5. Zombie
Happy Reading
.
.
.
[Yourname]'s Pov
"Kau tidak ingat?"
"Hah?"
Dazai menatapmu dengan tatapan yang seperti menenggelamkanmu ke bola matanya.
"Apa?" Tanyamu tidak mengerti.
Kemudian Dazai menghela nafas. Kamu juga tidak mengerti dengan perubahan sikap orang di depanmu ini.
Brak
Pintu besi itu terbuka dengan cukup keras menampilkan sosok yang kamu sebut dengan bocah jeruk.
"Oi.. bodoh, ini ada telepon dari si Bos--"
Sepertinya bocah jeruk itu baru menyadari keberadaanmu. Seketika kamu menelan ludah. "Mati aku." Batinmu merana mendapati bahwa nasipmu sial sekali.
"Oh kebetulan kau ada disini eh." Kata bocah jeruk dengan menyeringai. Kamu hanya mengalihkan pandangan pura-pura tidak lihat.
"Berikan ponselmu padaku."
Bocah jeruk itu melihat Dazai dengan kesal. "Kenapa sih daritadi kau menyuruhku? Memangnya kau siapa?"
Dazai hanya mendengus. "Cepat."
Dengan ekspresi sebal, bocah jeruk itu melempar ponselnya kearah Dazai dan langsung sigap di tangkap. Kemudian Dazai berbicara di telepon yang samar-samar kamu dengar.
"Baik." Kamu samar-samar mendengar Dazai menyudahi panggilannya, pandangannya kini teralih ke bocah jeruk.
"Kau bilang apa ke dia?" Tanya Dazai datar. Seketika bocah jeruk tersenyum lebih tepatnya tersenyum penuh kemenangan.
Sekarang kamu sungguh ingin pergi tanpa ketauan tapi bagaimana bisa jika bocah jeruk itu masih di depan pintu atap.
"Daripada kau bertanya tentang itu, lebih baik sekarang aku selesaikan urusanku dengan si gadis yang sangat pemberani ini." Bocah jeruk menatapku dengan tatapan jahat, seolah-olah kamu menyakitinya begitu dalam. Padahal kamu hanya memanggil dia dengan sebutan bocah jeruk.
"Hei bocah kelas B, sekarang berlutut dan minta maaflah kepadaku, sebut aku dengan nama Chuuya ganteng." Katanya dengan angkuh, menatapmu seperti hama.
Kamu jelas tidak mau, masa iya kamu harus bilang bahwa bocah jeruk ini ganteng. Mungkin memang ganteng tapi sayang sekali pendek.
"Hei kenapa diam?" Bentak Bocah jeruk alias Chuuya.
Akhirnya kamu menatap Chuuya dengan sebal. "Aku tidak mau"
Chuuya langsung melotot. "Berani sekali ya kau..."
"Chuuya"
Suara Dazai tampak dingin. Chuuya menatap Dazai sebal. "Apalagi sih?"
Dazai melempar ponsel Chuuya yang refleks ditangkap olehnya. "Sekarang kau bisa pergi"
"Apa-apaan sih aku masih ada urusan dengan gadis ini." Tunjuk Chuuya kearahmu.
"Pergi atau aku batalkan semua permintaanmu itu." Perkataan Dazai entah kenapa membuat Chuuya langsung terdiam.
Dia mendecih. "Sial." Umpatnya lalu menatapmu dengan tajam seolah-olah mengatakan "kau akan aku awasi"
Kemudian dengan langkah yang dihentakan, Chuuya pergi dari hadapanmu dan Dazai.
Lalu tersesisalah kalian berdua. Dengan jantung yang masih berdetak kencang, kamu mencoba untuk tenang.
"Turuti semua peraturan di sekolah ini jika kau masih ingin hidup."
Kalimat itu terdengar datar, kamu bisa melihat Dazai yang menatapmu dengan tanpa ekspresi. Kemudian setelah beberapa detik kalian saling tatap, Dazai langsung berjalan keluar meninggalkanmu. Ya. Memang apa yang kamu harapkan dari seorang pembunuh itu.
.
.
.
Setelah sampai di kos-anmu bertepatan dengan ponselmu yang berdering.
"Ya halo bi?"
"Ah aku baik-baik saja"
"Sekolah? Ah sekolahnya bagus kok"
"Baik baik"
Telepon terputus, kamu hanya menghela nafas. Dengan melempar tas sembarang, seketika kamu merenung.
"Turuti semua peraturan di sekolah ini jika kau masih ingin hidup."
Kamu menghela nafas. "Itu sekolah atau apa sih? Kok serem banget." Kamu bergumam dengan nada sebal. Sudah begitu, kamu teringat dengan kata-kata si Zombie itu.
"Apa ya maksudnya? Kenapa ekspresinya begitu?"
.
.
.
Mori Ougai adalah bos mafia yang menguasai Yokohama, dia ditakuti, disegani dan tidak ada rasa belas kasihan pada siapapun. Hidupnya bebas seperti angin yang berhembus di dunia ini.
Tapi ada satu hal tentang Mori yang tidak diketahui oleh orang banyak
"Ah.. Ellise-chan"
Dia bucin sama anak perempuannya yang masih berumur 6 tahun.
"Sini sini pake baju yang ini"
Ellise menatap sebal ayahnya, dia berlari dan berlindung dibalik sosok orang yang sedari tadi memandangi mereka.
"Dazai-san bantu aku." Kata Ellise dengan merajuk. Orang yang ternyata adalah Dazai hanya menghela nafas.
"Bos.. hentikan itu." Kata Dazai datar.
Mori kemudian cemberut. "Kenapa kau memanggilku bos lagi? Tadi aku sudah senang dipanggil ayah olehmu." Ucapnya dengan nada yang sedih. Pura-pura tentunya.
Ellise dan Dazai hanya memutar bola matanya bosan. Mereka berdua memang anak yang di specialkan oleh Mori. Ibarat seperti anak kandung sendiri.
"Ah tadi kata Chuuya, handphonemu rusak, aku sudah membelikan yang baru untukmu, kau bisa lihat di kamarmu." Kata Mori dengan menyerahkan baju yang tadi dia pegang kearah salah satu pelayan.
"Terimakasih bos." Dazai membungkuk hormat. Mori langsung mengibaskan tangannya.
"Jangan seperti itu Dazai, ingat kau ini anakku juga." Perkataan Mori hanya dijawab oleh anggukan Dazai.
Tiba-tiba sebuah pintu terbuka dan Chuuya masuk dengan wajah sebal.
"Bos.. kenapa aku meminta motor tapi tidak dibelikan olehmu?"
Mori menatap Chuuya. "Kau siapa ya?" Dengan nada yang bingung.
Chuuya semakin kesal. Jika Dazai dan Ellise di anggap anak kandung. Maka seorang Chuuya hanya dianggap seperti anak tiri. Miris sekali.
"Tapi tadi Dazai dibelikan handphone dengan keluaran terbaru." Chuuya sungguh iri. Sebenarnya dia tidak terlalu mempermasalahkan dengan merk handphone Dazai yang bagus. Tapi rasanya sangat tidak adil bahkan Dazai tanpa meminta langsung dikasih oleh Mori.
"Tidak bagus jika kau naik motor Chuuya-kun, akan lebih baik jika kau naik mobil bersama dengan Dazai, supaya kalian bisa lebih akrab." Kata Mori.
Chuuya mendecih. "Gak." Ucapnya singkat.
Ellise tertawa. "Chuuya-san nanti aku belikan motor main-mainan." Katanya.
Chuuya menatap sebal Ellise. Pupus sudah keinginan dia untuk lepas dari Dazai, tiap hari harus pergi dengan orang itu terus.
"Belikan saja dia motor Mori-san," perkataan Dazai sukses membuat ketiga orang yang ada disana minus pelayan, menatap kaget.
"Maksudmu?" Tanya Mori.
Dazai menghela nafas. "Chuuya terlalu berisik, aku juga butuh ketenangan, jadi belikan saja dia motor."
Beberapa saat terjadi keheningan.
"Baiklah kalau itu keinginanmu." Kata Mori pada akhirnya.
Kemudian Chuuya menatap puas. Dan bersorak dalam hati.
Beberapa Jam kemudian masih di ruangan Mori yang hanya tersisa dia sendiri, Ellise sedang bermain dengan para pelayan.
Tok tok tok
"Masuk"
Seseorang masuk dan membungkuk.
"Kenapa Bos memanggil saya?"
Mori berdehem. "Hirotsu, aku ingin tau apa yang ingin kau laporkan hari ini."
Hirotsu mengangguk. "Di sekolah ada masalah sedikit perihal isu yang mengatakan bahwa ada pembunuhan padahal itu semua hanya bohong."
Mori mengangguk. "Lalu?"
"Tidak ada lagi bos." Kata Hirotsu lagi.
"Baiklah kalau begitu, kau bisa pergi." Perintah Mori. Lalu Hirotsu hanya mengangguk paham dan pergi dari ruangan Mori.
Ketika hirotsu sudah diluar ruangan Mori, dia berjalan melewati koridor yang cukup panjang. Beberapa pelayan tampak menyapanya.
Tiba-tiba seseorang sudah menunggunya, bersandar di tembok.
"Tuan muda." Hirotsu menghampiri orang yang sedari tadi sedang bersandar menatapnya.
"Bagaimana Hirotsu?" Tanyanya.
"Aku tidak mengatakannya." Kata Hirotsu. Tuan muda yang ternyata adalah Dazai mengangguk tampak puas.
"Tuan-- maksudku Dazai-san, kenapa kau merahasiaakan hal itu?" Tanya Hirotsu.
Dazai terdiam. Kemudian dia menatap Hirotsu datar.
"Karena itu tidak penting." Ucapnya dingin. Kemudian Dazai langsung pergi dari situ. Hirotsu hanya menatap tuan mudanya itu dengan padangan bertanya-tanya. Biasanya tuan mudanya itu akan selalu membereskan setiap orang yang membuatnya kesal. Tapi kenapa untuk gadis itu tidak?
Hirotsu tidak mau ambil pusing untuk saat ini, biarlah itu menjadi rahasia tuan mudanya.
.
.
.
[Yourname]'s pov
Dua minggu sudah terlewati, kamu merasa bahagia karena tidak ada lagi tatapan yang seolah-olah ingin membunuhmu. Bahkan semua sudah di kategorikan normal. Entah kenapa.
Dan dua minggu ini kamu juga dekat dengan Ranpo, kalian terkadang makan bersama di taman belakang.
Ranpo sangat menyukai masakan yang kamu buat, dari mulai nasi sampai ke lauk-pauknya, hingga akhirnya kamu buat dua bekal.
"Gaada guru nih, ke lapangan yuk"
Tiba-tiba kamu mendengar suara anak perempuan dari kelasmu.
"Di lapangankan anak kelas A lagi olahraga lho, lagipula sebentar lagi juga istirahat jam pertama." Kata anak perempuan yang lain
Setelah berbicara seperti itu para perempuan itu pergi sambil cekikikan yang membuatmu geleng-geleng kepala, samar-samar kamu mendengar kata Dazai di dalam pembicaraan itu.
"Dasar, dia belum tau aja kalo yang mereka kagumi itu zombie." Ucapmu pelan.
"Apa?" Kamu lupa keberadaan Naomi yang duduk disampingmu.
"Tidak kok." Katamu. Naomi kemudian cemberut. "Ne [Yourname]-chan, masa ya.. masaaaa kakakku tadi langsung berangkat tanpa memakan sarapan yang aku buat, akhir-akhir ini dia itu sibuk, padahalkan aku sudah susah-susah buat makanannya lalu..."
Kamu menghela nafas, meratapi nasipmu yang mendapati teman mengidap brother complex. Bucin kakaknya. Sama-sama bucin sih.
"Ne [Yourname]-chan, kau dengar tidak?" Naomi cemberut lagi.
Kamu melihat Naomi dan berpikir bagaimana terlepas dari manusia satu ini.
"Ah Naomi-chan bagaimana kalau kita jalan-jalan?" Tanya kamu. Naomi tiba-tiba memasang pose berpikir lalu dia tersenyum aneh.
"Oh aku tau, maksudmu jalan-jalan kearah lapangankan, Hm? Mau ketemu sama Ranpo-san ya?" Naomi tiba-tiba menggodamu. Kamu mengernyit. "Maksudnya?" Tanyamu bingung.
Naomi kemudian terkekeh. "Aku tau kok, selama ini kamu sering ke taman belakang dan makan bareng sama Ranpo-san, yakan?"
Seketika kamu tidak bisa berkata-kata, memang benar sih tapi kamu bingung Naomi tau darimana
"Sudah, aku tau kok, jadi ayo kita jalan-jalan ketemu Ranpo-san." Kata Naomi sambil terkikik menyentuh pipimu dengan jari.
Kamu hanya menggeleng-gelengkan kepala, sepertinya Naomi salah paham. Tapi kamu juga tidak ingin membuat klarifikasi, biarlah nanti juga lupa sendiri.
Akhirnya kalian pergi ke lapangan dan Naomi dengan heboh menunjuk-nunjuk Ranpo yang sedang menendang bola. Kamu berusaha untuk tidak terlihat karena jujur saja Naomi membuatmu malu, kamu tidak mau jadi pusat perhatian lagi.
Teriakan terdengar, kebanyakan menyeruakan Dazai. Kamu langsung bisa melihat bahwa Dazai sedang mencoba menghalangi Ranpo. Dan ketika Ranpo menendang bola.
Buk
Sayang sekali bola itu tidak masuk. Bunyi peluit tampak terdengar, pertandingan tersebut berakhir. Kamu dapat melihat bahwa sepertinya skor dimenangkan oleh timnya Dazai.
Anak-anak perempuan tampak bersorak. Kamu bisa melihat bocah jeruk a.k.a Chuuya sedang tebar pesona dengan beberapa anak perempuan.
"Ranpo-san!" Tiba-tiba Naomi berteriak dan membuatmu terkejut. Kamu bisa melihat Naomi yang melambai dan Ranpo yang melihat kalian. Seketika kamu berharap Ranpo pura-pura tidak kenal.
Tapi sepertinya kamu harus menerima kenyataan bahwa Ranpo dengan langkah yang ringan menghampiri kalian. Matanya fokus melihatmu.
"Aduh." Batinmu. "Jangan mendekat kumohon." Lanjut batinmu lagi penuh dengan doa.
Ketika Ranpo berada dihadapanmu, entah mengapa kamu merasa suasana yang ramai langsung seketika menjadi sunyi. Kalimat yang keluar dari mulut Ranpo kali ini membuatmu harus merutuki kebodohanmu mau-maunya terjebak lagi oleh Naomi dan juga ingatkan untuk memarahi Naomi.
"Nanti siang kita makan bareng."
Hilang sudah hidup yang tentram.
To be continued
.
.
.
Hello jumpa lagi. Jangan lupa vote daan komen ya.
Termakasih
See you next chap.
Salam ikemen bsd
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro