Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Perjanjian (bag 2 end)

Happy Reading
.
.
.
Author's Pov

Hari sabtu telah tiba saat ini [Yourname] sudah berada di rumah Dazai pada pukul sebelas, dia datang menggunakan bus lalu harus jalan kaki lagi cukup jauh untuk mencapai rumah ini. Ga di jemput. Parahkan.

[Yourname] langsung disambut oleh Akiko yang menatapnya dengan senyuman, perasaan capek dan lelah seketika hilang.

"Wah [Yourname]-san datang kesini, silahkan masuk."

[Yourname] mengangguk, dia mengikuti Akiko. "Aku datang kesini karena bi Akiko ingin bertemu denganku."

Ekspresi Akiko sedikit berubah, dia bingung. "Eh?"

[Yourname] menatap Akiko. "Kenapa bi?"

"Ah itu.."

Dazai tiba-tiba muncul dan berdehem. Hari ini dia menggunakan T-shirt berwana hitam di sisi kanan dan putih di sisi kiri bertuliskan Evil di bagian dadanya dan dipadukan oleh celana panjang berwarna senada dengan warna bajunya. Jangan lupakan rambutnya yang masih basah karena habis mandi. Cerminan ikemen sekali.

"Ah tuan muda"

Dazai mengangguk, pandangannya beralih kearah [Yourname].

"Oh kau datang."

Ekspresi dari Dazai membuat [Yourname] mendelik kesal. "Tentu saja aku datang, kau sudah menyita bukuku."

Akiko yang berada ditengah-tengah mereka hanya bisa mengelus dada. Sabar.

"[Yourname]-san silahkan duduk, bibi akan siapkan minuman."

Akhirnya hanya itu yang bisa Akiko keluarkan. Menyuruh tuan muda dan tamunya duduk.

"Terimakasih bi, maaf merepotkan." Kata [Yourname] yang dibalas anggukan oleh Akiko sebelum dia menghilang untuk ke dapur.

[Yourname] duduk di sofa panjang yang empuk, pandangannya kini melihat Dazai yang hanya menatapmu diam.

"Apa?"

"Aku belum menyuruhmu duduk." Ucapnya datar. [Yourname] hanya menaikkan alisnya. "Tadi bi Akiko sudah mempersilahkanku duduk kok." Ekspresi [Yourname] tampak polos. Dazai hanya mendecih.

Tanpa berkata-kata dia pergi begitu saja meninggalkan [Yourname] yang masih memasang ekspresi polos, ketika Dazai sudah menghilang dari pandangannya, barulah [Yourname] menjulurkan lidahnya.

"Emang enak."

.
.
.

Terdengar suara tertawa dari arah ruang televisi. Disana terdapat satu wanita paruh baya dan satu gadis yang sedang asyik menonton kotak persegi tipis yang menampilkan adegan spons kuning yang bisa bicara.

"Astaga bi, lihat bulu matanya bisa copot."

"Iya, yaampun bibi tidak bisa berhenti tertawa."

Mereka berdua tertawa dan melupakan sosok seseorang yang sedang menatap datar di belakang.

"Lihat bi, lihat wajah squidward"

"Ahahaha"

Dazai yang sedari tadi berada di belakang dua orang berjenis kelamin perempuan itu akhirnya dengan santai berjalan mendekat dan berdiri didepan mereka, menghalangi pandangan mereka dari televisi.

"Minggir zombie, ini lagi seru." Protes [Yourname]. Akiko mengangguk.

"Tuan muda Dazai tolong minggir."

Dazai masih berdiri disana dan dia menatap datar. Tatapannya itu sukses membuat Akiko bergidik ngeri akan tetapi sepertinya [Yourname] sedang tidak peka.

Akiko berdehem. "Bibi ke dapur dulu."

"Lho bi? Kok pergi sih ini masih seru lho."

Sayang sekali Akiko sepertinya tidak mau ambil resiko kena marah tuan mudanya yang sedang tidak mood.

"Kau masih ingin menonton itu atau barang ini aku bakar?"

Dazai mengangkat buku matematika milik [Yourname] dengan menggunakan tangan kanannya.

[Yourname] langsung berdiri dari duduk-duduk santainya. "Itu bukuku." Protesnya.

Dazai langsung memberikan isyarat untuk kembali duduk di ruang tamu dan [Yourname] langsung patuh. Daripada bukunya lenyap.

Setelah mereka duduk berdampingan entah mengapa suasananya jadi hening. [Yourname] memutuskan untuk menjaga jarak dari Dazai supaya tidak bersentuhan.

"Sebelum kau mendapatkan bukumu, aku ingin kau menandatangani ini."

Dazai menyerahkan kertas yang sedari tadi dia sudah siapkan diatas meja. [Yourname] membacanya.

"Perjanjian? Perjanjian apa?

"Kerja part time"

[Yourname] menatap bingung. "Memangnya aku setuju?"

"Harus." Jawaban Dazai sangat mengesalkan.

"Aku tidak mau"

Ctek

[Yourname] menatap horror karena dia melihat Dazai memantik api dan mengarahkan ke bukunya.

"Astaga bukuku"

"Jawabanmu"

"Tidak, huaaa Zombie jangan!!"

Tinggal sedikit lagi pemantik itu akan mengenai bukunya, tapi [Yourname] langsung menahan tangan Dazai.

"Ya, aku jawab ya, Dasar kau zombie licik."

Sudut bibir Dazai terangkat puas, dia menyerahkan bolpoin pada [Yourname]. Dengan berat hati [Yourname] menandatangani kertas itu.

"Berarti kau sudah setuju dengan ini." Tiba-tiba Dazai mengeluarkan kertas lagi dan [Yourname] membacanya.

"Apa ini? Kenapa banyak peraturannya?" Protes [Yourname].

Dazai hanya menatap dengan polos. [Yourname] merasa dijebak. Dia membaca tulisan itu lagi.

Peraturan

1. Pihak pertama (punya rumah) berhak menyuruh apapun kepada pihak kedua (pekerja)

2. Pihak kedua boleh menggunakan fasilitas yang ada dirumah kecuali kamar milik pihak pertama

3. Pihak kedua tidak boleh membantah kata-kata pihak pertama karena pihak pertama selalu benar

4. Pihak kedua harus lapor jika ingin melakukan apapun kepada pihak pertama, karena pihak pertama berhak tau.

5. Pihak kedua dan pihak pertama tidak boleh berhubungan serius dengan lawan jenis sampai kontrak ini selesai.


"Apa-apaan ini? Kenapa aku harus memberi tau apa yang aku lakukan?" [Yourname] mengajukan protes karena tidak habis pikir dengan peraturan yang aneh ini.

"Karena aku tuanmu." Jawab Dazai dengan nada yang kalem.

Ga masuk akal memang.

[Yourname] menatap dengan bengis, ingin sekali memukul wajah itu tapi tentu saja niat hanyalah niat.

Menghela nafas karena percuma saja melakukan protes karena dia sudah terlanjur masuk ke dalam kehidupan Dazai.

"Baiklah sekarang kembalikan bukuku"

Dazai memberikan sebuah buku, [Yourname] membukanya disitu terdapat banyak rumus yang membuat [Yourname] mengalihkan pandangan lagi kearah Dazai.

"Ini bukan bukuku"

"Kau bisa melihat jawaban tugasmu dari rumus itu."

Dazai memberikan buku tugas [Yourname] yang sedari tadi hanya melihat Dazai dengan pandangan aneh.

"Kau membantuku nih?" Tanyanya tidak percaya.

Dazai hanya menaikkan alis. "Memangnya aku terlihat begitu?" Dazai malah balik bertanya.

[Yourname] cemberut karena respon Dazai seperti itu. "Baiklah aku akan coba, tuan muda Dazai."

Dazai sedikit tertegun ketika [Yourname] mengatakan tuan muda Dazai. Dia melihat [Yourname] yang mulai membuka buku matematikanya dan melihat rumus yang Dazai kasih.

Merasa dilihat, [Yourname] mengalihkan pandangannya kearah Dazai.

"Apa lihat-lihat?!"

Dazai melengos tidak mau melihat lagi, sedangkan [Yourname] hanya menatap sinis. Masih kesal akan perilaku Dazai.

.
.
.

Beberapa menit, detik, bahkan jam sudah terlewati, [Yourname] merenggang lelah, posisinya terus berganti, dari yang duduk disofa, lalu pindah kebawah lantai, entah soalnya yang susah atau dianya yang kurang pintar.

[Yourname] memutuskan untuk melihat jam yang ada di handphonenya. Tepat pukul lima sore. Sudah hampir satu harian dia ada di rumah Dazai.

Sang pemilik rumahpun juga masih setia duduk disofa, tampak nyaman dengan buku yang dibacanya dan segelas teh yang masih mengepul. Sungguh nikmat.

"Kenapa?"

[Yourname] tersentak kaget, belum siap dengan suara Dazai yang memergoki dia sedang menatapnya.

"T-tidak kok."

Mata [Yourname] kembali melihat tugas matematikanya yang masih belum selesai. Lima soal lagi, dan kenapa susah sekali. [Yourname] ingin cepat-cepat pulang, dia ingin meminta bantuan Ranpo tapi tidak mungkin [Yourname] meminta bantuan Ranpo disaat hari libur ini.

Meminta bantuan ke pria yang ada didepannya, [Yourname] gengsi. Nanti Dazai besar kepala dan malah mencemoohnya.

[Yourname] menggeleng berusaha mengenyahkan pikiran untuk meminta bantuan makhluk didepannya ini. Matanya kembali fokus, malah mungkin seperti memelototi bukunya itu.

"Ayo cepat otak berpikirlah." Batin [Yourname] seperti merapalkan mantra.

Tiba-tiba [Yourname] merasakan ada seseorang yang duduk disebelahnya, dia duduk dibawah dengan menyilangkan kakinya.

"Kemarikan bukunya."

"Hm?"

Dazai menarik buku [Yourname] dia melihat soal-soal yang belum dijawab oleh [Yourname].

"Ini masih salah dan yang ini juga"

[Yourname] menatap malas. "Memangnya kau yakin itu salah? Bisa saja itu benar."

"Kau meragukanku?"

"Ya siapa taukan, bukan berarti karena kau berada di kelas A terus nilaimu bagus, siapa tau kau membayar sekolah."

Dazai menatap datar. "Aku bisa menjamin ini dapat nilai seratus."

[Yourname] melihat Dazai, mencibir "Dih, sombong."

"Kalau ini dapat nilai seratus, kau mau kasih aku apa?"

"Lho kenapa harus aku yang kasih?"

"Karena kau meragukanku."

Kemudian [Yourname] terlihat berpikir. "Mungkinkah Dazai ini pintar? Kalau dapat seratus nanti aku kalah tapi kalau tidak dapatkan aku bisa membatalkan perjanjian itu."

"Aku akan kasih kau satu permintaan, tapi kalau gagal, perjanjian yang tadi batal, oke?"

Dazai mengangguk. Lalu tanpa basa-basi dia mengerjakan soal yang salah sekaligus soal yang masih belum dijawab. [Yourname] melihat Dazai yang tampak serius mengerjakan tugasnya. Tanpa sadar pandangannya meneliti setiap jengkal yang ada pada Dazai. Dari rambutnya yang berwarna hitam pendek sekaligus terlihat berantakan dan warna cokelat pada kedua bola matanya. Entah mengapa sangat menawan.

[Yourname] langsung menggeleng. "Apa itu tadi? Sepertinya aku kerasukan." Batinnya tidak terima.

Dengan helaan nafas, [Yourname] bersandar pada kaki sofa yang empuk, untung saja lantainya dihiasi karpet kalau tidak, pasti terasa dingin dan keras.

Tidak terasa lima belas menit sudah terlewati dan Dazai sudah selesai mengerjakan tugasnya. Tidak semua jawaban [Yourname] salah, setidaknya Dazai tau bahwa gadis itu tidak sebodoh yang dia pikirkan.

Dazai melihat [Yourname] yang sekarang tampak nyaman tertidur dengan posisi yang akan membuat leher pegal. Dazai menghela nafas, bisa-bisanya dia mengerjakan tugas gadis yang sekarang sedang asyik ke dunia mimpi.

"Tuan muda."

Dazai melihat Akiko yang sekarang sedang menatap tuannya.

"Nona tertidur?" Bisiknya pelan. Dazai mengangguk, dia mencoba dengan perlahan mengangkat [Yourname] untuk dipindahkan ke sofa. Setelah sekiranya [Yourname] sudah nyaman berada disofa, Dazai meminta Akiko untuk mengambil selimut.

"Ini."

Dazai mengambil selimut yang diberikan oleh Akiko, dia menyelimuti [Yourname] dengan penuh kehati-hatian.

"Tuan muda"

"Hm?"

"Tuan muda sangat sayang ya sama [Yourname]-san?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Akiko membuat Dazai langsung memastikan bahwa [Yourname] masih dalam keadaan tidur.

"Jangan bertanya yang aneh-aneh."

Akiko tampak tersenyum melihat Dazai, dia ingin sekali melihat pemuda dihadapannya ini bahagia.

"Tuan muda harus sabar ya, bibi akan mendukung apapun yang akan tuan muda lakukan."

Dazai menatap Akiko, tatapannya melembut. "Ya."

"Ah ya satu lagi." Akiko tiba-tiba berbisik. "Jangan cium nona [Yourname] saat lagi tidur."

"A-aku tidak.." Dazai protes dia tidak mungkin mencium gadis yang lagi tertidur, walaupun dia mafia tapi etikanya baik. Entahlah apa ada mafia yang beretika.

"Hm?" Akiko menggodanya. Dazai mendecih. "Sudahlah, bi, aku pergi, kalau dia bangun malam, suruh dia menginap saja di kamar tamu," kata Dazai.

"Lalu tuan muda pulang lagi?"

"Entahlah."

.
.
.

[Yourname]'s Pov

Keesokan harinya kamu bangun pukul tujuh pagi, memutuskan untuk membantu bi Akiko.

"Tidak perlu bantu, bibi tidak apa-apa."

Kamu tersenyum. "Aku sekarang juga akan bekerja part time kok, eh tidak bisa dibilang part time sih karena aku kerjanya ketika weekend."

Bi Akiko tertawa. "Jadi kamu setuju dengan tuan muda Dazai?"

Kamu hanya mengangguk walau wajahmu masam. "Ya mau gimana lagikan."

"Oh ya nanti bantu bibi masak ya."

"Siap."

Kamu dan bibi sama-sama tersenyum. Tiba-tiba kamu teringat sesuatu.

"Ngomong-ngomong Dazai tidak pulang ya bi?"

"Sepertinya tidak."

Kamu mengangguk-nganggukan kepala. "Sebenarnya Dazai itu, apa yang dia lakukan ketika malam bi?" Kamu bisa melihat bi Akiko sedikit tersentak kaget.

"Maksudmu?"

"Aku hanya penasaran."

Pandangan bi Akiko mengarah padamu. "Bibi juga tidak tau pasti sih, tuan muda tidak pernah cerita."

Kamu mengangguk, tidak mau memperpanjang walaupun masih penasaran. Apalagi kamu teringat kejadian malam itu.

"Kalau sudah jam delapan, kita langsung masak ya."

"Baik."

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi, kamu berada di dapur bersama dengan bi Akiko.

"Tuan muda itu sangat suka makanan yang asin, makanya bibi membuat omelet yang asin bukan manis."

Kamu mengangguk. "Berbanding terbalik dengan temanku dong ya, dia suka manis dan aku terkadang membawa bekal untuknya."

"Teman nona laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki."

Bi Akiko terlihat mengangguk-nganggukan kepala. "Nona suka ya?"

Kamu terkejut. "Ah, tidak kok."

"Nona suka laki-laki yang seperti apa?"

"Seperti apa ya.. mungkin baik, peduli, suka menolong dan selalu tersenyum." Kamu menjawabnya dengan ragu, tapi entahlah mungkin itu juga benar.

Lagi-lagi bi Akiko mengangguk. Tiba-tiba pintu depan seperti ada yang membukanya, dan setelah dilihat ternyata Dazai.

Bi Akiko menyuruh kamu untuk menghampiri Dazai dan bilang bahwa sarapannya akan jadi. Kamu mengangguk dan menghampiri Dazai yang sedang melepas sepatu.

"Zombie."

Dazai melihatmu dan tatapannya menyiratkan akan lelah. "Makanan sudah siap tuh."

"Aku tidak makan."

Kemudian si zombie jalan melewatimu begitu saja, sama sekali tidak berbasa-basi lagi. Kamu menatapnya aneh karena dia seperti ada suatu masalah yang ditutupi.

Entah mengapa kamu sedikit khawatir. Ya hanya sedikit kok. Tidak banyak.

"[Yourname]-san?"

Bi Akiko melambaikan tangannya di depanmu, bahkan kamu tidak sadar bi Akiko sudah ada didekatmu.

"Ayo makan, biarkan tuan muda istirahat."

Kamu hanya mengangguk, dalam hati kamu merutuki mengapa khawatir sama si tuan muda zombie itu.

Dasar. Zombie.

To be continued
.
.
.

Masih banyak typo, maaf ya. Nah ini silahkan baca, minggu depan aku gak up karena bakalan sibuk.

See you next chap. And... Salam dari akuu..

Salam ikemen bsd

Jangan lupa vote dan komen

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro