Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2

Aileen mengangguk lalu balas menyapanya, “Halo, gadis kecil. Apa kau tetanggaku?” tanya Aileen sambil memasang senyuman. Jika Aurelia melihat ini dijamin dia akan pingsan berdiri.
 
“Um! Um! Unit nomor 32!” jawab gadis kecil itu dengan antusias.
 
“Di mana orang tuamu?” tanya Aileen lagi. Dia sudah tidak sabar ingin rebahan dan merelaksasi punggungnya yang sakit.
 
“Papa dan Mama pergi berlibur. Paman lupa menjemput Iva, jadi Iva jalan kaki kesini!” jawabnya.
 
“Jalan kaki? Apa sekolahmu dekat?” tanya Aileen lagi.
 
Gadis kecil, Iva, mengangguki pertanyaan Aileen.
 
“Kau tidak lelah?”
 
Iva menggelengkan kepalanya, “Lelah.”
 
“Gadis kecil, kau tahu kan kau tidak boleh berbicara dengan orang asing sembarangan?”
 
Iva mematung sebentar, lalu mengangguk. Sepertinya dia sudah menyadari perbuatannya.
 
“T-Tapi kakak baik! Iva tahu itu!” ucap Iva sedikit tergagap.
 
“Oh? Benarkah?”
 
Iva mengangguk-anggukkan kepalanya.
 
“Tapi kenapa kau pulang sendirian? Tidak takut di culik om-om gondrong?”
 
Iva kembali mematung.
 
“Seperti kakak misalnya.”
 
Iva lalu menatap Aileen dengan waspada. Mata besarnya melotot, membuatnya semakin terlihat lucu, ditambah wajahnya yang memerah karena panas dan lelah ketika dia berjalan pulang.
 
“Ti-Tidak apa-apa! Sekolah Iva dekat dengan rumah, dan juga di sepanjang jalan banyak paman dan bibi tetangga lainnya! Jadinya Iva tidak takut!” jawab Iva, masih dengan tatapan waspadanya yang ditujukan kepada Aileen.
 
Aileen tak kuat menahan tawanya lagi. Dia pun tertawa sambil memegangi perutnya. Aileen lalu terbatuk-batuk akibat tawanya yang kencang.
 
“Baiklah, baiklah. Aku akan berhenti menggodamu,” ucap Aileen sambil menyapu air matanya.
 
“Gadis kecil,” panggil Aileen.
 
“Iva.”
 
“Iva, apa Iva punya nomor telepon paman Iva?” tanya Aileen.
 
Dia tidak bisa membiarkan anak ini masuk ke dalam rumahnya karena barang-barangnya masih belum di susun dan dia belum belanja bahan-bahan makanan. Hanya ini pilihan yang dia punya.
 
“Hmmm...” Iva lalu memasang pose berpikir, tangan di dagu sambil sesekali memijat dagunya, persis seperti kakek-kakek berjanggut panjang.
 
Melihat itu, Aileen ingin kembali tertawa.
 
“Ah!” teriaknya. Iva lalu membuka tasnya dan mencari sesuatu. Tak lama kemudian, dia menyerahkan secarik kertas kepada Aileen.
 
“Apa ini nomor pamanmu?” tanya Aileen sambil menerima kertas yang Iva beri.
 
Iva mengangguk.
 
Aileen membuka secarik kertas ditangannya yang di dalamnya bertuliskan, “Hubungi 0XXX-XXX-XXX – Edwin”
 
“Paman bilang jika Iva tersesat atau terjadi sesuatu kepada Iva, Iva harus pergi ke pos telepon? Atau ke kantor polisi lalu menyerahkan kertas ini,” jelas Iva.
 
“Ohh. Kalau begitu kenapa Iva tidak melakukan apa yang paman Iva suruh?” tanya Aileen sambil men-dial nomor tadi.
 
“Iva pikir mungkin Iva akan berpapasan dengan paman,” jawab Iva dengan patuh.
 
“Ohh,” jawab Aileen sambil mengangguk.
 
Pemikirannya tidak salah. Tapi gadis ini terlalu berani. Jika terjadi sesuatu...
 
Aileen menghentikan pemikirannya ketika panggilannya tersambung.
 
Halo?” jawab sebuah suara di seberang sana.
 
Wow. Bariton...
 
Halo?” ucap pria di seberang sana lagi.
 
“Ah, ehem. Saya Aileen, tetangga baru di unit 31. Sepertinya keponakan Anda... uh dia bilang dia berjalan kaki dari sekolahnya ke rumah Anda. Lalu dia bilang Anda lupa menjemputnya.“
 
Ah! Aku lupa! Tuan Aileen? Mohon maaf atas hal ini, saya akan segera menuju ke sana.
 
“Ah, baguslah kalau begitu.”
 
Pria di seberang sana langsung memutuskan panggilan mereka.
 
“Iva tunggu sebentar. Pamanmu sebentar lagi akan tiba,” ucap Aileen kepada Iva yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka. “Apa Iva ingin masuk ke dalam? Hari ini hari yang panas, setidaknya berteduh dahulu daripada Iva pingsan. Apa Iva mau pingsan?” sambungnya.
 
Iva mengangguk ketika Aileen menawarinya untuk masuk ke dalam dan menggeleng ketika Aileen bertanya apa dia ingin pingsan.
 
“Ayo, masuk,” ucap Aileen sambil menuntun Iva masuk pekarangan depannya.
 
“Tunggu sebentar, aku akan membuka pintunya,” ucap Aileen sambil mencari kunci pintunya di tas kecil yang bertengger di bahunya.
 
Klek Klek
 
Setelah pintu berukuran sedang di hadapannya terbuka, Aileen berucap, “Silakan masuk, Iva.”
 
Iva lalu berjalan masuk tanpa ragu-ragu, lalu tercengang ketika melihat tumpukkan kardus yang tertata rapi di samping sofa.
 
Aileen hanya tersenyum ketika melihatnya.
 
“Kakak! Kakak punya banyak barang!” ucapnya sambil menatap tumpukkan kardus di depannya sambil berjangkit.
 
Aileen memberikan botol air minum yang di beli di perjalanan tadi kepada Iva.
 
“Minum ini. Belum kusentuh,” ucap Aileen. Nada bicaranya kembali normal dan perkataannya menjadi singkat.
 
Iva dengan senang hati menerimanya setelah Aileen membukakan tutup botolnya.
 
Iva duduk di sofa sementara Aileen bersiap-siap untuk membereskan barang-barangnya.
 
Terdengar suara mobil mendekat. Iva lalu turun dari sofa dan berlari ke arah pintu sambil berucap dengan semangat, “Paman sudah tiba!”
 
Aileen menutup kardus yang baru saja dia buka dan berjalan mengikuti Iva menuju pintu depan.
 
Lebih baik menyapa mereka sekarang dari pada aku harus menyapa mereka nanti. Pikir Aileen.
 
“Paman!” teriak Iva dengan semangat sambil meloncat ke arah pamannya.
 
“Iva,” sahut sang paman sambil menyambut Iva.
 
Dia lalu mengalihkan pandangannya kepada Aileen yang berjalan menuju mereka.
 
“Halo, Tuan Aileen?” sapanya.
 
“Halo. Panggil Aileen saja,” balas Aileen sambil tersenyum.
 
“Terima kasih sudah membantu Iva dan saya,” ucapnya sambil mengulurkan tangan. “Panggil saja Edwin,” ucapnya sambil tersenyum sopan.
 
“Salam kenal, Edwin,” balas Aileen dengan senyum yang tak kalah sopan.
 
“Iva, ayo pulang,” ucap Edwin sambil menggendong Iva.
 
Iva lalu mengangguk, “Sampai bertemu lagi, Kak Ailin!”
 
Aileen hanya tertawa sementara Edwin mengoreksinya, “Aileen, Iva. Aileen.”
 
“Um. Ailin,” ucap Iva.
 
Mereka berdua lalu berjalan menuju Unit di samping kanan vila milik Aileen.
 
 

🏡🏝🏡

Ting-tong! Ting-tong!
 
Suara bell yang bergema di seluruh rumah membangunkan Aileen dari tidurnya. Semalam, dia membereskan barang barangnya sampai pukul 2 pagi dan hanya bisa tidur setelah dia entah bagaimana bisa memasak makan malam super telatnya lalu tidur pada pukul setengah 4 pagi.
 
Alhasil, dia kesal dengan orang yang menderingkan bell rumahnya.
 
“Sebentar...” ucapnya dengan suara yang terdengar jelas bahwa dia baru saja bangun tidur.
 
Aileen membuka pintu dan melihat gadis kecil kemarin, Iva, berdiri di sana sambil menggendong ransel merahnya.
 
“Siang kak Ailin!” sapanya.
 
Aileen terdiam, memproses kejadian di hadapannya dengan otak yang baru setengah bangun. “Siang...” balasnya.
 
 

.

.

.

.

Hai!

Terima kasih telah membaca!

Silahkan vote dan komen jika ada kesalahan ^^
 


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro