1
[First meeting is a coincidence. The second meeting is Fate.]
🏡🏝🏡
Siang hari, ketika aktivitas manusia sedang berada di puncaknya ditambah dengan tibanya waktu jam makan siang, adalah waktu yang paling di benci Aileen.
Kenapa? Simpel. Dia benci keramaian, apalagi keributan. Seperti sekarang, seorang nenek yang menyeberang jalan di sampingnya tiba-tiba terkena jambret. Alhasil, orang-orang di sekitarnya berteriak histeris. Tetapi tidak seorang pun berusaha mengejar jambret tadi.
Ah, apa aku harus mengejar jambret tadi? Serius? Siang-siang Begini? Pikirnya.
Aileen menghela nafas sambil mengasihani diri sendiri. Dia melangkahkan kaki kanannya ke depan, memasang ancang-ancang ingin berlari. Tiba-tiba, seorang pria berpakaian rapi datang sambil mencekik seorang pria lainnya yang diduga jambret tadi menggunakan lengan kanannya.
Woah. Dia kuat. Pikir Aileen.
Pria tadi lalu menyerahkan tas milik nenek di samping Aileen sambil berucap, “Nek, lain kali hati-hati,” lalu pergi. Sepertinya dia akan menyerahkan jambret tadi ke polisi.
Aileen terdiam sambil memandang punggung pria tadi yang semakin menjauh. Sedetik kemudian, dia kembali berjalan menuju tujuannya.
Kringg
“Selamat datang,” sapa pelayan di Kafe yang baru saja Aileen masuki.
Aileen lalu menatap ke sekeliling, mencari sosok sahabatnya yang membangunkan dia dari tidur siangnya hanya demi bertanya apa alasannya berhenti bekerja.
“Yo!” ucap makhluk yang mengaku sebagai sahabatnya itu ketika Aileen sampai di mejanya.
“Hm,” balas Aileen.
Aileen duduk di depan sahabatnya, Aurelia Aurita. Ya, ubur-ubur.
“Ubur-ubur, apa maumu?” tanya Aileen tanpa basa-basi.
“Kau tahu? Hanya kau yang boleh mengejek nama pemberian orang tuaku seperti ini,” ucap Aurelia sambil menyeruput kopi di depannya.
“Wah. Aku merasa terhormat,” sahut Aileen. “Jadi?” tanyanya lagi.
“Apa aku tidak boleh khawatir dengan sahabatku yang tiba-tiba memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya lalu berucap padaku bahwa dia ingin tinggal di pulau seberang?” ucap Aurelia sambil memalsukan air matanya.
Aileen memesan minuman dan sepotong kue, lalu menyahut, “Ya. Kau tidak boleh.”
“Lagi pula, apa yang kau khawatirkan? Toh aku bisa menjaga diriku, aku bisa memasak, aku bisa melakukan pekerjaan rumah, dan aku bisa berkebun,” lanjutnya.
“Ya, ya. Aku tahu kau itu bisa melakukan semua hal. Kecuali menjaga kesehatanmu tentunya,” timpal Aurelia, melupakan akting sedihnya tadi setelah mendengar ucapan Aileen. “Apa kau lupa bahwa kau itu Gay? Homo? Penyuka sesama jenis?” lanjutnya.
“Memangnya kenapa? Toh zaman sekarang ajarannya beda dengan zaman dahulu,” jawab Aileen sambil memakan kuenya yang baru saja datang dengan santai tanpa mengkhawatirkan tatapan terkejut dari para pelanggan lain yang tidak sengaja mendengar ucapan Aurelia.
“Hmph! Aku hanya khawatir,” ucap Aurelia, menyerah berdebat dengan temannya yang satu ini.
“Ya, ya. Berkunjunglah nanti jika kau masih khawatir,” ucap Aileen.
Mereka berdua kemudian kembali berbincang, tanpa memedulikan bahwa mereka baru saja menjatuhkan bom nuklir di kafe tersebut.
“Ngomong-ngomong, kau dapat uang dari mana sampai-sampai bisa membeli rumah yang fotonya kau kirim kemarin?” tanya Aurelia penasaran.
Seingatnya, pekerjaan Aileen memiliki gaji yang tinggi, dan hanya sampai itu saja. Sahabatnya yang satu ini memiliki pengeluaran yang banyak.
“Tentu saja dari tabunganku,” jawab Aileen singkat sambil memperlihatkan buku tabungannya yang kebetulan dia bawa dan memperlihatkan nominal yang tertera di dalamnya.
“Li-lima miliar gallon?” ucap Aurelia sambil menutupi mulutnya yang terbuka ketika melihat angka di depan matanya. “Jadi selama ini aku punya sahabat kaya raya?” ucapnya.
“Ya, tapi lihat sisanya,” ucap Aileen sambil membalik kertas tabungannya.
“D-Dua miliar? Rumahmu semahal itu?” tanya Aurelia dengan tatapan seperti memuji seorang dewa.
“Ya. Aku punya banyak keluarga, dan sahabatku yang gampang khawatir kemungkinan besar akan berkunjung. Aku punya banyak uang, kenapa tidak sekalian membeli Rumah tiga kamar? Lagi pula, Surga Bersalju bukan pulau terpencil dan di sana bangunannya sudah hampir setinggi di sini,” jelas Aileen panjang lebar.
“Di mana kau dapat uang sebanyak itu? Huh?! Jawab aku! Wanita tua ini curiga kalau kau terlibat sesuatu yang berbahaya mengingat kau punya bakat di bidang sihir! Jawab aku!” ucap Aurelia sambil melotot.
“Aku menabung, tentu saja. Dan juga, aku punya pekerjaan kedua,” jawab Aileen dengan santai sambil memasukkan buku tabungannya ke dalam tasnya.
“Apa itu?! Beritahu aku!” ucap Aurelia.
“Aku membantu kakakku meneliti sihir,” ucap Aileen sambil mengerutkan kening. “Apa? Kau lupa aku seorang peneliti?” lanjutnya.
“....Ya... aku lupa,” jawab Aurelia dengan lirih.
🏡🏝🏡
Aileen meregangkan badannya setelah duduk selama satu jam di atas kapal dan tiba di pulau Surga Bersalju, pulau yang memiliki ekosistem yang indah juga kekayaan alam yang melimpah tetapi akan ditutupi salju tebal ketika musim dingin datang, persis seperti namanya.
*[note : Surga bersalju di ambil dari kata “Snowy Haven”]
Aileen sungguh tidak mengerti kenapa Aurelia khawatir dengan dirinya tinggal di pulau ini. Lihatlah betapa bagus suasananya! Pikir Aileen.
Pemikirannya terhenti ketika ponsel di tangannya berdering.
“Halo?” ucap Aileen.
“Bagaimana?! Bagaimana suasana di sana?! Apa keamanan sihirnya tinggi?!” tanya Aurelia di seberang sana.
Aileen menjauhkan ponselnya dari telinganya yang berdenyut.
Aileen menghela nafas, “Di zaman sekarang, pulau mana yang tidak memiliki keamanan sihir tinggi? Huh? Coba jawab,” jawab Aileen sambil berjalan menarik barang bawaannya.
Dia malas menunggu taksi dan dia sedang dalam mood untuk jalan-jalan. Alhasil, dia berjalan dari pelabuhan menuju distrik di mana Rumahnya berada. Dan sepanjang jalan, Aurelia bertanya tentang banyak hal dan mengeluh kepada Aileen soal masalah pribadi lalu menceramahi Aileen ketika dia tahu bahwa sahabatnya berjalan kaki dari pelabuhan menuju Rumahnya.
“Kau ini ibuku atau apa? Bahkan kakakku saja tidak sekhawatir ini ketika dia tahu aku akan tinggal di sini,” ucap Aileen yang telinganya mulai memerah setelah mendengar ocehan Aurelia.
“Guh! Aku tahu aku tua, tapi kau melanggar peraturan dengan menyebutku sebagai ibumu!” sewot Aurelia.
“Tua dari mana? Apa 26 tahun itu tua?”
“Diam! Aku akan selamanya menjadi gadis berumur 18 tahun!”
“Dan aku akan selamanya mendengarkan omong kosongmu.”
“Apa itu artinya kau bersedia menjadi sahabatku selamanya?! Awwww Aileen!”
“Hentikan, kau membuatku jijik.”
Aileen berhenti di depan Rumah bernomor 31. Rumah miliknya.
Dia lalu mengakhiri panggilan mereka tanpa basa-basi.
Tepat ketika dia ingin mendorong pagar Rumahnya, sebuah suara menyapanya dari samping.
“Halo. Apa kakak penghuni baru rumah ini?”
Aileen menoleh dan mendapati tidak ada seorang pun di samping kanan di mana sapaan tadi berasal.
“?”
“Kakak, kakak, di bawah!” ucap suara itu.
Aileen menunduk dan menemukan seorang gadis kecil yang mengenakan baju berwarna kuning dan ransel warna merah sedang menatapnya dengan antusias.
.
.
.
Halo! Halo! Hai! Hai!
Estrogen si gurita kembali lagi dengan membawa cerita BL!
Heh, Lilya aja belum selesai udah ngebuat cerita baru.
Ehem.
Tema dari dunia kali ini adalah dunia Fantasy modern, dimana teknologi sudah maju dan perkembangan sihir yang pesat!(?)
Jadi jangan bingung ketika tokoh utama kita menyebut sihir dan sebagainya ya!
Tenang, cerita ini Cuma Slice-of-life sama Romance(BL) jadinya ga bakal ada adegan bunuh membunuh dan Action. Saya juga lelah sama perkelahian bund. Walaupun saya suka nonton perkelahian ehe.
Segitu saja sambutan saya. Yang Homophobic jangan mampir ke sini ya ^^
Terima kasih telah membaca! ^^
Silahkan vote dan komen jika ada kesalahan ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro