Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Closer (15)

"Rahasia itu tertutup tak ada yang transparan, tak ada yang tahu bagaimana isi hati seseorang. Ketika mereka terluka mereka bisa saja diam dan ketika mereka marah bisa saja meledak. Jangan marah jika ada orang yang benar-benar membencimu, bisa saja kau punya kesalahan yang tak diketahui diri sendiri."

(Author ***** POV)

V nampak kerepotan saat dia mengeluarkan begitu banyak karung yang dia gunakan untuk membawa barang milik mereka. Bagaimana punggung tangan itu menampilkan ototnya, cengkraman yang kuat dengan memaksa otot tangannya dengan erat.

Seokjin ingin menolong tapi dia tidak mau dan menampik tangan itu dengan wajah kesal. "Maaf tapi aku tidak butuh bantuanmu, aku bisa sendiri." Ucapnya dengan sombong sembari menyibak rambutnya ke belakang. Dia ingin menunjukkan betapa tampannya dia tapi Seokjin melihat hal itu sebagai manusia lucu yang kurang perhatian.

"Sebaiknya kau buktikan dulu kalau kau kuat, baru bisa pamer kece. Lagi pula aku lebih tampan ketimbang kau." Dia mendahului V datang ke sana saat banyak anak-anak yang bermain di halaman, hilang sudah rasa iba nya menolong V karena pemuda itu memang keras kepala enggan dibantu. "Dasar sialan, kenapa aku ditinggal. Orang macam apa kau bangsat!" Bodoh sekali karena dia lupa bahwa sesungguhnya dia yang enggan tadi.

"Bukankah kau bilang, tidak butuh bantuan ku tadi. Lain kali jika ada orang yang ingin berbuat baik jangan ditolak. Cepatlah kau akan membuat mereka menunggumu."

Masa bodoh karena dia yang meminta membuat Seokjin tak melepaskan kacamata hitamnya. Dia berdiri disana seperti seorang bos yang menunggu anak buahnya agar segera datang. Dengan bibir ngedumel tak jelas, V langsung mengangkat karung itu seperti seorang kuli panggul. Bersimbah keringat dengan tatapan tajam ingin membunuh manusia di depan sana. Beruntung karena disini kawasan anak kecil sehingga dia tidak perlu repot berteriak marah dengan kaki yang bisa saja menendangnya telak.

"Oh astaga tingkahnya seperti seorang bos! Jahanam seharusnya aku tadi diam saja, bodoh kau V sekarang kau tambah kurus karena kehilangan banyak kalori." Baru pertama kali dia merasakan bicara sambil menarik benda berat itu menyulitkan, apalagi nafasnya tersenggal habis membuat dia kelimpungan. Demi mereka yang yatim piatu V rela membuang uang dan tenaga asal dia mampu melihat wajah ceria mereka.

"Kau butuh bantuan atau tidak?" Dari sana Seokjin berseru, tersenyum dengan tampan tapi dianggap senyum tipu daya oleh V. "Seharusnya jika serius mau menolong. Tolong saja, kenapa harus meminta ijin? Oh sialan aku tidak mau egoku turun. Tak apa, nanti malam aku bisa memakai koyo." Gengsi itu ada dan V merasa dia bisa melakukan sendiri tanpa ada kesalahan dan bantuan siapapun. Semua itu terasa menyakitkan saat punggung di belakangnya seperti terpelintir.

"Aakhh, aduhhh!"

Seokjin langsung lari mendekatinya, berusaha membantu si keras kepala yang mendapatkan karmanya. Apakah Tuhan sedang mengerjainya, sampai dia malu dan sakit secara bersamaan? Secara langsung Seokjin diikuti rombongan anak-anak di belakang nya mendekati V. Mereka sadar bahwa yang datang adalah kakak mereka, kakak seperti Santa Claus suka memberikan banyak hadiah.

Saat Seokjin menggendongnya di punggung dia merasa minder, tenaganya besar dengan lengan lebih kuat dari pada miliknya. Sementara dari bayangan di jendela bangunan panti, dia bisa melihat pantulan diri sendiri seperti seorang anak kecil. Sialnya, dia bahkan ditertawakan oleh para bocah nakal yang di ujung ayunan disana. "Awas saja yang di sebelah sana tidak akan dapat hadiahku." Sebal memang apalagi saat kau di tertawakan oleh yang lebih muda. Umur masih bocah tapi sikapnya membuat habis kesabaran.

V mana ikhlas akan hal itu!

.

Sang ayah sudah terbatuk dan mengeluarkan banyak darah, dia berusaha menutupi masalah kesehatan nya satu bulan. Tapi, dia merasa bingung dan pusing karena tidak ada gejala perkembangan membaik. Mengingat dia juga periksakan diri dan meminum obat teratur, walau batuknya sekarang tidak separah dulu. Akan tetapi dalam satu kali batuk dia mengeluarkan darah dan membuat perasaannya kalang kabut.

Secepat kilat dia membuang tisu itu ke tong sampah tanpa tahu bahwa seseorang sudah menunggunya di depan lapak. Pria itu memakai topi hitam dan memiliki senyum menakutkan seperti seorang penjahat.  "Ada yang bisa saya bantu?" Dia memakai tisu basah di atas mejanya, tak melupakan kebersihan untuk buah dagangannya. Disana dia berpura-pura baik saja walau sebenarnya dia merasa sesak di dada.

"Apakah anda sakit? Wajah anda nampak sangat pucat. Jujur hal itu membuatku tak nyaman sekarang." Dia memakai kacamata bundarnya, usia sekitar 57 tahun tapi tubuhnya nampak prima dari usianya. Terlebih dia mengambil satu buah apel itu dengan wajah tanpa minat. "Ma-maafkan saya, tapi saya tidak mengabaikan kebersihan di lapak ini." Dengan cepat dia membersihkan meja di depannya, dan mengatakan hal itu dengan jujur.

"Bukan masalah kebersihan, tapi masalah umur anda yang tak lama lagi. Anda sudah tua dan sakit kenapa masih bekerja?" Semakin lama nada bicaranya membuat pria itu tidak nyaman. Aneh memang apalagi dari sudut matanya seperti menelaah, karena tidak nyaman sebagai pedagang terpaksa dia mengusir pelanggannya secara halus.

Karena bagaimanapun, hal ini membuat dia mudah mendapatkan rasa sakit hati. Dia ingat akan saran anaknya ketika mendapati pelanggan kurang baik, lebih baik di tolak. "Maaf tapi jika anda tidak nyaman, anda bisa mencari lapak lain. Mungkin lebih baik dari lapak saya." Suaranya pasrah dan dia hendak mengabaikan pelanggan di depannya jika saja pria itu tidak mengatakan hal yang sensitif tentang anaknya.

"Kau sangat sombong, apa karena anakmu penghasil uang di dalam club malam?"

Deg!

Rasanya ada yang ingin berhenti, dia mendengar hal itu dengan jelas. Kepalanya mendongak perlahan di depannya dan melihat seseorang itu tengah menurunkan topi dan melepaskan kacamatanya. Saat dia melepaskan kacamata dan topi itu dia masih bingung dan tak mengenal. Tapi ketika dia melepaskan wig dsn menampilkan rambutnya yang botak mengkilap, dia langsung membulat pada kedua bola matanya.

"Kau..." Tangan kanannya gemetar, nafasnya seperti tercekat. Ditambah lagi senyuman itu membuat dia tidak bisa berfikir dengan jernih, yang ada hanyalah ketakutan dari dalam lubuk hatinya. "Kenapa kau sangat terkejut, apakah kau tidak senang bertemu denganku?" Nadanya terkesan sombong, tapi dia seperti ingin melakukan hal buruk pada pria di depannya.

"Mau apa kau? Kenapa kau datang kesini?!" Berdiri dengan lantang tapi tatapannya mengatakan bahwa dia mengalami kegugupan luar biasa, sementara itu dia menyentuh saku celananya. Berharap jika ponselnya tidak tertinggal. Mati kutu saat dia menyadari bahwa ponselnya ada di atas meja, diliriknya ponsel hitam itu.

Tapi gerakan tangannya kalah cepat dengan pria di depannya, ponsel itu berada di tangan yang bukan pemiliknya. Membuat suasana kikuk dan menegangkan setiap tarikan nafas dari kedua hidungnya. "Jika kau melaporkan hal ini pada orang lain aku akan membuat kau menyesal!" Dibuang nya satu apel di tangannya tadi lalu diinjak hingga lumat di bawah tanah. Sedikit senang karena pengecut di depannya masih ketakutan seperti biasa.

Dengan jelas dia menodongkan pisau buah di depannya. Ujungnya seperti mengenai mata, jika menancap akan terasa sangat menyakitkan dengan darah yang merembes keluar. Dia sadar bahwa berhadapan dengan orang seperti ini tidak boleh main-main.

"Aku tidak punya masalah denganmu, untuk apa kau datang kemari!" Ungkapnya bergetar menahan ketakutan, semangatnya luntur dan dia seperti ingin cepat pulang dan menemui anaknya. Meminta dia untuk menutup pintu rumah atau lebih baik lari. "Kau bahkan tidak mengatakan kepindahan mu. Kemana kau bawa V nanti? Aku punya seorang bos besar yang akan membelinya."

Bugh!

Salah kaprah!

Dia memulai perkelahian terlebih dahulu, bagaimana tidak? Emosinya mendidih saat pria itu mengaitkan anaknya dengan majikannya. Sungguh dia tidak akan terima, "kau pikir anakku barang. Dia manusia, anak kesayanganku!"

Kekerasan terjadi, membuat mereka yang sibuk berdagang mendekat ke salah satu teman pedagang disana. Pertikaian berbuntut panjang dengan balasan menendang perut itu, tepatnya di ulu hati dan membuat ayah satu anak itu langsung muntah darah.

"Hei, apa yang kau lakukan. Jangan kabur! Cepat kejar mereka!" Seru seorang wanita yang meminta pertolongan orang sekitarnya. Kenyataannya yang jahat adalah dia karena semua banyak saksi melihat bagaimana pria itu membuat keributan terlebih dahulu.

Pria itu jatuh tak sadarkan diri saat merasa kepalanya pusing dan tubuhnya tak sanggup menahan rasa sakit, tendangannya keras terlebih dia memikirkan bagaimana nasib anaknya nanti. Sebelum kehilangan kesadarannya pun gambaran wajah sang anak dan memanggil namanya adalah salah satu bentuk kasih sayang yang tak putus.

Tak ada yang tahu jika ayahnya juga menyimpan beban.

.

V mengikat dengan rapi dan sedikit kencang kepangan yang baru saja dia buat. Anak perempuan di pangkuannya begitu riang saat melihat hasil karya sang kakak yang sudah berbaik hati mendandaninya agar nampak cantik.

"Astaga, aku lelah apakah kalian tidak ada rasa lelah saat bermain? Pinggangku sedang pegal berikan aku waktu istirahat." Seokjin mengambil nafas banyak, dia bermain dengan anak-anak yang begitu suka naik ke punggungnya. Bermain kuda-kudaan seperti ini membuat tenaganya terkuras apalagi kedua lututnya sudah ngilu.

Tak ada kata puas dari mereka yang masih asyik dan semangat bermain, dengan tatapan memelas nya memohon agar Seokjin melakukannya lagi. "Oppa, bagaimana ini kenapa teman oppa tidak mau bermain lagi. Kami ingin bermain lagi." Dia menarik lengan V membuat pemuda yang baru saja menaruh pita di rambut gadis cilik di depannya itu menoleh. Ada senyum manis di wajahnya dan sama sekali tidak menampilkan bagaimana kesalnya dia.

Apalagi sempat terganggu dengan suara anak-anak yang begitu semangat, tak apa... Dia senang melakukan hal ini karena dia merasa bahwa hidup nya jauh lebih berguna. Dengan sayang dia membawa masuk tubuh itu dalam dekapannya. Tersenyum dan mencoel hidung itu dengan lembut. "Eh ayo semua berkumpul, sini... Sini... Kemari, Hyung ingin memberitahukan sesuatu padamu." Dirangkulnya beberapa anak yang mulai mendekatinya, dia melirik Seokjin yang tengkurap seperti bocah yang memandang dirinya.

"Ada apa oppa/Hyung?

"Oppa, aku ingin makan. Aku lapar oppa..."

"V Hyung, kami ingin main lagi tolong jangan minta kami bobok siang kami ingin main."

Riuh keramaian seperti kicauan burung tapi kali kali ini dalam bahasa manusia. V mencoba untuk menenangkan anak-anak itu agar tidak merengek dan memaksakan kehendak mereka. Karena kesannya akan jatuh dalam perlakuan manja dan sama sekali tidak diperkenankan.

"Begini kalian kan belum makan siang, kenapa kalian tidak berbaris dengan rapi dan makan hmmm..." V menatap dengan wajah ramahnya, sama sekali tak ada kata mengeluh saat dia merangkul anak-anak yang bisa dia jangkau dengan tangannya. "Tidak... Kami ingin main sama Jin oppa dia bisa menjadi kuda. Kami akan naik dan kami mau main yeeeee..."

Salah seorang anak punya bakat menjadi provokator, membuat Seokjin melihat lantai di bawahnya dengan tatapan blank. Apakah disini dia menjadi kacung? Begitu mudahnya anak-anak bicara seperti itu. Tapi tak salah juga jika dia menyenangkan anak kecil, tapi dia juga tidak ingin tubuhnya remuk karena permainan yang tak ada kata istirahat.

Melihat bagaimana Seokjin yang nampak parah dengan tubuh terkapar di atas lantai membuat prinsipnya kendor. Dia menjadi kasihan dan sempat berdebat dengan pikirannya.

Sialnya mata Seokjin seperti memelas memandang ke arahnya, V langsung melengos enggan melihat ke sana tapi saat dia melihat kesana lagi. Dia melihat tatapan Seokjin seakan lelah....

"Sial kenapa aku malah iba seperti ini." Gumamnya salah tingkah dengan menatap kemanapun asal tidak bertemu tatap dengan Seokjin.

Sedikit risih memang tapi dia mendiamkannya seperti orang asing di matanya. Sempat mengatakan dalam dirinya untuk tidak berpengaruh dengan pesona pria itu. Sungguh dia memang normal tapi jika begini penyakit menyimpang bisa kambuh lagi, tentu saja dia tidak mau. Butuh perjuangan besar baginya untuk bisa tidak peduli dan cuek padanya. Tapi seperti hatinya tidak bisa diajak kerjasama.

"Begini, apa kalian tidak kasihan dengan temanku? Dia sudah datang kesini seharusnya kalian beri dia waktu istirahat. Dengar ya jangan memaksakan apapun pada orang lain karena itu tidak baik, usahakan kalian tidak egois karena-" jedanya sebentar sebelum melihat wajah menyebalkan Kim Seokjin.

Berbeda dengan tatapan masam V justru Seokjin dengan semangat memberikan senyuman cerahnya. Tak ada ampun, ingin rasanya pemuda itu menceritakan keluh kesahnya pada sang ayah agar lega. Dia akui kalau dia anak yang manja dan sama sekali tidak bisa melampiaskan emosinya dengan benar.

"Nanti kalian akan kena keburukan."

Seokjin hampir tersedak air liurnya saat dia mulai sadar topik pembicaraan ini. V melirik ke arahnya dengan kejam, itulah kenapa dia punya pemikiran bahwa sindiran itu tertuju hanya untuk padanya. "Kau tidak harus melakukan hal itu, memangnya kau tidak tahu balas budi!" Dia berseru dengan sedikit tinggi, perlakuan seperti seorang ayah yang memarahi putranya.  Hal itu menjadi lucu di depan mata anak-anak panti asuhan, apalagi wajah absurd Seokjin yang menjadi pusat gelak tawa.

"Oppa, temanmu lucu dia seperti om-om yang memarahi anaknya padahal dia tidak cocok kalau marah."

"Ya, dia memang bodoh walaupun tampan. Jadi lebih baik pintar meski jelek, kalau kalian tidak tampan tapi banyak uang kalian akan nampak wah dan wow..." V mungkin tidak terlalu pandai memberikan nasihat, tapi dia mengatakan hal itu sebagai upaya menghadapi masa depan. Dimana Seokjin melihat bahwa V tipe namja yang sesuai dengan realita.

Dia setuju walau hal itu mungkin belum dipahami oleh anak-anak seperti mereka, sadar bahwa kelakuannya cukup menghibur dia langsung berdiri dan membuat lawakan. Sungguh ini adalah hal pertama dia lakukan disini, karena dulu dia sering melakukan stand up di cafe kecil dekat rumahnya.

Tanpa sadar semu terhibur akan celotehnya, dia pandai membuat lawakan ringan yang mudah dimengerti mereka. Seperti dongeng si kerudung merah dengan serigala. Begitu mudahnya Seokjin membuat celoteh itu nampak lucu apalagi dia juga mempraktekannya seolah dia adalah karakter dalam dongeng yang dia dalangi.

"Banyak yang buat pantun ikan hiu makan tomat, tapi itu tidak terdengar logis karena jika hiu makan tomat seharusnya dia mati. Karena setelah makan tomat dia kehilangan nafas, air... Air... Air..."

"Oh astaga bagaimana bisa dia mempunyai ide bodoh itu hahahaha..."

"HAHAHAHA, aku juga tidak suka karena kalau hiu makan tomat nanti dagingnya jadi kecut."

Interaksi yang panjang tapi menghibur, dia sukses membuat anak-anak lupa bermain dan malah membuat tontonan yang bisa dikatakan mendidik. Tanpa disadari V juga memperhatikan bagaimana namja lebih tua darinya itu ternyata bisa membuat intensitas kebahagiaan yang dia pikir tidak mungkin.

V merasa bahwa Seokjin seolah punya dua sisi berbeda yang datang sesuai dengan situasinya. Sifat menyebalkan yang dia umpat setiap hari dia anggap sebagai penyakit hati pria itu. Berulang kali dia tidak peduli, berulang kali V merasa bahwa dia sedikit akrab.

Tak sadar jika ponselnya sudah ada sepuluh panggilan masuk, sebuah nomor asing tak dia kenal membuat gendang telinganya peka setelah sekian jam dia disini memangku mereka yang bahagia. "Siapa ya, aku rasa aku tidak memberikan nomor pada siapapun." Awalnya dia takut mengangkat akan tetapi jika dia tidak melakukannya yang ada malah merepotkan.

Di sentuhnya penghilang hijau itu dan menempelkannya pada telinga. Di awal dia mendengar kegaduhan lalu suara seorang wanita seperti memberi kabar. "Halo, ini siapa ya? Maaf suaramu terputus tolong katakan sekali lagi ada perihal apa?"  Tubuhnya sedikit bergeser saat merasa bahwa dari pihak sana terganggu akan sinyalnya.

Tapi salah satu anak tidak mau jika harus turun dari pangkuannya, dia seorang balita dan V sudah menganggap dia si kecil yang manja, apalagi tampak lucu dengan rambut nya diikat berdiri. "Nde, sayang sini ikut dengan Hyung." Dengan sigap dia menahan tubuh kecil itu dalam gendongannya, seperti ayah yang hebat dan bisa diandalkan dalam menjaga anak. Tapi dia juga harus hati-hati karena anak ini sedikit rewel karena ingin mengambil ponsel dari telinganya.

"Mau, mau, mau pupu pupu pupu..." Balita itu beraksi lagi dan mencoba untuk mengganggu sedikit, karena dia sangat manis hingga V tidak tega jika harus memarahinya. Sungguh V sedikit oleng karena anak ini sungguh kuat dalam segi tenaga, apalagi saat dia merengek dan menangis.

"Dimana kakakmu, apakah dia sedang pergi keluar?" V mencoba berinteraksi, dia tidak tahu untuk apa seseorang menelfon nya. Tidak sempat dengar karena ponselnya jatuh dan membuat beberapa anak menatapnya termasuk Seokjin. "Hyung, karena She Hyi, sedang dioperasi makanya dia rewel. Kami sudah membantu menenangkannya tapi tidak bisa dan ibu panti juga sakit flu, dia takut menularkannya pada kang Hyu."

V mendengar salah seorang remaja berbicara, mereka ingin sekali membantu pemuda itu tapi mereka juga bingung karena tidak ada pengalaman sama sekali dalam merawat si kecil. Merasa kasihan V mengabaikan ponselnya dan menenangkan si kecil yang menangis mendadak.

Anehnya keringat keluar begitu banyak di tubuhnya dan membuat namja muda itu berfikir kalau balita itu menangis karena merasa gerah atau sebagainya.

"Hei, ada apa? Kenapa dia masih menangis?" Seokjin melihat bagaimana ruam merah ada di pipinya sementara anak kecil itu juga tidak mau diam. Hampir saja V jatuh terjungkal ke belakang jika anak-anak tidak kompak menahan kedua kakinya. Oleng itu membuat Seokjin hampir jantungan karena di satu sisi itu bisa membahayakan keduanya juga.

V mungkin belum paham tapi tangan Seokjin menyentuh kening balita itu. Kulitnya lebih hangat dari biasanya, membuat kedua mata itu melotot. "Dia panas, cepat bawa ke rumah sakit!" Suaranya meledak dan V ikut melakukan hal yang sama dilakukan oleh pria disampingnya. Melesat pergi begitu saja dengan menarik tangan Seokjin, membuat namja tampan itu juga mengikuti nya dari belakang.

"Tolong aku, bawa mobilmu aku mohon! Kang Hyu demam hikss... Kumohon." Kesadarannya seakan menghilang dia sedikit terbawa emosi. V merasakan bahwa suhu tubuh itu semakin panas, pantas saja dia tidak merasa enak ketika melihat balita yang sudah dekat dengannya itu pucat.

Masuk ke dalam mobil, dan memasang sabuk pengaman. Dari sana anak-anak berhamburan meminta agar V bisa menolong adik kecil mereka. Sementara di sana di susul oleh pemilik panti asuhan yang ternyata baru keluar dari pintu, dari kejauhan V berteriak dari dalam mobil.

"Maaf bibi aku lupa minta ijin mu, tenang saja Kang Hyu akan baik-baik saja." Matanya memerah dengan matanya berkaca dan saat itulah mobil hitam itu melesat. Seokjin sudah ahli jadi dia perlu kepercayaan V untuk tidak protes ketika di perjalanan.

Dengan wajah khawatir Seokjin memberikan sesuatu yang kebetulan ada di dalam laci mobilnya. Sebuah kompres kemasan, dulu dia pernah menolong salah seorang anak kliennya tapi tidak digunakan karena dia terlambat membeli obat di apoteker. V membuka bungkus itu dengan cepat menggunakan giginya, sungguh dia sangat ketakutan.

"Aku akan memotong jalan, mungkin ini akan membahayakan tapi-"

Suara ban mobil berdecit di atas aspal. V menahan gerakan samping tubuhnya dengan mengeratkan diri pada sabuk pengaman yang dia pakai. Dia merasa Seokjin cukup gila melakukan hal ini, terlebih ada beberapa mobil yang melakukan klakson sebagai tindakan protes.

"APA KAU GILA! KITA BISA MATI BODOH!"

Sialnya rasa takut itu di sepelekan dan Seokjin malah tertawa senang saat dia berhasil menerobos lampu lalu lintas. Peranan bodoh menurutnya saat dia menyesal karena sudah meminta bantuan pada pemuda gila di sampingnya.

"Aku tidak ingin mati muda karena kau sialan!" Umpatnya dengan kedua tangan yang secepat kilat menutup kedua telinga balita di atas pangkuannya. Sungguh mereka seperti dua kakak yang berdebat dan adiknya tengah sakit dengan keributan terjadi di dalamnya.

"Tidak, aku tidak akan membiarkan kau mati begitu saja."

Janji adalah janji dan dia mengatakan dengan pasti. Tapi apakah mungkin sebuah janji itu akan sama seperti sebelumnya? Di tepati tapi gagal juga...

......

TBC...

Semoga ff ini bisa menghibur kalian, jangan sampai bosan ya. Tetap semangat, bahagia selalu.

Jangan lupa dukungan dan komentar. Maaf kalau ada typo.

Gomawo and saranghae ❤️

#ell

05/11/2020












Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro