Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 08 - Kidnaped

Song: End Game - Taylor Swift

Halo, don't forget to follow my instagram @augustin.rh cause i'll share many secret and fact about this story and you can also talk more closser with me. With love ❤❤❤

Happy Reading

****

Di dalam mobil yang dikemudikan Taylor, Allison terlihat sedang mengetik sesuatu pada ponselnya—menambahkan nama Julian Maximiller dalam rentetan black list sebagai sasaran dari pembunuh bayaran di bawah kendali gadis itu—tanpa memedulikan Luke yang sibuk membuka laman google untuk mencari tahu berita terkini mengenai keributan di Twickenham Stadium akibat perbuatan Allison dan Maximiller.

Sebenarnya Allison tidak berniat melakukan apapun untuk mencelakakan Maximiller dalam pertemuan negosiasi. Namun, karena kecurangan dan tindakan pelecehan seksual Maximiller terhadap Allison telah membuat gadis itu memutuskan membongkar semua strategi pecundang tersebut di khalayak publik. Sungguh tidak terlihat seperti pekerjaan Allison sebelumnya sebab jika mengingat bagaimana ia bekerja, kemungkinan besar Maximiller tidak akan kembali pada keluarganya.

Pria itu akan menghilang secara tiba-tiba atau meninggal karena sebuah kecelakaan yang direncanakan.

"Kita sudah sampai," ucap Taylor.

Tersadar akan ucapan Taylor, buru-buru Luke membuka pintu mobil kemudian mempersilakan Allison untuk keluar dan kembali mendampingi gadis itu memasuki hotel setelah mengucapkan terima kasih pada Taylor. Sudah tidak mengejutkan lagi bagi Luke jika Allison mengabaikan driver-nya karena beberapa hari lalu mereka sempat berbincang dan Taylor mengatakan bahwa Allison memang bukan tipe gadis bersahabat—cenderung dingin—tetapi seakan ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Apa kau terluka?" tanya Luke ketika mereka di dalam lift bersamaan saat Allison melepas long coat kemudian menyerahkannya pada Luke.

Allison melirik sesaat ke arah Luke kemudian mengambil lengan kiri Luke untuk mengetahui waktu yang tertera di arloji pria itu. "Sangat membuang waktu jika kau bertanya hal demikian, Luke. Kau telah mengetahui tugasmu di sini, bukan?"

"Aku melindungimu hanya karena kau orang Amerika dan di waktu bersamaan juga untuk melindungi keluargaku." Luke memasukkan tangan kirinya di saku celana kemudian mengalihkan pandangan ke arah kamera CCTV di dalam lift.

Mengingat serangkai kejadian di Twickenham Stadium telah membuat Luke menaruh rasa curiga bahwa kemungkinan, beberapa pekerja di hotel ini atau bahkan pemiliknya adalah salah satu bawahan Allison.

"Kau hampir membuat dirimu terluka akibat pisau lipat dari salah satu bawahan Maximiller, Allie." Baiklah, Luke tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir setelah adegan pisau lipat dan sebuah tusukan yang nyaris mengenai gadis itu ketika mereka berjalan tergesa-gesa untuk menghampiri Taylor di parkiran Twickenham Stadium.

Suara tawa yang lembut terdengar dari bibir Allison. Ia tidak menyangka bahwa Luke benar-benar naif, padahal sebagai sosok yang sudah terlalu sering ditugaskan di medan perang tentu akan terbiasa dengan kondisi seperti tadi, bahkan melebihi dari rentetan kejadian di Twickenham Stadium. "Ternyata kau lembek sekali, apa kau akan pingsan jika berhadapan dengan banyak darah di medan perang?" Nada mengejek pun terdengar dari setiap kata Allison.

Luke mengembuskan napas, sadar bahwa pertanyaan Allison mengarah pada sebuah ejekan. Sebenarnya Luke tidak selemah itu, hanya saja dia tidak menyukai peperangan yang membuat orang lain terluka, padahal setiap masalah pasti bisa diselesaikan dengan cara damai. "Kau hanya tidak mengerti bagaimana rasanya melihat orang-orang tidak bersalah terluka, Allie dan aku tidak selemah yang kau pikirkan. Bukankah itu alasan mengapa kau memaksaku agar bergabung denganmu?"

Senyum tipis tergambar di wajah Allison ketika mereka sampai di depan kamar hotel gadis itu. Mereka berhenti sejenak—Luke menunggu Allison membuka pintu, memastikan bahwa dia tetap aman, sedangkan Allison berinisiatif untuk mengajak Luke ke kamarnya, sekadar minum.

"Masuk dan minum bersamaku untuk sesaat," perintah Allison dengan tatapan seakan tidak menerima penolakan, "anggap sebagai bayaran karena kau berhasil melakukan tugas dengan baik dan keluargamu akan tetap aman selama kinerjamu tidak menurun." Tanpa menunggu lama gadis itu membuka pintu kamarnya, melangkah masuk kemudian mengambil sebotol anggur dan menuangkan Le Montrachet DRC 1978 ke dua gelas yang telah tersedia di meja tersebut.

Seperti sudah direncanakan, tetapi mengapa begitu mencolok? Pikir Luke saat ia duduk di kursi bar kamar hotel Allison kemudian menerima segelas anggur dari gadis itu.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk kesekian kalinya Luke terpesona dengan pembawaan Allison setiap gadis itu menyesap minuman dalam keadaan tenang dan julukan Dewi Artemis kembali menelusup masuk ke dalam otak Luke. Namun, segera ia tepis, mengingat bagaimana perangai Allison hingga saat ini—Luke mengatakan bahwa Allison sudah seperti bunglon.

"Kau pasti berpikir bahwa aku merencanakan semua ini." Allison memicingkan mata kemudian menurunkan gelas anggurnya dan mengambil milik Luke. "To be honest, setelah kejadian di Twickenham Stadium, media pasti akan mencari berita mengenai diriku, jadi aku ingin kau mencarikan sebuah perlengakapan P3K dan dapatkan peralatan tersebut di salah satu apotek terkenal. Sepuluh menit, Taylor sudah menunggumu di loby," perintah Allison, sambil mengusap pipi Luke dengan lembut.

Luke memejamkan mata sejenak. Sebagai seorang laki-laki normal, berada di ruangan berdua dengan gadis cantik serta mendapatkan sentuhan selembut ini pasti akan membuat siapa pun menjadi kehilangan akal, sehingga sebisa mungkin Luke menahannya karena dari awal ia menganggap bahwa Allison adalah gadis berbahaya.

Luke memang memiliki keahlian tingkat tinggi di bidang militer untuk melawan Allison jika memang hal tersebut diperlukan. Namun, sekali lagi ia tidak bisa berbuat apa-apa setelah melihat seberapa solid organisasi yang dimiliki Allison sehingga dari sudut mana pun dapat dipastikan bahwa salah satu dari teman militernya adalah bawahan gadis itu—Ia tidak bisa menghentikan Allison dengan kekuatan selain mempengaruhinya.

Dan hal itu cukup berat karena Allison sosok yang dominan dan tidak suka mendapat sebuah perintah.

"Kau memang pandai dalam mengambil hati para media." Luke menjauhkan tangan Allison kemudian segera bangkit meninggalkan kamar Allison tanpa meninggalkan sebuah senyum atau sekadar ucapan selamat tinggal sebagai sebuah basa-basi.

Allison hanya tersenyum tipis kemudian berbisik sambil menopang dagu dengan tangan kanannya, "Karena itulah yang dibutuhkan dari semua pekerjaan ini, Luke."

***

Satu menit setelah kepergian Luke, Allison segera menyalakan Ipad kemudian menyembunyikan benda tersebut di balik clutch bag bertepatan saat ketukan di pintu kamar gadis itu terdengar. Dengan ekspresi dingin Allison melangkah pelan seakan menimbulkan dentuman high heels adalah sebuah kesalahan terbesar. Ia telah mengetahui siapa yang berada di balik pintu tersebut sehingga meningkatkan rasa kewaspadaan memang sangat dibutuhkan.

Justin, pria berdarah Inggris itu tampak sedang berdiri di depan pintu kamar Allison dengan membawa sebuah tas di tangan kanan. Seorang pria yang nyaris kehilangan nyawa karena melakukan kebodohan dengan membuat berita seputar dirinya dan Allison pada pesta pertunangan Benjamin dan Diana, padahal perusahaannya sangat bergantung pada keputusan Allison.

Yeah, perusahaan film porno di bawah naungan Justin memang terbilang besar di Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya. Namun, kecerobohan dengan melakukan adegan tanpa menggunakan pengaman telah membuat aktris maupun aktor mereka terserang penyakit kelamin, sehingga mau tidak mau perusahaan membutuhkan dana besar demi biaya pengobatan.

Seharusnya kau menggunakan tes kesehatan sebelum memutuskan adegan tanpa pengaman, batin Allison ketika teringat bagaimana Justin memohon padanya agar tenaga kesehatan di bawah kekuasaan Allison mau terlibat dan bekerjasama dalam pengobatan para pekerjanya.

Bagaimanapun, Justin memang tidak bisa melakukan hal tersebut secara terang-terangan karena para aktris dan aktor mereka adalah hasil dari perdagangan manusia yang dibeli atau bahkan diculik kemudian dieksploitasi, hingga para korban kehilangan harga diri.

"Miss Franklin, aku datang untukmu." Justin melemparkan sebuah senyum memesonanya dan tentu saja semua wanita pasti akan bertekuk lutut saat melihat wajah memukau tersebut, tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi Allison.

Bagi Allison, Justin hanyalah seonggok daging busuk yang sudah sangat tidak layak untuk disantap oleh makhluk apapun. Tampan. Namun, tidak banyak memiliki kemampuan, selain kehidupan glamour dan harta berlimpah.

"Angkat tanganmu," perintah Allison dengan nada dingin hingga membuat pria itu sedikit gusar karena senyumnya tidak berpengaruh sama sekali.

Bagai anjing yang telah diberi kalung oleh tuannya, Justin memilih untuk menurut dan segera mengangkat kedua tangannya, membiarkan Allison meraba dan melakukan pemeriksaan di tubuh pria itu. "Tinggalkan tas dan jas milikmu di sini. Kita bicara di tempat lain karena aku tahu kau tidak sendirian."

Dan tatapan terkejut terlihat jelas di mata Justin ketika Allison menyadari apa yang dia sembunyikan.

"Semoga keberuntungan masih memihak padamu." Allison mengambil ponsel dan bersiap untuk menghubungi bagian pengintai karena menyadari bahwa Justin berniat untuk mengkhianatinya. Alih-alih setelah mengetahui apa yang disembunyikan pria itu di balik jas dan sudut tas tersebut, Allison menyimpulkan bahwa dia sedang disadap dan Justin tidak sendirian.

Pria itu memanfaatkan kesempatan ini, tetapi Allison telah membaca semua kemungkinan yang terjadi sehingga ia mengutus Luke dan Taylor agar pergi meninggalkan hotel. Diam-diam gadis itu berusaha mengintai serta mencari tahu siapa tikus kecil yang berdiri di sisi Justin.

"Miss Franklin, aku pikir kau berlebihan. Apa kau mengira bahwa diriku berbahaya? Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya menembak dan aku tahu posisiku saat ini setelah kau mengutus salah satu pembunuh ketika—"

Allison memutar tubuh kemudian segera mendekatkan diri kepada Justin, setelah mengambil pisau lipat dari balik dress hitamnya sembari berkata dalam posisi memeluk Justin, "Kau tidak memiliki bakat untuk berbohong dengan baik, Justin." Secara perlahan gadis itu membuka lipatan pisau tersebut kemudian menggores dada Justin yang masih berbalut kemeja mahal.

"Miss Franklin, i-ini berlebihan," ucapnya dengan nada bergetar bahkan rasa ketakutan begitu terlihat pada sorot mata Justin, sehingga membuat Allison tersenyum penuh kemenangan.

Tidak, Allison tidak sepenuhnya menang karena ia masih belum mengetahui siapa yang telah bersama Justin saat ini, hingga suara tembakan sangat kecil terdengar di telinga Allison membuat kesadarannya menurun.

"Good luck, bitch," bisik Justin tepat di telinga Allison kemudian meninggalkan sebuah ciuman singkat di pipi gadis itu.

Allison terjatuh di dalam pelukan Justin dan dua orang pria berpakaian formal menghampiri mereka dengan sebuah senapan berisi cairan obat bius yang tersimpan di balik jas salah satu dari dua orang tersebut. Seketika senyum kemenangan menghiasi wajah Justin, terutama ketika ponselnya berdering menampilkan sederet nomor tidak diketahui.

Secara kasar Justin pun mendorong tubuh lemah Allison agar memudahkan ruang geraknya. Ia sudah tidak perlu takut atau bersikap manis di hadapan gadis dominan yang kini telah menjadi lemah tidak berdaya.

"Aku tidak menyangka akan semudah ini menjebak Allison. Ya, dia sedang sendirian tidak ada siapa pun di sini dan bawahanku sudah memastikan bahwa tidak ada keterkaitan antara pihak hotel dan perempuan sundal itu. Sial! Dia menakutiku dengan pisau itu, untungnya anak buahmu sudah menyelesaikannya dengan mudah." Justin tersenyum lebar dengan sebuah ponsel yang masih menempel di telinga, membiarkan si penelepon mengatakan sesuatu sebelum mereka pergi dari hotel ini bersama harta karun berharga mereka—Allison.

"Senang berkerja sama dengan anda. Kita akan segera sampai dalam waktu dua puluh menit," ucap Justin sebelum memutuskan panggilan dan segera memerintahkan dua pria yang sedang membawa Allison untuk pergi meninggalkan hotel. Terutama setelah bawahan Justin memberi tahu bahwa kamera CCTV akan segera kembali bekerja.

Dengan langkah penuh hati-hati dan sigap Justin bersama dua pria berpakaian formal segera pergi menuju parkiran kemudian memasukkan tubuh Allison yang dalam keadaan terbungkus kantong tidur ke dalam mobil.

Dari sudut manapun pekerjaan mereka memang tampak sangat mudah dan rapi. Namun, mereka tidak sadar bahwa Allison juga telah mempersiapkan sesuatu.

Mereka telah melakukan kesalahan karena berani melakukan hal yang melewati batas bahkan berniat untuk mencelakakan Allison.

Yang artinya malaikat maut akan segera menghampiri mereka tidak lama lagi.

__________
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro