Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Darkside (19)

"Bayangan semua manusia nampak sama, hitam dan mengikuti langkah kemanapun mereka berjalan. Yang berbeda adalah bagaimana bayangan itu melakukan tindakan, karena tabiat raga berbeda."

(Author ***** POV)

Perban itu menyambung dan membelit luka itu. Sudah dua hari dia malas keluar dari persembunyiannya yang nyaman. Menenteng satu kotak makanan yang masih hangat, Seokjin juga tidak memperhatikan penampilannya. Dia seperti seorang anak kost yang baru bangun tidur ketimbang penampilan kaya yang sering dia tujukan pada beberapa orang.

Sudah pukul delapan malam dan perutnya membabi buta untuk berbunyi keroncongan. Andai saja dia punya keluarga atau istri di rumah mungkin hidupnya akan jauh lebih membaik ketimbang luntang-lantung seperti ini.

"Aku penasaran bagaimana keadaan Jungkook ya, dia paling suka makanan yang aku bawakan ini." Aromanya menyengat, bau ayam goreng dengan bumbu kacang yang khas. Dia merasa bernostalgia hanya karena satu kotak makanan ini. Ingin cepat rumah sehingga memperlebar kakinya untuk berjalan.

Belum juga dia sampai seseorang seperti menghalangi jalannya, keduanya menatap dengan tatapan meremehkan dan meminta upeti kepadanya. Salah satunya mengulum permen di mulutnya, rasa asam manis menyentuh lidahnya.

"Sepertinya kau kaya, berikan kami uang! Kau boleh lewat disini."  Tertawa remeh dengan dirinya yang menyenggol bahu temannya. Salah satunya tersenyum setuju dengan tatapan melihat kantung kresek yang dia bawa. Dari baunya mereka merasakan lapar tapi tidak punya uang dan memalak.

Seokjin tidak punya urusan apapun dengan mereka, dia lebih memilih pergi tanpa membalas satu katapun ucapan dua berandal pengangguran itu.

"Jangan remehkan kami dude. Cepat beri kami uang karena kau boleh lewat dengan keadaan aman." Dia berceletuk seakan mereka jagoan, membuat Seokjin memutar bola matanya malas. Ini sekitar kota tapi jalan sudah tidak terlalu banyak orang karena berada di gang sempit.

"Aku tidak punya dan ini jalan umum. Lakukan saja semau kalian, tapi jangan ikut campur urusanku." Tatapan tajam dengan bibir yang ingin mengumpat, beruntung sekali mereka karena dirinya sendiri masih punya kesabaran. "Kau berani juga tapi kami tidak akan membiarkan mu begitu saja."

Oke, perjalanan pulang kali ini sedikit tidak mudah karena dua kunyuk sialan yang mengemis pendapatan manusia lain. Dengan perlahan dia menurunkan makanan itu di atas aspal yang dia pijak. Tatapan tidak ada ampun seolah merasuk ke dalam diri Seokjin dia dengan gamblangnya menarik lengan bajunya seperti siap untuk menunjukkan siapa dirinya.

Dua orang itu seperti siap untuk memainkan manusia di depannya. Keduanya juga yang mendekati Seokjin untuk siap menghajarnya.

Kucing pun takut mendekati manusia yang siap untuk baku hantam. Mungkin Seokjin kalah orang dengan dirinya sendiri menghadapi dua orang yang rakus, tak di pungkiri bahwa dia cukup handal dalam bertarung.

Bugh!!

BRAAAAKKKK!

Sedikit terengah dengan meludahkan air liur di mulutnya. Sungguh merepotkan memang saat dia membekuk dua orang yang mencari mati padanya. Haruskah dia bertindak berlebih kali ini?.

Dengan mudahnya dia mengangkat lengan berandal itu sampai memberikan nafas penuh emosi kepadanya.

"Kau sudah puas, atau aku perlu patahkan tangan kananmu ini dude!" Serpihan kata tak berarti bagi beberapa orang, sangat amat menakutkan bagi pria yang malang itu. Salah satu temannya sudah ambruk babak belur dan terbaring di atas tanah pingsan.

Si pelaku seperti tak bisa melakukan apapun dan menatap lawannya dengan tatapan takut.

"Masih mau aku hajar lagi?" Tantang Seokjin dengan satu bogeman yang akan dia daratkan, tapi namja di depannya memohon ampun supaya di lepaskan. Siapa bilang Seokjin akan melakukannya dia sekali mencoba untuk menyakiti orang yang berani memalak dia tidak akan pernah kena ampun.

"Kau yang minta, tapi aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu karena kesalahanmu." Kata menusuk itu tenggelam dengan mudahnya, suara lawan yang sudah mengaku kalah itu pun masih dia hajar hingga habis. Tak ada ampun dan tetap saja meremukkan lengan itu, dia melakukannya untuk mendapatkan kepuasan dan hiburan setelah dua hari mengurung diri bagaikan seekor raja singa.

"Apa yang kau lakukan?!"

Seseorang datang dengan kedua mata terbelalak, dia baru saja merangkul seorang gadis dengan pakaian seksi sedang memandang takut adegan di depannya. Seokjin menoleh dan melihat bagaimana penampilan V yang berantakan dengan bagian kancing baju atas terlepas.

Yang benar saja? Seokjin tidak bisa menjelaskan dengan  apa dilihatnya. Dia tersenyum remeh penuh dengan arti. "Untuk apa kau ke sini V, lihatlah wanita yang menyewa mu ketakutan." Lirikan Seokjin dengan mata yang nakal, dia melihat gadis itu dengan tatapan maut serta memberikan siulan untuk godaan yang di sengaja. Tentu saja gadis itu tersipu karena mendapatkan godaan dari namja tampan.

Hilang sudah rasa takut itu seperti kapur barus yang menguap. Menurut V dia terlalu banyak basa-basi dan lekas melepaskan cekalan tangan Seokjin yang sudah melumpuhkan satu orang disana. Secara terpaksa dia mendorong sedikit kuat hingga tubuh Jin ambruk dengan pantat membentur tanah.

Di sini seolah Seokjin adalah si pelaku dan mencari keonaran. Tentu saja hal ini membuat Seokjin kebingungan setelah beradu tatap dengan V yang menampilkan senyum sombongnya.

"Kau gila ya, kau akan membunuhnya bajingan!" Umpatan kasar dengan penekanan di setiap hembusan nafas kelelahan. Dia mulai lelah dalam melakoni pekerjaan, berhubungan ranjang sudah membuat dia menjadi labil seperti ini. Sekarang dia hendak melakukan kencan malam untuk penutupan tugasnya, tapi malah manusia di depannya membuat semua moodnya hancur.

Apakah ini sengaja?

"Aku tak habis pikir kalau aku akan bertemu dengan biang masalah setiap hari sepertimu. Apa kau jagoan yang bisa menghukum orang sampai seperti itu?" Nada jengah dengan keadaan dimana dia sudah pusing melihat tingkah seorang Seokjin yang sembrono membuat kawasan tempat tinggalnya gaduh.

"Kau tidak tahu apapun, aku melindungi diri karena aku hampir dipalak. Kau kira aku akan diam saja, kau tidak bisa menuduhku atas hal yang membuat ku merasa aman di kawasan ini." Lagi-lagi dia merasa kesal, kehadiran V bukan obat selayaknya adik pada kakaknya. Dia tidak membantu dan hanya membuat dia ingin bertindak lebih jahat dari seorang perampok. Tapi dia bukan evil. Hanya saja bertemu V membuat pemikirannya seakan tidak waras.

"Tapi ini kawasan tempat tinggal ku, jika kau menghabisi satu orang. Warga lain akan bertindak jauh dan bisa membuatmu habis. Disini kawasan jahat dan gangster kau cukup mengalah atau tidak kabur."

Kenapa Seokjin merasa bahwa ungkapan V sepeti manusia pengecut, ditindas dan pasrah begitu saja. Padahal hak manusia tidak mudah untuk di rebut begitu saja, tapi tanpa sepengetahuan Seokjin hanya ini cara yang bisa dilakukan V agar tidak mengundang beberapa perhatian orang. V tahu bahwa dari rumah ini ada yang mengintip dari jendela.

Sepertinya akan semakin buruk jika membiarkan orang asing berjalan sendiri disini. Mau tidak mau dia menarik tangan namja tampan itu dan melenggang pergi, tapi sebelumnya V meminta pada wanita yang ada disana agar pulang dan menunggu taksi di daerah halte di ujung barat. Beruntung wanita itu mau dan memberikan kecupan pada pipi V, setelahnya dia melambaikan tangan pada orang yang dia sewa. Termasuk Jin yang tengah menebar pesona dengan senyuman nya.

"Kau tidak usah begitu pada pelanggan ku, kau ingin aku kehilangan job ya?"

Seokjin menggeleng, dia sama sekali tidak punya niat murahan dan licik seperti itu. Dia juga mendapatkan pelanggan gadis atau wanita pengusaha dengan mudah selama dia punya modal nekat dan ketampanannya.

"Kau lebih profesional ketimbang aku. Sama sekali tidak minat dengan gadis yang punya pantat tepos seperti itu." Argumen bodoh dengan merendahkan orang lain di belakang, membuat V merasa bahwa dia berhadapan dengan manusia congkak. "Kau tidak punya hak menyindir selera ku, apa yang aku lakukan pastinya menghasilkan uang." Lihat cara dia menyombongkan diri, membuat Seokjin mengambil makanannya dengan malas.

Anehnya V malah menarik tangan namja lebih tua itu untuk pergi dengannya cepat. "Aku akan ajarkan kau bagaimana sikap dari kawasan tempat tinggal ku. Kau hanya orang kota yang congak!" Lihatlah bagaimana air ludah itu menyembur membuat Seokjin buru-buru mengelap wajahnya yang basah sedikit itu.

Tapi dia mengulum senyum seiring langkah kaki mereka yang beriringan, seakan V seperti adiknya yang meminta dia mengikuti langkah kakinya. "Kau masih sama saja saeng, aku bahkan tidak akan menduga. Melihatmu sama seperti kau lahir kembali." Anggapan bodoh dan naif.

Seokjin berani bertanggung jawab jika suatu hari nanti V tidak punya keluarga lagi. Mengangkat dia sebagai adik dengan harapan dia tidak akan kehilangan hal sama seperti dulu. Terlalu melelahkan untuk bersedih hati karena dia tahu menangis setiap hari akan percuma. "Ayo cepatlah, nanti kalau hujan akan repot bodoh!"

Mungkin kata-kata pedas itu akan dia ajarkan sampai V paham bahwa sebagai namja yang baik dia harus bisa mengendalikan persepsinya.

.

Sang ayah terbangun saat suara ketukan keras dari luar. Di susul suara anaknya yang meminta agar pintu segera di buka karena angin malam sudah bertiup kencang. Malam ini sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan dia tak akan menyangka jika sang anak sekarang pulang lebih awal ketimbang dulu.

"Appa, maafkan aku tapi bisakah kau buka pintunya. Disini sangat dingin eoh..." Menggigil hingga giginya bergemelutuk, sedangkan Seokjin sibuk mengamati bagian luar dengan seksama. Dia melihat perubahan di dekatnya ada sepeda gunung yang terpakir. Cukup senang memang karena sepeda yang dia kirimkan tanpa V tahu di terima di rumah ini, berharap jika benda itu bermanfaat.

"Appa, aku disini tolong buka pintunya." Ketukan itu sepertinya mengganggu tetangga di sekitar rumahnya hingga salah satu pria bertato keluar dan mengamati nya. V tahu bahwa dia akan mendapatkan omelan sampai tatapan itu seperti jijik melihatnya. "Kenapa kau melihatku, apa kau tidak pernah melihat pria tampan sepertiku?! Urusi istrimu dia sedang main ranjang dengan selingkuhannya!"

Seokjin mendelik dengan ucapan V, bagaimana bisa dia mengatakan hal itu dengan mudah.  Sementara pria itu menggeram marah di hadapan V yang sama sekali tidak bisa ditoleransi cara bicaranya. "Kau tidak takut dihajar tetangga ya, bukankah itu aib. Seharusnya kau tidak sembarangan mengatakan hal begitu."

V nampak kesal dan dia justru meminta diam dengan jari tangannya. Menurutnya Seokjin tidak tahu apapun soal kuantitas sebagai tetangga yang mengingatkan akan kebaikan. "Jangan menilai orang dari luar, disini hal halus tidak akan bisa dilakukan."

Sang ayah membuka pintu dan nampak sekali bahwa dia senang dengan kepulangan anaknya. Dipeluknya V hingga sang anak juga membalas pelukan sang ayah, seperti sebuah rutinitas kasih sayang antara anak dan ayah yang sama sekali tidak bisa ditebak. Dari belakang sana Seokjin tersenyum tipis, dia ingin juga merasakan hal seperti itu.

"Oh iya tumben kau pulang bersama temanmu, apakah hubungan pertemanan kalian sudah membaik? Ah, sampai lupa mari masuk dan nak, apa kabarnya?" Ayahnya memang ramah, bahkan guratan garis keriput itu menandakan ada begitu banyak pengalaman hidup yang sudah dia lalui. Seokjin mengangguk halus dan tersenyum, dia juga senang jika ayahnya V menyambut kedatangan nya.

Sempat berfikir bahwa ayahnya V adalah pria kejam yang tega menjual tubuh anaknya demi uang.

"Kau masuk atau tidak, jangan melamun di depan rumahku!" Ungkapan garang seorang V ketika melihat Seokjin yang diam tak konsentrasi. Dia menarik lengan itu agar cepat karena angin malam sudah membuat dia kesal. V langsung menuju kamar untuk berganti kaus oblongnya.

Ditutupnya pintu itu oleh Seokjin sesuai keinginan V, dia melihat bagaimana sebuah dekorasi minimalis yang apik sudah membuat setiap mata melihatnya seakan jernih. Bukan hanya itu saja desain ini seakan menggambarkan kepribadian keluarga ini, terlebih warna putih dan cokelat. Seokjin menganggap dua warna ini adalah kesukaan V yang anehnya Taehyung juga menyukai nya.

Apa benar jika V adalah saudara kembar Taehyung? Karena anggapan bodoh Yoongi dia sampai memikirkan hal seperti itu.

"Maafkan paman, aku hanya membuat teh hijau hangat. Aku tidak punya kopi atau apapun karena V tidak menyukainya." Ayahnya pernah mendengar bahwa minuman favorit Seokjin adalah kopi hitam pahit, karena dia pernah mengatakannya. Anggukan dan senyuman ramah itu Seokjin keluarkan seiring rasa nyaman dari teh hijau di depan matanya. "Tidak apa paman, aku suka minuman apapun sekarang. Karena aku pikir kelebihan kopi juga kurang baik." Tersenyum dengan mengambil secangkir teh hijau itu, menyeruputnya tanpa memperhatikan satu hal.

"Awas, jangan diminum du-"

"Aaawww, panas panas aisshhh... Panas sekali." Seokjin mengeluh terkejut dengan kecerobohan yang dia buat. Mungkin saja jika ada V pasti dia akan mentertawakan dirinya.

Air menyembur dari mulutnya, Seokjin hampir kalap dengan kalimat kasarnya jika dia tidak ingat tengah ada dimana. Teh ini masih sangat panas dan bukannya hangat, dia tertipu akan kepulan asap yang tertiup oleh kipas angin di atasnya. Terbatuk dengan kerongkongan dan lidah kepanasan, mendadak bagian permukaan lidahnya tidak bisa merasakan apa-apa.

Ah, sial... Sepertinya dia tidak akan nikmat untuk makan malam.

V keluar dengan kaus hitam oblongnya, salah satu alisnya terangkat heran saat mendapati kericuhan yang tengah terjadi. Ayahnya juga sedang sibuk membersihkan sesuatu di lantai dan Seokjin yang mengipas lidahnya dengan tangan.

"Ada apa denganmu, kau seperti anjing menjilati bulu. Kau siluman ya!" Panik V saat dia mulai berpikiran aneh dengan otak pendeknya. "Apa yang kau bicarakan V? Tidak baik jika berkata seperti itu. Dia tidak sengaja minum teh yang masih panas itulah mengapa tamu kita kesakitan." Ayahnya langsung menimpal ucapan anaknya yang datang. Sedikit kesal memang saat ayahnya lebih perhatian dengan Seokjin saat dia membawanya kesini. Seharusnya dia tinggalkan saja dia, tapi kepedulian nya adalah kebiasaannya.

"Ooohh... Makanya kalau minum diperhatikan, salah sendiri otak isinya mesum melulu. Rasakan biar insyaf." Omongan pedas macam apa itu? Bahkan Seokjin merasa bahwa V tidak menenangkan malah membuat amarah. Ayahnya hanya bisa menggelengkan kepala, dia pusing dengan sikap anaknya yang begitu dingin dengan orang yang sudah menolong mereka.

Dia duduk di samping sang ayah dan merangkul manja ayahnya persis seperti anak kecil. Hal yang pertama kali Seokjin lihat adalah disini V tidak perlu bersandiwara untuk menjadi dirinya sendiri. Sementara Taehyung dulu juga suka manja tanpa sadar padanya, dimana seorang adik akan selalu minta perhatian pada kakaknya.

"Lain kali jangan berkata begitu nak, bagaimanapun temanmu sudah menolong. Dia bahkan tidak menyuruh kita mengganti uang nya. Appa sangat berterimakasih tapi tak enak hati juga karena uang yang di bantu begitu banyak jumlahnya." 

Entah kenapa ungkapan pujian sang ayah untuk Seokjin terlalu berlebihan sampai membuat dia iri. Dia juga berusaha, hanya saja ayahnya mungkin punya pemikiran lain. Dia tidak akan menyalahkan orang yang dia sayangi hanya karena iri dengan namja menyebalkan itu. V malah menjatuhkan tatapan tajamnya pada Seokjin hingga membuat namja itu bertanya besar melalui manik matanya.

"Cha, kau makan. Appa sudah siapkan makanan untukmu. Dan kau Seokjin kau bisa bergabung dengan V untuk makan malam." Pria itu menepuk pundak anaknya, untuk segera bangun dari rasa malasnya. V melihat bagaimana ayahnya begitu murah senyum hingga semua rasa lelahnya hilang sudah.

"Appa tidak makan?" V melihat dengan sorot khawatir, dia memeluk sang ayah dengan sayang tanpa berniat untuk melepaskannya. Ayahnya menggeleng dan mengatakan bahwa dia sudah makan tadi sore. Gizi sang anak lebih penting, apalagi dia bekerja di larut malam hari. Seokjin melihat interaksi itu dengan diam dalam keadaan bahagia.

"Makanlah dengan tamu kita, dan V jangan membuat dia tidak nyaman. Bersikap baiklah oke." Ayahnya pergi masuk ke kamar, dia merasa mengantuk dan hendak istirahat. Senang rasanya jika V memiliki teman dia tidak akan khawatir bukan jika suatu hari nanti dia pergi dan V sendiri.

Anaknya mengangguk, dia tidak mungkin untuk membantah perintah sang ayah. Mana bisa dia begitu jika dia bisa tumbuh seperti ini karena ayahnya. "Kau mau makan masakanku, atau makanan yang kau beli itu?" V memicing wajah pada bungkusan kresek berisi makanan yang dibungkus. Dia bisa mencium bau aroma makanan ini.

"Ayam bakar sambal kacang, benar bukan? Kau pasti membelinya di toko Chondang." Matanya menatap sombong dan wajahnya seakan mampu menjemput kemenangan. "Aku membelinya di pusat kota, Gyongyam. Ini rasa spesial, apa kau mau?" Tawar Seokjin dengan wajah datarnya. Mendengar hal itu V langsung batuk tersedak akan ludahnya.

Apa dia tidak salah dengar?

Gyongyam...

Salah satu restoran mahal di Korea dan harganya bukan main. Jika ada yang murah kenapa harus ada yang mahal? V saja hanya mampu membeli makanan kaki lima untuk mengganjal perutnya. Cukup gengsi tapi di depan matanya dia disuguhkan makanan bintang lima tersebut.

"Kalau kau mau, aku bisa bagi dua dan makan masakan ayahmu juga." Bukan ide buruk karena Seokjin sangat suka makan, terlebih memasak. Penasaran juga bagaimana rasa masakan tuan rumah ini. Karena V sering pamer di depannya dengan mengatakan bahwa ayahnya pandai seperti seorang koki.

"Apakah ini gratis?" Berhubung aromanya kuat. V tak sanggup untuk menolak rasa itu dan memilih bertanya dahulu atau dia akan di jebak. "Tentu, kau bisa mendapatkan separuh bagian ku karena aku membelinya ekstra jumbo." Begitu mudahnya dia berbagi, tak peduli semahal apapun harganya. Senyuman itu adalah prinsipnya, ramah pada orang maka dia akan mendapatkan keramahan itu juga.

Lima detik kemudian tanpa pikir panjang V menerima tawaran yang menggiurkan itu.

"Baiklah karena ini makanan aku menerimanya." Ucapnya manis seperti senang mendapatkan orang yang baik hati padanya. Jarang dia menampilkan senyum semangat dengan tangan terbuka lebar itu.

-

Yoongi memenangkan kasino itu, teriakan riuh beberapa lawan yang melihatnya juga lawan tangguhnya yang kecewa berat. Mereka merasa gagal untuk melawan namja dengan kedua mata sipit yang terkenal dengan konsentrasinya.

"Kau sangat hebat, mampu menghabiskan uang taruhan lawan mu. Untung saja aku tidak maju melawan mu, aku akan mundur."

Yoongi tersenyum tanpa minat, dia dikelilingi oleh kawan penjilat di tempat ini. Tak ada yang tulus dan banyak bermuka dua. "Coba saja aku akan menghabiskan seluruh dompetmu." Dia melempar satu lembar kartu yang kebetulan terselip di dalam sakunya. Apa lagi kalau bukan kartu identitasnya, sesuai perjanjian yang kalah harus memberikan separuh uang rekeningnya di dalam tabungannya.

Rasanya sangat senang mendapatkan uang dalam hitungan jam, hanya saja senyuman itu luntur seketika saat membaca sebuah pesan dari seseorang.

"Jungkook."

Dia malas untuk berdebat, manusia itu tidak akan habis jika membahas keburukan kakaknya dan masa lalunya. Bukan ini yang diinginkan Yoongi, dia tak butuh aib tapi kesadaran Jungkook mengenai betapa dia beruntung mendapatkan kakak seperti sahabatnya itu.

"Aku pulang dulu oke, ada urusan yang harus aku lakukan." Yoongi mengucapkan salam pada lainnya, tapi salah satu manusia yang kalah disana tidak sama sekali untuk membalas senyuman nya. Maklum, Yoongi sudah pengertian sejak dulu.

Langkah seseorang menghentikannya saat dia mendengar seseorang memanggilnya. "Yoongi Hyung aku ingin bicara padamu. Kenapa kau menghindari ku sejak kemarin?" Pertanyaan Jungkook bukan hal penting, dia merasa bahwa hal seperti itu tak perlu untuk dibahas. Tapi manusia pemaksa itu malah menggunakan tangannya untuk mengunci pergerakan Yoongi.

"Aku tidak akan pergi jika kau tidak mau menjawab pertanyaan dan mengatakan hal yang aku anggap penting ini." Jungkook berbicara serius walaupun dia naif. Yoongi merasa bahwa pembahasan kali ini tidak akan berguna jika namja muda di depannya ini juga tidak mengerti.

"Aku jelaskan pun pemikiran mu akan sama, sudut pandang kita berbeda. Jangan salah kaprah karena kau sama sekali tidak akan memahaminya."

"Aku akan membayar jika kau tidak bungkam. Aku bertemu dengannya, Kim Taehyung. Apakah dia masih bersama kakakku?"

Beban!

Yoongi berharap jika dia bisa menghindari pertanyaan ini, sudah cukup dia untuk berbohong banyak hal. Andai kata dia berkata jujur pasti Seokjin tidak akan menyukainya, Jungkook berbeda dengan yang dulu. Sekarang dia lebih kejam, walaupun Seokjin pernah membunuh manusia tapi Jungkook dia membunuh hewan yang sama sekali tidak berdosa dan tak bisa melawannya.

Bukankah lebih kejam?

Atau memang kedua kakak beradik ini memiliki dominasi sendiri?

"Sampai kapanpun pertanyaan mu tidak akan aku berikan jawabannya Jungkook." Yoongi bisa lebih dingin dari sebuah bayangan hitam.

.....

TBC....

Menurut kalian bagian chapter ini bagaimana? Apakah membosankan? Jangan lupa dukungan dan juga masukan untuk chapter ini ya....

Tetap semangat dan sehat selalu, bahagia dan semoga bisa beraktivitas dengan baik walau pandemi.

Gomawo and saranghae ❤️

#ell

13/11/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro