Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

book 17; you just need a smile and laugh for your happy life (end)

b o o k 17
you just need a smile and laugh for your happy life

—"sebelum bertemu denganmu, kukira wanita menganggapku mengerikan. aku bahkan tidak bisa bicara dengan wanita."—
Before The Coffee Gets Cold (Toshikazu Kawaguchi)

.
.
.

8 juli 2016

pukul dua belas lebih tiga puluh menit.

langit gelap, suara mesin mobil yang berjalan melintasi kota mulai berhenti berdatangan. banyak hewan kecil beterbangan di luar, dan juga dingin. tidak ada kehangatan sama sekali, itu makanya kamu harus keluar dengan menggunakan jaket.

arabel, di dalam mobil, jok tengah, hampir tertidur kalau saja dia tidak sedang berkhayal. sudah bosan ketulungan, beristirahat di parkiran depan perpustakaan besar, sehabis bertamasya keluar kota. ada mama dan adiknya di sana. papanya sedang merokok di luar.

"viktor ...."

bibirnya terus tersenyum-senyum tanpa sebab. tidak ada media apa pun di tangannya untuk dijadikan alasan tersenyum. di dalam mobilnya gelap, akan susah untuk membaca buku. sementara adik dan mamanya sudah terlelap, pulas sekali. hanya arabel yang masih membuka mata.

"viktor ...."

tiga puluh menit, rasanya seperti mengelilingi dunia. tanpa aturan, tanpa beban, bebas memikirkan apa pun tanpa terpergok. itulah yang disebut khayalan.

tiga puluh menit, arabel mengkhayal. sambil terus senyum, pandangan menerawang ke objek transparan. pikirannya luas, jarak tatap matanya luas, namun tampak luar, keliatan seperti orang gila.

"duh, viktor ...." mukanya ia tutupi dengan kedua telapak tangan.

yah, benar. khayalan?

arabel masih seperti dirinya di dunia khayalan. cewek yang mudah jatuh cinta, mudah geer, dan sejujurnya, dia jomblo ngenes. apakah ada keinginan untuk mempunyai pacar?

JELAS ADA!

arabel bersikap jaim dalam khayalannya hanya untuk menjaga martabatnya sebagai cewek mahal (yah, perempuan memang harusnya seperti itu). tapi arabel di dunia nyata pengen punya pacar. PENGEN BANGET! itu makanya ia menghabiskan waktu menunggu papanya selesai merokok dengan berkhayal. sebuah dunia di mana arabel merasa bahagia di dalamnya.

siapa itu viktor?

cowok idaman yang arabel khayalkan.

yang arabel inginkan untuk menjadi pacarnya. semua itu hanya khayalan. viktor (dan berbagai kepribadiannya, serta tampilan fisiknya), seluruh kejadian kebetulan dengan viktor, itu yang arabel khayalkan. seperti jodoh dan takdir, membuat skenario termanis untuk dirinya alami.

"ditembak sama viktor, aw." bayangkan saja sebuah tindakan fangirling. namun ini idolanya tak kasat mata. hanya hidup di dalam pikiran.

arabel gila? semau itukah dia punya pacar sehingga sampai ngehalu gini? serius? semengenaskan itukah dia?

kenapa ceritanya jadi dark begini? apa momen-momen manis hanya terjadi di dunia khayalan saja? di mana keadilan?

kalau arabel beneran gila, kenapa dia dikencarin kayak gini. dibiarkan hidup bebas. membuat tidak tenang.

dum!

arabel membuka pintu mobil, keras. berjalan lalu menuju pintu perpustakaan yang besar. "viktor pasti ada di dalem," sahutnya, bicara sendiri.

melewati penjaga perpus, ia terheran karena si penjaga itu bukan abang-abang mahasiswa. "si abang ke mana?" tampangnya beneran kayak orang kurang waras.

si penjaga itu adalah seorang wanita yang kayaknya udah bukan mahasiswa lagi. "iya? ada yang bisa saya bantu?"

"tau, ah." ngambek dia.

arabel terus jalan masuk ke dalam, ke arah jajaran rak yang tersusun secara vertikal. kondisinya sama percis kayak yang arabel khayalkan tadi.

"viktor, kamu di mana?"

ia terus berteriak-teriak begitu sepanjang menyusuri lorong-lorong rak. namun, yang namanya tengah malam, meskipun hari libur, manusia kutu buku mana yang mengunjungi perpustakaan di jam dua belas malam?

nihil dengan pencarian, arabel lalu duduk bersender di salah satu rak, dengan keadaan hatinya yang kacau.

"gue kenapa, sih?"

tak lama, wajah itu pun memerah dan basah oleh air mata yang tak terbendung.

.
.
.

arabel adalah cewek sma biasa. bisa dibilang ya, cukup cantik. enggak pendiem enggak banyak tingkah. cuman punya temen-temen yang suka pacaran aja.

ada empat orang dalam gengnya. semuanya mempunyai pacar selain arabel. keren-keren, sering ngedate, hidup gaul dan glamor. kehidupan remaja yang wah pokoknya.

dari situ, arabel jadi punya penyakit baru. mungkin karena hasrat pengen punya pacar yang terlalu tinggi, arabel jadi mudah suka sama cowok. kegeeran juga. dikit-dikit langsung nyangka dia suka balik. dikit-dikit langsung terbang tinggi menuju angkasa. padahal, itu hanya khayalannya saja.

teman-temannya sering nyindir soal itu.

"cari cowok dong, bel."

"kasian nih, gak ada yang mau, ya."

"sama mantan gue aja gimana? ada bejibun tuh, ambil."

gak enak seriusan, digituin. seolah derajat mereka tinggi cuma gegara punya pacar doang. seolah semua cewek jomblo di dunia ini tuh adalah sampah. manusia-manusia kayak gitu, harus dimusnahi.

cuman arabel gak berani ngelawan aja diejek kayak gitu. temen arabel cuma mereka. kalau hubungannya putus, entar dia makin ngenes dong sendirian ke mana-mana. maka dari itu, arabel pengen punya pacar!

"dek, kamu kenapa?"

arabel yang lagi menelungkupkan wajahnya, mengangkat kepala kemudian, nunjukkin dirinya yang kacau abis gegara nangis. bibirnya sampai bergetar-getar gitu.

ngeliat itu cewek kayaknya gak bakal ngejawab, wanita itu pun lanjut bicara. "kamu ada masalah apa? ayo sini cerita."

"pengen punya pacar."

satu kalimat itu dengan lancarnya langsung keluar dari mulut arabel begitu saja, membuat si wanita terkejut. "hah?"

dan arabel pun bercerita. setengah-setengah, mata basah, hidung meler, tenggorokan sakit. susah untuk bicara sebenarnya. tapi hatinya tetap tergerak untuk menjelaskan kabar kehidupan arabel yang menyedihkan.

lalu setelah beberapa lama. "pertemanan kamu gak sehat, dek," ungkap si wanita. "toxic."

arabel diem. tangisnya sudah agak reda.

"percuma temenan sama orang-orangvkayak gitu. kamu gak akan pernah bahagia. yang ada malah tertekan terus."

masih diam.

"lagian punya pacar juga kalau tujuannya buat pamer, ya sama aja namanya toxic. gak bakalan bener nanti ujungnya."

"tapi ... aku ngeliat mereka yang punya pacar, kayak yang bahagia gitu." udah bisa ngejawab.

si wanita menghela napas. "ya itu kan mereka. bukan kamu." nancap sampai ke ulu hati. "bahagia tiap orang kan beda-beda. belum tentu lho nanti kamu bahagia abis punya pacar. bisa aja kamu bakal ngerasa terkekang. yah, siapa yang tau, kan. hati manusia." 

keduanya diam beberapa lama.

"lakuin apa yang pengen kamu lakuin aja, dek. jangan berbuat sesuatu biar kamu diakui orang. buat pamerlah. gak sehat, serius. kalau gitu mah, sepanjang hidup, kamu gak bakalan bisa tenang."

air matanya benar-benar sudah mengering. sepertinya sedang mencerna ucapan si wanita. "kakak udah ada pengalaman, ya?"

dan itu membuatnya tertawa. "banyak pengalaman mah, dek. kakak udah 28 taun. belum nikah, sih. tapi ya, udah lumayan ngerasain pait manisnya kehidupan. quarter life crisis."

si wanita itu bercerita. ia tinggal jauh dengan kedua orangtuanya. sudah lulus kuliah, jadi sarjana, tapi belum punya kerjaan bagus. ya kalau menjadi seorang penjaga perpustakaan kota itu bukan pekerjaan bagus. tapi wanita itu tetap senang melakukannya. karena ia adalah seorang pecinta buku. hari-harinya selalu menyenangkan karena dihabiskan dengan menekuni hobi. biarpun kata orang gajinya sangat pas-pasan, selama si wanita merasa bahagia, bukankah itu sudah cukup? hidup itu untuk bahagia, kan? bukan untuk mencari uang? atau untuk mendapat peran bagus di mata orang-orang?

"kayak gini aja kakak udah bahagia. dan kamu tau? kakak belum pernah pacaran, lho. 28 taun. tapi kakak tetep bahagia, tuh." tertawaannya yang terdengar malam itu, terlihat seperti tawa lepas dari seorang manusia muka bumi yang mensyukuri kehidupannya. "bahagia tiap orang kan beda. cuma dengan baca buku, kakak udah bahagia."

dalam pandangan kosong, arabel mengangguk-angguk. "gitu, ya, kak."

"kamu sendiri? masih kepengen punya pacar?"

dalam khayalannya, arabel benar-benar merasa bahagia. dicintai seperti itu oleh makhluk khayalan macam viktor, arabel bahagia. lantas apakah di dunia nyata, bahagianya sama?

ragu-ragu, arabel pun menjawab. "gak tau, kak. aku bingung sama diri aku sendiri."

wanita itu tersenyum. "wajar aja, dek. kamu masih remaja. masih muda. masih panjang jalan hidup kamu. nikmatin aja dulu. tapi jangan terlalu terjerumus juga. entar nyesel di masa tuanya."

arabel memikirkan ucapan itu.

"gak melulu soal cowok. banyak kok yang bisa dilakuin di usia remaja selain pacaran. kejar impian misalnya? banggain orangtua. atau minimal, jangan buat susah mereka."

"kalau ada cowok yang deketin aku gimana, kak?"

satu detik, wanita itu ketawa. lebih ke kayak yang menertawakan. "jangan kebanyakan halu kamu," dia berdiri. "ya pokoknya, jangan sampe bikin kamu repot atau ngerasa terbebani aja. oh ya nih, kakak ada novel."

diambilnya sebuah novel dari rak sana, tidak sengaja terlihat mungkin. ia lalu memberikannya ke arabel.

judulnya you just need a smile and laugh for your happy life.

"baca aja. kamu bakal tau kalau sebenernya, bahagia itu simple banget." langkahnya mulai menjauhi arabel. "banyakin baca buku. penting buat wawasan kamu. novel juga yang meski fiksi, tapi suka banyak pembelajaran hidup yang bisa kamu liat dan pelajari." 

"kak." arabel keburu memanggil sebelum wanita itu menghilangkan diri.

"iya?"

mulutnya bergetar saat akan mengatakan ini. "m-makasih."

wanita itu senyum. "sebenernya jadwal jaga perpus kakak itu pagi sampe sore. cuman karena kakak kepengen nikmatin waktu hening, kakak minta tuker jadwal, jadi ke malam sampe pagi. kayaknya itu ... emang rencana Tuhan deh."

arabel kurang paham apa maksudnya. ia lalu melihat ke sampul buku atau novel yang sedang dipegangnya.

hm. kayaknya gak ada salahnya gue mulai nyoba baca buku. sekalian buat ngalihin pikiran.

hening yang menjeda, terdengarlah sebuah dering ponsel seseorang dari kejauhan. kayaknya ponsel si wanita.

"halo kenapa, tor?"

arabel tegang.

lho?

lho? lho? lho?


sebagai pelampiasan, ia ketawa-tawa gak jelas di sana. beneran ngelepasin semuanya. temen-temennya yang kurang ajar (arabel telah dipermainkan), khayalannya yang keterlaluan, dan hobinya yang mudah jatuh cinta ke cowok? haha, sama saja dipermainkannya. hatinya tidak serapuh itu, tolong. arabel kuat!

pamit ke si wanita yang masih telponan, dengan tangan mengenggam novel yang baru saja ia dapatkan (pinjam sih ini, nanti akan dikembalikan lagi), arabel meluncur pergi keluar perpustakaan.

ketemu seseorang di sana.

"viktor udah sampe nih, kak."

arabel diem, berhenti langkahnya, memandangi itu cowok yang lagi telponan.

viktor?

ah, masa bodo.

.
.
.

end.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro