Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5

Note

August 5th

Hari pertama aku melihatmu, aku merasakan jiwaku hilang kini kembali  menemukan jalan pulang. Kedinginan yang menyelimuti tubuhku, tak akan lagi berguna dan segala kerinduanku akan segera terbalaskan.

Aku merasakan kehangatan yang mengalir dari aliran darahmu. Ia menyentuh kulitku dan membawaku merasakan kenangan yang telah lalu. Terima kasih. Kau menepati janjimu untuk tetap bersamaku.

Detak jantungmu masih sama. Wajahmu pun tiada yang berbeda. Namun, mengapa aku tak melihat lagi pancaran istimewa yang kau keluarkan dari kedua manik matamu?

Kau datang. Kau kembali, dengan raga yang sama, dan jiwamu berbeda.

***

"Kamu harus menemuinya, Nak. Dia menunggumu."

"Sampai kapan Mama akan memaksaku? Mama tidak pernah mengerti bagaimana perasaanku?"

"Mama tau. Mama hanya ingin kau bahagia dan melupakan kesedihanmu. Pergilah, Nak. Demi Mama.."

Taehyung menutup kembali tugas-tugas yang ia bawa dari kampus. Relung hatinya terasa sesak setiap kali sang mama memerintahnya untuk menemui seorang gadis. Seperti sebuah mesin rusak yang semakin dipaksakan akan semakin hancur. Taehyung bukannya berniat mengecewakan mamanya, kenyataannya hatinya belum sepenuhnya terbuka. Luka itu masih menancap dan sulit sekali untuk disembuhkan.

"Mama tau, betapa aku sulit tidur tiap malam? Memang aku takut mengecewakan Mama, tetapi di sisi lain hatiku masih terluka. Hatiku masih belum sembuh total, Ma. Jadi tolong, jangan paksa Taehyung."

"Nak, sekali ini saja. Kau sendiri kan yang memutuskan untuk berubah? Kau bisa memulainya dalam hal percintaanmu juga. Harus ada seorang gadis yang merawatmu menggantikan Mama."

"Ma.."

"Taehyung, dia orang yang sangat kau kenal. Mama yakin, setelah bertemu dengannya kau akan senang."

Seakan tak ada pilihan lain, Taehyung pergi malam itu dengan mengabaikan perasaannya. Karena tak bisa membahagiakan Seoyun, setidaknya ia harus bisa membahagiakan keluarganya.

Taehyung menyiapkan mobil dan segera meluncur menuju lokasi yang dibilang oleh mamanya.

Sementara, di sebuah restoran, seorang wanita dengan gaun berwarna merah muda duduk sendirian. Ia tampak menunggu kehadiran seseorang. Dari kedua hazelnya, wanita tersebut terlihat cemas sekaligus penasaran. Apakah sahabat lamanya akan datang dan masih mengenalinya?

Ia menautkan jari-jarinya, serta beberapa kali memeriksa ponselnya. Tak ada kabar. Yang jelas, ia mendapat pesan bahwa sahabat lamanya akan tiba dan bertemu dengannya.

"Permisi, meja nomor 12 dimana ya?"

"Di sebelah sana, Tuan. Mari saya antar."

Ya, penantian wanita itu ternyata tak sia-sia. Senyum mengembang saat seorang pria tampan dengan pakaian formalnya datang. Wanita itu berdiri menyambut sahabat lamanya dan memberikan sebuah jabatan tangan.

"Nay?"

"Kau masih mengingatku?"

Keduanya sama-sama tersenyum dan berjabat tangan.

"Lama kita tidak berjumpa, bagaimana kabarmu?"

"Begitulah."

Taehyung menjawabnya singkat. Tanpa penjelasan pun, wanita itu sangat memahami keadaan Taehyung saat ini. Semenjak kecelakaan yang menimpa Seoyun, Taehyung tidak baik-baik saja.

"Ah, kudengar kau jadi dosen di kampus Hangsang, ya?"

"Iya."

"Apa kau menikmatinya?"

"Begitulah."

Meskipun wanita itu sahabat lamanya, buktinya Taehyung memberikan respon singkat-singkat saja. Tak ada perlakuan khusus yang ia berikan. Taehyung tentunya sadar bahwa pertemuan yang diatur oleh mamanya itu berlatar belakang pendekatan. Mamanya sengaja mempertemukan ia dengan Im Nayeon, sahabat lamanya, agar mereka bisa saling dekat. Justru rencana mamanya itu gagal total. Taehyung tak membedakan antara mana sahabat dan mana yang bukan sahabat. Asalkan ia wanita, Taehyung tak akan segan bersikap dingin kepadanya. Ia ingin menghindari terbentuknya sebuah hubungan yang selama ini diimpikan oleh mamanya yang ambisius mencarikan pengganti Seoyun.

"Aku senang kita bertemu setelah tiga tahun terpisah. Aku memutuskan kembali ke Seoul untuk bekerja dan juga menemuimu. Maaf, disaat kau membutuhkanku aku malah tidak hadir dan menghiburmu."

"Oh, kau mau pesan apa?"

Taehyung yang diam seribu bahasa membuat Nayeon hampir malu. Ia berbicara seorang diri walaupun ada partner bicara di depannya. Taehyung sejak tadi melamun, Nayeon tak tahu ada apakah di dalam kepala Taehyung saat itu.

Jendela restoran yang tembus pandang mempermudah Taehyung menikmati jalanan trotoar di hadapannya. Beberapa kendaraan melintas dengan tertib. Para pejalan kaki pun terlihat riang menapaki jalanan pinggir kota yang cukup ramai malam itu.

Tiba-tiba, mata Taehyung menangkap sesuatu. Ada seorang gadis yang tengah menebar brosur dengan begitu semangat. Semua terlihat dari balik kaca jendela. Kesadaran Taehyung pun kembali.

"Kau mau kupesankan menu favoritmu? Aku masih ingat, kau sangat suka steak-"

"Tidak perlu! Sepertinya aku ada urusan penting. Aku pergi dulu."

Taehyung buru-buru bangun dari duduknya dan keluar mengikuti arah gadis pembawa brosur itu pergi.

Nayeon meletakkam buku menunya dan menatap sendu kepergian Taehyung.

"Dulu aku merelakan kebahagiaanku untukmu. Sekarang, disaat aku ingin memberikan sisa-sisa kebahagiaan yang aku punya, kau tetap menjauh. Aku ingin kau menyadari perasaanku, Taehyung."

***

"Kak Hanbin!"

Sohyun berlari ke arah Hanbin yang sedang berdiri di depan halte bus. Gadis ceria itu menghampiri Hanbin dengan tergesa-gesa, seakan-akan itu kesempatan terakhirnya melihat Hanbin.

"Sohyun? Kau masih bekerja?"

Sohyun mengangkat brosur-brosurnya dan menunjukkan deretan gigi mungilnya pada Hanbin.

"Kakak mau kemana? Rapi sekali?"

"Aku mau berkencan."

Jawaban singkat tiga kata itu sudah cukup untuk membuat hati Sohyun terkoyak.

"Kakak menunggu Kak Jihyo, ya?"

"Iya. Kok kamu tau?"

"Itu.."

Sohyun menunjuk ke seberang jalan, dimana Jihyo tengah menunggu rambu hijau bagi para pejalan kaki untuk bisa menyebrang jalan.

"Hai, Sayang. Lama menungguku?"

Sapa Jihyo yang berjalan menuju Hanbin.

"Tidak. Untung Sohyun datang, jadi aku tidak mati kesepian tanpa teman mengobrol."

Hanbin tertawa, sedangkan kedua gadis yang ada bersamanya merasakan hawa-hawa ketegangan. Yah, sepertinya malam ini Sohyun tak bisa jadi kutub utara bagi magnet Hanbin karena Jihyo datang menggantikannya. Artinya, ia tak bisa melekat bersama Hanbin ketika Jihyo berada disana.

"Kau mau ikut?"

Hanbin bertanya pada Sohyun, sehingga refleks Jihyo menyenggol perut Hanbin. Lagi-lagi, gadis itu memberi isyarat agar kencan berjalan hanya antara Hanbin dan dirinya saja. Tak perlu ada Sohyun di tengah-tengah mereka.

"Eh.. maaf, Sohyun. Sepertinya kau tidak bisa ikut."

Kata Hanbin dengan nada menyesal.

"Ya ampun, Kak. Lagipula, kalian ini kan berkencan. Bagaimana aku bisa ikut? Yang ada aku akan menjadi kacang disana. Pergilah, Kak. Aku tak apa-apa. Lihat! Masih banyak brosur yang belum aku bagikan!"

"Kau yakin?"

Sebuah bus datang. Jihyo dengan tidak sabar menarik-narik lengan baju Hanbin agar cepat masuk ke dalam bus.

"Sayang! Busnya sudah datang! Ayo kita berangkat sebelum kita ketinggalan film-nya!"

"Sohyun, aku pergi dulu! Jaga dirimu baik-baik!"

"Hmm! Pasti!"

Dan dalam sekejap, Hanbin lenyap dari hadapannya. Dalam sekejap pula, langit yang tadi mendung kini menumpahkan kembali air matanya seperti kemarin malam. Sohyun berteduh di halte sambil menunggu hujan reda.

"Hujan. Kenapa harus sekarang sih? Padahal aku ingin segera pulang dan menangis di kamar. Aku tidak mungkin menangis sendirian disini.."

"Yah!!"

Sohyun terkejut saat mendadak hujan turun semakin deras, cipratan air dari atap halte membuat brosur-brosurnya basah sehingga lunturlah warna-warna pada cetakan brosur tersebut.

"Sial sekali aku malam ini! Paman pasti marah-marah lagi karena aku merusak brosurnya!"

"Aku bodoh sekali! Kenapa tidak aku masukkan tas dari tadi?"

Sohyun menemukan tempat sampah di sebelah halte. Ia berniat membuang semua brosur yang sudah tidak bernilai itu, namun sebuah tangan menahannya.

"Biar saya bawa semua brosur kamu itu."

Sohyun menolehkan kepalanya dan mendapati dosen killer-nya berdiri tepat di belakangnya. Ia mengambil semua brosur-brosur luntur tersebut.

"Pak Taehyung? Eh.. itu Pak.. brosurnya sudah rusak. Jadi, tidak akan bisa dibaca. Biar saya buang."

Sohyun mencoba merebut kembali brosur tersebut dari tangan Taehyung, namun Taehyung malah meninggikan posisi brosur itu sehingga Sohyun tak dapat menjangkaunya.

"Pak?? Brosurnya tidak akan bisa dibaca! Biar saya buang! Kalau Bapak mau, saya bisa bawakan brosur yang sama untuk besok pagi!"

"Tidak. Saya mau yang ini."

Taehyung membuat Sohyun kebingungan. Apakah Taehyung ini pengoleksi barang-barang rongsokan? Untuk apa brosur rusak ia minta?? Pikir Sohyun.

"Pak jangan membuat saya malu. Masa iya saya ngasih Bapak brosur jelek seperti itu?"

"Tapi saya suka brosur yang ini. Saya akan bawa semuanya."

"Untuk apa sih, Pak? Itu kan rusak, tidak bisa dibaca! Mau dipakai apa?"

Taehyung berjalan sedikit dan mendudukkan dirinya di bangku halte. Ia melipat brosur itu dan menyimpannya dalam saku jas.

"Aku punya kucing. Dia butuh alas tidur."

"Hah?"

Sohyun menggaruk kepalanya tidak paham. Entahlah, untuk apa dipikirkan? Bukankah itu keuntungan bagi Sohyun? Brosurnya tidak jadi dibuang dan ia tidak perlu melapor kepada bosnya bahwa brosur itu rusak dan tidak ada yang mau mengambilnya lagi.

"Saya suruh kamu istirahat. Tetapi kamu malah keluyuran malam-malam begini?"

Ucap Taehyung tanpa menatap ke arah Sohyun.

"Pak Taehyung bicara dengan saya?"

Sohyun menunjuk dirinya, merasa tidak yakin kepada siapakah Taehyung bertanya barusan.

"Dengan badut!"

"Ya ampun, Pak. Ada-ada saja, disini kan tidak ada badut. Yang ada ya saya.."

"Itu kamu tau jawabannya."

"Oh, iya.."

"Loh? Saya badut dong, Pak?"

Mengapa berbicara dengan Taehyung membuat Sohyun merasa pusing sendiri? Sohyun tidak mengerti. Apakah karena umur yang berbeda jauh, Sohyun jadi tak bisa menangkap perkataan Taehyung dengan lugas?

"Sebaiknya kamu pulang. Ini sudah malam."

"Bapak kok jadi khawatir sama saya?"

"Jangan salah paham! Saya kan pernah mengatakan kalau kamu itu mahasiswi saya, artinya kamu tanggung jawab saya! Saya tidak mau terjadi apa-apa sama kamu, terlebih ini malam hari. Jangan keluar malam-malam."

"Yah, Pak. Kalau saya tidak keluar malam, darimana saya dapat uang? Saya kerja dengan menyebarkan brosur-brosur dan menabung uang dari penghasilan kecil-kecilanku itu."

Taehyung merasa iba. Kasihan, gadis muda seperti Sohyun harus bekerja mencari uang untuk kebutuhan sehari-harinya di Seoul. Sedangkan Taehyung, sejak kecil sampai sebesar ini pun masih mengandalkan uang dari orangtuanya meskipun tidak sering juga.

"Kamu kan bisa nebar brosur pada waktu jam kuliah kosong. Setidaknya, jangan malam hari begini."

"Iya, Pak. Saya usahakan."

Sesaat, tercipta keheningan di antara mereka berdua. Hingga seberkas kilatan muncul di langit Seoul dan diikuti oleh suara gemuruh petir yang menggelegar.

Taehyung secepat mungkin memeluk tubuh Sohyun yang berada sekitar setengah meter darinya. Namun, yang membuat Sohyun terkejut adalah lagi-lagi Taehyung memanggilnya dengan nama lain.

"Seoyun! Awas!"

Dan berakhirlah Sohyun dalam pelukan lelaki itu untuk yang kedua kalinya. Taehyung mendekap tubuh mungil Sohyun dan menekan kepala Sohyun agar bersembunyi dalam dekapannya. Pipi Sohyun menempel pada dada bidang Taehyung yang ada dibalik kemeja putihnya. Sohyun mendengar sebuah detak jantung yang begitu cepat. Ia juga merasakan miliknya berdetak tidak normal.

Sohyun? Apa yang terjadi dengan jantungmu? Apa asmamu kambuh?

Batin Sohyun.

Taehyung memeluk Sohyun begitu posesif, kemudian ia pun tersadar. Sohyun bukanlah Seoyun yang takut pada petir. Buru-buru Taehyung mendorong tubuh Sohyun dan melepaskan pelukannya.

"Ba-bapak kenapa?"

"Maaf. Saya tidak sengaja."

Sohyun menggaruk kepala belakangnya dan merapatkan jaketnya, sibuk menyembunyikan rasa canggungnya. Taehyung pun demikian, ia melepas jasnya lalu melipat dan menaruhnya sembarangan.

"Kamu mau pulang kan?"

Tanya Taehyung tiba-tiba.

Sohyun mengangguk.

"Saya antar. Itu mobilku, jaraknya cukup dekat jadi kita bisa gunakan jas ini untuk berjalan menerjang hujan."

Sohyun tak menjawab apapun. Ia pasrah, bahkan ketika Taehyung membawa tubuh Sohyun mendekat lalu mengangkat jasnya untuk memayungi tubuh keduanya. Sohyun tidak protes.

"Cepat masuk!"

***

"Ini tempat tinggal saya, Pak."

Mobil Taehyung berhenti di depan sebuah rumah, tepatnya Sohyun tinggal disana. Sohyun keluar dari mobil, beruntung hujan deras telah mereda dan menyisakan gerimis kecil-kecil.

"Terima kasih, Pak!"

"Saya janji, besok akan jadi mahasiswi yang baik!"

Kata Sohyun sambil menyodorkan jari kelingkingnya pada Taehyung yang tak beralih dari kursi kemudi.

"Kekanakan."

Kalimat pendek Taehyung diikuti dengan gerakan mendorong lengan Sohyun keluar dari mobilnya. Kemudian, Taehyung menutup pintu mobil yang tadi Sohyun lewati. Ia merapatkan kaca jendela mobil yang terbuka lalu menyalakan mesinnya.

"Terima kasih, Pak!"

Ucapan Sohyun tidak dibalas, justru Taehyung kembali bersikap tak acuh seperti biasanya dan memilih menjalankan mobilnya pergi dari sana.

"Aneh sekali! Tadi baik, sekarang berubah jadi iblis lagi. Apa susahnya mengucapkan sama-sama?"

Sohyun sedikit kesal.

"Ah, ya sudahlah. Aku masuk saja. Di luar dingin."

***

Taehyung membuang jasnya ke dalam keranjang kotor. Ia melepas dasinya dan melepas tiga kancing atas kemejanya satu per satu. Ia merebahkan diri di atas kasurnya dan mengontrol nafasnya yang sedikit kacau gara-gara bertemu Sohyun.

"Bodoh sekali! Kenapa aku masih berpikir kalau dia Seoyun?"

"Mereka berbeda!"

"Sadarkan dirimu ini Taehyung, kau tidak boleh seperti ini! Dia hanya mahasiswimu!"

Drrt... Drrt..

Sebuah panggilan datang dari ponsel Taehyung. Melihat nama yang tertera di layar ponselnya, buru-buru Taehyung mengangkatnya.

"Halo?"

"Halo, Tuan. Saya dari jasa agen properti ingin menginformasikan bahwa ada seorang klien yang tertarik dengan apartemen Tuan yang berada di daerah Gangnam. Apakah Tuan berniat menjualnya?"

"Maaf. Tolong sampaikan kepada klien tersebut bahwa saya tidak jadi menjual apartemen saya. Saya akan menempatinya kembali."


















To be Continued.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro