22
Di sebuah rumah makan, beberapa orang berkumpul mengenakan jas mereka dengan rapi. Satu titik dalam tempat itu disewa. Tuan Kim, ayah dari Kim Taehyung, mengumpulkan seluruh anggota keluarga beserta pejabat penting di kantornya untuk merundingkan acara hari ulangtahun perusahaan yang ke-30.
"Kemana anak itu? Apa dia masih sibuk dengan gadisnya? Karena itu aku jadi dilupakan?"
"Pa, jangan berburuk sangka begitu. Taehyung sedang dalam perjalanan, tenanglah.."
Baekhyun berusaha keras meyakinkan mertuanya. Memang benar, belakangan ini adik iparnya itu sangat jarang berkunjung ke rumah, bahkan sekadar untuk menampakkan diri saja hampir tak pernah. Dan lagi, keberadaan Sohyun lah yang dijadikan sasaran empuk. Tuan Kim menduga, gadis itu memberi pengaruh buruk pada putra bungsunya. Putra yang seharusnya mewakilinya memimpin perusahaan saat ini, kalau saja ia tidak mengalami keterpurukan sejak kematian istrinya tiga tahun lalu.
"Sore, Pa."
Dan yang ditunggu pun hadir juga. Taehyung memasang rasa hormatnya, ia membungkukkan badan di depan para tamu termasuk papanya sendiri.
"Kupikir, kau tidak akan mau melihat mukaku lagi. Bahkan aku hampir tidak menganggapmu sebagai anakku."
Sindir papanya setengah berbisik. Tentu saja, hal itu tak boleh sampai terdengar ke telinga para tamunya.
Tak ingin memperpanjang masalah, Taehyung cukup diam dan menyimak apapun yang dikatakan sang papa hari itu. Ia tidak menolak jikalau papanya marah dan berucap sesuatu yang dapat menyakiti hatinya. Toh, Taehyung memang brengsek.
Taehyung hanya lah seorang lelaki lemah dibalik fisiknya yang kuat. Ia butuh cinta, ia butuh seorang gadis yang bisa ia cintai seutuhnya. Dan itu pun tanpa paksaan atau halangan oleh siapa pun, termasuk papanya sendiri.
***
Usai mengantar Ibu Sohyun ke stasiun, Taehyung mengajak Sohyun pergi ke suatu tempat. Hari itu, hari terakhir kunjungan sang ibu. Taehyung yang mencoba menjadi pria baik dan bertanggungjawab, membelikan tiket kereta ketimbang bis agar perjalanan Ibu Sohyun lebih aman dan cepat.
Dan tanpa penolakan, Ibu Sohyun pun bersedia meski dari awal ngotot tidak suka kereta.
Sebenarnya, Hanbin lah yang diminta untuk mengantarkan bibinya itu pulang. Namun karena suatu perkara, ia harus segera menuju ke kampus dan menuntaskan urusannya dengan dosen pembimbing.
"Pak, mau kemana?"
"Nanti juga tau."
Mobil mereka pun berhenti. Di sebuah gedung mall yang sangat luas, Taehyung menggandeng lengan Sohyun dan menyeretnya ke dalam toko pakaian yang serba mewah.
Disana, Taehyung sibuk membolak-balik pakaian. Sohyun terbengong tidak karuan. Seumur hidup, baru kali ini dia memasuki toko dimana harga satu pakaiannya hampir-hampir menyerupai biaya satu semester kuliahnya. Itu pun cuma nilai minimalnya saja. Bisa dibayangkan, betapa menguras uang jika seseorang berbelanja baju di tempat yang ia pijaki sekarang.
"Jangan diam saja! Kau bisa memilih satu."
"Apa?!"
"Tidak usah kaget begitu, nanti malam akan ada pesta perusahaan di kantor Papa. Aku mau mengundangmu kesana. Kau harus tampil cantik, mengerti?"
"T-tapi tidak perlu sampai beli baju juga. Aku punya gaun yang bagus kok di kos."
"Gaun yang bagus kau bilang? Coba kutanya, kapan terakhir kali kau membeli gaun?"
"Ehm.. kira-kira... Dua tahun lalu saat aku menghadiri acara kelulusan sekolah menengah atasku."
"Kuno! Itu sudah lama, pasti gaunmu sudah usang semua! Ayo, cepat pilih saja, jangan banyak protes!"
"Tapi-"
"Nggak ada tapi-tapian!"
Ya Tuhan, tanganku akan menyentuh gaun-gaun mahal ini..
Gumam Sohyun dalam hati, sementara tangannya enggan menarik satu pakaian yang sedari awal menyita perhatiannya.
"Wah, pilihan yang bagus."
Taehyung seolah mengerti arah pandang Sohyun, lelaki itu pun menarik pakaian itu lebih dulu.
"Sana cobalah!"
Ia menyerahkan pakaian, atau lebih tepatnya gaun, berwarna merah muda itu ke arah Sohyun.
Sedangkan, di tangan Taehyung sendiri telah terpegang sebuah gaun yang lebih mewah dengan warna biru dongker.
"Bawa yang ini juga." Perintahnya.
Tak meninggalkan banyak 'tapi' dan juga pertanyaan lain, Sohyun bergerak menuju fitting room.
Setelah cukup lama, barulah gadis itu keluar dari sana.
"Emm.. Pak, bukankah pakaian ini terlalu mewah? Aku merasa tidak cocok memakainya."
"Kenapa? Kau cantik. Jangan memandang rendah dirimu, lagipula kau pantas dipakaikan apapun. Barang mahal akan kelihatan lebih berkualitas saat kau yang mengenakannya." Ujar Taehyung sambil tersenyum.
Sudah kuduga, dia sangat serasi dengan gaun pilihanku.
"Pak?"
Sohyun melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Taehyung. Tatapan Taehyung yang melekat pada Sohyun seakan sulit dilepaskan. Gadis itu pun jadi makin salah tingkah.
"Ya sudah, ayo kita ke kasir."
***
Malam pesta yang ditunggu-tunggu keluarga Kim telah tiba. Para tamu berdandan dan berpenampilan glamour. Tidak sedikit pasangan yang memadu-padankan pakaiannya satu sama lain, memperlihatkan betapa harmonis hubungan mereka saat itu.
Tuan Kim beserta anggota keluarga lain menunggu di pojok ruangan yang disulap berkilauan. Mereka menunggu kehadiran Taehyung, si putra bungsu, yang rencananya akan dinobatkan sebagai penerus perusahaan SK Group menggantikan posisi Tuan Kim.
"Pak.. aku gugup.."
Sementara di halaman depan gedung, Sohyun sulit diajak untuk masuk. Ia tidak percaya diri dengan penampilannya.
Bagaimana mungkin gadis 18 (yang hampir 19) tahun itu menunjukkan sisi kedewasaanya di hadapan orang-orang?
Entahlah, dengan gaun biru yang panjang dan belahan rok yang hampir mencapai paha. Serta potongan bagian dada yang agak rendah, dengan rambut yang digelung bergelombang rapi dan high heels 7 cm warna silver yang menghiasi kakinya, Sohyun justru merasa tidak nyaman.
Ini terlalu dewasa, tidak sesuai dengan umurku. Aku malu..
Batin Sohyun menjerit.
"Kenapa? Pegang tanganku, kau tidak akan gugup lagi."
Sohyun berusaha menelan salivanya. Menyaksikan dengan kedua mata kepalanya sendiri, di sekitarnya tidak ada yang mengobrol dengan santai, semua sangat kaku dan formal. Dan ya, sekali lagi. Ini pesta khusus orang dewasa, bukan gadis belasan tahun sepertinya. Bau bir dan wine serta minuman sejenis itu hampir saja membuat Sohyun pusing duluan.
"Apa Bapak yakin?"
"Tentu saja. Aku mengundangmu kesini, bahkan sampai kubelikan gaun ini untukmu. Kau harus masuk ke dalam bersamaku."
"M-maksudku, tidakkah terlihat aneh saat nanti Bapak masuk bersama seorang gadis ingusan?"
"Siapa yang ingusan? Mau kusiapkan tisu?"
"Pak, aku serius!"
"Aku juga serius Sohyun. Dan tolong, malam ini saja. Panggil aku dengan namaku, bicara padaku seolah kita seumuran. Mengerti?"
"Taehyung?"
"Nah... Iya begitu. Tapi akan kedengaran lebih bagus lagi kalau kau menambahkan kata 'sayang' sesudahnya."
"Aish!!"
Sohyun memukul lengan Taehyung yang tergelak tawa gara-gara ekspresi wajah Sohyun yang lucu saat ia menggodanya.
"Yah, sudah-sudah. Kita harus segera masuk sebelum acaranya kelar."
Wah..
Jadi begini rasanya menghadiri pesta orang dewasa?
Andai aku sudah cukup umur, aku mau coba salah satu minuman warna-warni itu.
Eh, aku kan sudah cukup umur.
Ah, tidak-tidak! Katanya minuman seperti itu pahit dan bikin otak menjadi gila.
Aku nggak mau jadi orang gila yang teriak-teriak di jalanan.
Pikiran Sohyun berkecamuk. Sejenak, ia sangat ingin mencicipi salah satu minuman beralkohol yang tersaji di meja yang tak jauh darinya.
Namun, mental Sohyun yang masih polos tidak memberanikan dan mengizinkan dirinya berbuat nekat.
"Itu orang tua-ku. Ayo, akan kuperkenalkan kau pada mereka."
"Orang tua?!"
"Iya,"
Setelah kuingat-ingat, aku dan Pak Taehyung belum punya hubungan apapun. Tapi dia sudah mau memperkenalkanku pada orang tuanya? Apa-apaan?!
"Sohyun? Kok melamun?"
"Eh.. aku.. mau ke toilet!"
Ah, jadi deg-deg-an!
Gimana kalau nanti aku pingsan?
Aku harus menenangkan diriku dulu. Tenang..
Aku butuh ketenangan..
"Tiba-tiba saja? Mau ke toilet sekarang?"
Sohyun mengangguk mantap.
"Ck, baiklah. Jangan lama-lama. Aku tunggu di sebelah sana."
"Oke. Makasih, Pak!"
Kata Sohyun setengah berjalan cepat menuju ke arah toilet.
"Hati-hati! Nggak usah lari!"
"Gadis itu.. lucu sekali."
.
.
.
.
Cukup lama Sohyun menenangkan dirinya di toilet, ia pun akhirnya keluar. Kedua matanya sibuk mencari keberadaan Taehyung di tengah my-tengah kerumunan.
"Duh, dimana sih?"
Hingga, tak sengaja dirinya menemukan Taehyung sedang berada di salah satu titik. Sohyun mengucek kembali matanya, barangkali ia salah lihat.
Namun, setelah dilihat jelas, pemandangannya tetap sama.
Taehyung sedang bersama seorang gadis, d juga dan mereka berciuman mesra!!
Haruskah ia sakit hati?
Taehyung juga sepertinya menikmati cumbuannya bersama gadis itu. Sohyun menyaksikan, betapa posesifnya kedua lengan Taehyung melingkar di pinggang gadis itu. Betapa nyamannya, kedua lengan gadis itu melingkar di leher Taehyung.
Bahkan, setelah cukup lama Sohyun berdiri, kedua insan tersebut tidak saling memisahkan diri.
Apa... mereka nyaman?
Sesak. Tidak tau, apakah asmanya kumat?
Sohyun menggeledah tasnya. Dia tak menemukan inhalernya ada di dalam sana.
Buru-buru gadis itu keluar, barangkali barang berharganya itu terjatuh di dalam mobil Taehyung. Namun, setelah sampai lokasi, Sohyun baru ingat kalau mobil Taehyung terkunci.
"Tidak!!! Tidak!!"
"Akh... Sesak!"
"Akhh!"
"Sakit!"
Sohyun meronta-ronta menahan sesak di dadanya. Rasanya, seribu kali lebih susah bernapas daripada lari keliling lapangan dua kali.
"Tolong.." lirihnya meminta bantuan.
Sangat disayangkan, di sana, tak ada satu orang pun yang berlalu lalang. Sohyun hanya sendirian.
Air mata pun keluar dari sudut netranya. Sohyun tergeletak di jalanan, sambil kedua tangannya menekan dada, merasakan sesak yang luar biasa.
Apakah hari itu menjadi ajalnya?
Apakah malaikat maut akan sungguhan datang menjemputnya?
Kenapa malang sekali nasibnya? Bahkan mati pun dalam keadaan mengenaskan, ia sendirian tanpa seseorang yang benar-benar ia cintai dan mencintainya dengan tulus.
"Tolo..ng.."
Teriaknya semakin pelan.
Dan di ujung nafasnya itu, pandangan Sohyun memburam. Namun, ia melihat sebuah pertolongan datang. Ia merasa tubuhnya digendong, dan dibawa masuk ke dalam sebuah mobil.
Di sana, Sohyun merasakan oksigen berhasil memenuhi rongga paru-parunya. Sesaknya semakin berkurang, tetapi ia dalam keadaan pingsan.
Pingsan atau pingsan untuk selamanya, Sohyun pasrah akan nasibnya saat ia telah membuka mata nanti. Ia siap menerima segala kenyataan yang perih.
To be Continued.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro