Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Move (20)

"Ingin membuat diri sendiri hancur lebur sama seperti pasir tersembunyi di dalam kaca. Mereka kasar tapi gerakannya cukup cepat hingga nampak dengan jelas bahwa waktu tidak hanya digunakan pada mesin saja. Berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya, lalu apakah kau bisa sesabar waktu? Saat dia hendak menuju ke angka satu hari penuh."

(Author ***** POV)

"Aku tidak akan pergi jika kau tidak mau menjawab pertanyaan dan mengatakan hal yang aku anggap penting ini." Jungkook berbicara serius walaupun dia naif. Yoongi merasa bahwa pembahasan kali ini tidak akan berguna jika namja muda di depannya ini juga tidak mengerti.

"Aku jelaskan pun pemikiran mu akan sama, sudut pandang kita berbeda. Jangan salah kaprah karena kau sama sekali tidak akan memahaminya."

"Aku akan membayar jika kau tidak bungkam. Aku bertemu dengannya, Kim Taehyung. Apakah dia masih bersama kakakku?"

Beban!

Yoongi berharap jika dia bisa menghindari pertanyaan ini, sudah cukup dia untuk berbohong banyak hal. Andai kata dia berkata jujur pasti Seokjin tidak akan menyukainya, Jungkook berbeda dengan yang dulu. Sekarang dia lebih kejam, walaupun Seokjin pernah membunuh manusia tapi Jungkook dia membunuh hewan yang sama sekali tidak berdosa dan tak bisa melawannya.

Bukankah lebih kejam?

Atau memang kedua kakak beradik ini memiliki dominasi sendiri?

"Sampai kapanpun pertanyaan mu tidak akan aku berikan jawabannya Jungkook." Yoongi bisa lebih dingin dari sebuah bayangan hitam. Yoongi juga tidak bisa kalah begitu saja dengan mood Jungkook yang bisa dikatakan buruk. Jika dia tidak sabaran mungkin saja dia akan seperti ayahnya Taehyung.

Dalam keadaan ini pun dia malah ingat, bagaimana dulu dia sempat dihajar setengah sekarat. Jika bukan karena Seokjin datang tepat waktu dia bisa menjadi kerangka manusia.

"Aku memaksamu Yoongi Hyung!"

Dipukulnya dengan keras meja di sampingnya, gebrakan yang berasal dari kepalan tangan itu membentur hingga tangan itu terluka dan lebam. Yoongi melirik dengan wajah kelewat santai dan membatin sejenak. Dirinya memaksa tubuhnya agar bangun secara perlahan walau beberapa detik yang lalu sempat terhuyung ke samping hampir jatuh. Bangkit dengan posisi tegap tapi bibirnya miring meringis dengan tambah menutupi bekas rasa sakit tertinggal.

"Mana bisa kau memaksaku!" Tangan itu dia hempaskan, membuat Jungkook melongo sebentar. Gerakan kaki Yoongi memutuskan untuk pergi agar harinya tidak terganggu, hanya saja pukulan di pipinya langsung dia dapatkan setelah helaan nafas brutal itu dia dapatkan. "Jangan permainkan aku Yoongi Hyung, aku bisa saja menghajarmu sampai kau mau menjawab pertanyaan ku!"

Jungkook mengancam dan ini bukan sesuatu yang bisa dipermasalahkan menurutnya. Hanya saja dia tidak suka dengan cara pengecut namja muda itu.

"Meski aku mengatakan kebenaran padamu kau juga tidak akan pernah paham. Harus sampai kapan kau bisa mengerti keadaan ini?" Ingin meledak dengan pikirannya jika saja ini bukan tempat yang sepi dia akan membuat kekacauan besar.

"Jangan bilang kalau kau dan Jin hyung kerjasama! Aku bingung dengan apa yang akan kalian lakukan terhadapku! Jangan bilang kalian benci denganku?!" Alis kirinya terangkat dan satu hal yang pasti adalah saat dia hendak memukul Yoongi, tapi namja mata sipit itu sudah meloloskan pukulannya dengan telak.

Yoongi terbentur di bagian belakang kepalanya.

"Ungkapan bodoh, seharusnya kau sadar bahwa kau menganggap kami jahat itu salah. Coba tanyakan hatimu sekali saja, mengerti pada kakakmu apakah mungkin?" Yoongi ingin sekali membuat keajaiban dalam satu malam. Ingin sekali dia melihat keadaan Yoongi yang jungkir balik seratus delapan puluh derajat dari kesalahannya. "Bagaimana bisa aku mengerti dengan keadaan kakakku. Lalu Taehyung dia perusak, aku tidak akan bisa memaafkan dirinya!" Biarkan saja dia dianggap tak waras. Realitanya dia tak bahagia dengan masa lalunya.

Yoongi mendecih...

Memilih memalingkan wajah, dengan decakan sebal saat dia nyata pada satu pilihan. "Justru aku tidak ingin tertular bodoh, karena kau memang tidak akan pernah mengerti. Sadarlah Kook jika memang kau mau menyadarinya."

Yoongi sangat keras kepala, dia juga tidak peduli jika akhirnya dia akan di pukul lagi. Selama dia benar, tak ada yang bisa membuat dia menyesal dan kecewa.

"Kesalahanmu... Kau terlalu percaya diri dengan anggapan bodoh mu, Jungkook."

Kaidah yang masuk akal membuat manusia muda penuh gairah itu menghentakkan tinju di lantai tersebut. Jika saja salah seorang tidak menghalangi mungkin saja dia orang ini akan baku hantam, si pemilik kasino keluar dan mencekal tangan namja muda itu.

"Kau datang dan mengganggu pelangganku. Kau tidak apa Yoongi?" Dia membantu namja sipit itu berdiri, dengan wajah datarnya dia menggeleng. "Aku tidak apa, hanya saja jangan bawa dia ke kantor polisi." Seakan dia tahu jalan pikiran pria itu Yoongi meminta agar Jungkook di maafkan walaupun seharusnya anak muda itu yang minta maaf.

"Lepaskan aku, aku tidak ada urusannya dengan anda!" Bentaknya nyalang dan jemari tangannya juga mengepal dengan nafas menderu kuat. "Jika kau buat keributan, aku pasti sudah memanggil polisi. Tapi karena Yoongi melarangku, kau masih beruntung anak muda!" Pria dengan jas kebesarannya itu memanggil pihak keamanan.

Tanpa ada banyak waktu lagi dua orang berbadan besar datang dengan beringas. Jungkook merasa bahwa dia akan lebih berbahaya jika berhadapan dengan mereka. Mau tidak mau mereka harus lari, karena masih ada banyak hal yang harus dia lakukan selagi hidup.

"Biarkan saja dia, aku tahu dia anak baik. Dia kena masalah dan kau harus memakluminya." Yoongi meminta dengan sangat, dia memperhatikan punggung itu menjauh dari pandangannya.

.

Petir....

Suaranya sangat keras sampai kedua telinganya berdengung. Kilatan menyambar seperti membelah langit hingga V tidak sengaja berteriak dan menjatuhkan piringnya saat dia terkejut kala gelap menyerang di ruangan itu. Seokjin yang tertidur di sofa langsung bangun begitu saja saat melihat tidak ada penerangan sama sekali.

"Kenapa gelap sekali, oh ternyata hujan." Dia mendongak ke atas dan telinganya seakan tajam dengan pendengarannya di sekitar. Suara gemericik air yang deras dengan kilatan petir beberapa detik menggema di angkasa. Sepintas dia ingat bahwa Taehyung sangat takut dengan namanya petir.

Langsung saja dia turun mencari V yang entah berada di mana. Rasanya tidak akan mungkin kalau dia sudah tertidur terlebih dahulu karena dia sangat kenal bahwa V sama halnya dengan burung hantu. Sedikit terkejut saat merasakan bahwa telapak kakinya basah karena air bening yang membasahi lantai di bawahnya.

Suara air mengalir lebih dekat dari perkiraannya. Ada percikan basah di punggung kakinya yang membuat dia sedikit kedinginan. "Ya ampun, apakah atapnya bocor?" Dengan cepat dia mengambil sesuatu dari sakunya, sebuah benda persegi tipis berwarna hitam.

Layar ponsel di depannya menunjukkan foto dirinya, adiknya juga Taehyung yang menundukkan kepala. Foto itu diambil saat mereka berkunjung ke wahana permainan di pusat kota saat perayaan presiden Korea Selatan. Semua itu kenangan, diciptakan dengan gambar agar semua memori itu terpatri indah dalam ingatan.

"Semua masih sama sampai sekarang Tae, dimanapun kau berada dan bagaimanapun dirimu aku yakin kau baik dan bahagia." Larut dalam kesedihan beberapa detik, tapi dia langsung ingat bahwa sesuatu haru dia tengok terlebih dahulu. Dia angkat kepalanya dan melihat atap plafrom yang basah karena hujan. Rembesan deras seperti air mancur itu membuat resah bahkan dia adalah tamu di rumah ini.

Dia melihat ada ruangan lain yang sepertinya sebuah dapur dengan menggunakan senter pada ponselnya. Seokjin datang dengan langkah kaki cepat tapi hati-hati karena dia ingat bahwa di sekitar ini ada banyak barang mudah pecah. "Aku kira ramalan cuaca sekarang kurang tepat, padahal kemarin di berita kabarnya tanpa badai." Beruntung dia bukan orang kolot yang terlalu percaya dengan sebuah kabar yang bisa saja berubah.

Rasanya sangat menjengkelkan saat ada tikus yang lewat. Entahlah dia memang geli dengan hewan pengerat seperti itu. "Apakah V tahu bahwa rumahnya ada tikus, sebaiknya aku bawa kucing atau jebakan ya?" Menerka sendiri dengan praduga apa yang akan dia lakukan. Dalam penerangan kecilnya dia melihat bahwa ada satu buah piring pecah berserakan di sekitar bawahnya.

Beruntung dia tidak menginjaknya, karena dia langsung refleks mengangkat kakinya cepat.

Tetesan hujan di luar nampak sangat mencekam, ketika angin dan badai membuat terbang tirai di jendela. Air hujan seperti menyerang kaca rumah itu massal. Mendadak adrenalin si tamu naik dua kali lipat. "V kau dimana? Apa kau baik saja?" Seokjin mencoba untuk memperhatikan di sekeliling dapur dia merasa bahwa hawa disini kurang baik karena dingin yang menusuk hingga tulang.

Sialnya dia malah serasa berada di dunia horor yang mencekam. Ditelan malam mencekam dengan hujan tidak kenal ampun membantai para rumah manusia dengan beringas. Satu hal yang pasti adalah ketika dia melihat ada bayangan tercetak pada dinding di sebelahnya.

"Siapa itu?!" Dia memberikan sinar senternya pada dinding itu, ludah dia telan dengan pelan. "V kau dimana, apakah kau sekarang baik?" Meski dia takut dengan bau hantu, mistis atau apapun itu. Tapi Seokjin lebih takut jika bunga hutangnya membengkak, dia melihat di sisi sana. Saat telinga kirinya mendengar suara seseorang tengah menangis lirih dengan rintihan pelan.

"Si-siapa disana?" Seokjin melihat bagaimana gumpalan manusia tengah meringkuk. Dengan salah satu penutup pada bagian kepalanya, Seokjin menduga bahwa dia adalah maling yang mencoba untuk bersembunyi takut ketahuan. "Katakan kau siapa, kau maling ya? Kenapa kau datang ke rumah temanku?" Sinar itu mengenai bagian kakinya. Telapak kaki itu ada darah di sela jemari kakinya.

Seokjin tentu saja menelan ludah pelan, dia melihat bahwa seseorang itu mirip sekali dengan penampakan. Karena tidak menampilkan raut muka sama sekali, tangan kanannya mengambil sebuah panci yang kebetulan dipajang di sebuah dinding disana. "Jika kau pencuri aku akan memukulmu tanpa ampun. Mengakulah siapa dirimu orang asing."

Dua langkah....

Bahkan dia mendengar bahwa tangisan lirih itu makin keras terdengar, seperti sebuah kesakitan atau pengampunan yang bisa saja karena dia melakukan diskriminasi untuk mendesak manusia di depannya. "Cepat katakan atau aku akan melakukan kekerasan. Aku tidak akan terkecoh dengan kesedihan yang kau buat. Pasti air matamu buaya pencuri." Sedikit khawatir saat dia ingat bagaimana keadaan V sekarang. Mungkinkah orang di depannya ini sudah menyekap namja muda itu dan menyembunyikan di suatu tempat sama sepertinya dilakukan pada sang paman?

Matanya masih awas dengan melihat sebuah tangga dan tangan sedikit bergetar memegang ponsel. Semoga saja bukan jiwa pengecutnya yang keluar kali ini.

Anehnya ayahnya V tidak turun untuk mengecek keadaan dibawah. Padahal dengan jelas Seokjin mendengar benda yang jatuh dan pecah beberapa kali. Jika pun pulas pasti dia akan bangun karena hawa dingin. Otaknya sudah terlalu banyak bayangan kriminal seperti yang dia lihat di film malam Minggu kemarin. Sial, seharunya dia menonton komedi saja ketimbang film yang membawa duka cita pada akhirnya.

"Tolong aku hikkkss... Tolong, disini gelap hikkss..  tolong aku..." Lirih dengan suara mendayu, dia juga sama sekali tidak akan bisa melihat apapun karena kedua mata terpejam tapi tubuhnya menggigil kadinginan. Seokjin melihat tubuh itu dengan teliti dan di depannya ada wajah seseorang yang benar-benar membuat dia diam seribu bahasa.

Tangan itu melepaskan gagang panci di tangannya, bunyi khas membentur lantai dan bisa saja membuat bagian permukaan belakang penggorengan itu peyok. Langkah cepat dia ambil, derap kaki dia bunyikan nyaring dan kedua tangan yang mengusap dua pipi itu lembut seperti takut jikalau rusak.

"Taehyung." Terlontak dengan jelas tanpa halangan, entah itu karena tidak sengaja atau malah sengaja. Yang jelas dirinya tidak pernah suka melihat air mata itu jatuh di kedua kelopak malangnya. "Kenapa kau menangis hei, tidak apa. Taehyung jangan menangis aku mohon. Kakak disini bersamamu." Seokjin merasa bingung, di satu sisi dia melihat namja yang dia peluk sekarang adalah V tapi kenapa hati dan bibirnya berkata nama lain.

Logikanya dia harusnya mengatakan nama asli si pemilik tersebut, bukankah itu penghinaan karena dia salah menyebut. Selama ini V akan protes jika namanya tidak disebut dengan benar, di dalam otak Seokjin hanya terpatri nama Taehyung. Hingga usapan di punggung namja itu mungkin saja untuk Taehyung dan bukannya V.

Apakah dia sudah gila? Bayangannya nampak saat seseorang datang dari belakang. Seokjin melihat pantulan bayangannya sendiri yang menapaki lantai dan dinding kayu itu. Sangat jelas dari bayangannya dia begitu menyayangi dan menjaga namja muda itu dari rasa gelap yang menjadi phobia nya.

"V, anakku... Kau tidak apa? Nak Seokjin kau tidak apa? Maafkan paman karena lama turun. Paman harus mencari lilin dahulu." Seketika sang ayah mengambil alih kuasa untuk memeluk anaknya. Dia membawa selimut yang ternyata adalah kesukaan V karena Seokjin tak sengaja melihat ada nama di bagian ujung benda wol tersebut. Sang ayah terlampau cekatan, hingga tangan Seokjin tertinggal cepat untuk membantu V dalam rangkulannya.

"Hati-hati nak, appa tidak akan membiarkanmu terluka. Oke sekarang lompat sedikit karena ada beling hmm..."

Bisa dilihat bagaimana wajah campur aduk darinya? Melihat bagaimana punggung itu menjauh dari zonanya dan membuat bayangan itu sendiri. Terpancar cahaya dari elektronik masa kini, dan V merasa hangat saat pelukan ayahnya, selimut dan api kecil dari lilin menemaninya di sofa.

Seokjin ingat bahwa kaki V amat terluka karena sebuah beling, bermaksud mengambil kain dari saku dan mengelapnya. Datang mendekat dengan wajah di buat sumringah agar raut aslinya tiada kentara. Kebaikannya hanya bisa dikatakan niat sekarang, karena nyatanya di depan matanya sang ayah jauh lebih dulu membentuk pertahanan yang bagus.

"Appa sakit hikkss... Kenapa disini gelap appa. Aku sangat takut eoh..." Sekarang V tidak seperti tadi saat lampu terang. Tabiat cengeng dan manja itu keluar dan lupa bahwa sebenarnya Seokjin melihat hal itu semua. Sepertinya dia tidak menyadari dan fokus dengan luka di sela jarinya.

"Tenang oke, sebentar lagi V akan lebih baik. Jangan menangis karena kau laki-laki hmm.." suara lembut dan tangan bergerak telaten begitu sinkron memang.

Benar....

V butuh perban bukan kain yang dia bawa kemanapun saat dia butuh. V butuh obat dan bukannya pertolongan murahan yang dia gunakan untuk luka terbilang kecil. Padahal di depan matanya, kain inilah bekas dimana Taehyung dulu sempat memakainya saat dia demam, karena suatu hal mereka terjebak pada bangunan tua dan butuh waktu lama agar bisa keluar. Semua itu adalah kenangan tapi bagi Seokjin hal itu merupakan bagian dari sebuah kehidupan yang bisa dia anggap sejarah paling indah.

Sekarang dia hanya menjadi penonton saja saat melihat V yang menangis dan merengut sakit. Menggemaskan dan naif, seperti menolak hal yang sempat dia sombong kan. Sedetik kemudian dia tersenyum dengan bibir mengangkat di ujungnya membentuk kurva, salah satu dimana dia mentertawakan wajah lucu itu secara spontan.

Sadar bahwa ada tertawa lucu dari seseorang membuat V langsung memberikan tatapan tajamnya.

"Kenapa kau melihatku, apa yang kau tertawakan!" Dia marah tapi wajahnya lucu karena masih ada sisa air mata disana. "Justru aku tertawa karena aku melihat anak manja sepertimu. Aku baru tahu kalau kau takut kegelapan, apakah ada monster yang melihatmu hahahaha..." Berkata seperti itu dengan tangan kanan memasukkan cepat di belakang sakunya.

Kedua pipi V merah seperti tomat, dia juga mendengus sebal dan merengek pada ayahnya. "Appa, lihatlah dia melakukan hal itu padaku. Apakah kau tidak memarahinya? Dia sudah mentertawakan aku yang tampan ini." Jemari itu menunjuk Seokjin dan nada meminta dengan sangat agar sang ayah bisa memberikan Omelan seperti dia mau.

Tapi ayahnya malah tersenyum dan ikut tertawa. Apakah benar Seokjin dan ayahnya bekerja sama? Kenapa mereka sangat kompak? Entahlah kini perasannya menjadi merana seperti ini. "Kalian kacau, aku tidak suka ya di perlakuan begitu. Appa juga hufftt!" Mendengus sebal dan poni depannya bergerak terangkat sebentar saat hembusan angin dari mulutnya keluar.

"Astaga, anakku yang tampan tengah merajut. Tapi tamu kita memang benar, meskipun kau manja sampai kapanpun kau anak kesayangan appa satu-satunya." Dengan semangat tangan keriput itu menarik kedua tangan pipi sang anak, tarikan itu membuat bibir V merengek.

"Ja-jangan ditarik appa. Ini sakit yaakkk sakit appa ummmm..."

V mengalah dia sama sekali tidak bisa melawan ayahnya. Merasa senang saat mendengar sang ayah mengatakan bahwa dia adalah anak kesayangannya. Diusapnya pipi kanan itu perlahan dan tersenyum manis dengan gigi putih menghiasi bibirnya.

Seokjin senang melihat wajah yang dia kenal itu bahagia.

"Aku senang kalau kau bahagia." Pinta seperti sebuah doa, harapan dari dalam hatinya. Mengatakan hal itu dengan ketulusan sampai akhirnya dia melihat bagaimana wajah bete V melihat kearahnya. "Kau sangat lucu dan aku suka melihat wajah anak kecilmu. Dasar menyebalkan hahaha..."

Lemparan bantal yang basah di atas sofa mengenai wajah tampan Seokjin, V langsung tertawa saat dia melihat bagaimana muka kusut namja itu. Bahkan terpingkal hingga terjungkal ke belakang. Dengan sengaja juga Seokjin membuat wajah sebalnya agar menghibur manusia itu.

Jangan sampai ada kesedihan lagi.

,

Kian menelisik dan tersembunyi, dia ada di dalam puing-puing dimana incaran yang sudah dia tunggu berada di dalam rumah itu. Dengan ponselnya dia bermain sebentar, hingga dia bisa mengatakan dengan jelas pada seseorang disana dia akan melakukan tugasnya.

"Tenang saja, aku akan membunuh manusia itu sebelum dia menarik nafas ketiga kalinya." Ucapan menusuk dengan intonasi jauh dari kata santai, dia sendiri juga tidak sabar untuk mengotori tangannya. Darah adalah minuman untuknya agar dia bisa mendapatkan energi saat ini.

Hujan memang deras tapi bukan halangan untuk dia melakukan pekerjaan, apa lagi kalau bukan membunuh manusia. Pisau itu ada di kantongnya dan sama sekali tidak masalah jika bagian jubahnya diisi oleh pisau lipat, pistol, pisau daging dan benda berbentuk suntikan tapi isinya racun.

Dia melihat pada lubang pintu yang seperti petunjuk baginya untuk mengawasi dalam rumah yang dia anggap aman. Sekarang tengah malam pastinya si pemilik tidur lelap tanpa tahu akan di ganggu. Tirai juga tertutup dengan lampu yang sudah gelap, dia akhirnya mendapatkan senyum keputusan yang tepat.

Dengan keahliannya dia melakukan hacker. Membobol pintu rumah dengan menggunakan sebuah sandi hingga pintu itu berbunyi dan terbuka. Tak rumit seperti matematika dan langsung masuk dengan edaran mata yang awas.

"Dapur yang bagus, tapi sayang dia tidak akan lagi menggunakannya." Dengan pelan dia berjalan menuju sebuah kulkas, tenggorokannya haus dan otaknya menginginkan sesuatu yang bisa membasahi dahaganya. "Vodka, tequiela, atau alkohol... Sangat lengkap, dan kau juga tidak akan menikmati minuman ini lagi."

Sebuah seringai yang menakutkan dengan pandangan melihat isi kulkas. Banyak sekali bahan yang dia inginkan, terlintas dalam pikirannya untuk mengambil minuman itu. Tapi ada yang lebih penting, dan suara aneh di dalam kamar membuat dia mendongak ke sana.

Melihat dengan sedikit tajam, di mana sudut manik matanya terbaca dengan mengerikan. Dia melangkahkan kakinya satu demi satu hanya untuk bisa naik kesana. "Kau bahkan tidak bisa menggunakan tangga ini lagi." Dia mengusap penyangga besi itu dengan telapak tangannya yang terbungkus sarung tangan hitam.

Telapak itu sesekali menggosok benda besi itu seperti menari di atasnya. "Dia orang kaya tapi tidak tahu cara menjaga diri. Beruntungnya aku bisa membunuhnya dengan cepat." Ingin tertawa dan melihat bagaimana sederhananya ruangan ini. Padahal bosnya bilang bahwa orang yang akan dia bunuh adalah orang penting yang bisa mengganggu ketentraman kliennya.

Dia melihat bahwa ada kepala rusa disana dan membuat dia tersenyum licik. "Aku akan membunuh mu dalam hitungan detik sampai kau tidak bisa merasakan sakitnya."

Saat dia sukses membuka pintu kamar yang tak dikunci itu membuat pria itu senang. Tapi dia merasa bahwa apa yang dia kerjakan sia-sia. Dia melihat keanehan saat tempat tidur itu tak ada siapapun. 

Datang mendekat dengan langkah cepat, dan menyibakkan selimut itu hingga jatuh. Menemukan bahwa hanya ada boneka manequin disitu. Selebihnya dia hanya tertawa terbahak saat melihat permainan seperti anak kecil itu.

"Wow aku tertipu, ternyata dia lebih pintar. Kamar ini memanipulasi." Dia menghidupkan saklar lampu dan melihat kenyataan bahwa kamar ini cukup berantakan. "Bau alkohol ya, dia pasti tahu bahwa aku datang kesini." Melihat salah satu benda yang sudah mengawasi di sana sejak dulu.

Ada kamera cctv disana, dan itu adalah hal yang bisa menjadi salah satu benda petunjuk bahwa pemilik tempat ini cukup pintar. Ada senyuman kejam di wajahnya dan itu membuat dia cukup percaya diri untuk menampilkan keberadaannya. Toh, wajahnya sudah pasti diketahui olehnya.

Sengaja mendekat dengan mendekatkan wajah pada kamera. Melambaikan tangan dan  tertawa disana dengan lidah yang menjilat permukaan pisau dibawanya.

"Aku ingin mencabik mu. Aku yakin kau mengawasi ku, dan aku harap kita bisa berjumpa. Anggap saja aku malaikat kematian mu."

Anggap saja dia ingin tampil di depan layarnya. Membuat manusia yang melihat dari layar ponselnya itu tersenyum santai. Dia berada di toilet dengan tayangan di depan mata, hitam putih dengan gambaran seorang pria.

Kim Seokjin wajah serius ditambah dengan pisau yang dia benturkan pada dinding kamar mandi tersebut.

Murka.

....

TBC...

Semoga suka dengan yang aku suguhkan pada kalian. Maaf jika ada banyak kesalahan dalam menulis. Semoga next chap akan lebih baik.

Tetap semangat, bahagia dan sehat di manapun berada.

Gomawo and saranghae ❤️

#ell

17/11/2020



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro