1989 (14)
"Tak ada yang unik tak ada yang pasti, hanya sebuah misteri bagaikan prasasti. Menggemparkan tapi tidak mendunia, hanya segelintir orang tahu bagaimana menakjubkannya sesuatu."
(Author ***** POV)
1989
Bukan tahun kelahiran juga bukan nomor belakang ponsel, itu adalah kode dimana seorang Kim Seokjin menuliskan seluruh hidupnya pada angka itu. Dia beranggapan bahwa angka itu adalah keramat dan juga cantik. Anggapan gila mengenai bagaimana bisa ada orang yang begitu mencintai angka ketimbang kekasih.
Dengan menghisap rokok di tangannya hingga kepulan asap keluar dari mulutnya, candu akan nikotin dan rasa dari asam asap disana. Juga tembakau yang menyeruak dan bisa saja membakar bagi mereka yang tak biasa menggunakannya. Dia tidak akan menggunakan cerutu karena itu kuno dan merepotkan. Dengan santai dia melihat luar rumah dari atas balkon dengan bagian tubuh atas tanpa memakai benang pakaian.
Begitu juga dengan celana yang terpakai asal, kakinya dingin tapi dia tidak peduli dan bau keringat sisa pemanasan diatas ranjang tadi adalah salah satu bukti bagaimana dia cukup lama disana. Seorang gadis tengah tertidur terlelap di bawah selimut yang dia pakai, dan Seokjin tentu saja akan mengusirnya subuh besok. Mengusir dengan cara halus juga merayu agar mendapatkan bayaran lebih.
Dia butuh uang selama dia bernafas di dunia, dan tidak tahu jika kehidupannya menciptakan gunungan dosa yang teramat besar. "Aku sudah menduga kau akan melakukannya, bekerja di malam Minggu yang mendung." Kedatangan Yoongi memang mendadak tapi pemilik rumah tetap tidak mempermasalahkan nya.
Hanya saja dia terbilang cukup berani mengomentari hal fulgar sekalipun. "Kau bermain dengan wanita berdada kecil, selera mu payah!" Serunya dengan menerima satu buah rokok dari bungkusnya, dia mendapatkan gratisan jika berkunjung disini dan Seokjin tak pernah pelit.
"Bagaimana lagi, justru kebanyakan dari mereka wanita kaya." Memang tak di pungkiri jika dia bosan akan sesuatu yang sama, candunya bisa saja parah dan untuk sekarang terlambat jika dia menyembuhkan diri di psikolog. Padahal dulu dia ada di bidang sana, sungguh kebodohan teramat sangat jika dia terjebak pada hubungan biseks.
"Kau kaya dan aku senang, tapi kapan kau akan menikah dan menetapkan satu pilihanmu pada satu wanita. Dengan begitu nafsumu akan terkontrol dan kau akan menghasilan anak." Yoongi memang suka realistis dan pandangan ke depan lebih maju, walau dia mengatakan itu dengan canda tetap saja akibatnya masih terngiang sampai hendak tidur. Tak ada yang salah dengan apa yang dia katakan, hanya saja Seokjin masih belum ingin.
Entah kenapa.....
"Kau kan tahu aku, sama sekali belum menemukan tipeku. Lagi pula tak ada keluarga yang menuntut jadi aku santai. Aku masih ingin party." Kebiasaan buruknya kambuh dan membuat Yoongi menunjukan wajah masamnya. Beruntung dia tampan makanya tak ada yang berani protes akan ucapannya, tapi selain tampan keduanya juga brengsek dan bajingan karena tidak pernah serius dengan wanita.
Keduanya hanya menganggap bahwa dunia nakal adalah suatu bentuk kesenangan bagi mereka penyuka kebebasan. "Aku senang kau tidak berfikir bahwa kau itu akan jadi lajang seumur hidup. Biasakan dirimu membuka hati agar ada yang masuk dan bisa membuatmu lebih bahagia." Yoongi akan masuk golongan orang bijak jika mengatakan hal seperti ini setiap hari. Tapi dia akui dia khawatir dengan keadaan Seokjin yang justru sekarang baik-baik saja.
Yoongi menghisap racun dan dia tidak peduli, hafal bahwa satu rokok membunuh satu lubang paru-paru. Merasa bahwa tanpa rokok lidahnya akan gatal membuat dia menghadapi candu itu dengan melakukannya setiap hari. Berbeda dengan Seokjin yang akan melakukannya di saat senggang saja. Karena merasa tidak nyaman dengan sekitar membuat Yoongi mentertawakan jalang yang tengah pulas disana.
"Kau tidak usir dia?" Tanyanya dengan suara yang sedikit serak karena tak sengaja asap masuk ke kerongkongannya. Dia lupa bahwa merokok itu tak menyenangkan seperti biasanya. Seokjin ikut menoleh ke arah wanita itu dan tersenyum sedikit, dia melihat bagaimana bagian atas itu terekspos.
"Aku belum dapat bayaran ku." Dia tersenyum remeh dan menghisap rokok itu dengan raut wajah bahagia, sementara Yoongi memutar bola matanya malas. "Oh astaga wanita itu bahkan mendengkur tak sopan, dia juga tidak seksi dan tak ada gairah di mataku." Yoongi menjadi sakit mata, dia akui itu jika menurutnya wanita itu tidak cocok untuk menyewa temannya.
Tapi Seokjin tidak suka memilih dan akan melayani kalangan atas bagaimanapun rupanya. Sedikit berlebihan memang tapi dia khawatir jika Seokjin melakukannya dia akan terkena penyakit kelamin berbahaya seperti HIV.
"Tentu, aku memaksakan diriku aku bisa mendapatkan upah. Dia nakal tapi sayang kalah tubuh." Lihatlah bagaimana mulut pedasnya bicara, dia anggap itu semua sebagai salah satu lelucon. Yoongi malah ikut andil dalam hal ini. Walau dia akui dia juga pernah melakukan hubungan badan dengan salah satu anak club yang putus cinta tapi Yoongi tidak dibayar karena dia enggan.
Bukan karena cinta tapi kasihan karena dia bisa memahami bahwa manusia itu ada hasrat yang harus di tuntaskan. Sekarang pun tetap tidak berubah karena jiwa sosialnya tinggi, tapi tidak melakukan hubungan badan melainkan memberikan solusi.
"Kau selalu saja mengatai hal buruk setelah memakai, apa aku tidak merasa bersalah. Bagaimana jika kau kehilangan wanita itu, maka kau akan kehilangan pendapatan." Ucapnya dengan santai sembari melihat langit malam tanpa bintang, hanya langit yang mendung gelap sebagai penghias nya. Setiap kata yang dia ucap memang benar tapi tak pernah di dengarkan, jika dia lelah menasihati wajar karena si keras kepala Kim Seokjin tidak akan pernah berubah. Lalu saat intuisi itu datang dengan segala pelik rasa bersalah mencuat dia akan menyalahkan dirinya sendiri.
Yoongi jadi bingung bagaimana dia harus menerka lagi untuk mencapai sebuah jalan keluar yang jelas. Dia sedikit bosan tanpa ada alkohol tapi kakinya terlalu malas jika harus turun dan mengambil nya dari kulkas. "Bisakah kau turun ambilkan aku minuman kumohon?" Seokjin mendadak menambahkan ucapannya tapi Yoongi merasa jengah. Dia malas lalu kenapa dia di suruh, tapi kenyataannya adalah dia datang kesini dengan mendapatkan hal gratis banyak.
Wajar jika dia akan turun untuk membawakan lima botol sekaligus agar puas. "Baiklah aku akan mengambil nya tapi berikan aku satu bungkus rokok gratis." Tambahnya dan dijawab oleh acungan jempol oke. Seokjin senang jika ada yang membantunya, dia sedang pegal dan tak bohong jika tarian panas di ranjang itu sangat menghancurkan energinya.
Ya, setidaknya kartu ATM nya tidak pernah kosong. Menatap langit itu nikmat sembari bersantai seperti ini adalah sebuah keputusan yang baik. Sekarang pun dia menjalani hidup tanpa ada fantasi seperti dulu.
Terdengar suara derap langkah kaki dari belakang, dan membuat pemuda tampan itu akhirnya lega karena Yoongi cukup cepat untuk turun dan mengambilkannya. Dia masih menatap ke sana tanpa menoleh, lalu dia juga menyesap nikotin di tangannya dengan kuat. Lidahnya tidak akan pernah kapok untuk merasakan batang kecil menggairahkan ini.
"Yoongi, aku tidak lupa membawa gelas bukan? Aku juga membutuhkan nya." Dia pikir dia tidak masalah jika harus meminta tolong, toh Yoongi adalah temannya. Dia ingin jadi pemalas seperti nya dalam satu malam ini jika boleh, biasanya Yoongi akan menjawab dengan dengusan atau protesan tapi kali ini. Tampak terdiam tanpa ada perlawanan seperti biasa.
"Bukankah kau punya kaki, kenapa kau menyuruh mengambil?"
Tunggu...
Seokjin heran kenapa Yoongi berkata seperti itu, dan kenapa juga suaranya berbeda. Lebih berat dan tidak nyaring khasnya. Kedatangan Yoongi juga tidak seperti ini, karena biasanya dia melangkah dengan lambat karena rasa kantuk dan malas.
Mana mungkin dia akan menimbulkan suara langkah kaki jelas jika bukan- "V, ke-kenapa kau kemari?" Kedatangannya mendadak membuat Seokjin tergagap tanpa disadari dan membuat V mengulas senyumnya. Apalagi dia melihat kamar yang dia pernah gunakan untuk istirahat disini ada balkon juga seorang wanita yang lelah melakukan tugasnya. "Wow kau seperti orang perfektif tapi juga mengalami rasa gugup." Sindirnya dengan bangga lagi pula dia sendiri datang kesini tanpa seorang pun menyuruhnya kemari.
"Seharusnya aku heran kau sungguh berani datang kemari, apa kau sudah merindukan aku hmm..." Kepercayaan dirinya naik saat melihat V meneliti setiap sudut kamarnya, apalagi dia mewarnai rambutnya menjadi biru dengan warna alami rambutnya yang masih tersisa disana. Nampak cocok dan juga mengeluarkan aura berbeda dari biasanya.
"Jangan terkejut, aku datang kesini karena menepati hutang. Aku sudah mendapatkan uang dari hasil kerjaku. Ya walau aku bayar mencicil tapi masih baik dibandingkan tidak sama sekali." Terucap dengan bangga, apalagi dia sudah mendapatkan pelanggan sebulan ini. Ya, sejak kejadian tak menyenangkan itu membuat V lebih keras bekerja setiap malam, bukan hanya itu saja dia juga membuka kencan online pribadi.
Dirogohnya tas yang dia bawa sementara di belakang sana kedatangan Yoongi membuat sedikit ramai, ya namja sipit ini juga tidak menyangka jika seseorang datang di malam seperti ini. Melihat bagaimana punggung itu sibuk mencari sesuatu dan melihat ke arah Seokjin yang menatapnya seolah berbicara lewat netra nya. "Aku tidak tahu jika dia datang kesini secara mendadak." Lirihnya dengan kedua bahu terangkat.
"Aku sudah bilang tidak usah buru-buru membayar toh bukan hanya uang yang aku inginkan. Tapi aku butuh kau menjadi adikku saja." Ungkapnya jujur sementara V mendengus dengan sebal, ini hidupnya dia tidak mau mendapatkan seorang kakak yang sukanya mengatur jalannya. Sementara dia bangga menjadi anak tunggal karena dia menjadi kesayangan dalam keluarga. Apalagi ayahnya yang sangat super protektif sekarang.
Sialnya V tidak menemukan cek yang baru saja dia dapatkan setelah menjual tubuhnya. Dia merutuk dalam hati dengan tatapan lekat dan pikiran yang berputar. "Sial kenapa aku tidak menemukannya, apa iya tertinggal dia ruangan aisshhh!" V menggigit bibir bawahnya gusar, jika cek itu di temukan oleh orang lain apalagi nominalnya separuh hutang yang dia bayar maka hancur sudah usahanya. Apalagi dia melayani seorang mafia yang notabene kasar dan suka main sendiri.
Dia masih beruntung bisa berjalan dengan benar dan tak sakit pada bokongnya. Tapi yang ada malah V kumat akan keteledorannya dan pikun. Jika tidak hilang dia pikun menaruhnya, tapi jika dia tidak pikun dia pasti teledor. Begitu saja terus menerus hingga V kadang tidak suka dengan sikapnya yang tak dia sadari ini. Melihat Seokjin dengan tatapan berbeda dari sebelumnya, dimana kepercayaan dirinya menciut.
"Kau bilang akan membayarnya dimana? Apakah kau lupa membawa uangnya atau lain?" Seokjin tahu sepertinya dia mengalami kesulitan. Dimana segala kemungkinan bisa saja terjadi, V merasa bahwa dia akan kalah telak sekarang. Padahal dia terlanjur sombong.
"Aku akan membayar mu besok, sepertinya aku lupa bahwa tadi aku pakai untuk belanja kebutuhan." Dia berdehem dengan wajah yang dia buat dengan angkuh, tatapannya seolah mengatakan hal lain ketimbang cara bicaranya. V tak akan mungkin belanja sebanyak itu dalam satu hari, dia pasti hanya membeli beberapa baju dengan banyak diskon.
Seokjin tidak akan luluh dengan hal itu apalagi dia berdecak sebal hingga beberapa otot bisep dan trisep nya semakin membuat V minder. Sialnya kenapa dia selalu berhadapan dengan pria yang memiliki badan bagus ketimbang dirinya ini. Rasanya sangat tidak adil apalagi dia terbilang kurus bagi seorang pria. Dia hanya bisa menghentak kakinya sebal dan membuat dua orang di sana tersenyum dan salah satunya terpingkal.
Itu Yoongi yang selera humornya tinggi dan menonton kejadian itu sembari menyesapi minuman yang ada. V tidak tahu bahwa dia terlihat bodoh sekarang, akan tetapi semua itu menjadi hilang saat melihat wanita yang separuh telanjang tidur disana dengan pecicilan.
"Selera mu buruk, kau meniduri wanita berdada kecil ya."
"Apa?!"
True!
Bahkan Yoongi bangga karena pendapatnya sama dengan pendapat namja muda itu. Dengan sedikit menyindir V keluar dari kamar itu, dia sudah terlanjur malu dan enggan untuk kembali kecuali dia membawa uang. Dia menoleh ke belakang dengan tatapan datar melihat Seokjin yang mengatakan tidak terima pada Yoongi yang sedang terpingkal.
Ada satu alasan dia tersenyum untuk beberapa detik, tak lain dan tak bukan karena dia mendapatkan selera humor renyahnya. Sembari mengatakan bahwa dia bisa menjadi salah satu patner terbaik mungkin. Katakanlah V sedang gila dengan aspirasi nya dan definisi sendiri.
Menurutnya benar dan selamanya akan begitu. Sampai dia menemukan jawaban kepastian yang majemuk.
.
V merasa bahwa hidupnya terlalu flat tapi juga banyak kejadian yang membuat dia terkadang bimbang. Bisa jadi dia seperti orang yang kerasukan setan diam dan seperti manusia bodoh yang kehilangan arah. Dia tidak mabuk tapi dia merasa bahwa kepalanya sedikit pening dan dia tahan sendiri.
Perjalanan pulang tanpa menggunakan taksi atau kendaraan apapun, dia bahkan mengurangi jatah uang belanja nya agar hutang yang akan dia bayarkan lunas. Meskipun dia juga kesusahan untuk menahan diri dalam membeli sesuatu. "Aku harap aku bisa mendadak kaya dan mengakhiri ini semua. Aku suka kerja tapi jika untuk bayar hutang rasanya aku akan gila." Dia dengan kesal mengacak rambut, berteriak dan mendesah kesal untuk menghilangkan kegilaan ini.
Berangsur membaik dirinya ingin bertindak waras dan tanpa ada perasaan gila yang meliputi dirinya. Sikap dan juga ego harus dia pertahankan demi kebaikan, hanya saja itu sangat susah dan menyulitkan.
"Akh... Kenapa sakitnya datang lagi?" Dia berhenti sejenak untuk mendiamkan perasaan nyeri di lengannya. Pergelangan nya kaku dan lengan itu seperti mau copot dari badannya.
"Apakah aku mendapatkan luka infeksi?" Dia sedikit was-was memperhatikan ada bekas noda disana. Menggigit bibir bawahnya dengan keras saat dia memaksa lengan yang ternyata sedikit sempit itu dari kulit yang membengkaknya.
Ya, karena bengkak lengannya lebih besar dari sebelumnya terlebih lengan kanan adalah salah satu fungsi yang sering digunakan untuk beraktivitas.
Dengan perlahan dia membuka kerah lengannya dan memperhatikan bagaimana tangannya menjadi korban atas nafsu seorang pelanggan yang kasar. V sudah mendapatkan jatah dari lima orang dari gender wanita dan pria. Dia tidak akan menyangka jika melebihi kapasitas akan menjadi seperti ini. Tubuhnya remuk, sakit sampai dia merasa bahwa seluruh badannya akan hancur jika dia tersenggol saja.
"Astaga kepala ku sangat pusing, apa karena aku kebanyakan minum obat perangsang aissshhh!" Tidak ada cara biasa yang ada cara instan, dia bahkan tidak peduli dengan efek yang akan di timbulkan obat itu jika sampai kebanyakan minum. Tapi jika tidak meminumnya dia akan kesulitan dalam fokus kerja, mungkin memang dunia malam menyiksa nya tapi kenyataannya dia terjerumus sangat dalam.
Pandangannya seperti memutar, apa yang dia lihat bahkan menjadi buram. Apalagi tubuhnya beberapa kali limbung hingga sempat jatuh. Kepalanya hampir membentur tanah jika tidak ada seorang pun yang menahannya. Ketika kedua matanya melihat secara samar wajah seseorang itu V mendadak beringsut menyingkir. "Apa yang kau lakukan, jangan menyentuhku. Kau habis menyentuh jalang bukan?!" Dia risih dan sama sekali tidak percaya jika akhirnya dia ditolong orang yang sama hampir berkali-kali.
"Kau nampak buruk tapi kau mengelak bagaimana bisa aku membiarkan mu pulang sendiri, bukankah kau anak kesayangan ayahmu." Memapah tubuh itu, dia heran kenapa V bisa sekurus ini padahal dia sering melihat namja ini banyak makan dimanapun berada. "Kau sangat kurus, apakah kau cacingan?"
V merasa pertanyaan itu amat bodoh sekarang, dia sehat dan merasa bahwa gizinya tidak terserap cacing jahat. "Jangan bicara sembarangan bajingan, dan jangan merangkul ku. Aku bisa berjalan sendiri." Begitu sombongnya hingga dia melengos pergi tapi tak sempat karena tubuh itu memang sudah waktunya untuk tidur sejenak.
"Lihat belum aku membantumu sepenuhnya kau sangat keras kepala ya, jangan membiarkan dirimu pingsan di jalan lagi pula aku bukan bajingan seperti yang kau katakan, jangan kasar Taehyung."
"Namaku V, brengsek!" Dia menyela tapi wajahnya sedikit manis karena efek alkohol yang dia minum. Anehnya setiap kali dia minum haram itu mabuknya selalu terbelakang. Bau nafas yang Seokjin hafal ketika menghadapi orang yang mabuk kian membuat dia menggeleng pelan. Dulu Taehyun tak pernah sedikitpun mabuk, tapi sekarang dalam V justru berbanding seratus delapan puluh derajat.
"Kau mabuk, apa kau punya masalah?" Tanya nya dengan ramah, ingin sekali seseorang itu mau berkata jujur sampai akhirnya ada jalinan akrab dan membuat Seokjin sedikit tahu siapa dia sebenarnya. Sampai sekarang V tetap V akan selalu dia tepis jika tak ada bukti nyata, apalagi dia bukan anak kandung dari kedua orang tuanya. Tentu saja dia tahu karena dia membayar seseorang dekat dengan rumahnya untuk menjadi informan.
Licik tapi pintar.
"Aku punya masalah tapi kau tidak harus tahu, memangnya kau siapa. Hanya pengganggu yang menganggap aku adikmu. Tidak ada kata kakak dan adik dalam kita paham!" V sangat diskriminasi pada seseorang disampingnya, dia akan menghajar pria itu jika sampai melakukan hal sembarangan. Sialnya dia melihat bagian tubuh pria itu sedikit lebam, begitu juga dia ingat bahwa pada bagian punggungnya ada tato naga disana.
Menurutnya itu mengerikan tapi, mungkin akan dianggap seni bagi beberapa orang. Sadar atau tidak pandangannya disadari oleh si pemilik tato. "Kau melihat apa?" Dia mengejutkan hingga V salah kaprah dan tingkah, dia tersedak akan air liurnya dan terbatuk dengan pemikiran yang blank seketika.
Melepaskan rangkulan itu dan menarik oksigen dengan banyak, jangan sampai dia terlihat sangat bodoh walaupun tampangnya dianggap polos. "Tidak... Ehem jangan salah paham. Aku suka tato di pinggang mu, ya sangat setetik." Dia melihat ke atas langit entah kenapa hanya kata itu yang keluar dari bibirnya.
Seokjin melihat bahwa V merasa serba salah, tatapannya menghindari dan tidak siap jika ditanya lebih. Dia tersenyum dan mengatakan dalam hatinya bahwa sikap itu persis dengan adiknya. Sama-sama malu dan lucu, tapi disini V jauh lebih fulgar dan pemikirannya melampaui orang dewasa dalam segi hubungan.
Mungkin karena pakarnya dia bisa berbuat semaunya.
"Jika kau suka, aku akan menyuruh temanku membuatkannya dia bagian tubuhmu. Karena orang bilang pria menggunakan tato lebih keren." Itu hanya pendapat, dia tak bermaksud menghasut tapi menawarkan. Setiap manusia berhak melakukan apapun yang mereka suka. "Tidak, aku tidak berminat membuatnya. Hanya saja aku menjadi tidak percaya diri, bagaimana bisa tubuhku akan di coret seperti itu. Menggelikan rasanya." Dia usap lengannya merinding, sungguh dia bahkan tidak tahu jika pada akhirnya pembahasan ini semakin jauh.
"Oh bisa saja, jika kau suka lakukan saja." Bisikan terlalu seduktif, apalagi V melihat bahwa Seokjin sengaja meniup daun telinganya. Dia menakutkan atau apa, atau memang dia mengalami kelainan seperti beberapa pelanggannya. Apalagi ingat kejadian waktu itu lantaran dia menyewa dirinya sebelum kenal, sungguh gila rasanya jika harus dibayangkan. Hanya saja V merasa bahwa ini tak wajar apalagi Seokjin orangnya sulit di tebak. Sampai pertanyaan besar itu membuat dia pusing seketika.
"Apakah kau bau alkohol, kau sama juga mabuk sialan!" Kekehnya dengan tajam, dia mengatakan itu berdasarkan bukti bau tubuhnya. Dia manusia yang berani berkomentar, tapi ketika ketahuan salah yang ada malah dia nyengir. V cukup diam dan tak terlalu menghabiskan tenaga dengan memarahinya, karena dia lelah sendiri.
"Lupakan aku ingin sampai rumah, lain kali jika membantuku tolong gunakan mobilmu sialan!"
Sebenarnya kakinya cukup pegal dan Seokjin tahu bahwa V adalah orang asik yang bisa diajak bercanda. Dia tersenyum bahagia setelah sekian lama murung atau menghabiskan waktu sendiri di atas tebing pantai seperti orang patah hati dan mau bunuh diri.
Mengerikan memang, tapi sayang dia tidak tahu bahwa seseorang tak sengaja melihatnya. Tatapannya lain, dan tangan itu mengepal sungguh ada perasaan dimana dia tidak terima dengan takdir yang mengerikan.
"Kenapa bisa mereka-"
Terpaksa dia pergi dengan cepat ketika salah seorang melihat keberadaannya, dia tidak ingin ada yang tahu bahkan satu anak kecil sekalipun. Dengan membawa benda tajam di tangannya tangan kanan itu mengepal dan membuat sayatan dalam, satu genggaman di tengahnya kesakitan dan dia biarkan.
Dia ingin membantai seseorang karena emosi dan tak apa, karena dia memiliki sesuatu yang tak dimiliki siapapun. Apalagi kalau bukan nyali yang brutal.
"Laknat!"
-
Yoongi merasa bahwa tiap hari suatu kehidupan menjadi sangat bobrok. Tidak ada perubahan yang drastis akan tetapi sesuatu tak pasti akan selalu ada, dimana dia melihat bagaimana Seokjin menjalani harinya dengan rahasia besar. Dia membuang puntung terakhir dari apa yang dia sentuh.
Asapnya sudah tidak ada akan tetapi rasa nikotin itu masih menempel pada lidahnya. Dia menunggu masakan mie instan di sana matang dengan cepat karena perutnya sudah keroncongan, akan tetapi dia melihat gerak-gerik seseorang yang datang ke rumah sederhananya. "Untuk apa kau kesini Kook, bukankah kau marah padaku atas kejadian kemarin?" Yoongi tak menoleh akan tetapi dia seolah bisa mencium bau badannya saat masuk pertama kali dia membuka pintu.
"Kau sudah tahu ya aku datang ke sini, dasar..." Ucapannya mengambang tapi wajahnya sama sekali tidak mengulas senyum kebahagiaan. Pura-pura bahagia itu susah sama sekali tidak bisa dilakukan tanpa ada kejelasan. Dia sendiri mengeluarkan bahan makanan hasil dia belanja di toko, ditaruhnya kantung itu di atas meja.
"Kau ada masalah apa, jangan bilang kau membuat hutang lagi. Apa kau sudah melunasi hutang sebelumnya?" Yoongi melirik ke sana dan karena kejadian sebulan yang lalu itulah hubungan mereka kurang membaik. "Tapi aku sudah melunasi hutang ku dengan lotre yang aku gunakan. Kau tahu rasanya lega tanpa hutang, aku juga tidak lagi mimpi buruk karenanya."
Yoongi mendecih dia sama sekali tidak heran kenapa Jungkook membahas hal lain yang tak berguna sama sekali. Dia kurang paham dengan jalan pikirannya, dia tidak akan tahu bahwa sebenarnya Yoongi sudah muak dengan sikap Jungkook yang kehilangan akal. "Apa yang kau lakukan kali ini, apakah kau melihat kakakmu sekarang Jungkook?"
Berhenti memotong kubis yang akan dia masak, kebiasaan barunya adalah ketika punya masalah dia akan melampiaskan apapun itu dengan memotong sesuatu. Sampai dia puas dan tak ada lagi amarah dari dalam hatinya. Ketika dia melihat bagaimana potongan kubis itu tak rapi, seseorang sudah memprediksi kebenaran itu.
"Kenapa kau mengatakan hal itu, padahal aku sama sekali tidak berniat membahas soal itu." Jungkook menatap tak suka bahkan ada kilatan sendiri dalam tatapannya, terlebih dia melihat orang itu. Seseorang yang begitu dia benci dan menjadi alasan kenapa kakaknya menjauh darinya.
"Mungkin saja, kau akan membahasnya karena aku tahu bahwa kau masih memperhatikan kakakmu. Sudah satu tahun lebih tak berjumpa dan seharusnya kau sadar apa kesalahanmu. Jungkook ingin sekali menimpal tapi dia sendiri malah buntung ingin berkata apa. "Ya, dan aku masih sama membenci keduanya. Di mataku mereka menjijikan."
Yoongi mendengarnya, cara bicara yang begitu jelas hingga telinganya menangis mendengar nya. "Kau menghina kakakmu apakah kau benar peduli padanya. Tolong tarik ucapanmu Jungkook atau aku masih mempedulikan mu." Sebuah ancaman atau tipu muslihat, beberapa kali Jungkook sudah mencoba menghindar tapi tetap saja manusia sipit itu berusaha untuk membujuknya.
"Aku jijik pada Kim Taehyung itu, sama sekali aku enggan memanggil nama sopan untuknya. Dia membuatku merasa sekarang ini, itu buruk dan aku tidak suka akan hal itu." Tatapan emosi dan bibirnya nampak frustasi, giginya gemerutuk dengan sikap bahwa dia tidak manusiawi untuk saat ini. Biasanya empati tapi sekarang mati, perasannya tidak sama seperti saat dia remaja.
Kakaknya gay dan itu karena namja itu, seharusnya Jungkook menolak tidak setuju saat Seokjin berusaha membantu seseorang. Dia amnesia dan ingat lagi begitu juga kenangan itu, sampah tetap sampah. Perkara itu pantas diucap sebagai perumpamaan dimana dia mengatakan hal itu pada bukti yang nyata.
"Kau jangan sembarangan mengatakan bahwa Taehyung bersalah, aku pikir itu tuduhan yang gila." Jawab Yoongi sekenanya, dia sendiri kehilangan nafsu makan walau mie instan buatannya nampak menggoda. Walaupun sekarang posisinya saling memunggungi satu sama lain bukan berarti suasana sekarang bersitegang, hanya saja ini buruk karena anggapan Jungkook merambat kemana-mana.
"Aku tidak gila dan ini fakta, kakakku bisa saja sembuh jika bukan orang itu yang mengingatkannya!"
"Kau tahu tidak, Seokjin Hyung juga pelaku! Dia juga bertanggung jawab atas rasa trauma Taehyung dia juga pernah-" berhenti, dia tidak bisa mengatakan hal itu secara gamblang di depannya. Walaupun kedua mata Jungkook menajam seolah menantangnya mengatakan demikian. "Kenapa kau tidak teruskan, apa karena hal itu cukup gila. Aku sangat setuju jika kau membela kakak, tapi tidak untuk orang itu. Dia saja dijual ayahnya lalu bagaimana dengan harga dirinya."
Yoongi membanting spatula di sampingnya, entah kenapa lidah Jungkook semakin pedas saja. Dia berselisih dengan hati yang panas dan ketika keduanya bersitegang dengan tatapan saling menajam. Satu hal menjadi sebuah alasan, "kau salah, justru Taehyung lah yang menyelamatkan kakakmu. Jika kau paham dan tahu kau mungkin tidak akan pernah mengatakan hal itu keras kepala!" Dia marah dan Jungkook melihatnya melalui lirikan di bawahnya, kedua tangan mengepal menahan dirinya untuk menyerang.
Tak apa jika babak belur, hanya saja dia tidak akan mengubah prinsipnya. Sementara Yoongi dia terus bersabar karena dia tahu Seokjin akan marah besar jika dia menghajar adiknya dengan kalap. "Aku menahan amarahku untuk persahabatan, aku tidak ingin membuat masalah. Walau aku tahu cara bicaramu sangat culas dan menakutkan!" Dia mendorong sedikit kerah itu dan membuat pemuda itu mundur beberapa langkah.
Perutnya sudah keroncongan dan sudah saatnya makan mie instan di temani acara televisi kesayangannya. Mungkin ini terdengar tak logis tapi Yoongi masih menyukai anime. Dengan santai dia pergi ke sofa dan mendinginkan suasana juga otaknya, bersitegang dengan Jungkook sama saja dengan bara api.
Panas dan tidak nyaman.
Sementara dia si pemilik gigi kelincinya masih meneruskan acara memotong kubis nya. Tak peduli dengan gangguan televisi dia sengaja membanting pisau itu dengan keras hingga pemilik rumah mendengarnya. Keduanya diam tak ada percakapan dan suara, keduanya sibuk dalam kegiatan masing-masing.
Urusan tetap urusan dan tak peduli akan apapun lagi, karena semua itu adalah hal percuma.
.
Taehyung sudah menyiapkan banyak sekali karung berisi makanan dan juga mainan untuk mereka yang berhak mendapatkannya. Sebulan kemarin dia memang belum bisa memberikan kepada anak panti tapi kali ini dia jamin semua akan lebih mendapatkannya.
"Terima kasih appa, aku bisa membawanya kok." V melihat bagaimana keringat mengucur di dahi sang ayah, dengan cepat dia mengambil kain dan mengelapnya hingga tak ada lagi keringat di wajah itu." Betapa beruntungnya pria itu mendapatkan anak berbakti seperti di depannya ini.
Tak lama kedatangan mobil membuat keduanya heran apalagi disana dia melihat seseorang melambaikan tangan dengan kepala keluar untuk menunjukkan siapa dia. Rasanya menjadi malas bagi V karena dia berhadapan langsung dengan namja tak kalah tampan darinya. Sementara sang ayah menampilkan senyum ramahnya, dia menganggap siapapun yang datang ke sini dengan cara baik adalah seorang tamu.
Turun dengan gayanya dan melihat ada banyak karung di balik kacamata hitamnya, Kim Seokjin sepertinya dia mengikuti jadwal V hari ini. "Selamat pagi paman, aku ingin ikut V untuk pergi ke... Eh kau akan kemana aku ingin ikut juga." Dengan akrab dia merangkul bahu pemuda itu tapi V nampak tidak suka dan beberapa kali tangannya mencoba menyingkirkan tangan Seokjin dari bahunya.
"Ah kau nak Seokjin, apa kabar lama tidak bertemu. Tentu saja kau boleh jika V tidak keberatan hahahaha..." Tawanya sangat riang dia juga tidak menunjukkan masalah kesehatan yang serius. Entah kenapa dia menjadi membaik sejak dia bisa mengontrol masalah yang terjadi.
V dengan tampang tak suka berusaha untuk menyingkirkan tangan di bahunya, sampai dia mengumpat di dalam hati.
Tapi tetap saja gagal karena namja lebih tua darinya itu terus memaksa dan sok akrab dengan ayahnya. Dia merasa bahwa hal ini akan menghabiskan tenaganya, maka dari itu dia membiarkannya terlebih dahulu. "Kenapa kau kesini, aku tidak butuh bantuanmu ya. Aku bisa pakai taksi!" Dia ingin menginjak kaki itu tapi dengan cepat Seokjin bisa menghindari serangan majemuknya.
Sudah hafal bagaimana perangai yang muda dan membuat dia kini tersenyum senang. "Maafkan aku adikku, tapi kakakmu ini ingin ikut." Dia menepuk punggung itu sebagai sebuah kode bahwa dia bersikeras, dia juga mengingatkan akan hutang itu. Jika tidak boleh ikut maka Seokjin akan menambahkan bunganya. Jika di pikir Seokjin sudah seperti seorang rentenir.
"Kau sangat kejam, tak bisakah kau memberiku kesenangan dan lagi awas saja jika kau mengatakan bunga di depan ayahku aku akan menghajarmu!" Bisik nya, takut jika sang ayah yang ternyata sedang berjualan melayani pembeli disana mengetahui nya." Sesekali dia tersenyum dan tak menunjukkan wajah garang itu di depan ayahnya. Bagaimanapun pria hebat menurut pandangannya itu sangatlah peka.
Antusiasme sang ayah diturunkan padanya, tapi hal itu sirna saat Seokjin dengan berani menyentuh karung yang sudah diikat rapi itu dan masuk ke dalam mobil. Tak ada lima menit lengan kekar itu berhasil memasukkan beberapa diantaranya hingga karung terakhir di bagasi belakang. Dia juga sudah menata itu tanpa takut jika usaha V yang susah payah akan rusak.
Pada akhirnya ketika namja muda itu sedang berfikir dingin agar tidak berkelahi, sebuah seruan terdengar dengan jelas dari dalam mobil.
"Hei, ayo bukankah kau mau mendapatkan kebaikan. Kau GPS-nya dan aku kemudinya." Wajah itu sumringah, masih tampan menggunakan kacamata hitam. Tangan kanannya juga menepuk kursi kosong di sampingnya. Demi Tuhan V sungguh tidak ingin bertemu dengan dua lagi jika boleh, karena ada banyak ribuan alasan selain dia tersaingi akan wajah tampan.
Masuk dengan terpaksa dan menutup pintu hingga berbunyi dengan orang seperti emosi. Seokjin tak takut jikalau kendaraannya rusak, dia bahkan tidak menoleh sedikitpun ke empunya. Justru menatap ke depan dan bersandar di sana dengan tatapan dingin.
Tatapan lebih dingin dari es di kutub Utara, bahkan Seokjin saja merasa dingin akan auranya. Mungkin saja V adalah titisan manusia salju. Sadar jika pemuda itu tengah emosi dengan senyum manisnya Seokjin memberikan permulaan, dia ingin damai dan bukan cari musuh.
Tangannya juga memberikan sesuatu yang dia yakini juga akan disukai olehnya.
"Kau mau?"
V melihat hal itu sebagai benda yang mahal juga dia idamkan selama ini.
.....
TBC ...
Maafkan aku kalau ceritanya kurang memuaskan, aku berusaha agar ceritanya bagus dan bisa menghibur kalian.
Terima kasih untuk dukungan kalian...
Salam sayang untuk para penggemarku 💙
Gomawo and saranghae...
#ell
02/01/2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro