Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

You Or You -- 19

Dinda mengunci pintu rumahnya tepat saat melihat Mei sudah siap di depan rumahnya. Sejak Mei tinggal di rumah kontrakan Rangga, kini keduanya selalu berangkat bersama.

"Udah siap?" tanya Mei begitu Dinda naik ke atas boncengan motornya.

"Udah," singkat Dinda.

Motor melaju menuju Taman Kanak-Kanak tempat mereka memberikan sedikit ilmu. Jika dihitung-hitung, gaji mereka memang jauh dari kata cukup namun rasa puas saat melihat setiap anak didiknya berhasil meyelesaikan tugas, mematuhi ajarannya, dengan bangga mempersembahkan hasil karyanya atau dengan tulus mereka memberikan pujian, hal itu jauh melebihi 'gaji' materi.

Sesampai di kelas, seperti biasa di hari Senin selalu dilaksanakan upacara bendera. Setelahnya mereka baru masuk ke dalam kelas, memulai belajar dengan mengucapkan doa secara lantang bersama-sama.

♡♡♡

"Din, ehm ... gimana rasanya?" tanya Mei ragu saat jam istirahat berlangsung dan keduanya masih sibuk menorehkan nilai pada lembaran tugas mewarnai murid-muridnya.

"Apanya?" bingung Dinda dengan pertanyaan Mei.

"Rasanya pacaran sama, siapa tuh nama cowokmu?" Pura-pura Mei bertanya tentang nama kekasih baru Dinda.

"Owh, Denis maksudnya? Ya ... biasa aja sih, seneng soalnya ada yang nanyain kabar. Hapeku rame sama tuh orang," pamer Dinda membuat sahabatnya itu sedikit cemburu.

"Ehm gitu ya?" Mei tidak lagi bertanya tentang sosok Denis. Hatinya terlalu kacau. Meskipun rasa sakit itu masih membekas, namun perasaan cinta yang dulu begitu dalam ia tancapkan untuk sosok lelaki itu belum hilang sama sekali.

Kecewa. Ia pernah sangat kecewa dengan sikap Denis yang tidak memberi keputusan tentang hubungan mereka. Meskipun ribuan kata sayang terus terucap, namun apalah artinya bagi perempuan jika status hubungan mereka tidak juga pasti. Sahabat? Tapi perasaanya lebih dari status itu. Kekasih? Bahkan Denis tak sekalipun memplokamirkan hubungan mereka. Adik? Yah, mungkin itu saja arti kehadiran dan rasa sayang bertubi-tubi yang diberikan Denis padanya.

Mei menatap ke arah Adel yang tengah bermain dengan Rasya di dekat pintu.

Anak itu benar-benar tumbuh dengan cantik.

Senyum Mei kemudian terukir melihat Adel tertawa karena berhasil menangkap Rasya dan merebut mainannya kembali.

Ingatannya masih segar saat Adel baru berusia satu tahun mengajaknya bermain. Dengan telaten Mei memegangi Adel kecil yang belajar berjalan. Sesekali terjatuh karena masih belum seimbang. Mei membantu Adel berdiri dan menenangkan anak itu yang masih menangis.

"Hoi, nglamun aja!" tegur Dinda melihat Mei melamun menatap pintu.

"Eh iya sorry  keasyikan melukis awan," kekeh Mei menyembunyikan bayangan masa lalu yang selalu hadir tiap mamandang Adel.

"Minggu depan udah akhir semester dan libur segera datang." Dinda gembira. Bagi Dinda libur semester berarti kesempatannya untuk pulang ke kampung halaman.

"Di mana kampung mu?" tanya Mei

"Jogja, di daerah Sleman."

"Jauh nggak sama Mallioboro?"

"Sama kayak dari rumah ke sekolah."

"Wah asyik dong, aku mau ikut mudik boleh ya ... ya ... please?" rengek Mei.

"Nggak janji ya, tapi boleh lah kapan-kapan." Mei berbinar bahagia saat mendengar tanda setuju dari Dinda.

♡♡♡

Denis memandangi sebuah foto berbingkai kayu yang ia letakkan di dalam laci. Ia masih menyimpannya, kenangan itu bersama seseorang yang teramat ia sayangi. Dulu meski hanya sebagai seorang adik pada awalnya. Namun tak dipungkiri jika benih cinta itu mulai tumbuh di antara keduanya. Tanpa kata, tanpa kejelasan serta tanpa kepastian bagaimana hubungan mereka. Yang Denis tahu ia menyayangi gadis itu, memberikan seluruh hati dan kebahagiaannya hanya untuk dia.

Dulu, saat sebuah telepon yang membuatnya meninggalkan negara ini menyusul sepupunya yang lebih dulu menenggelamkan hari-harinya dengan urusan bisnis keluarga Abimana.

Tak sempat ia mengucapkan nyanyian perasaannya, dendang perpisahan secara bersamaan sebagai bukti bahwa ia amat menyayangi gadis itu melebihi status sahabat dan adik kecilnya.

Ia tak cukup berani menyatakan pada gadis itu -tunggu kedatanganku kembali-- karena ia memang pengecut. Takut jika gadis kecilnya hanya menganggap Denis seorang kakak semata, takut jika memang perpisahan sementara itu hanya akan menyakiti hatinya. Namun sebaliknya, justru kebisuan pada perasaan membuat keduanya semakin tersakiti.

♡♡♡

Hari libur semakin dekat, Dinda dan Mei begitu disibukkan dengan nilai rapot. Sebelum liburan tiba, anak-anak akan menerima hasil belajar mereka selama satu semester, dan inilah yang harus dilakukan kedua orang itu, merekap nilai harian dan menuliskanya pada lembaran rapot.

Akhir minggu ini merupakan jadwal rapot dibagikan kepada wali murid. Dan dalam seminggu kedepan, Dinda dan Mei akan lembur dengan deretan nilai, pengumpulan seluruh hasil belajar setiap siswa yang akan dibagikan bersama dengan rapot.

Sejak seminggu pula Denis tidak pernah datang ke rumah Dinda seperti hari-hari berikutnya. Bukan karena ia merasa tidak enak hati karena perasaanya tertolak, hanya saja ia tak sanggup melihat gadis itu selalu berkeliaran disekitar Dinda. Ia belum siap untuk menjelaskan semuanya.

Dan hari yang dinantikan pun tiba. Dinda menumpuk buku rapot sesuai abjad absensi dan menjadikan satu di meja yang sudah ia tata berada ditengah bagian depan menghadap para wali murid.

Satu persatu wali murid datang,Mei bertugas menyambut mereka dari depan pintu kelas. Mempersilahkan duduk dan menyuguhkan snack hingga seluruh kursi mulai penuh. Kata pembuka dari wali kelas serta sedikit pesan untuk wali murid telah disampaikan Dinda dengan lancar. Kemudian satu persatu akan dipanggil sesuai nama anak mereka. Maju kedepan, duduk berhadapan dan mulailah menyampaikan hasil belajar anak mereka secara lisan maupun tertulis.

Saat keduanya masih sibuk di dalam, tiba-tiba suara seseorang meminta maaf atas keterlambatanya membuat sebagian orang menoleh ke arah pintu. Dinda yang mengetahui siapa yang datang hanya tersenyum memaklumi. Berbeda dengan Mei, begitu melihat Karin berdiri di ambang pintu seketika membuat lidahnya kelu untuk segera mengucap selamat datang. Pandangan keduanya menyatu. Karin menatap Mei dengan penuh kerinduan sama seperti Mei yang sudah menganggapnya sebagai kakak.

♡♡♡

"Bagaimana kabarmu, Mei?" tanya Karin begitu seluruh wali murid sudah pulang menerima rapot anaknya masing-masing. Keduanya duduk di kursi panjang depan kelas.

"Baik, Mbak"

"Kamu masih marah?" Bukan hanya marah, namun juga kecewa dengan sikap adiknya yang begitu pengecut meninggalkan dirinya tanpa kejelasan. Bahkan sekedar berpamitan pergi untuk tujuan, berapa lama saja tidak. Hingga kenyataan pahit saat Mei nenghubungi laki-laki itu melalui ponsel setelah berkali-kali dan berminggu-minggu gagal, ponsel itu pada akhirnya terangkat namun bukan suara orang yang ia harapkan, justru suara perempuan dengan nada manja. Hanya kalimat pendek, tapi sudah meremukkan emosi Mei. Ia amat kecewa ternyata memang benar, ia hanya adik kecil bagi Denis yang tidak pernah menjadi 'perempuan' di matanya.

"Hem ... tidak Mbak. Aku sudah lama melupakan itu."

"Mei, coba dengarkan penjelasan Denis agar salah paham ini tidak berlarut-larut."

"Tidak ada yang perlu dijelaskan Mbak. Semua memang harus seperti ini," ucap Mei sambil tersenyum getir.

"Mbak hanya ingin yang terbaik untuk kalian. Selesaikanlah sebelum semuanya terlambat." Karin mengakhiri perbincanganya. Ia mengecup lembut pipi Mei sebelum berjalan menjauh menuju mobilnya yang terparkir.

"Bilang pada Rangga untuk selalu waspada sebelum rencana kita terbongkar," pesan Karin yang diangguki Mei.

♡♡♡

Rangga melirik kesal pada jam dinding di kamarnya. Dikeluarkan handphone miliknya menghubungi nama seseorang.

"Carikan perempuan lain, dia benar-benar tidak memuaskan!"

"......."

"Dia terlalu berisik, sepanjang malam hanya menjerit dan mendesah saja."

"......"

"Pastikan permainan panas ini aku yang ambil kendali."

Klik.

Rangga menyeringai dari sudut bibirnya. Dilemparkan handphone miliknya sembarangan kemudian ia bangun dan berjalan menuju kamar mandi.

---------

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro