Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

You Or You -- 5

"Woi! matiin musiknya. Berisik!" teriak Rangga dari depan rumah Dinda sambil menggedor-nggedor pintu tanpa henti.

Sesaat kemudian muncul Dinda membukakan pintu karena merasa paginya di hari minggu harus diwarnai teriakan tetangganya. "Ngapain sih teriak-teriak!" bentak Dinda tak terima.

"Musikmu tuh, bikin telingaku tuli!" ketus Rangga.

"Masalahmu sendiri sama telinga, ngapain gedor-gedor pintu rumahku?" sewot Dinda tak kalah berteriak.

"Yah, gara-gara musik dari rumah ini makanya ada hubunganya." Rangga berdecak sambil tersenyum remeh.

"Lagian ya, ini bukan musik rock yang berisik. Ini lagu anak-anak yang ceria penuh semangat. Nggak mungkin banget bikin telinga kamu tuli. Lebay amat!" Jelas saja Dinda membela diri, merasa tak terima.

"Selera musikmu payah. Matiin  atau kubanting tape nya sekalian!" ancam Rangga sambil berlalu.

Apa-apan nih cowok maen banting segala. Tapeku beli pake uang bukan pake daun. Kalo rusak emang dia mau ganti? gerutu Dinda sambil mengunci pintunya kembali.

♡♡♡

Kamu sibuk hari ini?

Sebuah pesan dari Denis terpampang jelas di handphone milik Dinda. Ia berpikir sebentar dengan apa yang ditanyakan Denis padanya. Yah, hari minggu buat Dinda tidak jauh dari acara bersih-bersih rumah atau belanja kebutuhan. Ia tak banyak memiliki teman. Hanya teman sekantornya saja yang ia kenal di sini, dan jarak rumah mereka cukup jauh satu sama lain.

Tidak. Memangnya ada apa Den?


Aku berencana jalan-jalan dengan Adel. Mau ikut?

Baiklah. Jam berapa aku harus datang?


Satu jam lagi aku jemput.

Setelah menerima pesan terakhir Denis, segera Dinda pergi ke kamar mandi. Bersiap-siap dengan pakaian casual. Postur tubuhnya yang tidak terlalu tinggi membuatnya tampak seperti AaBeGe jika berpakaian santai.
Mematut diri, memastikan penampilanya. Dinda mulai memikirkan ke mana kira-kira Denis akan mengajaknya jalan-jalan?

Ketukan pada pintu rumahnya membuat Dinda segera berjalan untuk membuka. Tampak Denis dengan kaus polo serta celana jeans selutut berdiri di depan pintu. Untuk sesaat Dinda terpaku dengan penampilan Denis yang segar. Biasanya ia melihat laki-laki itu menggunakan setelan jas kantor, sekarang berubah drastis dengan baju santai.

Bukanya mengurangi kadar ketampananya malah membuat Denis lebih terlihat meawan. Jiwa mudanya bergejolak kentara.

"Ayo!" ajak Denis membuat lamunan Dinda buyar.

"Ibu!" teriak Adel dari balik kaca mobil Denis.

"Hai, Adel!" sapa Dinda riang.

Adel duduk di belakang sedangkan lagi-lagi Dinda akan duduk berdampingan dengan Denis.  Jantungnya semakin berdetak cepat.  Segera ia palingkan pandangan ke arah jalanan di sampingnya.

Jalan-jalan yang dimaksud Denis adalah berkunjung ke Kebun Binatang. Tampak Adel berlarian ke sana ke mari ingin melihat lebih dekat berbagai macam hewan. Dinda pun ikut berlari mengikuti Adel, sedangkan Denis berjalan santai di belakang mereka sambil memperhatikan keduanya yang tengah berlarian penuh tawa. Sesekali Dinda dan Adel akan melakukan foto berdua.

Denis memperhatikan keponakanya yang begitu antusias memperhatikan atraksi lumba-lumba. Sesekali tawanya terdengar sambil tanganya bertepuk tangan. Denis ingat bagaimana senangnya saat kemaren Denis menawarinya jalan-jalan. Maklum saja karena kesibukan orang tua Adel, membuat keponakannya ini jarang menghabiskan weekend  dengan berjalan-jalan seperti ini. Pun Denis sengaja menjadikan Adel alasan untuk megajak sekalian Dinda.

Entah kenapa sosok Dinda yang begitu ramah dan riang saat mengantar Adel ke kantor Denis beberapa waktu lalu, membuat pria lajang itu tertarik dengan Dinda. Pakaian seragam khas gurunya sangat cocok dengan tubuh Dinda. Dan sekarang saat Dinda hanya memakai pakaian yang bisa dikatakan mirip anak remaja yang tengah berdarmawisata, membuat Denis merasa gemas. Sosok ceria dengan  kesederhanaan, membuat Denis merasa nyaman mengenalnya. Tak seperti wanita yang bekerja di kantornya, yang sengaja memakai pakaian minim dengan make up tebal untuk sekadar menarik simpati lawan jenis.

Denis sadar tam jarang kelakuan karyawanya memang ditujukan untuk dirinya, namun apa daya Denis bukan penikmat wanita seperti itu. Mungkin, seperti sosok Dinda yang sederhana.

"Uncle ... ayo foto sama Ibu Dinda, Adel yang fotoin." Adel menyeret tangan Denis agar mendekat ke arah Dinda yang tengah asyik mengelus burung nuri di jari tangannya.

Saat tahu Denis mendekat, Dinda kaget dan segera menawarkan burung yang dibelai kepalanya ke arah Denis, agar sama-sama berinteraksi bersama.

"Ayo, Uncle, Ibu, hadap sini!" perintah Adel yang membuat kedua wajah di hadapan Adel mengarahkan pandanganya ke kamera.

Secara tiba-tiba tangan Denis meraih pundak Dinda dan merekatkan ke samping tubuhnya. Wajah bersemu merah menghiasi pipi Dinda dan senyum pun merekah di bibir dan hati keduanya.

KLIK.

"Lebih deket dong, Uncle," perintah Adel yang membuat tangan Denis turun ke pinggang Dinda dan meraih tubuhnya lebih menempel. Panas dingin tubuh Dinda semakin menjadi. Senyum yang awalnya masih ia pamerkan mendadak menjadi canggung.

"Maaf membuatmu tak nyaman," ucap Denis setelah sesi foto dari Adel berakhir. Denis khawatir dengan perubahan mimik Dinda saat laki-laki itu mengeratkan tangannya di pinggang.

"Ah tidak, hanya kaget saja," ungkap Dinda masih dengan rasa malu sekaligus senang dengan perlakuan Denis barusan.

"Uncle, aku lapar! Ayo makan," rengek Adel yang kini tengah bergelayut manja pada tangan Denis.

"Iya kita makan. Yuk!" ajak Denis yang disambut Adel kegirangan.

♡♡♡

"Pelan-pelan makanya, Adel," nasehat Dinda seraya tanga,nya mengambilkan gelas minuman pada Adel

"Aku lapar sekali, Bu," alasan Adel.

"Tetap saja harus pelan-pelan. Ayamnya tidak akan lari ke mana-mana," ucap Dinda menasehati lagi.

Adel tampak sibuk dengan ayamnya, sedangkan Denis menikmati setiap gigitan kentang gorengnya dengan pelan. Dinda yang merasa kelaparan karena tidak sarapan tadi pagi sibuk dengan nasi dan ayam gorengnya. Sesekali ia menyeruput minuman hingga menimbulkan suara yang sedikit berisik.

Denis memperhatikan Dinda yang makan dengan pipi menggembung. Menggerogoti tulang ayam serta menyeruput tandas cola hingga tanpa sisa.

"Eh, maaf ya, Den, seharusnya aku makan lebih sopan," ungkap Dinda sambil mengelap mulutnya dengan tisu.

Denis hanya tersenyun dengan sifat apa adanya Dinda. Biasanya perempuan akan menolak makanan fast food dengan alasan berat badan, namun Dinda sama sekali tak mempermasalahkan itu.

"Apa kamu lapar sekali, Din?" tanya Denis.

"Iya. Tadi aku belum sarapan." Dinda terkekeh jujur.

Setelah makanan mereka habis, Denis membungkuskan beberapa potong ayam serta nasi untuk dibawa pulang Dinda karena Denis merasa takut Dinda akan kelaparan malam nanti. Mengingat nafsu makan Dinda lumayan besar.

Dinda yang dibekali makanan yang banyak oleh Denis merasa tak enak hati dan malu. Namun ia juga senang karena malam ini ia tidak mengeluarkan uang untuk makan malamnya.

Denis mengantar Dinda hingga rumahnya. Lambaian tangan Dinda mengiringi laju mobil Denis yang semakin menghilang.
Dibawanya makanan yang dibungkuskan Denis tadi ke dalam rumah

Banyak banget ... gimana ngabisinya? Masak aku makan sendirian? Bisa meledak nih perut.

Melirik ke seberang, Dinda tahu siapa orang yang akan diajaknya menghabiskan makan malam bersamanya.

--------------

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro