Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19

Sohyun POV

"Halo, Tante?"

"Halo, Sohyun. Bagaimana kabarmu?"

"Baik... Cukup baik."

Setidaknya, tiada masalah yang membebaniku untuk saat ini.

"Tante, tumben nelpon aku. Ada berita apa?"

Ya, beliau tanteku. Adik dari ibu yang kini tinggal di Seongnam. Kami memang jarang saling menghubungi, maka tak heran kalau aku sedikit terkejut menerima teleponnya hari ini.

"Kemarin Tante sempat ke rumah ibumu. Dia bilang, dia merindukanmu. Dia khawatir karena kalian jarang berkomunikasi. Karena itu, ibumu menitipkan pesan ke Tante. Katanya, besok lusa kakakku itu akan berkunjung ke Seoul menemuimu."

"Benarkah?"

Senang? Iya. Aku sangat senang mendengar ibu akan berkunjung kemari. Namun, sejenak kemudian perasaan khawatir menderaku. Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada ibu selama di perjalanan? Bayangan buruk pun tidak bisa kuhindari.

Bagiku, ibu orang yang sangat penting. Aku tidak mau terjadi apapun padanya, kalau pun memang kejadian, aku tidak yakin apa aku masih sanggup untuk hidup dan bertahan.

"Sendirian?" Tanyaku pada tante kemudian.

Tanpa bertanya pun aku tau jawabannya.

"Iya. Kau tau sendiri bagaimana ayahmu kan?"

"Kenapa Nenek membiarkan Ibu pergi sendiri?"

"Nenekmu itu sudah berusaha melarang. Tapi mau gimana lagi? Orang Ibumu yang ngotot mau pergi. Akhirnya mau tidak mau, Nenekmu mengizinkannya."

Aku menghela napas. Kenapa sih ayah tega mencampakkan ibuku seperti itu?

Aku sama sekali tidak tau kemana pikirannya pergi, kenyataan ini terlalu menyakitkan untuk kupendam dalam-dalam.

"Oh ya Sohyun,"

"Ibumu juga berpesan sama Tante, nanti ketika kau menjemputnya di terminal, bawa Hanbin sekalian. Dia merindukan teman kecilmu itu. Haha.. entahlah. Tante pikir, Ibumu punya cita-cita menjodohkan kalian berdua."

Deg. Jantungku seperti mau berhenti berdetak. Mendengar nama Kak Hanbin disebut, lidahku tiba-tiba kaku.

Bagaimana caraku menjelaskan pada tante maupun ibu bahwa saat ini hubunganku dengan Kak Hanbin sedang tidak baik?

Ah tidak. Aku tak ingin mengecewakan ibu. Ibu berharap banyak supaya bisa bertemu dengan Kak Hanbin. Mengingat bagaimana terakhir kali perpisahan kami, ibu meminta Kak Hanbin untuk menjagaku. Aku dititipkan padanya. Jika tau aku dan Kak Hanbin sedang berselisih, ibu pasti sangat ketar-ketir.

Dan aku tak mau itu terjadi. Mungkin lebih baik aku mencoba berbaikan dengan Kak Hanbin. Ibu lah alasanku satu-satunya.

Huhh...

.

.


.

.

Aku sedang berdiri lemas di depan ruang kelasnya. Karena terbiasa bersama, aku hafal betul tiap jadwal perkuliahannya. Bahkan di ruangan mana pun aku mengetahuinya.

Parah.. ternyata sebegitunya aku terjatuh pada pesona Kak Hanbin. Ya, aku akui itu. Tapi untuk saat ini, membicarakan hal itu rasanya terdengar menggelikan. Apalagi, aku tau banget betapa sakitnya hati kecilku dengan terhadap perbuatan Kak Hanbin yang pernah lalu.

Astaga, dia keluar.

Dan bersama teman-temannya.

Apa yang harus kulakukan?

Canggung.

Kak Hanbin keluar dari kelasnya dengan muka seperti penuh beban. Apa itu karena rasa bersalahnya padaku?

Mana mungkin?

Tapi kenapa aku juga jadi merasa bersalah karena menolak penjelasannya habis-habisan? Jujur aku masih kesal dan sakit hati.

"Bro.. dicariin tuh." Ungkap salah satu temannya yang menyadari keberadaanku. Seketika, tatapanku dan Kak Hanbin bertemu.

Sebentar, kami saling terpaku. Seolah muncul dalam pikiran kami tentang sebuah keraguan. Keraguan mengenai tepatkah pertemuan kami hari ini? Yang mungkin terkesan mendadak bagi Kak Hanbin.

Ia tampaknya juga penasaran mengapa aku mencarinya secara tiba-tiba.

"Sohyun?" Lirikan matanya penuh harap.

Biarlah kalau ia berpikir aku sudah memaafkannya hari ini. Padahal kenyataannya, kata maaf masih sulit dan enggan untuk kuucapkan.

"Aku mau bicara," kataku singkat mengawali pertemuan kami.

"Baiklah, ayo duduk disana."

Kak Hanbin tak banyak basa-basi. Baguslah, aku juga sedang tidak nafsu untuk mengobrol dengannya. Ia mengerti apa yang aku mau.

"Ibu akan berkunjung besok lusa. Beliau mau Kak Hanbin menemaniku menjemputnya di terminal."

"Tentu! Pasti aku mengantarmu kesana dengan senang hati! Lagipula, aku juga rindu pada Bibi!"

Really?

Kak Hanbin terlihat sangat gembira. Jadi tidak tega mau bermarah-marahan padanya terlalu lama.

Saat dalam keadaan lengah, aku tersentak. Tanganku digenggam Kak Hanbin pada waktu yang sama, membuatku merinding. Aku trauma, masih trauma sejak malam itu. Aku takut berkontak fisik dengan Kak Hanbin lagi kalau ujung-ujungnya cuma sakit hati.

Aku beberapa kali mencoba melepas genggamannya, namun dia mempertahankannya lebih kuat. Baiklah, aku kalah.

"Maafkan aku. Aku tidak pernah punya maksud untuk melukaimu, Sohyun. Malam itu aku terpaksa melakukannya.. aku terjebak dalam permainan sialan yang dibuat Bobby dan teman-temanku yang lain. Iya, aku salah. Tidak bijaksana dan berperasaan kalau aku menyakiti hati sahabat baikku selama ini. Aku mengaku salah, aku yakinkan padamu.. aku tidak pernah punya maksud demikian. Aku-"

"Cukup, Kak. Tidak perlu dijelaskan lebih lanjut."

"Tapi kau harus tau kebenarannya seperti apa."

"Aku maafkan Kakak. Walau jujur, rasanya masih sakit hati dibeginikan."

Wait. Aku memaafkannya semudah ini?

Dasar kau gadis lemah, Kim Sohyun!

"Kau memaafkanku? Sungguh??"

"Iya. Asal Kakak nggak akan ngulangi kesalahan itu lagi. Aku percaya sama Kakak."

"Terima ka-"

"Nggak pakai peluk-peluk!"

"Ah, baiklah."

Kemudian, ia melakukan hal-hal rutin yang sering ia lakukan padaku. Mengacak-acak rambutku seperti anak kecil.

Lagi-lagi, aku merasa bahwa hubungan kami ini memanglah berbatas adik-kakak. Miris sekali..

Semoga saja, keputusanku berbaik hati dengan Kak Hanbin sudah tepat.

Sohyun.. kau lakukan ini hanya untuk Ibu. Demi Ibu!

.

.

.


.

"Stop!!"

Tubuhku tertarik ke belakang saat seseorang memegang ujung kemeja yang kukenakan.

Aku tau ini siapa... Hufft.

"Aku mau bicara. Tapi tidak disini."

Lalu, lelaki itu menarik lenganku dan membawaku masuk ke mobilnya. Tidak tau kenapa, aku merasa bahwa mobil ini adalah singgasananya. Dia seolah-olah jin yang tinggal dalam botol, namun, botol yang kumaksud adalah mobil hitamnya ini.

"Tadi kalian bahas apa?"

"Kalian?" Tanyaku tidak paham.

"Kau dan Hanbin." Jawabnya ketus.

Apa urusannya?

Kak Hanbin sahabatku, jadi aku bebas dong ngobrol dengan siapapun.

"Bukan urusan Bapak."

"Bukan urusanku?" Ucapnya dengan nada meninggi.

Tubuhnya dengan gesit bergerak menghadapku, dan kedua tangannya mengurungku. Menyudutkanku dalam mobil.

"Sohyun, aku menunggu jawabanmu hari ini. Dan kau?? Kau-"

"Arghh.."

Pak Taehyung terlihat frustasi.

Jadi ini sebabnya...

"Tenang saja, kami hanya membahas soal rumah. Jangan berpikir macam-macam.." terangku untuk menenangkan dirinya.

Tapi ya, dia tidak segera menjauh dari posisinya. Malah ia semakin mendekatkan wajahnya padaku. Membuatku tegang.

"Aku tidak peduli apa yang kalian bahas. Tapi aku tidak suka kau dekat-dekat dengannya.."

Diam. Membeku. Aku tak tau harus menjawab apa sekarang.

"Oke, karena hari ini adalah hari terpenting dalam hidupku, aku mengampunimu."

Hey, aku salah apa? Kenapa dia yang harus mengampuniku?

"Sebagai penebus kesalahanmu, kau harus bekerja di butikku."

"Apa?!"

"Iya, aku tau kau dipecat. Kau kehilangan pekerjaan, jadi kau akan bekerja padaku mulai besok. Bagaimana?"

Kedengarannya tidak masalah. Toh, aku juga tertarik dengan butik mantan istri Pak Taehyung. Selain desain ruangannya yang mengagumkan, desain pakaian hasil karya beliau juga bagus-bagus. Paling tidak, aku akan memanjakan mataku disana.

"Nggak buruk juga. Baiklah, aku terima." Jawabku gamblang, disambut senyuman khas dari Pak Taehyung yang begitu manis.

Masa bodoh kalau realitanya Pak Taehyung adalah dosenku. Aku benar-benar takjub pada ketampanannya. Dan hal yang paling aku sukai adalah senyum kotaknya.

Unik dan menarik hati.

Apa sih yang aku pikirkan?!

Aish!!! Tidak!! Aku tidak boleh suka pada dosen sendiri!!

Tapi.. bagaimana aku menjawab perasaannya tempo hari? Sampai sekarang aku bahkan belum yakin, kalau aku benar-benar move on dari Kak Hanbin. Dan aku masih ragu apa Pak Taehyung serius terkait perasaannya itu.

Ah, ini sungguh membunuhku!

"Oh ya, Sohyun. Coba lihat tanganmu.."

Pak Taehyung memeriksa lenganku, juga bagian leherku dan leher belakangku yang lebih tepatnya mendekati punggung.

Risih sekali! Apa sih yang dia lakukan?

"Ada apa sih, Pak? Jangan sentuh-sentuh gitu lah! Geli tau!"

"Geli apa geli? Kayaknya kau suka tuh disentuh-sentuh!"

"Mulai deh.."

"Hehe, bercanda. Ngomong-ngomong, mana tatomu?"

"Tato? Aku?? Aku membuat tato? Jangan mengada-ada. Aku paling nggak suka sama tubuh yang bertato. Kayak berandal aja.."

"Ya siapa tau.. lagipula, kalaupun kamu make tato, nggak akan ngurangin kecantikan kamu tuh. Malahan, cewek-cewek bad girl alias berandal itu kesannya lebih menantang."

"Oh, ya udah sana! Cari aja cewek bad girl yang lebih menantang. Bagus dong, supaya Bapak nggak gangguin saya terus."

"Eh, siapa juga yang mau sama cewek bad girl? Aku kan cuma ngomong kalo mereka lebih menantang. Tapi, Sohyun.."

"Sejauh ini, kau lah gadis yang paling menantang bagiku. Kau tau itu?"

Aku memutar kepalaku. Menghindari kontak mata langsung dengan Pak Taehyung. Rasanya gugup sekali, tiap kali Pak Taehyung memujiku seperti itu, aku jadi sangat malu. Tak berani melihatnya langsung.

"Kenapa nengok? Sini, liat mata aku!"

Tangan Pak Taehyung dengan nakal menyentuh daguku dan mengarahkan wajahku tepat menghadapnya.

Aku giliran memutar mataku ke arah lain. Gimana nggak canggung coba?

Aku memutar bola mataku ke kanan, ke kiri, ke atas.. pokoknya selalu berubah mata angin tiap Pak Taehyung mencoba untuk mendapatkan fokusku. Hingga akhirnya aku lelah dan pasrah menatapnya.

"Apa sih, Pak?" Tanyaku jengah.

"Tuh kan, seperti dugaanku."

"Apa?"

"Kau lebih cantik kalau malu-malu kucing."

Gombal mulu sih Pak Taehyung.


"Tuh liat.. coba ngaca. Pipimu memerah, mirip banget kayak tomat."

Pak Taehyung mengarahkan kaca spion yang ada di atas depan menuju ke arahku, ia terkekeh.

Benar. Astaga.. wajahku memerah.

Benar-benar memalukan.

Inilah kekuranganku, aku paling tidak bisa menyembunyikan ekspresi.







Cup.






"1-0!!"

Seru Pak Taehyung, sampai kemudian dia buru-buru keluar dari mobilnya. Kabur.

What?!

Apaan tadi itu??

Pak Taehyung mencuri kesempatan dariku!!

Sambil berkaca, aku mengulang adegan tadi. Adegan dimana Pak Taehyung dengan cepat mengambil ciuman di pipiku.

Astaga.. dia itu dosenku. Tapi kenapa rasanya seperti kami sedang berpacaran??

"Pak Taehyung!!!"

Aku ikut keluar mobil dan berlari mengejarnya. Sampai aku pun tersadar.

"Ya Tuhan, ini masih di lingkungan kampus!"

Beberapa pasang mata menyaksikan aksiku. Aku jadi linglung, membungkam erat kedua bibirku dan mengunci agar pita suaraku tidak mengeluarkan teriakan yang lebih kencang.

Sementara itu, Pak Taehyung berjalan di depanku. Wajahnya terlihat mengejek dengan lidah sedikit terjulurkan. Ia sangat puas dan merasa mendapat kemenangan. Dari sisi manapun, Pak Taehyung berhasil tidak membuat mahasiswa lain menyadari mimik wajah yang ia lakukan. Lihat kan, betapa profesionalnya dosen itu dalam berakting?

Yah, aku semakin kesal. Jelas sekali disini kalau aku yang terlihat paling bodoh dan gila.

"Awas saja.." gumamku pelan.

Lalu, Pak Taehyung menampakkan tawanya dengan samar, dia berlalu. Dan apa yang ia lakukan di akhir membuatku semakin tidak karuan.

Ia melakukan cium jauh dengan pose tangannya di akhir membentuk finger heart disertai dengan kedipan mata.

Akh..

Ya Tuhan.. dosen gantengku satu ini anugerah apa musibah sih?

Beruntung Pak Taehyung sedang menjemput jam mengajarnya. Kalau tidak, pasti aku sudah memberinya pelajaran.

Eh, tapi gimana caraku memberi Pak Taehyung pelajaran?

Baiklah, aku kalah lagi.



























To be Continued.

Kayak gini ya cium jauhnya ala Pak Taehyung tadi,



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro