Sick of life (13)
"Tak bisa di lepaskan dan semakin sulit. Akan semakin membahayakan ketika di pertahankan. Tapi tetap saja kesalahan tidak akan mudah diperbaiki, selain ada kata maaf dan fakta mendukung sebuah perubahan. Munafik...."
(Author ***** POV)
Siapa yang tak akan kesal jika seseorang datang dengan melakukan hal tak berperikemanusiaan pada ayahnya. Ketika semua barang dan beberapa lapak dagang milik ayahnya di buang begitu saja keluar, dan mereka dengan badan besar justru membantingnya hingga rusak.
Bukan hanya benda yang ada di lantai bawah, tapi barang di kamar V juga. Sampai si empu berteriak tak terima dengan nada kerasnya. Dia keluar dari mobil Lamborgini dan menemui mereka dengan satu bogeman keras dia paksa.
"Bajingan, jangan membuang barang kami!" Itu V dia membuat satu pertunjukan yang tak terduga. Hingga membuat beberapa pasang mata para tetangganya terkejut bukan main, datang seperti jelangkung. Mereka yang tak suka dengan tingkah pemuda itu hanya bisa bergosip tanpa tahu fakta dan bukti. Pandangan V di depan mereka memang jelek dan tentu saja hal itu semakin bertambah saat melihat sosok Seokjin keluar dari mobil yang di tumpangi V.
Namja tampan itu sadar bahwa beberapa detik ini para ibu-ibu sedang membicarakan sebuah keburukan. "Aku pikir dia adalah namja gay, pasti V membuat ulah menjijikan."
"Kau benar, mana mungkin namja muda seperti dia akan sadar. Boro-boro sembuh dari gila saja sepertinya tidak mungkin. Sampai kapanpun aku anggap dia gila karena bekerja di club malam menjijikan seperti itu. Lihatlah uang mereka cepat habis karena V pasti membeli narkoba untuk kesenangan pribadinya."
Mereka berbicara seperti itu di belakangnya, bukan kelakuan baik tapi cukup mengecewakan dan sakit hati mendengarnya. Sebegitu benci kah mereka dengan V. Sementara dia memahami bahwa namja muda itu tak seperti di bicarakan banyak orang. Jika saja dia ingat kondisi sudah sejak tadi Seokjin melepaskan emosi yang dia tahan pada kedua tangannya yang kini saling mengepal.
V masih berusaha untuk membebaskan keadilan yang tak dia terima. Walau dia namja jalang dari anggapan beberapa orang tapi dia cukup waras untuk berbakti pada sang ayah, walaupun sekarang dia mengalami kesusahan sekalipun.
"Kau siapa, kenapa kau memukul. Dengar ya ini bukan urusan mu!" Salah seorang mendorong tubuh itu, beruntung V ditahan jatuhnya oleh sang ayah hingga dia tidak terluka parah. Punggungnya masih sakit dan dia menahan itu semua di balik kemarahannya. Sampai akhirnya mata berkilat marah itu muncul dan begitu berani dia menantang pria di depannya.
"Aku anak pemilik rumah ini, JUSTRU AKU YANG BERATNYA KALIAN SIAPA!" Kali ini bukan main, beberapa orang syok dengan suara keras itu. Seperti inikah sisi dimana seorang V begitu garang dan galak secara bersamaan. Di tambah lagi dorongan bagi dia yang tak bisa menahan amarah ketika melihat sesuatu yang bisa dikatakan parah. Mendongak ke sang ayah yang kini merangkul nya dengan kata agar V tidak melanjutkan masalah ini.
"Ibumu punya hutang dengan bos kami, dia sudah tidak membayar tiga bulan ini dan kami disini untuk menagih!"
"Bajingan, kami bahkan tidak tahu apapun soal hutang! Kenapa kalian membuat masalah huh!"
V di tarik oleh sang ayah, pria ini juga membiru pada pipinya. Dia sendiri tidak mau hal buruk terjadi pada anaknya. Sadar akan keadaan sang ayah membuat V menggeleng tidak percaya.
"Kalian bajingan kunyuk kenapa ayahku lebam! Apa kalian tidak punya mata karena sudah memukul pria paruh baya huh!" V menghempaskan tubuhnya menduduki perut pria itu jatuh dan memukulnya. Rasa tidak terima dengan ucapan kasarnya, hingga V mendapatkan pukulan telak pada wajahnya.
Deb collector!
V muak dengan mereka, bagaimana bisa hutang yang seharusnya lunas kini membengkak, sementara setiap malam dia banting tulang untuk menyelesaikan ini semua. Sia-sia belaka saat ternyata tanpa sepengetahuan nya ibunya malah meminjam uang. Licik sekali, dan sekarang dia dan ayahnya yang kena masalah padahal mereka sama sekali tidak memakai yang namanya uang dari bos mereka.
V melihat dengan dongkol pada beberapa orang yang berbisik disana, dia tahu bahwa orang di sekitarnya memang tidak menyukainya. Dari segi kehidupan dan pekerjaan nya. Ketiga penagih hutang itu sedikit terganggu dengan banyaknya orang, karena jujur mereka keras karena suruhan. Mungkin banyak yang menganggap jika para penagih hutang kejam, tapi aslinya mereka juga punya hati.
Dia menoleh ke arah lain saat bertemu pandang dengan Seokjin. Pria itu masih memperhatikan nya dan itu membuat V muak. Karena dia sudah sangat down sekarang, tapi di depan ayahnya dia sama sekali tidak memperlihatkan kesedihannya.
"Beri kami waktu, satu Minggu. Ibuku berhutang berapa?" Ingin melihat bukti, disana salah seorang mengeluarkan selembar kertas seperti kwitansi. Jiplakan cek yang di tulis oleh bos mereka kini berada di tangan V.
"Dua ratus juta, yang benar saja. Kenapa eomma meminjam segini banyak, bukankah dia-" Taehyung tak sanggup mengatakannya, dia menahan itu semua karena ada ayahnya. Sementara pria di sampingnya seperti tersambar petir dengan jelas. Bagaimana tidak, istrinya membuat masalah baru saat ekonomi mereka di bilang mengalami pasang surut. "Bagaimana ini nak, ibumu sangat keterlaluan."
Seokjin melihat bahwa dua orang disana seperti lemas dan tidak percaya, sementara V dia melihat sedang menggigit bibirnya sampai berdarah. Apakah itu bisa dibilang mengerikan atau memang memberatkan akan suatu hal, sementara Seokjin mengambil ponselnya dan mencoba memanggil seseorang.
"Kau dimana, bisakah aku minta bantuanmu. Untuk sekarang, karena selama ini aku menyimpan bantuanmu." Seokjin melihat situasi jika bukan masalah uang pasti masalah pribadi. Tapi melihat orang disana yang remeh dia bisa menebak bahwa ini permasalahan harta.
"Ya, ini mendesak." Dia berjalan mendekat, hendak melangkah ke sana. Menghiraukan tatapan orang disana yang sedang bergosip ria. Terlalu lama menunggu respon si pemilik hutang membuat tiga penagih itu bergerak cepat untuk mengeluarkan semua benda dari rumahnya. Rasanya dia pasrah bagaimana bisa dia membayar hutang itu dengan cepat, ibunya sungguh keterlaluan dengan hal itu.
"V kau tak apa, ke-kenapa dengan punggungmu nak. Kau terluka." Sang ayah melihat ada banyak perban di bagian punggung karena V memakai baju yang besar dan sedikit memperlihatkan bagian bahunya. Ada alasan lain kenapa anaknya memakai itu karena V merasa bahwa punggungnya masih perih dan nyeri.
V terdiam dia menelan ludahnya, jika sang ayah tahu maka akan membuat masalah panjang. Pada akhirnya dia menggeleng dan mengatakan "aku tidak apa-apa." Hanya saja tersenyum dengan terpaksa membuat sang ayah diam. Apakah dia tahu jika putranya berbohong padanya. Dia juga menyimpan satu masalah sendiri, jika saja Seokjin tidak mendekat ke arah keduanya bisa saja ayahnya mengatakan hal sebenarnya.
"Berapa yang harus dibayar mereka?" Itu Seokjin dan kini melihat para penagih hutang itu dengan tegas. Dia nampak wibawa walaupun menurut V dia nampak lemah dan kasar dalam sikap. "Berikan aku kuitansinya." Tangannya di sodorkan di depannya, tatapannya sedikit tajam ke arah orang sekitar. Telinga nya sudah muak mendengar mereka, dan mencoba membantu V dengan caranya. "Berikan aku kuitansinya, jangan membantah V!"
Sang ayah melihat pemuda itu dengan penuh tanya, kenapa bisa V mendapatkan teman yang dilihat sombong menurutnya. Mungkin saja karena dia tidak mengenal teman anaknya itu, tapi hal semakin buruk saat gerobak buah milik sang ayah hendak di jatuhkan dari tempatnya.
"Apa yang kau lakukan itu milik ayahku, jangan lakukan itu brengsek!" V ingin kesana menghajar mereka sekali lagi tapi sang ayah menahannya dengan permohonan amat besar. Dia adalah anak satu-satunya maka sewajarnya sang ayah akan merasa sangat terluka saat melihat sang anak terluka.
"Ini salahmu karena tidak bisa membayar hutang bos kami, kami tidak mau tahu kau harus bayar sekarang suka atau tidak!" Dia mengancam dengan menarik kerah baju V, tak peduli jika pada akhirnya dia akan kesakitan. Sementara namja muda itu berusaha untuk melepaskan diri dari tangan kekar yang mengepal emosi itu. Sampai akhirnya Seokjin membuat tepukan santai tanpa menimbulkan keributan lebih jauh lagi.
"Berikan aku nomor bos kalian, aku ingin membayar hutang mereka."
Siapa yang dimaksud siapa? Sementara V dan sang ayah mendengar hal itu sebagai sebuah keterkejutan. V menganggap bahwa pria disana sekedar pamer dengan tamparan keras, tak ada rasa empati atau apapun itu. Lebih dari sekedar hutang uang bisa saja dia melakukannya untuk mendapatkan keinginannya.
"Jangan ikut campur kau tidak berhak membantuku, kau hanya keparat yang ingin memanfaatkan aku bukan?!" Di tariknya bahu itu dengan paksa kini seorang V berhadapan langsung dengan namja berbaju lebar itu. Sama sekali tidak memohon bantuan tapi kenapa dia selalu menolong, apakah dia punya cara licik bak seorang mafia yang ingin merugikan dirinya?
"Maaf nak, tapi jangan lakukan itu. Kami tidak mau orang lain kerepotan dan kami akan berusaha melunasi hutang kami." Sang ayah menambahi
memang dia senang ada bantuan dari seseorang tapi sayangnya dia juga tidak mengenal siapa dia dan apa statusnya karena terlalu banyak orang jahat yang menggunakan cara licik terselubung. "Benar kata ayahku dan jangan ikut campur aku bisa mengatasinya sendiri, kami tidak butuh uang mu!" V semakin emosional meski dia bekerja di dunia malam tapi harga diri dan egonya lebih tinggi dari apapun. Membuang rasa malu dan hidup jauh dari kenormalan dia bisa mengatasinya tapi jika ada yang berani memanfaatkan dirinya justru itu tak termaafkan.
Apa Seokjin nampak peduli? Sepertinya tidak karena dia begitu kekeh memainkan jemarinya. Bahkan dia membalas pesan dari seorang bos yang membuat anak buahnya datang kesini. V melihat ucapannya tak di respon sama sekali justru mendengus kesal dan berusaha mengambil ponsel Seokjin dengan kewalahan. Seokjin kelepasan dan membuat ponselnya di tangan V tapi sayang transaksi berhasil dan membuat namja tampan itu tersenyum senang.
"Aku sudah melakukan transaksi, jika tidak percaya hubungi bos kalian. Hutang mereka lunas, jadi harap pergi dari sini." Menekankan setiap kalimatnya, jarang ada yang bisa sesantai ini dengan orang semacam mereka. Tapi pada akhirnya ketiganya pergi begitu saja setelah pemimpin mereka melihat ada notif masuk.
Mereka mendapatkan bayaran dari pihak bos mereka, artinya hutang itu sudah masuk dan mereka bisa menghentikan tingkah bar-bar mereka. Berbeda dengan V yang enggan memandang rupa Seokjin, dia merasa bahwa dia terjebak pada kandang hewan lebih buas. Entahlah tak ada kata baik yang bisa dikatakan untuknya, karena benci lebih besar dari sekedar perasaan dan naluri.
"Jangan kembali ke sini, karena aku bisa saja melaporkan kalian pada pihak polisi atas tindakan sembarang kalian." Sebuah ancaman merangkap tinjauan, mereka mendengus dan melupakan kejadian ini seketika. Meski begitu tetap saja sang ayah tidak bisa berkata apapun, ini seperti mukjizat karena dia tertolong ataukah dia mendapatkan lebih berbahaya.
Dia melihat hal itu dari sikap V yang sama sekali tidak suka pertolongannya, tak akan mungkin jika anaknya begitu membenci seseorang jika orang itu tak membuat masalah. Kecuali V terluka karena orang itu, atau bisa saja dia yang menolong dan pada akhirnya membuat sebuah negosiasi. Tapi ketika dia bertanya tak akan mungkin anaknya mau berkata jujur.
"Kau bajingan Kim, aku tidak akan bisa menerima hal ini!" Meski V tahu bahwa seseorang di depannya lebih tua tapi dia tidak akan peduli dengan apa itu tata Krama. "Tentu saja, tapi setidaknya kau tidak menjadi gelandangan karena rumahmu akan disita." Dia menepuk pundak itu dan pergi menuju mobilnya, suasana semakin keruh dengan mereka yang lebih kepo dari sebelumnya.
Seperti biasa akan ada banyak anak gadis yang berseru senang melihat ketampanannya dan ada juga ibu-ibu yang sedikit berkata kasar saat membicarakan dirinya. Siapa yang tak kenal Kim Seokjin, yang kadang diburu oleh wanita kesepian untuk one night stand. Sekarang dia pun berani menggunakan uang haram untuk membantu seseorang.
Apakah itu bisa dikatakan dengan suatu kebenaran?
-
Demi apapun Yoongi sudah tidak bisa menahan rahasia kesekian kalinya jika dia melihat wujud namja di depannya ini. Bagaimana tidak dia babak belur dengan keadaan yang dikatakan jauh lebih baik. Dimana pakaian yang selalu di banggakan dulu saat dia masih bersekolah dan tinggal dengan kakaknya.
Semua itu menjadi mitos saat kenyataannya Jungkook bekerja sebagai pengupas bawang Bombay, dia memakai kacamata renang yang awalnya digunakan sebagai manipulasi luka lebam menurut Yoongi. "Kau sedang menghadapi gangster atau apa, yakkkk darimana saja kau Jungkook!" Dia sedikit berkelit walau Yoongi sama sekali tidak suka dengan sikap si kelinci keras kepala itu. Dia menarik telinga itu agar mau mendengarkan dia, toh Jungkook masih ada keluarga dan itu temannya sendiri.
"Aaaaaaa... Yaaakkkk Yoongi Hyung apa yang kau lakukan. Kenapa kau menarik telingaku, lepaskan Yoongi Hyung, yaaakkk!" Tangan itu dia usahakan agar lepas, dia tidak bisa sama sekali menerima ketidakadilan ini. "Aku tidak bisa melakukannya kau sangat keras kepala, seharusnya kau pulang saja tanpa membiarkan dirimu terluka. Kau bodoh atau apa Jungkook!"
Plak!
Terpaksa tangan itu dia pukul dengan salah satu spatula yang baru saja dia gapai, Jungkook tidak bisa menerima ucapan namja di depannya. Untuk apa dia menuruti jika dia menerima kebenaran bahwa kakaknya seorang jauh dari kata normal.
"Jika kau tidak mau membantuku juga tidak apa, tapi aku tidak akan pulang ke rumahnya. Sampai aku mati!" Jungkook emosi dia bahkan berani membentak namja di depannya, rumah yang bisa dikatakan kecil ini adalah saksinya. Yoongi disana masih terdiam melihat fakta bahwa Seokjin di benci oleh adiknya. Ini menyedihkan dan sangat miris, apalagi kenyataanya Jungkook tidak tahu apa saja yang di lewati oleh Seokjin selama hidupnya.
"Kau sangat jahat sebenarnya Kook, apa kau masih menganggap kakakmu buruk?" Yoongi ingin marah dia juga tidak bisa mengatakan secara gamblang bagaimana menderita nya Seokjin. Bahkan untuk mencari adiknya yang brengsek itu, sekali lagi dia masih mempunyai kesabaran untuk membantu Jungkook. "Ya, karena dia gay. Bagaimana bisa aku hidup dengan orang yang menyimpang. Aku bisa gila karena hal itu." Kedua air matanya berair, pelupuknya menahan basah cairan bening itu. Dia tertekan mental tapi lebih parahnya begitu membenci kakaknya adalah sebuah kesepakatan dengan egonya.
"Kakak mu seperti itu karena kau juga, jika saja kau tidak pergi dia pasti bisa sembuh dengan benar. Kau selalu menyalahkan dia, kau sadar tidak jika apa yang kau lakukan salah huh!" Untuk pertama kali dia berbicara banyak dalam tiga tarikan nafas, dia merasa bahwa memaksa orang keras kepala lebih susah ketimbang memecah sebuah batu besar.
"Katakan saja Jin hyung lebih memilih orang itu, aku sangat membencinya sampai kapanpun. Karena dia juga kakakku menjadi kumat!" Dia mengatakan dengan jelas, dan Yoongi melihat tatapan mata membenci begitu dalam. Jika saja Jungkook menemukan V apakah dia juga akan membenci orang sama seperti dia. Kim Taehyung yang saat ini masih menjadi pertanyaan atas keberadaaan nya, walaupun sekarang Seokjin berdalih bahwa V sebenarnya Taehyung.
Ini rumit, apalagi jika Yoongi banyak bicara akan membuat masalah baru dan semakin mempersulit Seokjin bertemu dengan adiknya. Jungkook bisa saja pergi kemanapun dia mau karena dia sudah berani nekat sejak pertama kali pergi dari rumah. "Aku tidak ingin berdebat Kook, aku hanya kesal dengan keputusanmu yang tidak mau menerima kakakmu." Meski ini berat Yoongi tak akan segan mengatakan apa yang menjadi masalah dalam uneg-unegnya. Sudah lama dia tidak bisa merasa plong seperti ini.
Jungkook disana diam tapi tangannya masih sibuk mengupas bawang itu. Yoongi melihat bahwa Jungkook menangis tapi bocah itu mengatakan dia menangis karena bawang, alasan terlalu klasik memang. "Jika saja kau tahu betapa pedulinya Seokjin Hyung padamu. Aku yakin kau akan menarik kata-katamu Kook. Tapi mungkin sementara kau tidak bisa menelan ludahmu sendiri bukan?"
Apa yang dikatakan Yoongi dia memang sembarang bicara dan tidak menyadari konsekuensinya, dia juga tidak menyadari apa yang dia lakukan. Dia juga tidak mau mengakui jika itu terbukti benar, dia punya tabiat buruk juga tabiat baik. Hanya saja di sisi berbeda Jungkook bisa menyembunyikan sebagian tabiatnya dengan rapi, walaupun dia berusaha di depan Yoongi dan itu gagal.
"Jika kau rindu pulanglah, dan jika kau bersalah kembalilah. Kau tahu apa yang kau pikirkan soal Jin hyung tidak benar, dia masih kakakmu. Dia masih seseorang yang menyayangi adiknya yang bodoh!"
Pergi begitu saja, karena pada dasarnya Yoongi ingin membantu. Memberikan kesadaran untuk dia, seseorang yang tak mau mengerti dan menganggap dunia hanya berputar untuknya saja. "Kau diam saja aku tidak ingin berdebat denganmu Hyung." Tak menoleh dan seperti pengecut sama sekali tidak bisa dikatakan sebagai orang berani yang suka melakukan suatu hal dengan benar.
Dia ditinggal sendiri seperti orang kehilangan kawan dan keluarga, dia memilih tersesat dan susah dalam masalah yang menjebak nya semakin dalam. Hidup sederhana dengan uang yang tak pernah bisa memberikan dia kemewahan. Tapi Jungkook benci kakaknya, karena dia tahu sebenarnya. Seokjin membantu orang itu karena terlalu masuk dalam perasaannya. Anggap saja prasangka selama ini benar, karena pada akhirnya takdir memutuskan.
Sama seperti dia memutuskan untuk pergi jauh dari rumah. Sampai dia tahu bagaimana titik menyerahnya sang kakak, lebih memilih adiknya atau orang baru yang sudah mengubah jalan dan kemauan kakaknya untuk kembali pada sesuatu yang benar.
Dia akui dia egois tapi dia menyukai dirinya sendiri. Cara wajar dalam mencintai dirinya sendiri. Tak ingin mendengar hal ini juga, sampai dia tidak menoleh atau menanggapi.
Apa pedulinya?
.
Seokjin merasa bahwa mengambil keputusan ini sudah tepat, dia menunggu Yoongi di persimpangan jalan. Sahabatnya meminta agar dia dijemput dari suatu urusan, melihat dari spion bagaimana wajah melamun itu nampak jelek membuat Seokjin berkerut pada dahinya. "Tumben sekali dia seperti itu. Jangan-jangan putus cinta." Menyindir tapi tidak tepat di depan orangnya.
"Terima kasih kawan, tapi kau tidak akan keberatan bukan?" Yoongi masuk begitu saja tanpa ada pembahasan panjang, dia melihat sisi disana. Tersembunyi seseorang yang enggan menampakkan dirinya, ingin bicara terlebih melihat sahabatnya sedang tersenyum senang seperti ini. Mungkin saja ada hal yang membuat dia bahagia, rasanya ingin menebak tapi di sisi lain dia menjadi ragu saat ingin mengatakan perihal tentang Jungkook.
Untuk sekarang dia menenggelamkan hasratnya untuk mengatakan betapa egoisnya Jungkook. Senang rasanya saat melihat Seokjin yang mengembangkan senyumnya sekarang ini, "sepertinya suasana hatimu sangat baik. Apakah kau mendapatkan doorprize?" Yoongi mengambil soda di depan laci mobil.
Dia meneguk dengan sekali masuk, membuat kerongkongannya lega sekaligus. Membuang di dalam kantung kresek yang sudah di sediakan, sampai sekarang dia menyembunyikan kekacauan yang terjadi.
"Aku bisa mendapatkan kesempatan. V dia bahkan tidak akan bisa menghindar." Mengatakannya dengan bahagia, dan juga bagaimana sumringah itu mengatakan bahwa semua yang dia harapkan akan mendapatkan jalan keluar. "Wow, apa yang kau lakukan. Apakah kau menidurinya atau menjanjikan sesuatu?" Yoongi tidak tahu soal ini tapi sebagai teman yang baik dia akan mendengarkannya. Bersandar dengan santai dan mendengarkan musik radio kesukaannya.
Menganggap bahwa mobil Seokjin adalah mobilnya juga, bagaimanapun dia juga yang memasang list soal mobil pada kawannya itu.
"Tidak, kenapa aku harus repot melakukan demikian. Aku bukan orang jahat dan bajingan." Tawanya dengan sumringah dan menoleh keluar, dia juga terpingkal saat melihat ke luar. Sungguh mengingat bagaimana lucunya wajah itu membuat dia seperti orang yang gila.
"Oh astaga, aku rasa kau membutuhkan obat." Ucapnya dengan kekehan di senyum manisnya. Yoongi punya mata sipit mungkin akan banyak berfikir dia adalah manusia tukang tidur.
"Ya ya ya, aku memang butuh obat. Lagi pula aku gila karena aku memang sebuah lotre." Oke sekarang dia mengatakannya dengan teka-teki. Yoongi bersiul untuk memperkeruh suasana. Ada tawa di antara keduanya saat dia mendengar radio pada mobil itu, sadar atau tidak mereka bernyanyi bersama.
Seokjin tidak meragu sedikit pun saat dia meninggalkan pesan untuk seseorang disana. Dia juga tak peduli dengan panggilan protes V yang mengatakan ketidaksetujuan nya.
"Yoongi aku akan mentraktir mu, katakan apa yang kau mau sekarang." Ini seperti sebuah anugerah bagi perut laparnya, ternyata ada orang yang begitu peka hingga menawarkan dia makanan. "Benarkah? Tentu saja aku mau. Siapa yang akan menolak makanan jika aku menolak Tuhan tidak akan aku berikan kesempatan makanan mahal." Tawa dan canda dia dengan sengaja mengeluarkan telapak tangannya di luar jendela dan menggerakkan sesuai melodi angin.
Hembusan angin sekarang sangat segar sampai dia lupa jika dia tinggal di perkotaan yang padat polusi. Kedua matanya tak sengaja melihat jika seseorang tengah berdiri disana. Menerka sejenak dan menebak sendiri, tidak.... Tapi apa mungkin? Sementara orang itu sudah lama tidak terlihat.
"Jin hyung, apa kau ingat dengan seseorang yang pernah mengejar mu dengan rombongan polisi?" Yoongi rasa dia harus memberitahukan hal ini agar tidak terjadi sesuatu hal buruk. "Chung Sa Oh, ya aku ingat. Bahkan aku ingin membalas dendam sedikit. Memangnya kenapa?" Meski sebal dia masih mengatakan hal itu dengan senyum, tapi Yoongi menatap langit mobil itu dengan seksama. Dia menggeleng, mungkin dia salah lihat karena pada dasarnya dia pernah melihat manusia itu mati tenggelam.
Salah satu musuh terbesar kawannya, manusia yang mengejar Kim Taehyung. Hingga akhirnya Seokjin segila ini.
"Aku ingin cuti boleh? Gantikan aku, ada hal yang harus aku urus. Tolong bangunkan aku jika sudah sampai aku sangat mengantuk sekali."
Wajahnya sengaja dia tutup dengan salah satu novel yang terselip disana. Entah kenapa di dalam mobil ini sama seperti di dalam rumah, dia tak akan bingung karena sudah terbiasa.
"Tapi aku masih dendam dengan orang itu Yoon, jika saja dia depanku aku akan membunuhnya."
Yoongi diam, dia hanya bisa berdoa jika Seokjin tidak bertemu dengannya. Jika saja dia melakukan hal itu mungkin bukan Seokjin yang gila tapi justru dia sendiri yang gila.
"Jangan lakukan karena kau akan mengotori dirimu. Aku serius, jadi tolong dengarkan aku sekali saja." Harapan tetaplah harapan, karena pada akhirnya Seokjin terlalu tenggelam dalam dendamnya.
Dendam di masa lalu yang teramat sangat jahat, dan Yoongi tahu akan rahasia itu. Katakanlah dia saksi langsung dimana semua itu terjadi, Kim Taehyung yang bunuh diri dan Seokjin yang gagal menyelamatkan. Sayangnya dia terlambat datang dan membuat hal itu menjadi sebuah bencana.
-
V membantu sang ayah menata barang di dalam ruang tamu, semua hancur dan berantakan walaupun ada sisa barang yang bisa dipakai itupun menurut V masih tetap mengecewakan. "Appa maafkan aku, justru aku tidak tahu akan hal ini." Wajahnya sedih tapi dia memaksa senyuman agar sang ayah tidak terlalu memikirkan keadaan sesungguhnya.
Bahkan dia juga bungkam dengan masalah luka di punggungnya, lantaran ini berat untuk di ceritakan. Dalam otaknya ada kata tidak mungkin dan sesuatu itu akan menyakitinya lebih dalam. Lebih dari apapun yang siapapun tak akan tahu bagaimana penjelasannya.
"Tidak apa V, appa juga tidak tahu. Jika appa tahu sudah sejak lama appa tidak akan membiarkan eomma lari dari tanggung jawab." Pria itu tersenyum dan berkata dengan sabar, dia melihat sang anak yang masih berusaha untuk membereskan semua pecahan beling di lantai tanpa sisa. "Eomma jahat ya, kenapa dia tega padahal aku berusaha agar membuat semua baik saja."
Sang ayah melihat ada manik kecewa dari kedua mata sang anak. Manik yang mengatakan bahwa dia kesal dan rahasia sang ibu sangat keterlaluan. Ada banyak hutang yang ditanggung, apalagi dia tahu bahwa istrinya sangat kecanduan akan judi hingga semua punya masalah keuangan.
"V jangan bicara seperti itu, bagaimanapun dia adalah ibumu. Apakah kau masih menyayanginya nak?" Sang ayah mengusap puncak kepala anaknya, dia melihat bahwa sang anak sebenarnya sudah sabar akan tetapi memang V berhak melampiaskan rasa kekesalannya dengan nada yang sulit dibaca. "Ibu mana yang tega melakukan hal itu padaku, dan istri mana yang membiarkan suaminya susah menanggung hutang." Dalam suaranya dia mengatakan hal itu penuh mantap dan perasaan berkecamuk.
"Tapi dia yang membuat kau bisa seperti sekarang, appa harap kau bisa memaafkan eomma."
V merasa bahwa dia butuh sendiri sekarang, sadar atau tidak posisinya sedikit menjauh. Entah kenapa telinganya menjadi panas dan kepalanya berdenyut sakit. Hutang yang besar membuat beban hidup terguncang, lalu sekarang sang ibu pergi dengan pria kaya dan melupakan keluarganya sendiri.
Dia rasa tak ada kata maaf untuk sementara ini, dia merasa menjadi anak baik saja tidak cukup. V bukan malaikat dia hanya manusia biasa, membuat dosa dan kesalahan. Dia tahu marah dan tidak maafkan adalah sebuah dosa besar, tapi dia akan menanggung dosa itu suatu hari nanti.
"Appa, Tae akan mengepel lantai. Appa kan sedang sakit, kumohon jangan memaksakan diri appa." Sang anak membawa satu ember penuh pecahan beling di dalamnya, V keluar dengan cepat dan memperlihatkan senyumannya.
Pria itu diam dan memperhatikan punggung itu pergi ke halaman belakang rumah, jujur... Dia juga tidak memaafkan tingkah istrinya. Wanita yang belum cerai padanya tapi sudah tega menikah lagi.
Mungkin saja dia akan meminta penjelasan mengenai hal ini semua.
"Appa akan melakukan apapun demi kebahagiaan mu V."
Gumam nya dengan kedua tangan mengerat, memegang kemoceng di tangan kanannya hingga bergetar. Emosi tertahan sendiri dengan segala pertanyaan mutlak dalam dirinya.
V adalah anak kesayangannya.
......
TBC....
Mohon maaf jika aku membuat ff ini baku dan terlalu mengandung bahasa yang rumit. Semoga suka dengan chapter ini dan bisa memuaskan penasaran kalian dengan cerita ini.
Tolong jaga kesehatan selalu dan berdoa semoga pandemi segera berakhir.
Tetap semangat juga bahagia selalu dimanapun dan kapanpun.
Gomawo and saranghae. 💙
#ell
01/11/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro