book 13; however, she actually knows
book 13
however, she actually knows
—colin masih mencintainya sampai sekarang—tanpa sadar dia mengucapkan kata-kata itu dalam hati sembari mengemudi: aku cinta kamu, katherine.—
An Abundance of Katherines (John Green)
.
.
.
pukul dua belas tepat.
"jadi kalian beneran jadian?"
di saat arabel pikir ini waktunya mereka menghabiskan waktu berdua di perpustakaan, sebagai orang yang telah mengenal satu sama lain, malah ada yang mengganggu. dan itu bagian terburuknya.
"udah berani main sama cewek, ya, viktor."
"lah, yang nyuruh gue buat embat dia emang siapa?"
grogi bukan main, malu bukan main. dikelilingi oleh empat cowok (yang terbilang masih asing), siapa yang akan merasa baik-baik saja? cuma bisa menyembunyikan keberadaan sebaik mungkin saja.
"gue kira lo gak bakal peduli. taunya ...."
ini ejekan bukan, sih? arabel ber-negatif thingking, mewakili viktor (yey, sudah tahu namanya!).
"dia juga cowok kali. pasti naksirlah sama yang namanya cewek."
"tapi viktor banget sih, ngedate di perpus."
"ini gak ngedate. dan gue gak jadian." dari mana asal semua kekuatan arabel itu? tiba-tiba bisa melantangkan pendapat yang terkesan menolak. arabel pun mendongak, dengan emosinya. "kalian cowok bukan, sih. bisanya ngejek doang."
pergi dari sana adalah jalan terbaik. akan makin buruk jika ketahuan nangis, jangan sampai lupa soal dikerubungi cowok. ih, arabel jijik. maksudnya, ya, ampun. ia bukan cewek murahan! ia susah didekati. camkan itu!
benar, arabel nangis secara terbuka begitu keluar dari perpustakaan, jalan ke trotoar gelap. enggak, dia gak kesel sama viktor. cuma sama orang-orang di sekitar mereka, teman arabel dan teman viktor, kenapa mereka begitu senang mengejek? apa salahnya dengan menyukai lawan jenis? mereka juga gak pacaran, kan. gak ngelewatin batas. lalu apanya yang harus dipermasalahkan?
belakangan, sejak mulai menyukai viktor secara dalam, arabel jadi lebih sensitif. mudah tersinggung dan ber-negatif thingking. bukan salah viktor, hanya saja, baru kali ini arabel merasakan perasaannya sedikit berbeda. mungkin karna ia sangat meyakini bahwa viktor itu memang takdirnya. terkesan alay pasti di telinga orang-orang. tapi ini yang bikin arabel senang! jadi diamlah. jangan usik.
deja vu.
nangis di pinggir jalan, sepulang dari kumpul-kumpul. yang lagi-lagi terlihat seperti cewek yang abis diputusin. arabel tidak segampang itu untuk pacaran. ia tidak akan pernah diputusi. mending nolak ajakan pacaran saja. daripada rasa suka itu berubah menjadi rasa sakit, lebih baik menghindari sejak awal saja.
lalu bagaimana dengan kemungkinan cinta bertepuk sebelah tangan? cari yang lain!
apa hati gue emang selemah itu?
gampang banget ya, suka ke cowok.
ganti-ganti pula.
ini sama kayak gak ada harga dirinya sebagai cewek gak, sih.
kembali, otaknya disibukkan dengan pikiran yang mungkin tak berguna. tapi bagi arabel ini penting. ia mulai kepikiran soal dirinya selama bertahun-tahun ke belakang. mudah jatuh cinta terhadap lawan jenis? itu ... itu seperti sebuah kemurahan gak, sih?
kenapa gue baru nyadar? lho, kan, gue cuma nyari hiburan dan kesenangan aja. gue suka di saat gue naksir cowok. gue serasa punya moodbooster. gue gak akan mudah galau. biasanya juga, cowok-cowok yang gue sukai, mereka pada gak punya pacar.
arabel merasakan tubuhnya bergetar. entah karena tangisan yang belum reda, angin malam yang dingin, atau rasa sesalnya yang membingungkan.
gue kenapa, sih.
.
.
.
pukul dua belas seperempat.
"wah, ngambek."
"cewek."
"tapi serius, kalian gak jadian?"
lihat, lihat, lihat. ini bukan soal viktor yang selalu pergi ke perpustakaan saat tengah malam. tapi soal cewek. sudah cerewet kan mereka? padahal lagi-lagi siapa pula yang nyuruh viktor buat tidak menyerah.
"lo pikir cewek ada cuma buat dipacarin?"
perkataan itu mengundang tawa teman-temannya. "bilang aja lo ditolak."
"iya, lagian cuma dare doang. mana ada dia beneran suka sama lo." duduk di atas meja, menunjukkan ketidaksopanan.
viktor menekan halaman novel yang sedang dibacanya, fokusnya sudah hancur sedari curut-curut itu datang. percuma dibalas pun, akan semakin ditentang, dan itu bukan gayanya.
arabel ke mana, ya.
tidak tenang, viktor pun lantas pergi menanyai abang penjaga perpus. katanya arabel keluar sambil nangis. viktor jadi makin khawatir, namun berusaha tidak ia tunjukkan.
"berisik amat lagian di dalem. ini perpus, ya. bukan tempat adu mulut," keluh si abang yang udah jadi mahasiswa itu, part time.
viktor tidak memedulikan untuk mengusir teman-temannya yang berisik, melainkan langsung berlari keluar. ia cukup tau kebiasaan arabel saat menangis. terakhir kali, sih ... nangis sambil jalan di trotoar?
meninggalkan motornya yang terparkir di depan pintu masuk perpus (mungkin karena itu posisinya ketahuan), viktor jalan ke sekitaran sana. bakalan susah, sih. gak semudah itu viktor bakal dikenali. bisa aja lagi-lagi ia dianggap sebagai orang asing.
ternyata tidak begitu jauh, tampaklah seorang cewek sedang menangis sendirian dengan berjongkok dan menenggelamkan kepalanya. buset, keliatan banget kayak anak hilangnya. korban utama penculikan.
tapi ngeliat itu, viktor jadi kepengen ketawa. diliat-liat, dengan posisi kayak gitu, arabel jadi tambah lucu. gak salah sih kalau temen-temen arabel sering ketawa gara-gara tingkah dia yang aneh.
"mbak, kenapa nangis?" berpura-pura menjadi orang lain, menguji lagi. "disakitin sama cowoknya?"
kepala arabel terangkat tepat ke arah viktor, matanya boleh dikatakan sembap. "mas-nya mau apain saya?"
hah? sungguh jawaban yang tak terduga. "mau culik," jawab viktor asal.
"ayo culik aja. gak bakal ada yang nyadar juga." suaranya keras di tengah bisingnya kendaraan malam yang lewat, lantang, seperti pasrah akan hidupnya.
viktor terdiam dibuatnya. "siapa bilang gak bakal ada yang nyadar?"
nih cewek.
"gue harus kayak gimana lagi sih, biar lo percaya kalau gue beneran ... suka sama lo." ikut berjongkok, dengan rasa kesalnya yang tersisa.
arabel menoleh, kepercayaannya dibingungkan. "viktor?"
"lo ada masalah apa. sini cerita."
maka dengan kalimat itu pun, masih diiringi air mata bak bocah kecil, arabel bercerita. "salah gak sih, kalau gue gampang banget suka sama cowok. dalam waktu yang singkat. berubah-ubah. seolah hati gue labil. kayak cewek murahan, ya."
"emang lo bisa ngatur perasaan lo? gak pengen suka sama gue, tapi nyatanya malah suka, emangnya lo bisa ngatur?" jelasnya, agak frustrasi. "kalau itu bikin lo seneng, ya udah gak usah dipermasalahin. gak usah mikirin itu murahan atau kagak, selama lo bisa jaga diri lo baik-baik, ya udah. sukai gue aja dulu. liat gue aja. gak usah lirik cowok lain. sama gue aja."
kenapa gue ngomong gini?
"sama gue aja. please, sama gue aja."
di luar kesadarannya, viktor perlahan mendekati arabel, entah akan berbuat apa. dan dengan kesadarannya yang penuh, arabel menampar viktor, sangat keras.
pergi kemudian.
however, she actually knows. sebuah novel yang mengingatkan kita tentang ketidaktahuan, kesombongan, kenaifan. tidak semua yang selama ini kita tahu, itu yang terjadi. nyatanya di luar pemikiran kita, hal paling tidak masuk akal pun bisa saja kejadian. kita hanyalah manusia yang serba tidak tahu. bertindaklah sewajarnya. tidak perlu memaksakan kehendak kepada orang lain. bahkan untuk orang yang paling dekat denganmu.
viktor tersenyum, pahit.
gue keterlaluan.
gak usah dengerin kata gue, arabel. kalau lo gak pengen mudah suka sama cowok, gampang sebenernya. jangan liatin mereka, jangan pikirin mereka, sibukkin diri lo sama hal lain. sori, gue cuma egois. gue cuma pengen lo jadi milik gue aja. bahkan sebelum waktunya.
.
.
.
4 chapter menuju ending
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro