Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

You and I - END


Semua orang tahu, bahwa penyesalan selalu datang terlambat, begitu pula Mushkin. sebesar apapun penyesalannya, semua sia-sia. Icha sudah masuk ke dalam ruang operasi dan dokter sedang mengoperasinya.

Wajah Mushkin penuh dengan luka lebam akibat pukulan penuh amarah dari kakak iparnya yang menyalahkannya karena tak becus menjaga istrinya sendiri. belum lagi luka-luka di tubuhnya karena Mushkin tidak bisa berjalan dengan benar begitu mendengar kabar dari Reno. Bisa sampai di rumah sakit saja ia sudah bersyukur. Sekarang keadaannya sungguh-sungguh mengenaskan. Kakak iparnya semakin membencinya, sementara istri dan anaknya entah bagaimana nasibnya.

Mushkin di paling pojok, menenggelamkan kepalanya diantara kedua lututnya di lantai. Seandainya saja ia membujuk Icha untuk menunggu Sharen dan Reno sampai di rumah sakit, mungkin sekarang ia sedang tertawa bersama Icha, atau mungkin sekarang ia sedang menahan rasa sakit di tangannya akibat cengkraman Icha yang melampiaskan kesakitannya di ruang persalinan.

Setidaknya itu lebih baik, semua terasa lebih menyenangkan daripada duduk dengan mengenaskan menunggu pintu ruang operasi terbuka, menunggu suara tangis anaknya, atau sekedar menunggu Icha membuka matanya kembali.

"itu di dalem udah beres belum kejutannya? Kalau udah, rugi banget! Cape-cape tengah malem kesini. Eh tunggu, mas siapa? Satpam disini ya? lagi keliling komplek?"

Mushkin tertawa miris. Dalam keadaan seperti ini, yang ia ingat adalah ucapan tak sopan Icha di pertemuan kedua mereka saat Reno berulangtahun.

Ia ingat sekali, dulu betapa kesalnya dirinya ketika wanita menyebalkan yang berbadan bulat itu menyebutnya satpam.

"Sorry.. tapi gue butuh lebih."

Bahkan ciuman pertama mereka, masih sangat terasa oleh bibirnya. Rasa bibir Icha yang manis, yang selalu menggerutu dan menggumamkan jutaan umpatan dalam ragam bahasa dan kata yang tak ia mengerti benar-benar membekas dalam ingatannya.

"Gannisya aradya Iskandar. Itu nama lo bukan?" Tanya Mushkin. Icha menganggukkan kepalanya, "Iya, itu nama gue!"

"Dasar kentang mustopa! Suka-suka gue! Gue bilang ga mau bicara ya gak mau!"

"DASAR TUSUK SATE! KENAPA LO LEDEKIN BADAN GUE!!!!"

"Ya emang, tapi gue asisten. Bukan manajer, heran deh. Sekalian aja lo suruh gue cebokin lo!"

"KENTANG MUSTOPA!!!!! LO PERKOSA GUE!!!!!!!"

"Gue mau minta uang seratus juta, buat operasi selaput dara. Biar gue perawan lagi."

"Jilbab kamu kemana?" Tanya Mushkin. Icha tersenyum, "Tadi niatnya mau benerin pak ke toilet, tapi saya gak betah, belum siap ah, nanti aja."

"Kalo lo nikahin gue karena lo mau, berarti akan ada saat di mana lo cerai gue karena lo mau juga."

"Lo itu, ngajak gue nikah kenapa kayak ngajak gue ribut sih?! Lo pikir gue apa? boneka? Lo cium-cium gue sembarangan, dan tanpa sengaja kita tidur lalu lo ngotot mau nikah sama gue? Dengan bahasa yang sangat-sangat gak pantes. Lo ngajak gue nikah kayak mau sewa pelacur aja!! masa sih lo gak peka? Dasar KENTANG MUSTOPAAA!!!GANJELAN PINTU!!! GUE GAK SUKA SAMA LO!!!"

"Calon istri- calon istri! Emang gue mau jadi istri lo apa?"

"KENAPA TARIK-TARIK BH ORAAAAANG!!!! DASAR MESUM!!!!"

"Dasar om-om gatel!"

"Kenapa harus muka itu sih yang aku liat tiap hari? gak bisa gitu, kamu cepet tumbuhin jambangnya. Atau kamu beli krim penumbuh bulu aja. siapa tahu cepet. Kok kamu gak ada usaha banget sih. Kamu seneng ya kalau aku gak mau deket-deket sama kamu?!"

"Aduh yaaang, kenapa sih? Kamu kalau merasa bersalah sama aku ya minta maaf yang bener. Bukannya bilang yang nggak-nggak! Emangnya aku apaan, dari kamu di kasih ke yang lain. Kamu lupa? Yang mau sama aku kan kamu aja. jadi sampai kapanpun aku gak pernah mau ninggalin kamu."

"I LOVE YOU BABANG MUUUUSSSS!!!"

Benar kata orang, kenangan itu membunuh. Dan disaat seperti ini tidak membantu sama sekali. Mushkin sudah terduduk dengan mengenaskan menunggu nasib kedua manusia terpenting dalam hidupnya sementara semua kenangan dalam kepalanya terputar begitu saja, tanpa permisi membayangi benaknya dan memberikannya perasaan tidak rela, kalau saja sesuatu terjadi dan ia harus menyimpan kenangannya sendiri.

Astaga, masih terlalu banyak kenangan yang belum ia ciptakan bersama Icha. Kemarin Icha menginginkan Kamera kan? tentu saja mereka harus menggunakan kamera itu untuk mengabadikan setiap momen keluarga kecil mereka. dimana ada dirinya, Icha, dan anak mereka. itu namanya lengkap, sempurna.

Dan, berapa lama lagi Mushkin harus menunggu dokter sialan itu keluar dan membawa istri juga anaknya!!!!

"Mus, minum dulu.." Reno menghampirinya, mengulurkan satu botol air mineral ke hadapannya.

Mushkin menggeleng. Dalam situasi seperti ini, ia tidak yakin bisa meloloskan air itu melalui tenggorokannya. Lagipula, Icha di dalam sedang terkoyak isi tubuhnya, dan itu semua gara-gara ulahnya. Kalau saja, kalau saja Mushkin tidak pergi tadi.. Ya Tuhan... penyesalan itu begitu besar, membuatnya bahkan tak mampu untuk sekedar mengangkat kepalanya dari lututnya.

"Mus.. gue juga pernah ngerasain hal ini, gue tahu rasanya. Tapi dengan lo begini, gak akan merubah apapun.."

Mushkin semakin menenggelamkan kepalanya, "Nooo.. gue tahu kok, gue banyak nyakitin cewek di luar sana, tapi satu cewek ini bener-bener bikin gue gak berdaya. Sekarang, dia di dalem tanpa gue tahu gimana keadaannya. Gue harus apa.. gue gak mau kehilangan dia."

Reno meremas bahunya, "Lo gak akan kehilangan dia Mus.."

"Gak ada yang tahu noo.."

"Justru itu, gak ada yang tahu. sekarang, lo bangun! Terpuruk begini bukan Mushkin banget. bangun sekarang, angkat kepala lo."

Mushkin kembali menggeleng, "Saking sakitnya.. saking merasa bersalahnya, saking gak berguna nya, gue gak sanggup untuk angkat kepala gue Noo.. sebentar lagi orangtua Icha datang, terus gue mesti bilang apa? apa gue bilang aja, gue gak becus jagain anaknya, dan malah membuat anak mereka berada dalam kondisi kritis? Kondisi Icha baik-baik aja No! bahkan sampai masuk Rumah Sakit pun dia masih baik-baik aja.. tapi gue.."

Mushkin memiringkan tubuhnya, secara tiba-tiba ia membenturkan kepalanya pada tembok di sampingnya. Reno yang melihatnya terkejut, cepat-cepat ia menahan kepala Mushkin dengan tangannya. "Istighfar Mus! Lo apa-apaan sih!!" Suara Reno meninggi, dan suaa raungan dari tangisan Mushkin terdengar oleh telinganya.

"Gue takut Nooo... gimana Icha di dalem, dia lagi di apain? Keadaannya gimana sekarang.. gue gak mau kehilangan diaaa.."

Lagi-lagi Mushkin membenturkan kepalanya.

"Iya! Gue tahu, lo gak mau kehilangan dia. Tapi lo gak boleh begini."

"Terus gue mesti gimana RENO!!!" Mushkin menjambak rambutnya dengan kencang. Meskipun kepalanya terus menerus mensugesti otaknya untuk tetap berpikir positif, rasa takut itu tetap ada. Sialnya malah menutupi seluruh keoptimisan dalam dirinya.

Mushkin benar-benar takut, jika saja.. jika saja Icha..

"Istighfar.. tenangin diri lo. Oke?" Reno membujuknya lagi. kali ini Mushkin diam, tidak lagi membenturkan kepalanya tetapi menangis sejadi-jadinya.

"Gue belum pernah nangisin cewek Noo.. tapi gue bener-bener cinta sama Icha.. dia bikin hidup gue sempurna, dia bikin gue bahagia.."

Sharen yang duduk di kursi tunggu menatap Mushkin seraya menangis. Bukan Mushkin saja, ia juga merasakan hal yang sama. sahabat tercintanya, sedang berjuang di dalam sana. dan yang membuat Sharen menangis dengan keras adalah, akhirnya ia bisa melihat seseorang yang sangat membutuhkan Icha di dunia ini. mushkin.

Melihat pria itu begitu frustasi, Sharen sama frustasinya. Dalam hati ia terus menerus menggumamkan beribu do'a pada Tuhan, semoga Icha bisa kembali bersama mereka dan membuat satu pria mengenaskan di sudut sana kembali tersenyum.

"Bangun!"

Suara seseorang yang sejak tadi terdiam membuat Reno, Sharen, juga Mushkin menatapnya dengan seksama.

Muda di sana, menatap Mushkin dengan tajam. "Saya tau, kamu menyesal. Tapi gak begitu juga, kamu mau di hukum Tuhan karena putus asa? Bangun! Ambil air wudhu, shalatlah, dan do'akan Icha."


****


"Icha akan baik-baik saja, lagian memang sudah seharusnya seperti ini. berhenti menyalahkan diri sendiri."

Mushkin menengadahkan kepalanya. Ia, Muda, dan Reno baru saja selesai shalat dan mendo'akan Icha, tiba-tiba saja Muda menghampirinya dan berkata seperti itu.

"Maaf, tadi saya emosi. Makanya saya pukul kamu." Ucap Muda lagi, Mushkin hanya bisa menganggukkan kepalanya. ia masih belum bisa mengendalikan perasaannya yang campur aduk di dalam hatinya.

"Saya mau jemput papa dulu, kamu tunggu di sana saja."

Setelah itu, Muda pergi meninggalkannya bersama Reno di Mushalla.

Reno tersenyum miris, Mushalla ini sama dengan Mushalla tempatnya dulu terjaga semalaman demi mendo'akan istrinya. Sekarang, sepertinya Mushkin akan melakukan hal yang sama dengannya.

"Gue mau liat Sharen dulu, lo gue tinggal sebentar ya Mus?"

Mushkin menganggukkan kepalanya.

Sepeninggalnya Reno dari Musholla, Mushkin meringkuk di atas sajadah Musholla, kembali menangis seraya berdo'a demi keselamatan istri dan anaknya.


****


"Jadi Daddy.. bunda itu orangnya bagaimana?"

"Bunda itu hebat. Kamu tahu gak sayang, mantan-mantan daddy di damprat semuanya sama bunda kamu! Bunda anti mainstream, itu prinsipnya.. gak ada dandan-dandanan, tas mewah mahal, sepatu runcing, atau diet, bunda kamu bener-bener harta dunia yang wajib di lestarikan!"

"Dari cerita Daddy,kayaknya memang bunda hebat banget.. sayang, bunda gak sama kita. Aku boleh ketemu Bunda gak nanti Daddy?"

"Iya sayang, nanti ya, sekarang belum saatnya.."

"Daddy cinta sama bunda?"

Mushkin tersenyum, cinta? Sangat! Sampai kapanpun perasaannya hanya untuk Icha.

Oh Tuhan.. sedang apa Icha disana sekarang?

"Daddy gak kangen bunda?"

Kangen? Tentu saja!

"Sampai sekarang, gak ada satu hari pun daddy habiskan tanpa kangen sama bunda kamu sayang.. bahkan, daddy juga gak tahu.. gimana bisa, bahkan sampe sekarang daddy masih bisa bertahan di dunia ini sementara bunda kamu―"

Kata-kata itu tercekat di tenggorokannya. Mushkin menengadahkan kepalanya, menatap langit cerah di atasnya dan mencoba mengendalikan seluruh perasaannya.

Tidak, ia tidak boleh sedih. Semua sudah lama berlalu. Ia punya anak yang harus di bahagiakannya. Tidak.. tidak boleh. sudah cukup, tidak lagi..

Tidak..

"Mus.."

Tidak..

"Mushkin.."

Icha?

"Mushkin, bangun sayang. Ini mama!"

Kesadaran langsung menghampirinya seketika. Mushkin membuka matanya dan mendapati dirinya masih meringkuk di atas sejadah Musholla. Ya Tuhan, syukurlah ia hanya bermimpi barusan. Jam berapa sekarang? sepertinya langit sudah sangat gelap.

"Mus.."

"Mama?" Cepat-cepat Mushkin bangkit saat mendapati ibunya duduk di sampingnya.

"Maaf, mama terlambat datang. Kamu gak apa-apa?" Heni membelai kepala anaknya. Mushkin menggeleng lemah, "Yang apa-apa itu Icha ma.."

Ah, ya.. Icha.. bagaimaa keadaannya sekarang?

"Ma.."

Heni tersenyum, ia tahu apa yang hendak Mushkin tanyakan, "Operasinya sudah selesai.. bayi kalian laki-laki. Icha masih di ruang pemulihan, dia gak apa-apa."

Dan untuk kali ini, rasanya Mushkin baru bisa menghirup oksigen di sekitarnya dengan bebas. Rasanya himpitan di dadanya mulai merenggang perlahan-lahan, rasanya cekikan di lehernya juga mulai melonggar, dan perlahan menghilang.

"Jadi Icha gak apa-apa?" Tanyanya sekali lagi untuk memastikan. Heni tersenyum,"Selain perutnya yang abis di bedah, Icha gak apa-apa. tapi dia masih belum sadar, kamu boleh ketemu dia kalau Icha sudah di pindah ke ruang perawatan. Sekarang, mau liat jagoan kalian? Dia ganteng Mus, kayak kamu.."

Seketika Mushkin langsung berdiri dan berjalan bahkan nyaris berlari menuju ruangan bayi.

"Mus.." Reno yang berdiri di luar ruangan langsung tersenyum cerah begitu mendapati Mushkin disana.

"Anak gue mana?" Tanya Mushkin. reno tersenyum, kepalanya menunjuk pada satu bayi laki-laki yang sedang tertidur pulas.

"Lo bisa Adzanin dia sekarang Mus, masuk aja."

Mushkin menganggukkan kepalanya, masuk ke dalam ruangan bayi bersama salah satu perawat disana.

Saat ini jagoan kecilnya sudah berada dalam gendongannya. Air matanya kembali jatuh saat menatap mata bening milik anaknya. Wajahnya mewarisi wajah Mushkin, tapi bibirnya milik Icha..

"Halo sayang.." Mushkin menatapnya penuh haru. gerakan kecil bayinya membuat perasaan bahagia melingkupinya. Mushkin mendekatkan kepalanya untuk mencium bayinya, kemudian dengan lembut mengumandangkan Adzan untuk jagoan kecilnya.

"Welcome to the world, baby boy.."


*****


Suara pertama yang Icha dengar ketika kesadaran mulai menghampirinya adalah suara lembut yang selalu mengaji untuknya juga bayi dalam kandungannya di masa-masa kehamilannya.

Icha mengerjapkan matanya pelan-pelan, begitu penglihatannya terasa jelas, suami tampannya yang sekarang terlihat mengenaskan tengah tersenyum padanya.

Ada apa dengan penampilan kacau suami tampannya ini?

Mushkin menutup Al-qur'an yang di bawanya, menyimpannya kemudian mengusap kepala Icha dengan penuh perasaan, "Selamat datang kembali, mom.."

Icha mengerucutkan bibirnya, "Aku gak mau di panggil mom, berasa tua." Protesnya. Mushkin tertawa, tapi matanya berkaca-kaca.

"Kenapa sih yaang?" Sahut Icha keheranan. Mushkin menggelengkan kepalanya, "Coba kamu teriak.." Perintahnya.

"Gak bisa, lemes. Sakit."

"Kalau gitu coba hina aku."

"Hina? Ih, kamu ngaco. Masa tiba-tiba hina sih?"

Suara Icha lemah, dan parau. Tapi Mushkin bersyukur bisa mendengar kembali suara itu.

"Kalau gitu, bilang I love you?" Pinta Mushkin lagi. Icha terkekeh, "I love you.. babang Mus.." Bisiknya.

Tubuh Icha langsung terasa hangat karena Mushkin memeluknya dengan sangat erat, bahkan Icha bisa mendengar suara isakan pelan yang berasal dari suaminya.

"Yaang.. kamu kenapa? Gak usah baper begitu. alay pisan lah udah tua juga." Gerutu Icha, tapi Mushkin malah mempererat pelukannya, "Ya ampun Chaaa.. aku kira gak akan bisa meluk kamu lagi, aku kira gak akan bisa denger omelan kamu lagi. ya allah.. sumpah, aku baru bisa nafas sekarang.."

Mushkin menjauhkan tubuhnya, ia merangkum wajah Icha, "Kamu apain aku? perasaan kamu cuman hina-hina aku. kenapa bikin aku overdose begini sih?"

Icha tertawa, "Dasar om-om alay." Mushkin memeluknya lagi.

"Aduh, udah dooong jangan peluk=peluk terus yaaang.."

"Cha.. kamu baru sadar, dan aku belum puas meluk kamu."

"Ya elah, dasar modus! Bilang aja pengen pelukan terus.. hii.. ngomong-ngomong yaaang, kenapa perut aku sakit banget? "

Mushkin melepaskan kembali pelukannya, "kenapa, ada yang sakit?"

"Ng.. iya, kaku banget rasanya. Emangnya kalau kontraksi, begini ya? eh yaaang.. kok pembukaan aku lama banget sih? Ini sebenernya anak kita kapan lahirnya?"

Ucapan Icha membuat Mushkin menatapnya dengan banyak kerutan di wajahnya.

Jangan bilang... jangan bilang Icha belum sadar kalau perutnya baru saja di bedah oleh dokter kandungan?

Oh, Tuhan..


*****


"Ini semua gara-gara kamuuu!!!!"

Benar. Memang gara-gara Mushkin!

Semua orang saat ini sibuk tertawa, menertawakan Icha yang bertanya-tanya mengenai kehamilannya dan rasa sakit di perutnya yang lebih dahsyat dari kontraksi pertamanya.

Sharen bilang Icha langsung pingsan ketika jatuh, itulah kenapa Icha tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Dan sekarang, saat ia mengetahui semuanya, Icha tidak henti-hentinya menangis dan menyalahkan Mushkin.

"Aku kan lahiran maunya normaal, biar gak sakit. Kan ngeri kalau perutnya di bedah begini.." Rengeknya. Mushkin menggaruk tengkuknya, rasa sedihnya sudah menghilang, berganti dengan rasa bahagia bercampur tawa menggelikan karena tingkah Icha.

"Udah sih Cha... terima nasib." Sharen bersuara. Icha masih tidak terima. "Kalau operasi kan pipisnya pake selang, terus gak boleh banyak gerak-gerak, terus gak berdaya dong?"

"Kata siapa gak berdaya, kamu kan masih bisa melakukan beberapa hal Cha.." Muda yang menyahuti ucapannya.

"abang ngomong tinggal bunyi. Yang jalanin kan aku!"

"Iya, yang jalanin kamu Cha.. yang mengenaskan si Mushkin.." Reno tertawa, mengingat Mushkin yang begitu frustasi beberapa saat yang lalu.

"Aduh Cha.. masa suami lo sampe benturin kepala ke tembok segala."

"Hah? Serius?"

"Mana dia teriak-teriak terus, meraung-raung pengen Icha!"

"Hebat Cha, kamu pelet anak mama pake apa?"

"Kayaknya jimat tante ampuh yaa.."

Dan pada akhirnya semua orang malah bergantian menertawakan kesedihan Mushkin beberapa saat yang lalu. Argggg!!! Dasar manusia-manusia menyebalkan!!


*****


"Nama anak kita, siapa?" semua orang sudah keluar dari ruangannya karena sekarang adalah waktu untuk Icha menyusui bayinya. Walaupun masih tidak rela dan tidak percaya, ketika jagoan kecilnya berada dalam pelukannya dan tertidur dengan nyenyak, Icha mulai menerima semuanya. Termasuk perutnya yang harus di bedah tanpa persetujuannya. Awas saja dokter yang membedahnya, Icha akan balas dendam nanti. Huh, tega-teganya.

"Sesuai nama yang kita siapkan Cha.." Jawab Mushkin. Icha terkikik, "Dylan Alatas?" Tanyanya. Mushkin mengangguk, "Tapi karena dia lahirnya caesar.. aku tambahin, jadi Caesario Dylan Alatas."

Tawa Icha pecah seketika, "Kamu masih baper masalah operasi?" Tanyanya. "Dendam banget sampe di bawa ke nama anak segala."

"Ya elah yaaang, tapi kan bagus namanya. Ya udah, mau apa nggak? Daripada aku kasih nama Agus kan!"

Icha tertawa lagi. "Iya.. sayang.." Bisiknya.

Eh, apa katanya? Sayang?

Mushkin tersenyum penuh arti, "Coba sekali lagi." Pintanya.

"Sayang.. sa..yang.. suamiku sayang, akang Mushkin, babang Mushkin, mas Al sayaang."

Mushkin menjawil hidungnya, "Gak cocok kamu bilang begitu yaaang."

"Huuu.. kayak sendirinya cocok aja."

"Ya justru itu, enggak cocok."

"Hmm.. muka kamu, kenapa?" Akhirnya Icha bisa menyuarakan pertanyaan yang mengganggunya sejak tadi.

Mushkin tersenyum lemah, "Yaa.. balasan untuk pecundang. Apa lagi?"

Icha mengerut tak mengerti, "Kamu di pukulin? Sama siapa?"

Mushkin meraih tangannya dan menggenggamnya, "Ini semua gak penting Cha.. aku gak apa-apa. sekarang kamu gimana, kamu gak apa-apa?"

"Aku memang gak apa-apa, cuman gak bisa gerak banyak aja. jahaaat, masa dokternya bikin aku begini sih? Yaaang, niatnya itu abis lahiran aku mau ikutan Aerobic.. bely dance gitu, kan enak sambil goyang-goyang, mana lagunya dangdut semua. Wihh, mantepp.."

Bagus. Kalau sudah menyangkut dangdut, semangatnya tinggi sekali. seharusnya Mushkin tidak usah khawatir. Icha tidak apa-apa.

"Dasar emak-emak." Cibirnya.

Icha tertawa, sementara anaknya sedang asyik menikmati jatah asinya.

Suasana mendadak hening seketika, baik Icha dan Mushkin, keduanya sibuk menatapi jagoan kecilnya yang begitu menggemaskan.

"Soleh ya sayaang.. biar nanti jadi jagoannya bunda." Bisik Icha. Mushkin mencium keningnya, "Aku cinta kamu yaaang.. sangat."

"Aku juga! Hmm.. yaang, aku.. gak mau hamil lagi. yah? Kalau satu anak aja, kamu gak apa-apa?"

Tanpa menunggu dengan lama Mushkin langsung mengangguk setuju, "Aku juga gak mau Cha.. udah cukup, aku gak mau mengenaskan kayak tadi dua kali. Gak apa-apa, kita punya Dylan aja udah cukup."

Icha menganggukkan kepalanya. baiklah kalau begitu.

Tiba-tiba satu pemikiran muncul di kepalanya.

"Eh, yaang.. bayi kita gak ketuker kan?"

Pertanyaan Icha sukses membuat Mushkin ingin memukul kepalanya, atau menciumnya habis-habisan.

"Ketuker? Tolong yaang, gak usah kayak sinetron begitu. kamu gak liat, mukanya ganteng kayak aku." Mushkin menggerutu, sementara bayinya mendadak tersenyum dan membuat mereka berdua tertawa menatapnya.

"Liat! Senyumannya juga mirip aku, kalau kamu gak percaya nanti aku bawa foto masa bayi aku dan samain sama Dylan!"

Icha tertawa sebagai balasannya, "Ya elah om.. gak usah nafsu begitu napa. Eh tapi yang, ngomong-ngomong nafsu.. kalau abis operasi, naena nya kapan dong baru bisa?"

Diantara semua pertanyaan yang bisa Icha pertanyakan, kenapa wanita itu menanyakan hal yang seperti ini sih!!!


*****


"Aduh boy.. udah dooong, udah ya? kasian bunda kamu.." Tengah malam, Mushkin menimang Dylan dalam pangkuannya, membujuk anaknya untuk berhenti menangis karena Icha baru tidur beberapa jam.

Sudah sepuluh hari sejak Icha di rawat di Rumah Sakit. Ini hari pertama mereka kembali ke rumah dan menempatinya lagi.

Kamar untuk Dylan sudah Mushkin siapkan sedemikian rupa, tetapi karena bayinya masih berumur sepuluh hari, ia masih tidur bersama Mushkin dan Icha, bahkan Dylan tidur di atas ranjang, bukan di box bayinya. Kata Icha bayi baru lahir itu rentan, kuntilanak dan Wewe Gombel selalu mengincar mereka, jadi lebih baik Dylan tidur bersama Mushkin dan Icha. Dasar wanita berimajinasi aneh dan mistis!

Dylan masih belum berhenti menangis, itu berarti satu-satunya yang bisa meredakannya adalah Icha.

Mushkin melirik ke arah ranjang, Icha tertidur dengan gelisah. Sepertinya ikatan batin mereka kuat, dengan perlahan Mushkin mendekat dan mengusap kepala Icha.

"Yaang.. bangun.." Gumamnya.

Suara Dylan lebih mengeras, membuat mata Icha terbuka dengan sempurna.

"Hng, Dylan.. kenapa?" Tanyanya. Secara reflek tangannya terulur, meminta Mushkin untuk menyerahkan Dylan padanya.

"Kayaknya mau susu yaang." Ucap Mushkin. icha menganggukkan kepalanya, ia membuka kancing bajunya dan mulai menyusui Dylan, matanya masih sangat berat, tapi ia mencoba untuk membukanya.

Rasanya asing sekali. melihat wanita liar, bringas, dan langka di hadapannya tidak menggerutu karena tidurnya terganggu, dan itu semua akibat Dylan, suatu saat nanti ketika anaknya sudah dewasa Mushkin akan sangat berterimakasih padanya.

"Maaf ya, aku bikin kamu begini.." Mushkin tersenyum seraya menggenggam tangan Icha.

"Iya, kamu bikin aku begini. Tapi yaang, tokcer juga sperma kamu yang dulu aku sepelekan." Icha tertawa.

"Hus! Sensor sedikit yaang, Dylan denger nanti. Masa kamu bilang begitu di depan anak?"

"Yee, kamu gak liat Dylan lagi menikmati begini? Kamu aja kalau lagi menikmati mendadak bisu dan tuli."

Astagaaa.. ucapannya.. icha sekali!

"Tau ah, aku mau tidur." Mushkin bergerak naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Icha.

"Tidur aja! tidur terus, biarin aja aku mah sendirian tengah malem begini. Gak apa-apa kok, ini anak aku. bukan anak kamu."

Well, nada suara icha sangat-sangat menyaratkan bahwa dia kesal pada Mushkin.

Suaminya tertawa, bersandar di samping Icha kemudian mencium kepalanya, "Canda sayang. Lagian mana bisa aku biarin kamu sendiri, aku gak akan sanggup. Gak akan mampu Cha, sampai kapanpun."

Satu cubitan menyerang lengannya, "Gombal sana sama mbak-mbak kunti! Dasar om-om mantan playboy." Gerutunya, dan tentu saja membuat mushkin tertawa dengan sangat keras.


*****


"WELCOME HOME DYLAN ICHA!!"

Icha memperhatikan satu per satu orang yang berada di dalam rumahnya dan memberikan kejutan untuknya. Ada satu yang absen disana, Muda. Hih.. dasar. Kakaknya ituuuu.

"Huuu apaan, kenapa pesta penyambutannya sekarang?" Protesnya.

"Ya, kan namanya juga kejutan Cha. Di buat untuk mengejutkan. Jadi ya suka-suka kita dong mau mengejutkan kapan." Sahut Sharen. icha memiringkan tubuhnya, mencari-cari sesuatu dan langsung mengambilnya begitu ia melihatnya di atas meja ruang tamunya. Sebuah cermin.

Icha memperhatikan wajahnya, "Duh.. untung aja ini rambut gak kayak singa, untung juga aku gak dahdiran." Gumamnya.

"Percaya deh Cha, saat jadi seorang ibu.. lo jadi lebih manusiawi." Ucap Sharen. maryam, ibunya, juga ibu mertuanya menganggukkan kepalanya.

Jadi, sekarang ia termasuk kedalam kumpulan ibu-ibu di hadapannya ya?

"Mana cucu mama?" Ucap Heni antusias.

"Di kamar ma,"

Dan setelah itu, kerumunan orang-orang yang memberikan kejutan untuknya langsung menghilang dari ruang tamu dan memenuhi kamarnya.

Icha mengerucutkan bibirnya, "Hiii biasa aja gak usah pada heboh begitu. tau kok, tau kalian ketemu sebuah bibit unggul." Ucapnya dengan bangga.

Heni sudah menggendong cucunya, bersama dengan Tiwi dan Maryam yang mengajak Dylan berbicara.

"Bibit unggul! Lo pikir anak lo jagung?" Sindir Sharen. icha terkekeh, "Daddy nya.. lebih dari sekedar jagung." Ucapnya dengan nada yang.. err.. membuat sharen bergidik mendengarnya.

"Cha, nanti-nanti lo harus tahan ke mesuman lo ya, jangan sampai lo begituan depan si Dylan, walaupun Dylan masih kecil."

Icha menganggukkan kepalanya, "Kalaupun ada yang mau gue tunjukkin, bukan si Dylan. Tapi si Alenoy nih.." Icha menyikut bahu Alena, "Lo mau gak liat gue naena sama babang Mus?" Tanyanya.

"Hii.. lo ngomongin apa sih? Jijik!" Alena bergidik. Sementara Icha malah tertawa dengan puas, "Eh, tapi lo gak akan ngerebut suami gue kan? atau mungkin kasih gue sianida biar gue mati terus babang Mus jadi duda dan pada akhirnya lo deketin dia dan mengambil hatinya kemudian bersedia menjadi ibu untuk Dy―"

PLETAK!

"Kalau mau bunuh elo, ya gue bunuh pas lo operasi lah Cha.. ih, gue emang gak bener-bener amat jadi manusia. Tapi rasa tahu diri gue gak usah lo ragukan. Udah, sekarang kita ke depan aja. kita buka kado-kado buat anak lo. Lo mau dikasih kado kan?"

Icha mengangguk, "Iya, mau. tapi kado gue lagi sarapan bubur di depan komplek. Belum dateng."

Dan ucapan Icha mengundang dengusan dari Sharen maupun Alena.

****

"Loh, loh, loh.. ternyata rame banget rumahkyuhh?"

Mushkin sudah berhasil memenuhi perutnya dan kembali ke dalam rumah dalam keadaan yang sangat bahagia.

"Ih, kamu kemana aja? ini kan kejutan buat Icha sama Dylan." Ucap Heni, ibunya. Dylan berada dalam gendongannya.

"Icha mana?" Tanyanya tanpa menghiraukan yang lain.

"Icha aku kasih sianida!" Alena yang menyahuti, dan tatapan tajam Mushkin langsung tertuju padanya, "Becanda kamu gak lucu." Gerutunya. Semua orang tertawa dengan kencang, dan datang juga akhirnya wanita mungil yang perutnya sudah pernah di bedah dokter.

Rupanya Icha membawakan minuman untuk semua tamunya. Mushkin jadi tersenyum melihatnya, Icha terlihat seperti ibu rumah tangga, memakai daster dan menyajikan minuman. Yah, meskipun Mushkin yakin kalau minuman itu tinggal di tuang saja oleh istri tercintanya.

Jangankan membuat minuman, menyeduh teh saja kemampuan Icha belum sempurna. Entah bagaimana cara mengaduknya tetapi kantung teh celupnya selalu saja hancur sehingga membuat serbuk teh nya berhamburan dan mengambang di atas permukaan gelas. Sedih sekali.

"Jahatnya lu noo.. ngebiarin istri gue ambil minuman. Kan kasian." Mushkin langsung menarik tangan Icha dan memeluknya erat.

"Sini yaang.. aku peluk sebentar." Ucapnya. icha mencubit perutnya, "Peluknya nanti ya? kita buka kado dulu yaang. Kamu kasih stroller mahal buat si kembar kan? nah kita buka kado dari pa Reno, mana tahu dia kasih ranjang bayi dari emas."

Selalu saja. matre, seperti biasanya.

"Kalau dikasih kado ga boleh berharap lebih Cha.." Sindir Reno. Icha tak menghiraukannya. Ia mengambil satu kotak berwarna biru yang kecil. Ada tulisan nama Reno disana.

"Yah, kok kecil sih?" Icha kecewa, "Eh tapi siapa tahu dalemnya cek seratus juta!"

Mushkin langsung mencium pipinya, "Seratus juta buat apa? operasi selaput dara?" Sindirnya.

Icha tertawa. Yah, ia ingat dulu saat ia bersikeras ingin operasi selaput dara demi mengembalikan keperawanannya, tentunya demi menyembunyikan kekecewaannya juga, dan ketakutannya.

"hmm.. boleh juga yaang, kayaknya asik kalau aku perawan lagi. iya gak?"

Mushkin terkikik. Sementara Sharen dan Reno yang memperhatikan mereka malah bergidik ngeri, "Urusan dapur malem-malem aja wooo.. jangan disini." Protes Reno.

"Huu.. ngiri aja lu pak boss!"

"Enak aja, ngapain ngiri sama lu Mus? Gue mah empat puluh hari langsung tancap gas. Lah lo? Luka sesar kan lama sembuhnya. Kasian.. sabar ya Mus? Banyak-banyak mandi air dingin aja."

Dan ucapan Reno berhasil membuat Mushkin terdiam seribu bahasa.

Dasar bos menyebalkan!

Mushkin memutuskan untuk duduk di atas sofa, Icha masih memegangi kotak kecilnya dan berusaha untuk membukanya.

"Sini yaang, duduk." Pinta Mushkin, menarik tubuh Icha agar duduk di pangkuannya.

Tangan icha yang fokus pada kotak biru nya mulai bisa membuka kotak itu dan..

Betapa terkejutnya Icha melihat tumpukan topi bayi bergambar macam-macam disana.

"What? Topi?" dari nada suaranya, sudah jelas Icha tidak senang dengan hadiahnya.

"Itu topinya ada sembilan, sebenernya gue beli selosin Mus, yang tiga di pake sama Putra." Jelas Reno. Icha mendengus, ada apa dengan ayah tiga anak ini? pemberiannya selalu berjumlah satu lusin. Piama miliknya dan Mushkin, sekarang topi untuk anaknya?

"Cha.. lo gak bilang makasih sama suami gue? itu lucu tauuu." Sharen memprotes. Mau tidak mau Icha tersenyum, "Yah.. makasih yaaa.. pak Reno."

Reno tertawa, "Kamu gak ridho gitu bilang makasihnya. Ya udah, nih tambahan dari saya."

Reno menyerahkan satu kotak lagi untuk Icha, lagi-lagi kotak. Jangan bilang isinya adalah celana dalam untuk Dylan? Atau washlap?

Dan begitu membuka kotaknya, mata Icha terbelalak dengan lebar.

Isinya adalah sebuah gantungan ponsel couple yang terbuat dari emas putih (entah berapa karat karena Icha masih terpesona dan belum bisa memastikan ukuran karatnya) berbentuk Love dengan inisial M, I, D di dalamnya. Huruf M, I, dan D nya saling terpaut dan entah bagaimana bentuknya begitu indah di pandang mata. Tepat di belakangnya ada nama kentang Mustopa dan Gadis pe'a . julukan sepanjang masa untuk mereka sepertinya.

"Itu bukan buat Dylan, itu buat kalian berdua. Kita juga bikin, iya gak Sha?"

Sharen menganggukkan kepalanya seraya menunjukkan ponselnya. Dan bentuk miliknya lebih dan lebih indah lagi. ya jelas lah, untuk istri tercinta.

Icha tersenyum senang, "Sharen.. boleh tukeran suami sehari aja gak? Kayaknya gue bisa meleleh kalau sama suami lo terus."

Dan satu pukulan di kepalanya membuat Icha mengaduh kesakitan, "Tuker..tuker.. aku bukan tikar yang bisa kamu tuker yaang."

"Ih, apa sih kamu suka garing tau yaaang."

"Kayak sendirinya nggak aja."

"Ya emang aku udah jelas garing, dan basahnya ya cuman sama kamu."

ASTAGAAAA...

"Mus, plis mus.. pergi aja deh lu dari sini, gue gak tahaaan. Kalian ekstrim banget."

Protes Reno. Mengundang satu ledekan dari Mushkin yang sekarang tengah memeluk Icha dengan sangat erat.


*****


"Semoga cucu mama yang satu ini jadi anak yang Sholeh ya.. Icha.. makasih ya, walaupun tetap sengklek tapi senggaknya Mushkin bukan playboy lagi, dia udah setia sama satu wanita dan sekarang malah jadi seorang ayah. Mama gak nyangka, dan seneng banget juga. Akhirnya kesampean juga mama gendong cucu dari si Mus."

Heni menatap Icha penuh kesungguhan. Acara buka-buka hadiah mereka sudah selesai, semua orang sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing dan tentu saja rumah Icha berantakan bukan main tapi Icha membiarkannya.

Mertuanya yang jarang sekali bertemu dengannya akhirnya bisa berbicara dengan lebar padanya.

Dulu Icha berpikir, bisa saja kan ia mendapatkan mertua yang jahat dan tidak menyukainya? Tetapi ternyata Heni sangat baik padanya, di samping kegiatannya yang padat,mertuanya tetap bisa berhubungan baik dengannya.

Icha jadi berpikir, apa mertuanya tahu bagaimana ia dan Mushkin mengawali semua ini?

"Ma.. Icha mau tanya sesuatu."

Ya, Icha harus menanyakannya. Karena sebuah pertanyaan tak akan pernah terjawab saat kau tak menanyakannya.

"Apa? mau tanya apa?"

Icha terlihat ragu, dia ketakutan kalau seandainya..

"Kenapa Cha?" Mertuanya bertanya lagi. icha terpaska menampilkan senyumannya, "Hmm.. itu, ma.. soal.. hmm.. yah, apa mama tahu, soal.. kenapa Icha nikah sama Mushkin?"

Heni mengerutkan keningnya, "Lah, kan kalian saling cinta. Liat kan sekarang aja gak bisa di pisahin."

Icha menggeleng, "Bukan.. tapi, sebelum itu.. Icha sama―"

"Itu kan masa lalu Cha.. jangan anggap itu sebagai acuan. Kalian mungkin memang berdosa, dan pertemuan kalian mungkin memang salah, tapi buktinya sekarang.. kalian bisa menjalaninya kan? dan bahkan mungkin kalian jadi lebih baik lagi sekarang."

Icha tercengang. Jadi, mertuanya ini tahu?

"Kamu bingung kenapa mama tahu?"

Icha mengangguk. Sementara Heni meraih tangannya dan menggenggam tangannya, "Mushkin nangis-nangis sayang, datang ke mama..bilang kalau dia sudah melakukan kesalahan yang sangat besar, sudah melalaikan kewajiban dia sebagai pria yang seharusnya bisa menjaga wanita. Yah, dia minta maaf juga karena gak bisa jadi anak yang baik."

Icha terbelalak, selama ini ia tidak pernah tahu perihal yang satu ini.

"Mushkin bilang, dia berusaha untuk menebus semuanya. Jadi suami dan imam yang baik buat kamu."

"Kapan dia bilangnya ma?" Tanya Icha.

"Tepat satu hari sebelum kalian menikah. Dia bilang gak bisa bohong sama mama, sementara ayah kamu saja tahu masalah ini."

Icha menganggukkan kepalanya. benar, ayahnya memang tahu. tapi Icha tidak berpikir bahwa..

"Mama Cuma berharap, kamu bisa benar-benar menjadi sumber kebahagiaan Mushkin. sekarang ada Dylan, semoga kalian selalu bahagia. Mama gak bisa kasih apa-apa Cha, selain do'a . karena yang menjalani adalah kalian, dan do'a-do'a orang yang menyayangi kalian lah yang mengantarkan kalian pada sebuah kebahagiaan."

Mata Icha sudah berkaca-kaca. Ia memeluk mertuanya sebentar setelah itu mencari sosok suaminya di ruang tamu rumahnya, tetapi Mushkin tak terlihat sama sekali.

Icha berlari menuju kamarnya, dan ternyata yang ia cari ada di hadapannya, baru keluar dari kamar mandi.

"Yaang.. kamu―"

Ucapan Mushkin terhenti karena pelukan Icha yang tiba-tiba.

"Loh, kamu kenapa?" Tanyanya. Mencoba menjauhkan tubuh Icha tetapi Icha memeluknya dengan erat.

"Setelah ini, aku bakalan berusaha menjadi istri yang baik buat kamu yaaang.. aku janji." Ucapnya. mushkin yang belum menyadari situasi malah tertawa, ia memeluk Icha dengan erat kemudian menciumi kepalanya.

"Iya neneng, nanti jangan masak makanan instan lagi ya? belajar bikin oseng-osengan lagi sama si bu boss."

Icha mengangguk dalam pelukannya.

"Dylan mana?" Tanya Mushkin.

"Sama mama Heni."

"Ah, jadi gitu ya? bilang aja kamu mau berduaan sama aku."

Icha justru mengangguk. Membuat tawa Mushkin lebih kencang lagi.

Sekarang, saat ia tertawa dan Icha tetap memeluknya, Mushkin baru menyadari apa yang terjadi saat ini.

Merenggangkan pelukannya, akhirnya Mushkin bisa melihat dengan jelas wajah Icha yang bersimbah air mata.

"Loh, kamu kenapa?" Ia panik, tangannya terulur untuk mengusap air mata Icha dan membimbing Icha untuk duduk di atas ranjang.

"Barusan aku tanya mama Heni soal kita dulu.. aku gak tahu, kalau kamu ternyata kasih tau mama heni soal malem dimana kita―"

CHUP!

"yaaang.. kita tidak dapat merubah masa lalu, tapi kita dapat memilih yang terbaik untuk masa depan yaitu melakukannya dimulai dari sekarang. dan kita udah menikah, bahkan punya Dylan.. kamu khawatirin apalagi?"

Icha terisak kembali, "Aku cuman mikir.. gimana kalau seandainya waktu itu kamu beneran kasih uang seratus juta, aku operasi, tapi aku hamil."

Mushkin tersenyum, "Kita tetep nikah, sudah pasti." Ucapnya seraya menarik Icha ke dalam pelukannya. "Tapi kayaknya, perasaan kita gak akan seperti sekarang."

Ya, kalau Icha hamil dan Mushkin menikahinya, sudah pasi perasaannya berbeda dengan saat ini. ada bayi yang menyatukan mereka, yang tentu saja akan menimbulkan sebuah kegamangan rasa diantara keduanya.

Tetapi keadaan sesungguhnya, justru mereka lah yang bersatu dan menghadirkan satu malaikat kecil dalam keluarga kecilnya. Perasaan Mushkin murni pada Icha, jauh sebelum Dylan tercipta, begitu juga sebaliknya.

"Aku gak mau kamu ungkit lagi masalah ini yaaang.. jangan pernah. Yah, atau kalau mau di ungkit, anggep aja kita pacaran dan hampir kebablasan."

Icha memukul dadanya, "Dulu kan aku ogah sama kamu. Maunya sama Aliando atau Al-Gazali. Bukan alatas."

Mushkin lagi-lagi dan lagi tertawa, "Aku juga dulu maunya sama Gannisya Aradya Iskandar, bukan sama Icha pe'a."

Kemudian mereka berdua tertawa bersama dengan saling memeluk dan mengatakan perasaannya masing-masing.

******

Malam ini, Dylan tertidur dengan sangat pulas. Entahlah, mungkin bayi mereka lelah karena di gendong sana-sini.

Mushkin meraih tangan Icha dan menggenggamnya kemudian saling bertatapan hingga akhirnya menikmati pemandanga indah dari terpejamnya mata malaikat kecil mereka.

Icha terkikik, merasa lucu melihat cara tidur Dylan yang sepertinya suatu saat nanti akan sama dengan Mushkin.

"Bibit unggul nih yaang.." Ucap Icha.

"Jelas dong, daddy nya ganteng begini."

"Bundanya juga lucu tahu yaang."

"Iya, bundanya lucu. Paling lucu, paling gemesin."

Icha tertawa.

"Sebenernya aku pengen nyanyiin satu lagu buat kamu yaang."

Mushkin mengerutkan keningnya, "Hah.. apa?"

"Dengerin baik-baik ya, jangan ledek kalau suara nya jelek. Suara aku bagusnya mendesah aja, bukan nyanyi."

Dasaaarrr.. adaaa saja ucapannya yang menuju hal itu.

Mushkin menganggukkan kepalanya. ia menatap Icha, dan menunggu Icha mengeluarkan suaranya untuknya.

When tomorrow comes
I'll be on my own
Feeling frightened of
The things that I don't know
When tomorrow comes
Tomorrow comes
Tomorrow comes

Mushkin tersenyum simpul, ia menikmati saat-saat nya mendengar suara Icha untuknya.

And though the road is long
I look up to the sky
And in the dark I found, lost hope that I won't fly
And I sing along, I sing along, and I sing along

I got all I need when I got you and I
I look around me, and see a sweet life
I'm stuck in the dark but you're my flashlight
You're getting me, getting me, through the night


Kick start my heart when you shine it in my eyes
Can't lie, it's a sweet life
Stuck in the dark but you're my flashlight
You're getting me, getting me, through the night

'Cause you're my flashlight

"Selesaiii.." Ucap Icha. Mushkin bertepuk tangan pelan-pelan, "Yeeee.. Jesscha J.." Kekehnya.

"Jadi intinya kamu mau kasih tau yaang, kalau aku itu Flashlight nya kamu?"

Icha mengangguk, "Iya, kamu Flashlight. Lampu senter, kalau botak lampu taman. Hahaha."

"Yaang, please."

Icha mengerucutkan bibirnya, "Iyaa.. kayak tadi liriknya loh yaang.. I got all I need when I got you and i. liat, sama kamu.. aku bener-bener dapetin apa yang aku butuhin."

"Apa memangnya?"

"Ya, apalagi? Suami kaya, Ferrari, rumah, usaha-usaha, dan bibit unggul kita ini."

"Dasar penguras harta kamu Cha.." Cibir Mushkin. icha tertawa lagi.

Kemudian suasana diantara mereka mulai hening. Mushkin mengangkat tinggi-tinggi tangannya yang bertautan dengan tangan Icha.

"Tapi bener loh.. I got all I need when I got you and i.. karena bersama kamu, aku jadi punya semua hal yang aku butuhkan. Apa? ya kamu. Dan pastinya kebahagiaan, aku butuh kebahagiaan, dan kamu sumbernya. Sekarang kebahagiaan kita bertambah, ada Dylan disini.. seumur hidup, aku belum pernah merasa sesempurna ini Cha.. makasih, kamu udah hadir di hidup aku."

Icha menganggukkan kepalanya, "Kamu juga.. makasih, udah mau melestarikan aku."

Mushkin tertawa dengan kencang.

"Sini dong yaang, pindah. Aku pengen meluk kamu." Pintanya. Icha menggeleng, "Kasian Dylan kalau posisinya di pindahin." Ujar Icha. Mushkin menghela napasnya. "Yaah, kalau gitu.. Daddy peluk kalian berdua ajaaaa.."Teriaknya. tangannya tetap menggenggam tangan Icha sementara tangannya yang lain memeluk anak dan istrinya.

"I Love you... Daddy janji, Daddy bakalan bahagiain kalian berdua. I love you so much..."

Icha tersenyum dalam pelukan suaminya.

"I love you too.."



END


Karena kebetulan lagi buka privat, sekalian aja aku sampaikan apa yang pengen aku sampaikan hahaha 

cerita ini ditulis paling singkat, pokoknya aku update setiap hari, dan cerita ini kayak sebuah pencapaian luar biasa buat aku, nulisnya ringan gapake mikir, makanya hasilnya ya gitu KELAKUAN SI ICHA INI BENER-BENER GAPAKE BISMILLAH HAHAHAHA 

terima kasih buat yang masih sering baca ulang, buat yang baru baca dan sangat mengapresiasi, buat yang doain karya ini bisa dicetak. makasih banget loh.

aku cuman mau bilang, cerita ini masih sangat amat banyak kekurangan yang perlu perbaikan luar biasa, jadi untuk membacanya cukup baca buat hiburan aja ya, jangan pikirin yang jelek2nya, walaupun keliatan juga sih hahaha mana di cerita ini aku masih belum melek eyd, jadi mohon dimaklumi aja. terakhir, jangan hapus di library ya... kan mana tau, suatu saat diangkat jadi drama thailand (uopo) wkwkwkwk

dah...

AKU SAYANG KALIAN :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro