison, terdapat sekitar delapan orang yang berjaga dan Luke hanya sendirian dengan sisa dua peluru. Sangat mustahil untuk mengalahkan pasukan bersenjata tersebut dengan tangan kosong.

Luke mengembuskan napas, membiarkan tembakan acak tersebut terus menembaki tempat persembunyian hinga secara perlahan ia mengarahkan pistol tersebut lalu menembak bagian salah satu kaki lawannya.

Secepat kilat Luke mengambil pistol dari mayat tersebut memeriksa isinya sesaat lalu menembak ke arah lawannya dan menggunakan tubuh tidak bernyawa itu sebagai tameng.

Suara tembakan terdengar lagi. Luke mendorong mayat tersebut kemudian memberikan tendangan ke salah satu penjaga mencoba menyerangnya dari belakang dan ia menembak lagi.

"Argh!"

Sebuah pukulan benda tumpul menghantam tengkuk Luke hingga membuatnya kehilangan keseimbangan. Luke ambruk. Beberapa orang menahan kemudian mengikat kedua tangan pria itu dengan menggunakan pengikat berbahan plastik.

Untuk sesaat orang-orang berpikir bahwa pembuat onar telah berhasil ditangkap. Namun, Luke menyembunyikan sesuatu-senjata cadangan yang akan berguna jika hal ini terjadi.

Hanya saja ketika beberapa orang menggeret Luke dengan paksa ke kamar tempat Allison disekap, ia tidak menyangka bahwa gadis itu akan terluka, bersimbah darah dalam keadaan hampir tidak sadarkan diri.

"1200, 600, utara," bisik Luke berusaha menyampaikan pesan pada Taylor yang menunggu tidak jauh dari gedung apartemen.

"Dia sudah gila akibat pukulanmu," ucap seorang pria bertubuh pendek besar yang menggeret tubuh Luke dan melemparkannya di sisi Allison.

Luke memalingkan wajah agar bisa melihat gadis itu kemudian berkata samar, "Hi, everything gonna be alright. Stay alive, Allie."

Hanya itu yang mampu disampaikan Luke sebelum sekelompok penculik tersebut memaksa mereka berdua: Luke dan Allison untuk berlutut di hadapan Maximiller serta Justin.

Semua orang di sini menatap dengan penuh kemenangan karena semua berjalan sangat mudah bahkan sekarang Allison dan Luke telah dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melawan.

Allison dengan dua luka tembak.

Dan Luke dalam keadaan terikat setengah sadar tanpa senjata yang memadai untuk melawan delapan orang di dalam ruangan ini.

Just for a few seconds.

Luke melirik ke arah sekitar dan secara perlahan mengarahkan tangan kanan, meraba bagian belakang ujung celananya untuk memeriksa keberadaan sesuatu.

_________
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro