Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

L I A R (16)

"Kapan agenda hidup ini selesai, berganti jadwal dengan indah dan tidak ada lagi beban yang mengatakan bahwa aku menyerah Tuhan."

(Author **** POV)

V sangat benci dengan rumah sakit. Dia sendiri tidak ada pilihan lain lantaran balita yang tidak punya orang tua ini menangis karena demam, apalagi kakaknya juga masuk ke rumah sakit yang sama karena sedang operasi usus buntu.

Memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi, jarang memang karena dia mendapatkan prioritas terkenal sebagai jalangnya anak club. Bukan hanya itu saja kabar buruknya, masih ada lain. Ketika dia tak sengaja masuk dalam sebuah ruang saat dia salah kaprah melangkah kakinya pada ruang nomor tiga puluh enam.

Belum saja dia pulang, tak disangka dia bertemu dengan sang ayah dalam keadaan berbeda. Tak baik dan nampak buruk dengan dia yang terbaring lemah diatas rumah sakit. V awalnya mengira ini adalah candaan saat dia mungkin lupa akan ulang tahunnya, hanya saja ketika dia membaca nama pada ujung tempat tidurnya dia langsung meringsut sedih.

Ayahnya....

"Bagaimana bisa appa masuk rumah sakit hikksss... Kenapa bisa dia mendapatkan pukulan dan luka. Siapa yang tega melakukan itu hikksss..." Sisi cengeng V dan juga terlalu sayang pada sang ayah membuat dia lemah. Tak peduli jika kedua kelopak bawahnya sembab membuat Seokjin tak surut memberikan semangat dan dukungan pada V. Jujur dia tidak kuasa saat melihat V seperti ini, mengingatkan akan Taehyung yang juga terpuruk dengan nasibnya yang naas.

"V apakah ayahmu punya musuh. Kebetulan aku dengar dari salah satu kawan ayahmu yang menunggumu tadi mengatakan bahwa ayahmu sempat mengalami keributan." Berusaha menerka, dia masih ingat dengan segar dalam seluk beluk pikirannya. Siapapun orang itu yang pasti dia akan dalam zona bahaya. Karena dia tahu bagaimana menakutkannya V saat dia benar-benar serius menghajar orang, seperti dirinya menjadi korban. Membayangkannya saja membuat Seokjin membisu serta bergidik ngeri.

"Sama sekali tidak, ayahku orang baik juga lemah lembut. Aku yakin dia hanya iri dengan ayah. Aku tidak akan memaafkan siapapun yang membuat ayahku begini!" V melihat wajah Seokjin dengan murka, seolah namja di depannya itulah pelakunya. Tatapan V membuat sebelah alis namja tampan itu mengernyit bingung. "Kau menatapku seperti itu, apa ada yang salah?" Pertanyaan santai dengan jawaban besar. Sementara V masih belum mengubah posisi dimana dia duduk berada.

"Sejak kau datang aku mendapatkan kesialan, lalu ayahku. Sebenarnya apa mau mu. Kau membuatku tidak nyaman Kim." Perlahan ucapannya menjadi keras, dengan nada yang sedikit menekan. Tatapan tajam seperti pecahan beling dan jika tergores maka rasanya akan perih. V membuat kesalahan padanya saat dia mulai mengeluarkan kata yang menyalahkan dirinya.

Seokjin tidak terima!

Datang dengan maksud membantu dan bukannya merusak. Dia juga tidak tahu apa yang dimaksud V soal kesialan yang datang ketika dirinya datang. Menurutnya ini berlebih dan menganggap V sedang mengalami gejala syock sehingga dia berkata ngawur.

"Katakan padaku, sebenarnya siapa kau! Aku tidak mau berkawan dengan lawan. Apa kau suruhan eomma, atau kau salah satu penjahat buronan penjara?!" Menuduh tanpa bukti, dengan dorongan keras hingga dia mundur tersentak. Walau begitu Seokjin enggan mencari masalah apalagi ini tempat para pasien di rawat.

Wajahnya kini serius dengan usapan frustasi di wajahnya dia mengatakan banyak hal pada namja muda di depannya. "Aku tidak peduli dengan apa yang kau katakan V, tapi semua ini bukan salahku. Jika kau menuduhku seperti tadi, aku tidak akan memaafkan mu!"

Dia menatap begitu lekat, seolah mengatakan kau bukan tandingan ku. Tapi di sisi lain V merasa bahwa gejolak amarahnya semakin besar saat ada yang menantangnya seperti ini. Apakah gelarnya tidak cukup mengerikan? Sementara beberapa orang di luar sana enggan berurusan dengannya. Dia juga tidak punya masalah dengan namja di depannya, walaupun beberapa kali bertemu pertemuan mereka di landasi dengan tolong menolong.

"Kau salah dan salah! Sampai kapanpun kau seorang penjahat. Katakan kalau kau adalah suruhan ibuku!" V merasa bahwa dia sudah membuat keputusan salah saat dia mulai percaya pada seseorang di depannya. Tapi kedua matanya berkaca dengan tatapan tidak percaya.

Saat dia melihat bagaimana kebingungan itu muncul di wajah V sekian beberapa detik. Karena tak kuasa meredam emosi dia menarik tangan itu, mengajak dia keluar. Tahu bahwa dia akan dibawa keluar dengan cekatan V mencoba untuk menghempaskan tangan namja itu tapi gagal. "Diam jangan melawan!" Bentak Seokjin untuk pertama kalinya di depannya. Tatapan matanya bahkan menajam membuat nyali seseorang menciut.

Beberapa suster yang ada di sana juga melihat keduanya dengan raut penasaran, dengan segala pertanyaan di otak mereka masing-masing.

"Lepaskan aku, jangan macam-macam bajingan!" Melepas itu dengan paksa tapi dia tidak mendapatkannya.

"Kau memang mulai percaya padaku bukan?" Seokjin dengan tajam menatap elang, dia menahan gerakan namja muda di depannya dengan kedua tangan yang menempel di dinding. Gerakan mengunci yang merupakan andalannya untuk seseorang yang memang benar mencari masalah dengannya.

Tatapan tajam dijawab dengan tatapan tajam juga. V yang ada disana melihat menantang dia bahkan mengepalkan kedua tangannya. "Peduli apa kau bodoh!" V menggertak dia juga berani bertaruh jika dia akan menang kali ini. Sayangnya semua itu sirna saat dia melihat bahwa namja di depannya menunjukkan raut tak sesuai ekspetasi.

"Aku mengatakan ini karena aku peduli, begitu juga denganmu yang mulai percaya padaku." Sengaja mendekatkan wajahnya dia ingin menunjukkan siapa yang salah. Dia bukan penjahat, apalagi orang yang membuat orang merugi. Bisikan itu seperti iblis di telinga V walau dia tidak berani mengatakan protes secara gamblang. "Kau ini manusia apa, kenapa peduli padaku. Aku tidak peduli padamu dan tebakanmu salah besar bajingan!"

Diam dan tenang, sementara di sisi gedung rumah sakit ini tak ada siapapun yang melihat. Seokjin sangat angkuh untuk bisa memberikan sedikit pelajaran bagi muda di depannya. V merasa bahwa dia siap mendapatkan pukulan atau tindakan emosional dari seseorang di depannya. Tapi ketika jangkauan kekesalan di otaknya memuncak sesuatu membuat paradigma keterbatasan dalam geraknya.

"Aku minta maaf jika sudah merepotkan mu, tapi sungguh bukan aku pelakunya. Bukan aku yang seperti kau tuduhkan, jangan membuat aku kecewa dengan cara bicaramu Saeng. Kau membuat Hyung terlalu menyakitkan."

Apa ini?

Kenapa tubuh kaku dan sulit bergerak, seakan sulit untuk bernafas dengan benar. Sementara dia menatap dengan pertanyaan berjumlah ratusan dalam otaknya, tapi siapapun tak ada yang menjawab karena dia sendiri yang memendam pertanyaan itu. "Ap-apa yang kau lakukan, ja-jangan memelukku sialan!" Tak ada ampun dalam cara bicaranya, dia akan senang hati mengatakan kata kasar jika saja manusia di depannya tidak waras.

Seokjin tetap Seokjin, dia sudah lama memendam rindu pada adiknya. Jungkook mungkin tak akan kembali karena dia tahu bahwa keributan di masa lalu membuat dia introspeksi tapi gagal. Tapi Taehyung? Dulu dia ada saat benar-benar terpuruk. Bahkan kata mati itu tak disemat pada nama belakang adiknya sampai kapanpun. Meski negara pun mengatakan bahwa nama Kim Taehyung berada pada daftar nama orang meninggal, tetap tidak percaya.

"Sudah kubilang lepaskan aku baji-" diam tercekat, saat merasakan bagian baju bahunya itu basah. Saat melirik dia melihat bagaimana kepala itu tenggelam di bahunya, ada yang aneh ketika mendengat suara seseorang merintih terisak. Suara lirih itu membuat suasana tegang menjadi sedikit sendu. "Kenapa, kenapa kau menangis? Kau memang pengecut bukan? Cih, karena gertakan ku memang mengerikan untukmu." Guna menutupi rasa gugupnya dia sengaja congkak. Seakan dia manusia jahat di dalam kisah hari ini.

Hanya saja Seokjin menggeleng, dia tidak pernah menganggap ancaman V sebagai hal serius. Akan tetapi kedua matanya tak bisa berhenti mengeluarkan cairan bening itu. Tetap saja kelopak matanya terus mengalir deras, membuat realita bahwa dia memang menganggap V adalah Taehyung. Hidungnya juga hafal bagaimana bau badannya, entah kenapa bau itu ada di dalam diri V.

V merasa bahwa dia mati kata saat dia merasakan pelukan erat di pinggangnya. Seokjin bahkan berani untuk melepaskan suaranya dalam bentuk tangis. Semakin dia mengeratkan pelukan paksa itu semakin kuat dia menangis. "Hikkss... Taehyung kenapa kau sama sekali tidak mengenalku hikkss... Apakah kau benar membenciku, maafkan aku Saeng hikkss... hiksss... Maafkan aku Taehyung hikkss..." Sembab sudah kelopak matanya, bibirnya juga bergetar seperti menahan sakit.

Tapi sakit ini berbeda, karena hati tidak ada obatnya. Meski begitu dia tetap bertahan dan berusaha untuk berdiri dengan tegap. Sampai akhirnya dia tidak berani menunjukkan wajah lusuhnya di depan V. Perasaannya mengatakan jika dia melihat wajah namja yang mirip dengan adiknya itu maka dia akan semakin tenggelam dalam rasa sedih.

V tidak tahu mengapa hanya saja tangisan itu seperti parah. Saat merasakan berat itu mengganggu dirinya, V mencoba untuk bertatap langsung. Belum sampai dia mengajak bicara kedua matanya sudah melotot tidak percaya. "Astaga, kau kenapa?! Hei KENAPA KAU PINGSAN!"

V langsung terguncang saat melihat keadaan Seokjin yang jatuh tak sadarkan diri. Sebenarnya, yang syock siapa? Sementara V hampir tersungkur ke belakang jika dia tidak bisa menahan beban tubuhnya. Beruntung ada penjaga rumah sakit yang kebetulan lewat dan mendengar permintaan tolong V.

Sejujurnya apa yang terjadi?

.

Sebenarnya apa yang ingin di cari Seokjin, kenapa di saat dia ingin melupakan masalahnya justru ada banyak hal yang terjadi. Ketika Yoongi mengulik sesuatu dari rumah lama temannya di Daegu. Sengaja mampir dengan alasan ingin mengambil sesuatu pada salah satu penjaga yang dibayar temannya. Tak ada sembarang yang boleh masuk jika memang bukan keluarga atau kenalan Seokjin.

"Ini kuncinya jika kau ingin mencari barang milik Jin. Tapi tolong kunci lagi, kalau sudah selesai temui aku di pos sudut sana aku juga bekerja menjaga jalan masuk komplek." Dia tunjuk salah satu bangunan kecil disana dan membuat Yoongi mengangguk. Di tangannya ada sekitar empat kunci ruangan, kesempatan untuknya mencari sesuatu yang bisa saja membantu menyadarkan seseorang.

Dia melihat foto pigura Seokjin tengah merangkul adiknya. Jungkook tampak bahagia disana dan Yoongi melihatnya sebagai salah satu kenangan yang patut di perjuangkan. Tapi dia menjadi kecewa ketika mengingat bagaimana Jungkook sama sekali tidak menghargai dan mengingat bagaimana kakaknya berjuang untuk kelangsungan pendidikannya.

Yoongi adalah salah satu saksi sekaligus teman seperjuangan Seokjin. Karena dulu dia juga pernah menjadi musuh tapi karena satu peristiwa musuh menjadi teman hingga sampai sekarang hubungan itu masih berlaku.

"Andai kau tahu Kook, jika kakakmu lebih parah sebelum dia menjadi gay. Kau juga tidak tahu bukan dia terpaksa menjadi pengedar narkoba selama seminggu untuk biaya sekolahmu."

Perlahan dia menaruh foto itu di atas meja, menaruhnya dengan wajah sendu. Sejujurnya dia kasihan dengan kisah kawannya ini tapi bagaimana lagi, jika kenyataannya dia tidak bisa melakukan apapun. Menurutnya dukungan moral saja tidak berguna karena Seokjin butuh kenyataan yang jelas.

"Sudah sangat lama kalian meninggalkan rumah ini, jika boleh biar aku saja yang menempati." Beruntung di dalam sini tidak ada debu atau kotoran. Pantatnya dia dudukan langsung tanpa takut jika kotorannya akan menempel di celananya. Mengangkat kakinya dan menyandar pada kursi di bagian atas, dimana dia suka dengan gaya bersantai seperti ini.

Menelan ludah ketika menatap langit ruangan di atasnya. Sama sekali tak ada perubahan selain suasana sepi merasuk, bahkan Yoongi ingat bagaimana di bagian kamar disana. Seorang Kim Seokjin kambuh dan membanting semua barang di dalamnya sampai berantakan. Sebutan kapal pecah itu memang ada, terlebih disana Jungkook meringkuk ketakutan ketika melihat kakaknya mengamuk karena gangguan psikis.

Saat itu usia Seokjin sekitar delapan belas tahun dan Jungkook masih sekolah menengah pertama. Dia sendiri bahkan kewalahan seakan tidak bisa mengatasi hal itu. Hanya dengan satu suntikan yang sengaja di berikan dokter sebagai penenang nya.

Suara dering ponsel berbunyi, seseorang memanggil dan dia adalah seorang wanita yang menurut Yoongi adalah seseorang pembuat onar. Ingin mendiamkan tapi dia enggan, karena akan jadi masalah besar.

Pada akhirnya dia memilih untuk mengangkatnya karena dia malas dimarahi.

"Min Yoongi, kau kemana?! Bayar hutangmu dan aku sudah ada di depan rumahmu!" Membentak begitu saja tanpa peduli bahwa gendang telinga itu bisa saja pecah. Sadarkah wanita itu jika tak ada etika sama sekali saat dia menagih sesuatu yang merupakan haknya.

Tapi manusia di depannya punya cara sendiri untuk mengatasi masalah ini. Yoongi masih ada bantuan dari seseorang, "Ahjumma, kenapa kau datang sebelum jatuh tempo. Aku sudah bilang untuk datang saat gajiku cair tanggal sepuluh. Aku tidak ada di sana, aku di Daegu. Anda menunggu pun percuma." Sedikit meninggikan suaranya, dia sebal tapi tidak semarah psikopat.

Wajar jika dia ditagih, karena hutangnya banyak. Dia melakukan hal yang dibenci hanya untuk membantu seseorang.

Apakah kalian ingat bagian dimana Jungkook mengatakan bahwa dia menang lotre dari sebuah perusahaan atau sebagainya? Sebenarnya hal itu dilakukan oleh Yoongi saat dia tahu bahwa lotre itu cukup membantu Jungkook. Beruntung karena dia menukar uang hutangnya dengan seorang bocah yang tidak mengenal angka nominal besar.

Saat dia berhasil menyogok dengan mudah, dia bisa membantu Jungkook yang kelimpungan mencari uang yang jumlahnya sama dengan nominal hadiah lotre tersebut.

"Seharusnya kau bilang padaku, dan kenapa kau meninggikan suaraku! Apa kau memang mau menghindar dari hutang?!"

Oke, alasan pertama kenapa Yoongi tidak mau mengangkat telefon panggilan wanita itu karena dia berisik. Kedua karena dia mengganggu. Ketiga karena dia cerewet dan keempat dia setuju dengan semua opsi pilihannya.

Kepalanya pusing dan pening dia harus mendengarkan suara bibi itu sampai berapa jam. Oke, Yoongi memang punya hutang pada bibi itu tapi dia adalah orang yang dapat di percaya. Yoongi paling benci dengan orang yang menyepelekan dirinya.

"Maaf Ahjumma tapi ada hal yang harus aku urus, tenang saja uangmu akan pulang ke dompetmu."

Klik!

Dimatikan begitu saja, tak peduli jika pada akhirnya dia akan mendapatkan umpatan dari seseorang. Masalah ini akan berjalur jika dia tidak minta bantuan, tapi jika dia melakukannya sana saja akan merepotkan seseorang.

Tapi....

"Aissshhh... Nanti saja saat bertemu dengan Jin hyung. Maafkan aku Tuhan hamba memang laknat." Yoongi gusar tapi tidak lama karena dia sendiri harus fokus mencari sesuatu, ketika dia melihat kamar Seokjin disana masih ada papan nama si pemilik. Membuat Yoongi menggeleng dengan senyum kekehan nya. "Dasar bayi, aku kira dulu dia tidak mau tapi ternyata hasil karya Jungkook juga di pakai. Dasar penipu ulung."

Masa lalu bagian lucu terkecil sekalipun, Yoongi sadar bahwa itu sudah lalu dan menjadi gambaran kenangan. Dengan gerakan cepat dia membuka pintu itu, saat kenop pintu berbunyi pada engsel kuncinya dia sadar bahwa pintu sudah terbuka.

"Akhirnya." Gumamnya langsung masuk begitu saja, suasana disana gelap dan lampu tersebut mati. Melihat keadaan yang suram membuat dia menggunakan ponsel sebagai senjata utamanya. Senter itu memang terang dan Yoongi meneliti setiap ruang dan laci hanya untuk mencari satu benda yang dimaksud Seokjin sebagai kesukaan adiknya.

Saat dia membuka laci kecil di sisi kanan meja, dia melihat ada secarik kertas disana. Rasa penasaran muncul saat dia melihat ada foto seseorang disana.

Diambilnya dengan hati-hati karena bagian gambarnya bisa saja rusak saat jemarinya tak sengaja menyentuh permukaan halus berwarna itu. "I-ini..." Terkejut memang, apalagi saat Yoongi melihat foto itu. Wajah Seokjin yang sedang merangkul seseorang, dengan wajah ceria keduanya di belakangnya ada senjata api juga...

Ekstasi.

"Taehyung... Seokjin Hyung." Percaya atau tidak, terlintas di pikiran Yoongi bahwa keduanya sempat berada di suatu tempat yang bisa dikatakan berbahaya. Gudang narkoba dan senjata yang biasa di gunakan oleh para mafia juga penjahat kelas atas. Untuk apa mereka kesana, apalagi model foto itu jepretan langsung cetak. Ada tanggal di sampingnya dan sekitar satu tahun foto ini ada, karena bagian belakang kertasnya sudah kucel.

Secepat kilat dia memasukkan foto itu di dalam dompetnya. Dengan foto itu dimasukan pada plastik sebelumnya, agar gambar itu tidak hilang.

Sialnya, Yoongi berfikir keras sekarang. Dengan alasan kenapa bisa keduanya bertindak nekat. Yoongi sekarang berfikir bahwa keduanya masuk dalam dunia gembong narkoba. Jika itu benar terjadi, bagaimana bisa?

Yoongi akan benar-benar menjitak kepala Seokjin jika dia tidak mengatakan yang sebenarnya.

-

Demam tinggi...

Namja tampan itu yang mendapatkannya, membuat V menanggung satu beban manusia yang kini seolah membutuhkan bantuannya.

Bahkan V bingung kenapa demam bisa datang secepat itu. Dia lelah jika harus berargumen dengan pikirannya, herannya satu ruangan ada dua orang yang betul-betul V jaga dalam hari ini. Sementara si kecil sudah dibawa pulang olah wali panti karena tidak ingin merepotkan nya.

Dia melihat sang ayah yang masih belum membuka kedua matanya dan itu sakit, karena bagaimanapun ini salahnya. Seharusnya dia membantu sang ayah berdagang agar dia bisa membantu dan melindungi ayahnya ketika dalam situasi darurat.

Tapi ayahnya juga terlalu baik, tidak mau merepotkan dirinya. V merasa beruntung karena ayahnya orang pengertian dan penyayang. Beda sekali dengan ibunya yang sering membuat dia bergulat dengan keyakinan serta mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia salah.

Kali ini dia sangat pusing. Pusing sekali sampai dia ingin meneguk satu botol alkohol. Berharap dia mabuk dan bisa melupakan masalah ini, dia sedikit malu dan kacau karena sudah membuat satu orang menjadi syok.

V mana tahu bahwa Seokjin penderita kejiwaan yang bisa kambuh jika ada yang melakukan ketidakstabilan dalam dirinya. Dia saja tahu dari seorang dokter, ditatapnya dengan berat wajah yang damai dalam dengkuran halusnya itu. V tak akan menyangka jika dia mengalami sebuah trauma, jika bukan dokter yang mengatakannya siapa lagi?

"Kau, aisshhh... Punya banyak cerita yang tak aku ketahui." Memalingkan wajahnya, sementara dia duduk diantara ranjang sang ayah dan pria itu. Dia seperti mengurus dua keluarga tersayang. Ayahnya memang tersayang, tapi tidak dengan pria yang ada di samping satunya.

"Sial kenapa aku malah ingat ciuman laknatnya!"

Sedikit gila memang, tapi V ingat betul bagaimana bibir tebal itu pernah menodainya dalam club. Bahkan semua itu masih berbekas.

Stress...

......

TBC....

Aku harap kalian bisa menyukai chapter ini, mohon masukan dan komentar. Bantu author menjadi lebih baik dalam menulis.

Maaf jika hasilnya jelek, typo dan banyak berserakan kata majemuk. Semoga tidak bosan dengan fanfic saya.

Jangan lupa bahagia.

Tetap semangat...

Gomawo and saranghae ❤️

#ell

07/11/2020


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro