Immortal (28)
"Rahasia apa yang di simpan oleh keluarga sendiri. Padahal kepercayaan keluarga satu sama lain adalah hal paling utama. Jika sudah retak apa mungkin bisa di kembalikan?"
(Author ***** POV)
V sangat benci dengan keadaan dimana dia seakan mendapatkan kesalahan. Dia tidak bisa menemukan bukti apapun di rumah, dia mengikuti kata Yoongi untuk menunjukkan bukti tulis bahwa dia anak adopsi. Tapi ketika mencari berkas itu di kamar sang ayah, dia malah menemukan sertifikat rumah. Itupun kertasnya sudah usang.
"Apa yang kau cari nak, kenapa kamar ayah berantakan?" Sang ayah datang dengan dua bungkus nasi karena dia belum sempat memasak. Melihat punggung sang anak membelakanginya dengan posisi tangan menumpu di atas meja, walah sang anak tidak menunjukkan wajah emosinya tetap saja ayahnya tahu bahwa ada yang marah. V melihat sang ayah antara percaya dan tidak percaya. "Ayah bagaimana aku harus percaya dengan apa yang aku alami?"
Bergumam dengan pelan, dimana satu titik manik mata hitam disana membuktikan bagaimana dia kesal. Ayahnya mencoba mengulas senyum dan melihat bagaimana putranya nampak gusar. "Ayo sini nak, appa sudah membawakan mu makanan. Appa membeli makanan kesukaanmu?" Dia menaruh kresek itu di meja kamar. Tatapan sayang dengan keadaan dimana seorang ayah menginginkan anaknya sehat selalu.
V diam tapi langkah kakinya mendekati, seakan kedua bibirnya terkatup diam. Dimana keinginannnya untuk mencari tahu semakin besar, dia sudah cukup mendapatkan bagaimana dia hidup selama ini. Ketika melihat manik mata sang ayah, ada banyak harapan disana. Berharap bahwa dia adalah benar anaknya.
"Appa katakan padaku, siapa aku sebenarnya di matamu. Katakan dengan jelas appa, ajari aku untuk mendapatkan kejujuran dari ucapanmu." V ingin sekali menghajar dirinya sendiri jika benar demikian. Kenapa setiap ucapan Yoongi terbayang di dalam benaknya?
"Kalau begitu tunjukkan dokumen lengkap mengenai adopsi. Cari dokumen dari rumahmu atau tanyakan pada pihak panti siapa dirimu disana, kalau kau punya status maka benar kau anak adopsi. Jika iya kau Taehyung, maka tanyakan pada ayahmu. Dimana kau ditemukan dan rahasia apa disimpan oleh ayah mu."
Menggenggam erat tangannya pada sebuah meja di belakangnya, dia menggigit bibir bawahnya kuat. Kedua kelopak matanya sudah sembab, sementara dia berusaha untuk tidak menangis. "Katakan padaku appa, aku diambil dari panti asuhan mana?" V sungguh membutuhkannya, dia ingin menutupi mulut Yoongi dengan bukti yang nyata.
"V kenapa kau malah bicara seperti itu seakan meragukan ku. Apa kau tidak percaya dengan semua yang aku lakukan padamu, kau jelas anakku. Kau aku rawat dari panti asuhan Seogyu. Aku dan ibumu mengambil mu dari sana dan saat itu kau masih kecil." Ayahnya mendekati putranya. Dengan kedua mata menatap harapan memohon agar anaknya bisa mengikuti keinginannya. Tapi V malah seperti tertohok akan sesuatu tapi tidak tahu apa itu.
Dia menurut ketika duduk di atas tempat tidur dengan mata berpapasan dengan ayahnya. Entah kenapa dia melihat sosok ayah yang benar-benar mengerti dirinya, membantu dirinya dan menganggap bahwa dunia kelambunya itu menyenangkan jika ada seorang penyemangat di belakangnya. Ayahnya adalah superhero, lalu kenapa dia malah terhipnotis dengan ucapan Yoongi untuk mencari sebuah kebenaran?
"Ayah bilang aku diambil dari panti asuhan Seogyu, tapi kenapa saat aku disana memberikan mainan anak-anak mereka tidak ingat denganku? Jika memang aku disana setidaknya ada fotoku disana dan ingat bagaimana aku bermain disana. Aku hafal seluk beluk ruangan itu ketika aku datang berkunjung." Meskipun dia mengatakan hal itu dengan bibir bergetar. Sang ayah menjadi cemas dalam sesaat. "Karena kau masih kecil jadi kau tidak ingat kalau kau pernah disana, sebaiknya kau lupakan masalah ini dan ayo makan nak mumpung hangat." Sang ayah tidak ingin mengatakan lebih jauh, seakan dia menyembunyikan sesuatu dengan rapat.
V menolak dengan gelengan di kepalanya, kenapa juga ayahnya tidak mengatakan secara jujur. Dia merasakan bahwa ada kepalsuan dalam ucapannya. "Tidak appa, aku hanya ingin kau mengatakan secara jujur. Berikan aku jawaban, kau bilang aku diambil saat usiaku sepuluh tahun. Seharusnya aku ingat, lalu kenapa aku lupa jika memang usiaku sepuluh tahun?! Setidaknya aku ingat beberapa hal kecil." Seperti enggan menatap mata itu, V melihat bagaimana dirinya seperti penjahat sekarang. Kenapa keinginan Yoongi seperti dia turuti, lalu kenapa Seokjin seakan tidak membela dirinya jika dia benar.
Semua ini seperti dunia fatamorgana. Apa benar jika Seokjin justru ingin mencari kebenaran mengenai dirinya.
Dia benci dengan ketidakmampuan ini. "V, ada beberapa hal yang tak bisa dikatakan oleh appa. Bagaimana aku harus mengatakan padamu, jika kebenaran akan membuatku jauh darimu."
"Kenapa appa mengatakan hal begitu kalau appa memang benar. Aku tidak akan marah jika appa berkata jujur, bukankah appa bilang kalau kejujuran hal utama. Selama ini aku hidup seperti itu appa, lalu kenapa kau malah membuat situasi semakin sulit dan membuatku seakan tidak percaya akan hal ini semua." V merasa bahwa pandangannya dan keyakinannya semakin jauh. Dia ingin sekali mencari tahu dalam satu hari, tapi semua ini terasa sangat menyulitkan. Hingga dia bisa melihat ke atas langit kamar ayahnya, dia harus percaya siapa dan bagaimana?
"Appa akan bicara jujur, jika sudah waktunya. Tapi aku tidak ingin membuat keputusan dimana aku harus siap atau tidak? Lalu bagaimana jika pada akhirnya kalau kau akan menjauh. Kau tahu, kau anak kesayangan appa. Selama ini kehidupan appa berwarna karena mu." Dia menyentuh kedua pundak itu dengan sayang, bagaimana situasinya dia ingin sang anak untuk tidak membuat pikiran negative terhadap dirinya. "Aku tahu appa menyayangiku, aku berharap bahwa yang aku alami ini bukan kebohongan."
Deg!
Perasaan sakit datang begitu saja ketika dia melihat wajah sendu anaknya. Putranya tidak pernah seperti ini, lalu kenapa dia seakan hilang kendali dalam segala sikap netral nya. Ayahnya mendekat dan memeluknya, ketidaksanggupan dalam menyimpan cerita itu ada. Tapi dia tahu bahaya besar apa yang akan dialami oleh putranya.
"Tak ada kebohongan, jika kau ragu kau bisa jauhi appa. Tapi jika kau yakin padaku, tetaplah disini dan tinggal. Bagaimana mungkin orang tua ingin terburuk untuk anaknya, tidak... Aku tidak mengharapkan hal itu sama sekali. Sebaiknya isi perutmu agar pikiranmu jernih. Jangan mengabaikan kesehatanmu, lagi pula kau baru saja keluar dari rumah sakit."
Tenang dan damai, dimana usapan sang ayah memberikan gambaran sendiri baginya. V memejamkan kedua matanya sejenak, menghembuskan nafasnya. "Aku tahu bahwa yang dikatakan oleh orang kebanyakan itu palsu. Aku percaya kau ayahku, ayahku yang baik. Aku hanya ingin jika suatu hari nanti kebenaran ada, tolong katakan padaku sesungguhnya. Aku tidak ingin munafik muncul dalam kehidupan ku appa." V menopang dagu pada bahu sang ayah, hatinya ricuh dan sedih saat mendengar penuturan dirinya sendiri.
Dia tidak makan tembakau tapi efeknya dia seperti menelan racun di dalamnya. Mendadak dalam hatinya sangat membenci Yoongi, kenapa dia harus berdebat hal tak penting. Di depan Seokjin juga orang muda asing yang pernah memukulnya. Kumpulan catatan doktrin itu ingin sekali dia dapat, panti asuhan adalah salah satu dimana dia harus mendapatkan petunjuk itu. Ini sudah malam tapi V tidak punya kesempatan untuk tidur nyenyak malam ini sepertinya.
"Appa tahu nak.... Appa tahu bagaimana dirimu. Sekarang makanlah agar hati appa tenang."
Mungkin untuk sekarang V akan mengalah dengan kenyataan, waktu yang akan menjawab. Meski dia tahu bayang-bayang akan nama Taehyung selalu melintas dalam otaknya. "Appa besok aku ingin menginap ke rumah Seokjin. Aku ingin belajar akan sesuatu, seperti sebuah bisnis. Ya... Kalau appa ijinkan karena pada dasarnya aku suka gerak." Dia memainkan jemari, dimana kepalanya tertunduk mencari alasan. Dia lupa dengan luka di perbannya, sampai akhirnya dia lihat bahwa ada satu botol Vodka tersisa di laci ayahnya.
Ayahnya mabuk? Pertanyaan dalam benaknya muncul ketika dia melihat bahwa ada bukti. Dimana seseorang akan frustasi dan melepaskan semua dengan minuman haram itu. Taehyung... Taehyung.... Sebenarnya siapa dia?
.
Pagi menjelang siang, diantara semua kesibukan manusia ada satu hal terjadi. Apalagi saat dia sudah tidak mempedulikan penampilan atau mandi agar tubuhnya segar seperti biasa. "Jika aku sedang bicara padamu, sesekali tatap mataku. Apa kau ingin jadi adik pembangkang."
Seokjin masih memperhatikan bagaimana tingkah adiknya yang kini diam menunduk takut. Berbeda dengan sebelumnya saat dia berani mengancam seseorang dengan membawa nama Tuhan. Bukan sifat baik jika balas dendam dan membawa nama Tuhan, dia kecewa dengan sikap adiknya yang kekanakan itu sebenarnya. Dengan menarik kursi dan duduk tegap di depannya, dimana kedua mata itu menatap tegas ke arah adiknya.
Seokjin juga meminta pada Yoongi dengan sangat agar dia tidak memberi jalan pada Jungkook untuk lari. "Yang kau katakan padaku itu bukan sebuah Gimik semata bukan? Sebagai seorang kakak yang memberi kesan tegas padaku. Aku mengatakannya dengan sungguh." Jungkook meminum soda dalam dua kali teguk, dia merasa asam dan memejamkan mata sekali. Dia merasa bahwa otaknya mengandung gas sekarang karena terlalu banyak minum isotonik.
Yoongi hanya sesekali melirik ke depan sana ketika dia sibuk mengetik ringkasan. Dia baru selesai membenahi studionya, malamnya dia akan membeli cctv juga perangkat alarm jika ada penyusup masuk. Dia ingin membuat studionya seperti sebuah markas FBI.
"Kesungguhan mu akan membuat masalah baru dan kau tahu apa? Kakak tidak pernah mengajarimu mengancam, dia bukan musuh Jungkook." Seokjin menarik sekali kuat ketika dia melihat adiknya hendak meneguknya kembali. Ketika itu dia merasa gila dan marah dalam sekali waktu, apa yang dilakukan Jungkook di luar batas. Salah tetaplah salah hingga dia lupa bahwa sebenarnya dia lebih brengsek dari adiknya.
Pemabuk dan pemuja seks, siapa lagi kalau bukan Seokjin. Mana kali saat dia melakukannya berulang kali dalam satu waktu dengan gadis yang berbeda. "Tapi dia sangat mirip dengan musuhku. Dia memang bukan musuh bagi kakak, tapi aku punya pandangan lain. Dan itu adalah Kim Taehyung!" Menunjuk pada pintu keluar, sedikit murka karena Seokjin langsung menampar pipi sang adik dengan sangat kesal.
Bunyi tamparan begitu nyata. Yoongi mengalihkan pandangan dengan kedua mata pasrah, hembusan nafas seorang teman yang tak bisa membantu banyak. Ini kesalahan Jungkook yang mengatakan hal seperti itu, padahal amarah masih mendidih.
Seokjin bangun dengan pandangan mata tajamnya, dia tidak percaya bahwa adik kecilnya kurang ajar ketika dewasa. "Jungkook, aku selalu berharap bahwa kau tumbuh dengan baik dan sehat. Tapi kakak salah, kurasa kau malah tidak sehat baik mental. Ragamu dewasa tapi kenapa pola pikir mu seperti bocah?!" Memaki dengan nada kerasnya, Yoongi langsung datang dan menahan tubuh itu agar tidak berbuat brutal. Di sana pada kedua mata Jungkook berkaca menahan tangis.
"Lalu teruskan saja apa mau mu, selalu saja membela Taehyung. Bukankah dia mati, bukankah dia sudah meninggalkan Jin Hyung? Harus berapa kali aku menyadarkan bahwa kau cukup egois untuk membuatku berfikir bahwa hidup kita terlalu gila." Jungkook bukan lagi namja menggemaskan di pandangan kakaknya. Remaja yang brutal dengan segala tingkah yang tak bisa dikatakan wajar. "Ya gila, bahkan kau mengatakan bahwa aku gay. Lalu jika aku gay kau akan apa?! Bunuh saja aku Kook kalau kau ingin puas, kau bilang hidup mu gila. Lalu apa kau tahu bagaimana dengan hidupku?"
Yoongi menahan sekali lagi tangan itu agar seorang kakak tidak menggunakan kekerasan di arenanya. Jungkook merasa bahwa kakaknya sudah terlalu banyak berulah. "Entah kenapa aku tidak bisa membencimu walau aku ingin, tak bisa kau mempercayaiku? Aku adikmu, tak bisakah kau menggunakan logikamu, bagaimana aku selalu menunggu kau pulang sebagai kakakku."
Tangis dengan wajah pucat, dan Seokjin mencelos ketika melihat adiknya mendadak sendu. Kemarahan dalam dirinya runtuh, dia mengambil nafas dan membuang nya pelan. "Jungkook hanya ingin kau membawanya pulang, bersikap dulu saat kau belum seperti sekarang." Dengan suara dingin dia mencoba memberikan pencerahan. Jungkook tidak mau melihat wajah sang kakak ketika Seokjin memanggil namanya.
"Apa kau memang mau, aku kembali seperti dulu. Tapi kau harus terima apapun keputusan Hyung. Aku menyayangi mu dan jangan membuat perkara, kalau aku tidak suka kedatangan atau keberadaan dirimu. Aku tidak suka." Lirihnya pada akhir kalimat, hatinya menjadi sakit saat adiknya mendecih tidak terima.
Yoongi paham bahwa konflik antara saudara adalah hal wajar. "Bawa dia pulang, dia sudah tidak ada tempat tinggal." Dia menepuk pundak yang tua, ketika mendengar katanya saja membuat Jungkook mencelos marah. Menatap Yoongi dan menarik kerah lehernya dengan kuat. "Kenapa kau mengatakan hal itu padanya. Aku tidak butuh bantuannya Yoongi Hyung!"
"Bagaimana kalau kau hidup tidur di bawah jembatan. Aku bisa ya membiarkanmu tidur di jalan, kau pikir aku akan memberi tempat selalu. Sudah cukup Kook, berdamai saja dengan kakakmu, maka kau akan bahagia." Yoongi melepaskan paksa tangan itu, dia merasa tidak nyaman jika kerah bajunya di tarik. Oleh bocah bau kencur yang belum belajar apapun. Karena dia masih muda dia bisa menganggap ini semua wajar, tapi jika melebihi batas dia akan melakukan tindakan di luar dugaan.
Seokjin tahu bagaimana Yoongi yang dilihat akan selalu tenang tapi akan meledak besar jika amarahnya memuncak. Pada akhirnya ada yang mengalah agar tidak ada saling menyakiti. "Tak apa, aku mengerti dia masih belum paham. Aku kakaknya dan akan membawa dia pulang ke apartemenku." Seokjin meminta maaf karena sudah membuat Yoongi kesusahan akibat ulah adiknya, dia katakan itu lewat manik matanya.
Namja sipit itu melengos pergi, entah kenapa dia butuh V untuk menyelesaikan susunan ini. Keberadaannya bisa dikatakan cukup membantu. Dia bahkan tidak bisa memastikan bahwa apa yang akan terjadi adalah sebuah keajaiban. Dia melihat bahwa sekarang sudah siang. Kenapa dia malah bergadang sejak kemarin, camilan juga selimut belum dia sentuh akibat kejadian kemarin. Rasanya dia akan membalas dendam jika itu dibutuhkan.
"Aku pamit pulang Yoon, aku tidak ingin membuat kau kerepotan. Ayo Jungkook ikut aku, aku tidak akan memberikanmu kesempatan. Menurut atau tidak!" Sedikit membentak dengan nada marah, membuat yang muda hanya bisa menatap punggung itu serba salah. Kedua matanya menatap Yoongi dengan kesal dan dia juga tak peduli, baginya tugasnya telah usai. "Aku tidak akan mengenal dirimu lagi Yoongi Hyung."
Ancaman atau sekedar perkataan amarah saja? Sama seperti halnya sebuah kisah berupa ujaran kebencian. "Kau yang memutuskan akan jadi apa masa depanmu, aku hanya memperingatkan. Aku tidak akan pernah memberimu harapan, karena aku gagal saat melakukannya pertama kali." Kata-kata itu bukan puisi, tapi argumen pendapat dari hati. Dia melenggang pergi masuk ke dalam dapur hanya mengambil kopi.
Jungkook tersenyum karena diabaikan, melihat kakaknya pergi dan mengikuti nya adalah pilihan. Sebenarnya dia senang tapi dia egois untuk tidak mengatakan hal itu. "Semoga saja aku bisa membuat Hyung mengerti betapa berharganya aku dalam hidup nya. Tapi bagaimana pun aku tidak akan setuju jika orang itu datang lagi." Dia membawa salah satu benda yang dilarang, senjata mematikan merupakan pisau kecil dari sakunya. Jika dia bertemu Vodka dia akan mencoba untuk mabuk. Seperti kakaknya yang bajingan.
"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku bukan orang panik ketika menghadapi satu hal. Lihat saja, kapan saat kau mengetahui bahwa aku akan menemukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Aku tidak suka ketika orang itu kembali ke kakak." Dendam kesumat tercipta, entah sejak kapan. Tapi Seokjin tahu bagaimana kerutan wajah adiknya menyimpan sejuta makna.
Dia mengenal siapa yang ada di dunia gelap dan bagaimana hasilnya. Menganggap bahwa adiknya sudah terlalu jauh.
.
Seorang nenek memberikan sapaan, dia pergi belanja diantar seseorang yang merupakan saudara angkatnya. Tangannya melambai ramah dengan senyuman cantik di usia senjanya. Seokjin membalas keramahtamahan itu dengan senyuman tampan. Sang adik yang merasa asing keluar dari mobil itu dengan tatapan bingung.
Dia melihat bagaimana sang kakak memasukan kode pintu dengan tanggal kelahirannya, dia merasa bahwa hal itu cukup membuktikan bahwa kakaknya selalu memikirkannya. Rasanya sangat risih bin aneh. "Kenapa kau meringis, apa tidak boleh kalau aku menggunakan tanggal lahir mu?" Dengan alis terangkat sebelah dia mengatakan ungkapan itu dengan nada sombongnya. Sang adik hanya bisa memutar bola matanya malas, dia tidak ingin menanggapi ucapan sang kakak.
Ketika Seokjin masuk, sang adik menginjak kakinya disini. Ini pertama kali dia masuk dengan kedua mata menatap canggung. Rupanya dapur disini cukup luas, dia sangat paham karena kakaknya memang suka sekali bereksperimen dengan makanan.
"Membuka kulkas dan mengambil satu gelas teh telah di sajikan kemarin sore. Dengan es batu kemungkinan besar ada tiga buah dengan takaran sendok belum diaduk, lalu diaduk sebanyak sepuluh kali. Setelah nya, saat meminumnya dia akan meniup dahulu." Rasanya sangat puas begitu terkaan dia terbukti. Seokjin melakukannya tiap kali dia pulang dari berpergian, Jungkook bahkan mengatakan hal itu dengan lirih.
Dia tersenyum dan sang kakak tidak tahu, apalagi disana Jungkook merasa bahwa kakaknya masih sama saja. Apakah selama ini dia salah mengira?
Seokjin merasa mendengar suara aneh dari kamar mandinya. Suara keran air belum dimatikan. "Apa air kerannya jebol ya?" Dia rasa bahwa tetangganya yang memungkinkan belum mematikan keran air itu. Tapi jika memang iya, kenapa sekeras ini?
"Jungkook, menurutmu suara ini ada di dalam atau di luar?" Seokjin mencoba tenang sejenak, sementara sang adik hanya bisa diam dengan tatapan malas. "Mungkin saja kau belum mematikan air, bukankah kau itu suka pikun jika buru-buru." Dia hanya mengatakan itu dengan asal, tapi sang kakak merasa bahwa itu hanya ucapan menyebar aib.
"Aku tidak seperti itu dan kau malah-"
"Ternyata kau, aku kira pencuri yang masuk. Oh iya aku menggunakan kamar mandi mu." Tiba-tiba seseorang datang dengan tubuh basah dan hanya berbekal handuk. Dimana tatapan itu menjadi teralihkan ketika pintu itu berbunyi saat menutup.
V diam saat melihat seseorang seperti membuang nafas kesal. Padahal dia mengulas senyum kotak di depan Seokjin. "Untuk apa kau kesini, kenapa kau bisa ada disini!" Itu Jungkook dan dia paling keras jika berseru membentak.
"Aku kesini karena kakakmu, apalagi. Seokjin juga tidak masalah benar bukan?" Tanya namja muda itu dengan santai bahkan dia mendekat ke arah Seokjin dan merangkulnya dengan akrab. Ada ketidaksukaan di kedua mata Jungkook berkilat. Kenapa dia harus berurusan dengan orang sama dalam hidupnya.
Seokjin merasa bahwa permasalahan ini akan seperti bom. Dia melihat Jungkook menggeleng sejenak, secara otomatis pintu rumah sudah terkunci otomatis. Dia memasang setelah penyusup masuk ke dalam rumahnya. Jungkook mencoba memutar engsel itu dengan kasar, melihat sang kakak dengan murka membuat dia hendak pergi ke kamar. Dia sudah menduga bahwa lantai atas adalah kamar.
"Kalian para bajingan!" Jungkook melenggang pergi naik, dengan wajah marah. Dia bahkan berkata kasar tanpa peduli bagaimana pandangan V yang tidak terima.
"Dia manusia atau keparat?!"
..........
TBC....
Di chap ini aku nulis agak cepet alur dan gak sebanyak chap sebelumnya. Mungkin beberapa chapter lagi akan selesai, karena kalau kelamaan takutnya pada bosan.
Semoga kalian suka ya, dan jangan lupa kasih dukungan. Semoga bulan ini chap ini usai dengan hasil baik.
Gomawo and saranghae ❤️
#ell
16/12/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro