5
“Halo, Iva,” balas Aurelia sambil melambaikan tangannya kepada Iva dan Edwin. “Sampai jumpa, kau anak tak tahu diri,” ucap Aurelia kepada Aileen.
“Ya, ya. Cepat pulang. Aku punya pekerjaan hari ini,” ucap Aileen. Artinya dia tidak akan bisa mengantar Aurelia ke pelabuhan dan hanya bisa mengantarnya sampai di luar pintu rumahnya.
“Memangnya apa salahnya mengantarku sebentar?” protes Aurelia.
Aileen tidak menjawab dan hanya menutup pintunya. Mengabaikan protes dari Aurelia.
Sementara Aurelia yang dikunci dari luar sudah mengucapkan sumpah serapahnya kepada Aileen.
Edwin, dari pagar vilanya, menutupi kedua telinga Iva dan berucap kepada Aurelia, “Nona Aurita. Ada anak kecil disini.”
“Ah, maaf,” ucap Aurelia sambil menatap Edwin dan mengatupkan kedua tangannya. “Kalau kau begitu mencintai pekerjaanmu, nikahi saja pekerjaanmu sana!” teriak Aurelia sebelum berpaling dari pintu dan berjalan sambil menyeret kopernya. Entah apa yang dibawanya di sana.
“Nona Aurita, Anda pulang setelah hanya berkunjung selama satu hari?” tanya Edwin yang membuka pintu mobilnya dan mendudukkan Iva di kursi depan.
“Ah, Ketua Guild Silverbreaker sudah tahu identitasku. Jangan bilang...! Kau juga menyelidiki identitas si pemalas pemilik vila nomor 31?!” ucap Aurelia dengan nada terkejut yang dibuat-buat.
“Haha, sepertinya nona Aurita juga sudah menyelidiki Saya. Sungguh sebuah kehormatan,” balas Edwin, tidak menyangkal pernyataan Aurelia. “Lagi pula, siapa yang tidak pernah melihat putri Predana Menteri Aurita?” lanjutnya.
“Ucapanmu ada benarnya juga, Ketua,” ucap Aurelia sambil mengetik sesuatu di ponselnya.
“Apa nona perlu di antar?” tanya Edwin setelah membantu Iva mengenakan sabuk pengamannya dan menutup pintu mobil di depannya.
“Tidak. Tidak perlu. Dan juga, panggil aku dengan namaku, tidak perlu berbicara dengan formal,” jawab Aurelia.
“Baiklah kalau begitu, sampai jumpa lagi, Aurelia,” ucap Edwin sebelum masuk ke dalam mobilnya dan pergi begitu saja.
Sementara itu, Aileen yang masih berdiri menghadap pintu depannya tidak sengaja mendengar percakapan mereka.
Silverbreaker? Huh? Di mana aku mendengar nama ini?
Karena Aileen tidak begitu tertarik dengan hal-hal yang berbau sihir dan politik, dia mengalami kesulitan dalam mengingat nama itu.
Ah, sebentar...
Dan hanya ketika dia selesai membuat sarapannya baru dia mengingat sesuatu.
Tetangganya ternyata Edwin Haynes, ketua dan pendiri Guild Silverbreaker. Kalau tidak salah, orang-orang di klannya pernah membicarakan tentang pria ini. Mereka bilang dia sudah gila, otaknya tidak beres dan semacamnya. Sungguh mengejutkan ketika mendengar kalimat itu dari anggota klan Rattan yang terkenal dengan julukan monster. Aileen ingat, ketika dia tidak sengaja mendengar percakapan mereka, dia berpikir, “Ah, dia salah satu maniak pertempuran seperti kakaknya.”
Tidak pernah dia bayangkan bahwa pria yang sedang dibicarakan waktu itu akan menjadi tetangganya. Tidak di mimpi paling gilanya.
Aileen duduk diam di atas sofanya, ponsel di tangan.
Hm... haruskah aku? Hm... seharusnya ini tidak apa-apa. Toh aku penasaran.
Dia lalu membuka internet dan mencari nama “Ketua Guild Silverbreaker” di mesin pencarian. Beberapa detik kemudian, ribuan artikel muncul dari pencariannya.
[Silverbreaker, mengetahui tentang Guild yang hampir setara dengan Guild Fellight milik penerus Klan Rattan, Nathan Garcia]
[Edwin Haynes, pria pendiri Silverbreaker]
[Markas Guild Silverbreaker dipindahkan ke Pulau Surga Bersalju]
Dan seterusnya.
Aileen membuka artikel pertama dan membaca teks di dalam ponselnya dari awal sampai akhir. Dia lalu membaca artikel yang lain dengan pola yang sama dan menarik kesimpulan : Edwin bukan seseorang yang bisa kau provokasi.
Wow... dia selevel dengan Nathan. Tidak, Melebihi Nathan.
Mengetahui fakta itu, Aileen tiba-tiba mempunyai ide yang absurd.
Dia menggeleng, membuang jauh-jauh idenya. Setidaknya dia tidak perlu khawatir, karena dia tidak pernah memperlakukannya dengan buruk... kan?
Aileen menggelengkan kepalanya, lalu naik ke lantai dua dan berjalan menuju kamarnya, berniat tidur ‘siang’.
🏡🏝🏡
Saat Aileen bangun, matahari sudah hampir terbenam. Dia lupa mengerjakan pekerjaannya, dan dia lapar sekarang.
Aileen tidak sengaja melihat keluar balkon, tempat di mana kebunnya seharusnya berada. Aileen membuka pintu kaca yang menghubungkan ke teras belakang dan melihat halaman belakangnya yang dikatakan ‘gersang’.
Tanaman miliknya masih berada di rumahnya dahulu dan masih dalam proses pengiriman. Entah apa yang menyebabkan proses pengirimannya lebih lambat. Dan juga... Aileen tidak tahu bahwa halaman belakangnya sebesar ini.
Sepertinya dia akan mengerjakan halaman belakangnya sementara ini dan memundurkan pekerjaannya.
Aileen masih berdiri di tengah halaman belakangnya dengan tangan terlipat di depan dada, memikirkan apa saja bunga, sayur, dan rempah-rempah yang akan dia tanam.
“Kakak Ailin!”
Aileen menoleh ke arah suara dan melihat Iva yang sedang berjinjit di depan pagar semak-semaknya.
Aileen lalu menghampiri Iva supaya gadis kecil ini tidak perlu berjinjit lagi demi melihatnya.
“Halo, Iva,” sapa Aileen.
Iva yang sekarang berdiri dengan normal, mendongak dan bertanya, “Halo, Kakak Ailin. Sedang apa?”
“Memikirkan tentang tanaman apa yang akan kutanam nanti. Kalau Iva?” balas Aileen.
“Sedang bermain!” jawab Iva.
“Sendirian?” tanya Aileen.
Iva menggeleng, “Dengan Mama,” jawabnya.
Seorang perempuan lalu mendekati Iva dan mengejutkannya.
“Kena! Sekarang Iva yang jaga!” ucap perempuan itu.
Aileen hanya menatap semua ini dengan bengong.
Jadi mereka bermain petak umpet? Tapi, yang lebih penting lagi... perempuan ini seperti Edwin versi perempuan. Woah... pikir Aileen sambil menutupi mulutnya dengan telapak tangannya.
“Ah, halo,” sapa perempuan itu.
“Halo,” balas Aileen setelah tersadar dari pemikirannya.
“Jadi kau Aileen yang dibicarakan Iva hari ini? Halo, aku Eden, ibu dari Iva dan adik kandung Edwin,” ucapnya memperkenalkan diri dengan senyuman.
“Ah... kalian berdua sangat mirip ya,” ucap Aileen.
Eden kemudian merenggut dan berucap, “Aku dan dia? Tidak sama sekali. Bagian apa yang mirip dengannya?”
Ah. Sepertinya Aileen salah bicara.
Tapi, entah kenapa sikapnya mirip dengan Kakak perempuannya ketika diberitahu bahwa dia mirip dengan Kakak laki-lakinya. Aileen merasa nostalgia.
“Apa yang kalian bicarakan,” ucap Edwin yang tiba-tiba muncul di belakang Eden.
Eden berteriak terkejut, lalu memarahi kakaknya sambil menutupi telinga Iva supaya Iva tidak mendengar kata-kata kotor yang keluar dari mulutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro