Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 03 - Five Minutes

Song : I Put A Spell On You - Annie Lennox
Don't forget to follow my instagram @augustin.rh cause I'll share some secret and fact there. Also you can request something about this story and I'll post there. See you soon, happy reading ^^

***

Allison kembali berbaur dengan para undangan di pesta pertunangan Benjamin dan Diana, setelah beberapa menit sibuk menyelesaikan permasalahan mengenai pemberitaan Justin dan dirinya, serta sedikit kesalahan tentang salah satu bisnis black market di kawasan Timur Tengah.

Berdiri di sisi jendela besar dengan tirai tipis berwarna emas, Allison tampak seperti porselen yang sedang berpose dengan nilai karya seni tinggi. Gadis itu sadar bahwa beberapa pria sedang memerhatikan dan mulai berbisik satu sama lain—membicarakannya kemudian bertaruh siapa di antara mereka yang akan berhasil menggoda Allison.

"Tidak akan ada keuntungan, jika kalian mendekatiku karena akulah yang akan mengambilnya hingga kalian tunduk padaku," bisik Allison, sambil menyesap white wine. Ia sedikit bosan menunggu Diana dan acara dansa konyol yang akan dimulai lima menit lagi. Namun, akibat sebuah janji Allison harus melakukan hal tersebut demi nama baiknya.

"Tapi jika salah satu dari kalian ada yang berniat mengajakku berdansa, maka ...." Allison tidak melanjutkan ucapannya karena seketika cahaya lampu meredup, menandakan bahwa acara dansa akan dimulai dan Diana masih belum menampakkan batang hidungnya.

Seketika tubuh Allison menegang, kali ini ia butuh Benjamin atau ibunya berada di sini. Setiap orang pasti memiliki ketakutan dan di sinilah Allison, berusaha keras untuk terlihat baik-baik saja di antara minimnya cahaya lampu.

Pada umumnya beberapa gadis dominan tidak akan menyukai suasana pesta dansa karena para pria akan memimpin pasangan mereka. Namun, Allison memiliki alasan lain mengenai mengapa ia membenci pesta dansa. Ia tidak menyukai suasana gelap yang berbaur dengan alunan musik karena bagi Allison hal tersebut begitu menakutkan seakan malaikat maut siap untuk mencabut nyawanya.

"Tidak apa-apa, kau akan baik-baik saja," bisik Allison yang mengarah kepada diri sendiri, mencoba untuk melawan rasa takut hingga seseorang menarik tangannya.

Dia Diana, gadis itu menarik tangan Allison dengan gerakan teramat lembut. "Ternyata kau tidak berubah, Allie, masih saja takut dengan cahaya lampu yang minim." Diana menoleh dan tersenyum, sambil terus menggiring Allison ke lantai dansa bersama dengan deretan para pria di seberangnya.

"Benjamin yang memberitahumu dan itu hanyalah kebohongan, Diana." Allison menatap lurus ke depan, memerhatikan pria yang berdiri di seberang sana tepat di hadapannya. "Apa dia temanmu? Aku belum pernah melihat pria kulit hitam itu di pesta mana pun?"

Setelah mendengar pertanyaan Allison, refleks mata Diana melebar karena terkejut. "Oh, come on, Allie. Kau sengaja melupakan dia karena tidak tertarik atau karena kau terlalu sibuk?" Diana memiringkan tubuh agar bisa berhadapan dengan Allison. Ia melipat tangan di atas dada. Namun, sikap tersebut teralihkan karena Nyonya Franklin kembali membenarkan bahasa tubuh calon menantunya.

"Bersikaplah yang anggun, Sayang karena kau akan berdansa dengan pangeranmu," bisik Nyonya Franklin di antara suara MC yang membacakan aturan acara dansa malam ini.

Allison tertawa melihat sikap Diana yang membuat ibunya harus turun tangan agar tetap terlihat anggun, hingga tanpa sadar ia kembali menatap ke arah pria kulit hitam di seberang sana—pandangan mereka bertemu—Allison mengangguk sekadar melakukan etika sopan santun dan sikap tersebut sudah cukup untuk memberikan kesan ramah.

"Aku tidak tahu kau lupa atau tidak menghiraukannya, tapi dia adalah Luke Maxime, sahabat Ben dan dia adalah seorang tentara yang—" Ucapan Diana terputus ketika suara musik mulai terdengar membuat mereka harus melangkah ke lantai dansa kemudian bertemu dengan pasangan mereka masing-masing. "Kau akan tahu kelanjutannya sendiri, Allie." Hanya itu yang sempat dikatakan Diana sebelum deretan para pria benar-benar berdiri di hadapan mereka.

***

Cahaya lampu semakin meredup menyisakan lampu sorot yang senantiasa mengikuti gerakan para pasangan sesuai dengan alunan musik. Luke berdiri di hadapan Allison dengan senyum yang memesona hingga membuat para wanita merasa ingin berada di posisi gadis itu. Begitu pula para pria menatap Luke, di mana mereka ingin mendapatkan kesempatan berdansa dengan sosok wanita cantik seperti Allison.

"Kukira, aku tidak memiliki kesempatan untuk berbicara denganmu, Miss Franklin," bisik Luke ditengah dansa mereka.

"Apa yang ingin kau bicarakan, Mr. Maxime? Aku akan mendengarkannya selama itu tidak mengganggumu." Raut wajah Allison seketika berubah, meskipun samar dan Luke tahu itu.

Luke tersenyum lagi membuat Allison berpikir bahwa pria itu sekadar ingin menggoda kemudian membawanya ke tempat tidur. Hal yang sangat bodoh jika memang terjadi, karena Allison tidak akan menerima tanpa ada sebuah keuntungan dan juga bukan lelaki tersebut yang akan memegang kendali, jika suatu saat mereka akan menjalin hubungan.

Allison tidak suka dikendalikan, terutama oleh kaum lelaki dan dia tidak tertarik dengan one night stand atau kencan atas dasar cinta. Allison menganggap bahwa hal tersebut hanya sekadar membuang waktu tanpa menghasilkan keuntungan materi.

"Luke. Aku ingin kita bisa meninggalkan pembicaraan dengan bahasa formal karena aku tertarik dengan kepribadianmu, terutama setelah kudengar banyak hal mengenai sosok Allison Franklin dari para tamu di sini dan tentang sandiwara yang banyak orang-orang perankan di sekitarmu." Suara Luke seakan tenggelam dalam alunan musik. Namun, entah bagaimana Allison dapat mendengarnya dengan sangat baik dan hal tersebut berhasil membuat gadis itu terperangah untuk sesaat kemudian memberikan tatapan seolah terpesona.

Entah ini adalah suatu kebetulan atau memang telah ditakdirkan, bertepatan ketika Benjamin dan Diana meninggalkan Luke, seseorang ternyata datang menghampiri Luke kemudian mengajaknya berbaur serta berbincang dengan para tamu. Tentu saja hal itu digunakan Luke sebagai kesempatan emas untuk menuntaskan rasa penasaran mengenai Allison dan hasilnya, ia berhasil menemukan berbagai pendapat yang sangat membantu dalam menyimpulkan suatu praduga mengenai siapa Allison Franklin—secara tidak langsung Luke bisa berbangga hati karena mampu berpartisipasi memerankan sandiwara sosial yang selalu dilakukan Allison, hingga membuat gadis itu terpesona seperti saat ini.

Sayangnya, Luke tidak sadar bahwa reaksi yang diberikan Allison ternyata memiliki arti lain.

Tersenyum manis, Allison tetap menunjukkan ekspresi tenang demi menyembunyikan apa yang sedang ia rasakan saat ini. "Secara langsung kau mengatakan, ada sandiwara di sekitarku. Baiklah, tetapi para penyair sudah terlebih dahulu mengatakannya, bahwa dunia adalah panggung sandiwara, Mr. Maxime," ucap Allison, sembari bersikap seakan tidak mengerti dengan arah pembicaraan Luke sebenarnya, padahal dia tahu ke mana tujuan Luke. "Allie. Kau bisa menggunakan itu dan aneh sekali rasanya memberi tahu nama panggilan di depan orang asing. Namun, kali ini tidak jadi masalah karena kau sahabat Ben."

Allison melingkarkan tangannya di leher Luke ketika pria itu mengarahkan lengannya di sana. Musik pun melembut, membuat tarian bergerak menjadi semakin lambat dan Allison muak dengan suasana seperti ini.

"And Luke, I don't understand maybe my brother said something weird about me, so ...."

"Aku mengingatmu. Kita memang pernah bertemu di Afrika Barat dan kuharap ini bukanlah bagian dari sandiwara sosial karena kau terlihat begitu alami." Seakan tertarik dengan gadis di hadapannya, Luke menatap langsung ke arah sepasang mata hazel milik Allison. Bahkan orang-orang di sekitar mereka akan berpikir bahwa Luke sedang berusaha membuat hati Allison luluh di lima menit acara dansa kali ini.

"Afrika Barat, aku tidak akan pernah melupakannya. Menyalurkan bantuan kemanusiaan di sana, telah membuatku bahagia karena bisa berbagi dengan mereka. Senang kau bersedia mencari tahu tentangku dan mengetahui hal itu, Luke. Apa kau juga salah satu dari relawan di sana?" Allison masih tampak baik-baik saja dan memilih untuk mengabaikan beberapa ucapan Luke, meskipun sebenarnya ia penasaran mengenai isi kepala Luke yang secara tidak langsung mengatakan bahwa Allison juga turut bersandiwara.

Selama ini tidak ada yang mengatakan bahwa ia sedang bersandiwara. Semuanya mengatakan Allison memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi dan tulus, sehingga mendengar ucapan Luke membuat Allison merasa cukup terkejut.

"Ya, aku relawan negara, bertugas sebagai pasukan perdamaian di dalam naungan Dewan Keamanan PBB, jadi saat kau berkunjung ke sana aku adalah salah satu pasukan yang menjagamu." Sekali lagi, Luke melihat ekspresi terkejut yang sangat samar di wajah Allison. Namun, dari awal dia memang telah mengakui bahwa gadis ini menarik karena bisa mengendalikan serta memainkan ekspresi. Saat itu juga, Luke menyadari bahwa mempelajari psikologi bukanlah hal yang merugikan untuk saat sekarang.

Bahkan kali ini pula Luke mengakui bahwa ia jatuh cinta, meskipun mungkin dengan gadis yang salah sehingga ia ingin membantu gadis itu menjadi sosok sesungguhnya.

Allison meraba tengkuk Luke dengan gerakan menggoda dan ia pikir memang seperti ini seharusnya demi melindungi kepentingan dalam bisnis kemanusiaannya. Bagi Allison, seorang tentara kadang memang sangat merepotkan terutama jika mereka memiliki pikiran idealis dan mengetahui bagaimana cara berpikir seorang realis.

Meraup keuntungan sebanyak mungkin dengan dalil kebaikan ditengah kesulitan, hingga mereka bertekuk lutut. Pemikiran para realis yang ditentang oleh kaum idealis.

Allison bisa menebak bahwa Luke adalah pemegang paham idealis—sosok yang memimpikan perdamaian dunia, padahal hal itu hanyalah fana belaka karena di dunia ini manusia telah di perbudak oleh kekuasaan.

"Kau memiliki tugas yang mulia. Dunia akan bangga dengan hal itu karena siapa pun menginginkan perdamaian. Namun, setiap penguasa tidak pernah puas hingga perasaan tersebut menimbulkan konflik dan ... sorry," Allison menarik tangan kanannya untuk mengusap air mata yang hampir jatuh dari pelupuk mata. "Kau tidak seharusnya melihat ini, tapi penderitaan mereka sungguh membuatku terluka."

Luke hanya diam menyaksikan sikap Allison yang bersedih karena pembicaraan mereka mengenai keadaan masyarakat sipil di kawasan Afrika Barat. Tidak ingin terlihat seperti pria brengsek, Luke memutuskan untuk menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.

"Berhentilah menangis karena orang lain akan berpikir bahwa aku telah melukai perasaanmu," Luke berbisik beberapa detik sebelum lampu ruangan kembali menyala sepenuhnya. "Sandiwara yang baik, Miss Franklin dan semoga tidak ada siapa pun yang menyadari kepentinganmu di balik bantuan kemanusiaan tersebut."

Ketika lampu benar-benar menyala akhirnya Luke memutuskan untuk melepas pelukannya pada Allison. Pria itu membungkuk kemudian mengucapkan terima kasih dan tentu saja, Allison turut bersikap biasa seakan tidak mengerti dengan perkataan Luke barusan yang mengatakan bahwa dia sedang bersandiwara.

"Aku tertarik padamu, Mr. Maxime dan—" ucapan Allison terputus ketika Benjamin dan Diana menghampiri mereka berdua dengan sedikit keributan khas pasangan berbahagia.

Tidak. Bukan seperti itu karena mereka ternyata menggoda Allison dan Luke setelah di sela acara dansa, Benjamin dan Diana secara tidak sengaja melihat betapa dekat jarak adiknya bersama Luke—seakan alunan musik dan suasana pesta dansa telah membuat mereka saling jatuh cinta saat itu juga.

Memang terbilang sangat cepat menggunakan pernyataan tersebut. Namun, di situlah sisi menariknya dan mengingat fakta bahwa Allison tidak pernah tertarik untuk berkencan, serta Luke yang terlalu fokus dengan pengabdiannya pada negara.

"Apa kau tertarik pada Adikku, Dude?" Benjamin merangkul bahu Luke kemudian menatap ke arah Allison yang tampak tersipu.

Ekspresi yang berbeda lagi. Itulah yang dipikirkan Luke ketika melihat Allison karena saat berdansa selama lima menit, gadis itu terlihat seperti wanita matang, menggoda, cantik, dan yeah berhati lembut.

"Allison wanita yang baik. Maksudku setelah kami mengobrol singkat saat dansa barusan, yeah ... label dewi kemanusiaan memang pantas untuknya." Luke mengusap kepala bagian belakang lalu melemparkan senyum menggoda ke arah Allison.

Allison mengulurkan tangan ke arah Luke, sekadar ingin berjabat tangan layaknya rekan kerja atau mungkin sebagai tindakan formalitas. "Terima kasih atas pujiannya, tetapi semua pekerjaanku tidak akan berjalan lancar jika tidak ada bantuan dari kalian, para petugas perdamaian."

Luke membalas jabatan tangan Allison, hingga membuatnya tertawa pelan. "Mari bertemu lagi lain waktu dan kita lanjutkan pembicaraan yang terputus tadi."

"Oh my God! Apa kalian sudah sejauh itu? Jesus, Luke jika yang kupikirkan adalah benar maka kau harus bersaing dengan para ...."

"Maaf, Diana aku memotong pembicaraanmu karena aku harus segera pergi menerima panggilan ini." Allison memperlihatkan ekspresi menyesal setelah salah seorang pelayan memberikan ponselnya yang berdering di antara deretan ponsel di atas nampan.

Nama Justin ada di sana dan tentu saja, Allison tidak sabar untuk mendengar seberapa jauh pria itu berusaha untuk kepentingannya.

Diana mengembuskan napas. "Baiklah, kau boleh pergi dan jika kau ingin pulang, maka bertemulah dengan ibu terlebih dahulu."

Allison mencium pipi Diana dan Benjamin lalu sambil tersenyum hangat ia berkata, "Aku akan menginap jika memungkinkan. Aku pergi dulu dan Luke sampai ketemu lagi."

Melangkah anggun, Allison pergi ke arah balkon yang tampak sepi dengan alasan menerima panggilan Justin, padahal di waktu bersamaan ia akan segera memerintahkan Amanda untuk mencari tahu segala hal mengenai Luke Maxime. Malam ini, pria itu berhasil membuat Allison merasa begitu tertarik, bahkan hingga membuatnya ingin mengenal lebih dekat karena bagi Allison, Luke adalah sosok yang cerdas dan berpotensi sebagai rekan kerja terbaiknya.

Dengan kata lain, Allison melihat bahwa Luke mampu memahami bagaimana keinginan seseorang sebenarnya meski mereka sedang menggunakan topeng sandiwara dan tentu saja, menawarkan perjanjian kerja sama dalam memperkuat keamanan bisnis kepada Luke bukanlah hal yang merugikan. Terlebih, Luke adalah salah satu anggota dari pasukan perdamaian PBB sehingga hal tersebut akan memudahkan Allison dalam menyalurkan serta memantau setiap bantuan kemanusiaan, terutama jika peristiwa pemblokiran akses transportasi mengalami pemblokiran dan demi melindungi bentuk kemurahan hatinya dari tangan orang-orang yang senantiasa menyalahgunakan bantuannya.

Menarik sekali. Sekilas melihat pekerjaanmu, kau tampak memiliki paham idealis. Namun, di waktu bersamaan juga memahami bagaimana kejamnya dunia yang dipenuhi dengan kepalsuan. Kau berhasil menarik perhatianku, Mr. Maxime. Allison tersenyum dengan mimik yang menyimpan banyak arti lalu segera menelepon Justin, setelah ia selesai mengirim pesan singkat untuk Amanda—asisten pribadi, sahabat, dan salah satu pekerja favoritnya.

"Lima menit yang menegangkan, tetapi juga menarik," bisik Allison sebelum Justin mengangkat teleponnya dan berbicara dengan nada parau seakan malaikat maut sedang berdiri di dekat pria itu.


________
TBC

Halo, kembali lagi dengan saya penulis tak terkenal, tetapi tak lelah untuk belajar.

Setelah baca chapter ini, apa tanggapan kalian?

Sigh, pertanyaan yg sama kek di chap sebelumnya. Abis gua bingung mau cuap2 apa, cz gua tipe anak flat.

Sedikit curhat subjudul ini berganti2 terus cz gua bingung awalnya mau pake "Dance With You" tapi kok kesannya alay jadi ganti beberapa kali ujung2nya pake "five minutes" dan seketika gua ingat band indo yang pake nama sama.

Mengenai adegan ini, kalian ada terkena rasa2 baper gak sih? Kalau aku bukan baper, tapi histeris cz kesannya seksi elegan di bayangan gua. Cara Allie dan Luke ngomong juga kubayangkan macam nada2 suara di pilem action seakan mereka siap untuk menembak lawan.

Udah ah, gua malah ngomong ngalor ngidul. Terakhir kuucapkan terima kasih buat pembaca dan sekali lagi please kasih tanggapan kalian karen respon kalian itu berarti bagai vitamin penyemangat kalau gak ada vitamin kubakal lemah dan jatuh sakit, hingga terpuruk hampir mati terkena vacum cleaner. (Anggap gua semut di sudut ruangan)

Sampai ketemu besok pagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro