PART 7 | Serba GILA!
Tidak seperti sebelumnya, hari ini Icha membawa motornya untuk terparkir di Basement Paleo. Ini pertama kalinya Icha menginjakkan kaki disini, setelah bekerja bersama Mushkin di bawah perusahaan milik Reno.
Semalam Mushkin mengiriminya pesan, mengatakan ada pekerjaan darurat yang harus mereka berdua kerjakan di Paleo. Ya,baiklah.. Icha butuh suasana baru. Siapa tahu mungkin suasana di Paleo akan membuatnya kembali lebih hidup dari sebelumnya.
Berjalan memasuki lobi, Icha tersenyum dengan canggung pada Ami-Resepsionis hotel yang dulu pernah di judesi olehnya. Ya, sewaktu Sharen menangis karena Reno tidak mau punya anak, Icha mendatangi tempat ini dengan penuh tekad dan kemarahan yang luar biasa. Bahkan ia melupakan sopan santunnya saking kesalnya pada orang yang sudah menyakiti sahabatnya.
Lift berjalan lebih pelan, ia rasa. Entahlah, tidak secepat lift yang biasanya. Atau mungkin Icha tidak fokus dan banyak melamun sehingga ia merasa semua berjalan agak lambat?
Masa bodoh, itu bukan hal yang harusnya ia pikirkan.
'Welcome Princess'
Suara khas dari pintu kantor Reno masih seperti biasanya, Icha terkikik geli. Dulu ia kesal jadi tidak memperhatikan, tetapi sekarang ia benar-benar memperhatikan dan merasa.. oh, sangat lucu sekali.
Langkah kakinya berhenti, ketika masuk dan mendapati Sharen yang sedang menggendong Putra dan Reno yang menggendong Hasya.
"Hai Cha!" Sharen menyapanya, sementara Icha mengerutkan keningnya.
"Lo mau kemana Sharen? cantik banget, bajunya juga.." Alih-alih menjawab sapaan Sharen, Icha justru melontarkan pertanyaannya atas kebingungannya.
Sharen memakai sebuah gaun panjang berwarna pink dengan aksen biru dan kerudung biru bercampur pink. Gaunnya mewah, tatanan kerudungnya tidak biasa, dan make up nya lumayan terlihat dengan jelas.
Kemudian Reno, Icha mengalihkan tatapannya pada Reno. Pria itu juga terlihat tak biasa, memakai Tuxedo hitam dan rambutnya di pomade. Ada dasi kupu-kupu terhimpit diantara krah kemejanya.
"Kita―"
"Tunggu Mushkin dulu ya," Reno menyela ucapan Sharen, mereka kemudian saling melirik dan memakai isyarat yang membuat Icha semakin kebingungan.
Hasya dan Putra memakai jaket berwarna pink dan abu-abu, sangat biasa sekali. Tidak seperti kedua orangtuanya yang berdandan seperti akan menghadiri sebuah pesta atau pertemuan yang sangat penting.
Tunggu dulu!!!
Ada yang janggal disini..
Sharen.. Reno..
Mereka..
"Mushkin!" Suara Reno menghentakkan Icha dari lamunannya.
"Hai noooo kerjaan apa sih kok mendadak―eh, ada ibu bos? Cantik banget.. mau kemana?" Mushkin tiba-tiba sudah berada di belakangnya.
"Mau ada perlu dulu sebentar Mushkin." Sharen menjawabnya dengan kekehan pelan.
"Oh, pertemuan. Eh kok? Hasya sama Hasyi pake sweater begitu? belum punya gaun sama tuxedo mini yaaa?" Mushkin malah menggoda mereka, dia menaik-naikkan alisnya. Khas nya ketika tengah menggoda seseorang.
"Oke Mus, gue lagi buru-buru. Jadi langsung pada intinya saja. jadi.. gue dan Sharen akan menghadiri sebuah undangan dari Gubernur yang akan membahas mengenai masalah usaha property yang berada di Bandung, setelah itu gue ada undangan pernikahan salah satu klien juga. Dan berhubung istri gue yang cantik gak mau punya baby sister dan gue juga gak suka menyewa begituan, jadi untuk hari ini gue titip si kembar ke kalian."
"APAAA?"
"Jangan bantah dulu, sebenernya gue gak mau. gue takut Putra dapet kosakata aneh dari lu Mus!"
"Aku juga takut Hasya jadi galau kayak Icha."
Oh Tuhan..
"Tapi, mama lagi ada urusan, ibu Sharen temenin Haru wisata dari TK nya, dan kita ga punya pilihan lain selain menitipkan si kembar sama kalian."
Icha dan Mushkin menganga.
"Gue udah nyetok Asi Cha, tinggal di angetin aja. mereka udah pup juga tadi pagi jadi gak akan terlalu repot. Sebenernya gue gak mau pisah dari mereka, tapi ini nih.. bapaknya, manja banget maunya di temenin mulu." Sharen melirik sebal ke arah Reno, ia juga mencubit lengan Reno dengan kesal. sementara Reno hanya tertawa, wajahnya mendekat dan tiba-tiba saja bibirnya sudah mencium pipi Sharen.
"Daripada aku pergi sama yang lain Sha.. mending sama kamu. Iya gak?"
ARGG!!!
Mushkin yang tersadar lebih dulu.
Ia tersentak dan hendak berteriak, tetapi sebelum teriakannya keluar..
Hasya sudah berada dalam gendongannya sementara Putra juga sudah berpindah ke dalam gendongan Icha.
Ya Tuhan !!!
Mereka benar-benar akan melakukan ini??!!!
******
"Hasya.. cantik.. " Suara Icha sangat kaku, ketika ia mengajak Hasya berbicara.
"Bukan gitu ngajak ngobrol bayi. Lo ngajak ngobrol bayi apa nyekil cewek sih?" Mushkin menggerutu di sampingnya, Icha mendengus, "Gue gak biasa sama bayi tau! Ini bisa gendong aja udah alhamdulillah."
"Kok gitu? Sharen bisa padahal."
"Ya, emang kalau Sharen bisa, gue juga harus bisa? Gitu?"
"Ya, gak juga sih." Lirih Mushkin. Mereka terdiam sejenak, menatapi masing-masing bayi dalam gendongan mereka yang tengah menatapi mereka dengan polosnya.
Usia mereka sudah menginjak bulan ke empat, masa dimana mereka akan sangat senang jika di ajak mengobrol.
Hasya menggeliat dalam pangkuan Icha, lama kelamaan gerakannya menjadi lebih kencang dan ia meronta-ronta seraya menggeram dengan gemas.
"Eh, eh.. Hasya kenapa?" Tanyanya panik.
"Pengen susu kali dia."
"Gak mungkin, tadi kan baru di kasih asi sama mamanya."
"Lu so' tau banget sih!"
"Lah, lu juga so' tahu."
"Kalau gitu apa dong? Gue mah kagak tau ngurus bayi gimana. Duh, lo kan cewek. Masa gak ngerti sih?"
"Heh kentang mustopa! Gak semua cewek harus ngerti tentang bayi."
"Tapi kan lo nanti pasti punya bayi."
"Ya tapi kan nanti, gue bisa mempelajarinya nanti."
"Jadi lo gak suka bayi?"
"Gue suka kok, tapi gak kayak si Sharen yang kecanduan bayi."
"Me―"
Tangisan Hasya pecah dengan sangat keras di tengah perdebatan mereka. Icha panik, sementara Mushkin juga wajahnya mulai memucat. Anak kembar itu tidak boleh mendengar saudaranya menangis, nanti dia pasti ikut-ikutan menangis.
Dan, benar saja. baru saja Mushkin ingin bernafas lega, Putra sudah mengerutkan mukanya dan tiba-tiba ikut menangis dengan tak kalah kencang lagi.
Astaga.. cobaan hidup mereka kenapa sulit sekali?!
Icha menggoyang-goyangkan Hasya kesana kemari, Mushkin mengajak Putra berbicara ini dan itu. tetapi. Tidak ada yang berhenti satu pun, tangis kedua nya malah semakin kencang. Terlebih Hasya, dia sudah sangat meronta-ronta dalam gendongan Icha.
"Ya Tuhan.. mana mereka berat banget." Keluhnya.
Tangannya mulai sakit, ingin menidurkan Hasya tetapi Icha takut kalau bayi cantik itu akan semakin histeris.
Baiklah Icha, tahan.. tahan.. tahan.
"Ah, masa bodoh! Gue pegel!"
Dengan perlahan, Icha membaringkan Hasya di atas matras yang sudah mereka gelar di atas karpet yang berada di tengah sofa.
Begitu Hasya terbebas dari gendongannya, tangisnya tiba-tiba saja berhenti. Icha menganga di buatnya, ia dan Mushkin bertatapan sebentar kemudian Mushkin juga mengambil inisiatif untuk melakukan hal yang sama.
Dan ajaib! Putra pun langsung diam ketika Mushkin meletakkannya di atas matras. Bukan hanya itu saja, kini kedua bayi kembar itu malah tertawa-tertawa seraya berguin-guling.
Icha dan Mushkin menatapi keduanya dengan wajah mereka yang masih memucat.
Jadi, mereka menangis karena ingin berguling-gulingan seperti itu?
Ya Tuhan.. Mushkin dan Icha benar-benar merasa bodoh sekali!
Ponsel Mushkin berbunyi lima menit kemudian, ada sebuah video call dari Reno. Dengan cepat, ia mengangkatnya dan menunjukkan wajah lelahnya.
"WO―Eh, Sharen.." Mushkin terkekeh, untung saja ia belum berteriak-teriak karena mengira Reno yang menelponnya.
"Mushkin, gimana anak-anak?" Tanyanya. Mushkin menggaruk tengkuknya, "Baik-baik aja, tuh lagi guling-gulingan." Ucapnya seraya menyodorkan ponselnya ke arah si kembar.
Icha sedang mengatur nafasnya, menghilangkan kepanikan yang membuatnya tak bisa berkata apa-apa, setelah di rasa tenang, ia menyambar ponsel Mushkin dan menatap Sharen dengan tatapan memelasnya.
"Sharen, lo tega yah sama gue. Gue pan gak bisa jagain bayi." Keluhnya. Sharen tertawa di sebrang sana, "Latihan Cha.. latihan."
"Gak akan ada latihan! Pak Iskandar menargetkan gue nikah umur dua lima!"
Sharen tertawa lagi. dia terlihat menoleh ke arah di sampingnya, bergumam-gumam tak jelas kemudian kembali pada ponselnya lagi.
"Sebentar lagi gue sampe Cha. Eh iya, Hasya sama Putra jangan di gendong terus ya, mereka udah senengnya guling-gulingan, kalau di gendong pasti nangis. terus kalau mau di gendong jangan gendong bayi yah, gendong di depan aja. kalau gendong bayi nangisnya pasti histeris."
Icha benar-benar kehilangan kata-kata.
Ya Tuhan..
Sharen..
"KENAPA LO GAK BILANG DARITADI!!!"
******
"Pak, kok bapak masih jomblo sih pak?" Mushkin mengalihkan tatapannya dari TV besar yang berselimut marsupilami di ruangan Reno. Matanya melirik ke arah Icha yang sedang tengkurap di samping Putra dan Hasya yang tengah tertidur.
Sekarang masuk jam kerja, seperti biasa Icha memanggilnya dengan panggilan kehormatan . dasar muka dua, wanita bermuka dua satu-satunya yang masih menghirup udara dengan leluasa di sekitarnya hanyalah icha.
Dan bisakah, gadis itu tidak mempertanyakan hal yang sangat sensitiv?
Berdehem dan membuat nyaman tenggorokannya, Mushkin malah balik bertanya, "Kamu juga kenapa masih jomblo?"
"Oh, itu sih gara-gara pak Iskandar menargetkan saya nikah umur dua lima pak."
Iskandar? Mushkin merasa nama itu tidak asing.
Tadi juga ketika ada Sharen dan Reno, Icha menyebut nama itu kan?
"Bapak belum jawab pertanyaan saya loh pak."
'Dasar bibir uler!!'
"Jawab apa sih? Kamu bisa gak kalo nanya yang berbobot sedikit?"
"Oh, jadi bapak mau ditanya yang berbobot. Baik, saya akan mulai bertanya dari sekarang."
Mushkin mengerutkan keningnya.
"Senyawa apa yang berada dalam diri bapak, yang membuat jodoh bapak terlambat, terhambat, dan mungkin tersumbat?"
WHAT?
Mushkin menganga, "KAMU!"
"Wait! Tadi bapak menyuruh saya untuk bertanya pertanyaan yang berbobot pak."
"Ya gak begitu juga kali! Kamu sekolah berapa tahun sih?"
"Ya bapak masa gak bisa menghitung, kan wajib belajar itu dua belas tahun."
"Arg! Emang susah ngomong sama lo!" Mushkin menggeram, membuang mukanya dari Icha dan fokus kembali menonton acara TV yang sejak tadi di tontonnya.
Icha mengerucutkan bibirnya, padahal kan ia hanya ingin mengajak Mushkin mengobrol saja. siapa tahu, dia jadi tidak bosan. Lagipula Putra dan Hasya sudah sangat pulas karena kelelahan berguling-guling.
Sebenarnya Icha juga ingin ikut pulas seperti mereka, tapi mengingat ia bersama dengan kentang mustopa si ganjelan pintu yang juga menjadi ganjelan dalam hati dan hidupnya, sebisa mungkin Icha membuat dirinya terjaga.
Dia sadar saja Mushkin menyambar bibirnya dan menciumnya, apa kabar kalau dia tidur? Pria itu pasti akan menyambar hal lainnya. Pasti! Sudah seratus persen tidak di ragukan lagi.
"Ehmm.. pak," Terkutuklah Icha. Ia selalu merasa bersalah pada dirinya sendiri, ingin meneriaki Mushkin tetapi ia tidak punya pilihan lain selain menghormatinya dengan memanggilnya bapak. dasar bujangan lapuk gila hormat!
"Apa? masih penasaran?" Mushkin menimpali ucapannya dengan suara yang sama sekali tidak santai, Icha mencibir.
"Biasa aja kali, gak usah nyolot."
"Hih! Kalau mau tanya ya tanya baik-baik."
'Dasar Oreo bulukan!!!'
Bukannya Icha tadi sudah bertanya baik-baik? Dia nya saja yang tidak menjawab dengan baik.
"Maaf ya pak, tapi kalo saya gak amnesia, tadi saya nanya baik-baik deh pak."
"Apaan, kamu nanya 'Pak, kok masih jomblo sih?' Apa jomblo adalah kata yang baik-baik?"
Oke, selain gila hormat pria ini ternyata gila pujian dan gila perkataan halus. Lama-lama mungkin pria ini gila biang, okey.. itu gula! Icha mulai melantur.
"Ya, maaf ya pak. Sekarang tinggal di jawab aja kali pak." Gumam Icha. Mushkin membenahi letak duduk dan penampilannya, ia berdehem dengan pelan, menatap Icha dan mulai menjelaskan.
"Yah, dulu saya itu playboy Gannisya! Ceweknya banyak, dimana-mana. Kayak ALfamart, ada dimana-mana."
'Oke, gila hormat, gila pujian, dan sekarang gila kesombongan'
"Yah, saya udah ngerasain dari cewek lugu sampai penggoda, cewek polos sampe binal."
Astaga..
Icha mengerjapkan matanya, tenggorokannya bergerak untuk menelan ludahnya.
"Lukata cewek roti bakar, banyak rasanya. Bisa di rasain."
"Ya kamu yang cerdaslah mengartikan kata-kata saya." Timpal Mushkin. Icha mendengus. Baik, satu lagi mengenai pria ini. selalu merasa benar sendiri.
"Sebenernya kalau saya mau, saya juga bisa sekarang gonta ganti pacar lagi."
'Jadi situ B? Bohlam koneng! Hahaha'
"Cuman saya udah capek, saya juga kan pengen hidup lebih baik lagi."
"Hidup lebih baik, rumpi sama tante-tante?"
"Kamu itu! nih, coba ya. lihat orang itu jangan sembarang mata, kalau kamu pengen tahu, mereka semua tante-tante itu aggap saya anak mereka. Saya juga anggap mereka ibu saya."
"Saya rasa, selain wanita yang banyak maunya di luar sana, tante-tante itu lebih sederhana. Hidup saya bahagia-bahagia saja kok. Saya seneng nemenin mereka belanja, saya seneng nemenin mereka makan, dengerin cerita mereka. Yaaah, mungkin penebusan dosa. Dulu saya pacaran terus sih."
"Jadi sekarang bapak gak pacaran?"
"Yah, bukan nggak. Tapi belum, lagian saya sudah bilang. saya capek kalau harus pacaran gonta ganti."
Icha tidak mengerti, saat ini ia dan Mushkin terlihat seperti dua orang yang saling berbagi cerita, seperti seorang teman lama, tidak ada keributan dan kericuhan juga celaan yang dilontarkan. Satu bercerita, satu mendengarkan, satu bertanya, satu menjawab. Aneh sekali, tidak biasanya mereka seperti ini.
"Jadi Playboy juga ada capeknya ya?" Icha bertanya dengan polos, Mushkin mengangguk.
"Playboy juga pengen, mempunyai satu kehidupan dengan satu wanita. Selamanya." Lirih Mushkin, Icha merasakan sesuatu yang aneh ketika dia mendengar Mushkin berbicara seperti itu. tunggu dulu, dia kenapa?
"Kayak Rafi Ahmad begitu ya pak?" Tanya Icha lagi, Mushkin malah tertawa, "Kamu suka nonton gosip?" Tanyanya. Icha mengangguk dengan yakin, "Saya gak pernah nonton TV pak, males iklan semua. Satu-satunya yang saya tonton di TV ya cuman gosip."
Astaga.. gadis ini memang luar biasa sekali.
"Pantes aja bibir kamu kalau ngomong kesana kemari, itu terapan dari gosip yang kamu tonton ya? atau jangan-jangan kamu suka nonton acara-acara alay?"
"Yeee.. kok bapak tau ada acara alay sih? Bapak kali yang nonton." Kilahnya.
Mereka berdua saling berdebat, kemudian tertawa bersama karena tingkah konyol mereka. Hingga akhirnya tawa keduanya reda dan suasana hening seketika, Mushkin tiba-tiba saja memanggil Icha.
"Gannisya.." Sorot matanya, tidak berkilat-kilat. Suaranya tenang, tidak sericuh biasanya. Icha menelan ludahnya mendengar Mushkin memanggilnya seperti itu. "Ya, pak?"
"Saya mau minta maaf."
"Ya?"
"Masalah waktu kita di pangandaran."
DEG!!!
Topik yang paling Icha hindari, dan topik yang membuatnya tidak bisa berhenti untuk kesal pada Mushkin, sekarang di singgung oleh pria itu. disini, di hadapannya.
"Maaf, itu memang kecelakaan karena tante Mar yang dorong saya ke kamu. Tapi setelahnya, yang saya narik kamu dan―saya―y―yah―oke saya malu bilangnya, dan kamu pun udah ngerti apa yang terjadi sama kita. Jadi intinya, saya mau minta maaf."
Icha benar-benar tidak mengerti. Mushkin yang selalu berdebat dengannya membuatnya kesal setengah mati dan melontarkan seluruh caci maki beraneka ragam di muka bumi. Tetapi Mushkin yang satu ini, yang berbicara dengan penuh kesungguhan dan tulus meminta maaf padanya, membuat Icha kehabisan kata-kata. Dadanya bergemuruh, sebuah perasaan membuncah entah kenapa itu, dan seluruh bayangan Mushkin yang menyebalkan terhapus begitu saja, berganti dengan sosok Mushkin yang sangat gentle.
"Gannisya.."
"Hng? Iya pak?"
"Kamu maafin saya?"
"Hng.. gimana yah pak?"
"Kok gimana sih? Tinggal bilang aja. kamu maafin saya apa nggak?"
"Hmmm.."
"Amun teu di hampura tea mah kacida jir.."
Icha mendengar dengan jelas Mushkin bergumam dalam bahasa sunda.
Ya Tuhan..
Pria ini!!!
"Jadi gimana sih pak? Kalau minta maaf itu yang tulus dong. Jangan menggerutu tapi ke dengeran juga!" Protes Icha. Mushkin menggeram, wanita ini benar-benar sesuatu sekali. Mushkin benar-benar harus mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menghadapi wanita ini.
"Saya kan tadi udah minta maaf, gannisya. Kurang tulus apa sih? Kamu mau bagaimana? Mau saya berlutut? Begitu. itu saya minta maaf apa lamar kamu sih?"
"Hih! Lagian siapa yang mau di lamar sama Bolu Hapeuk kayak lo!"
ASTAGA!!!
"Untuk ukuran seorang wanita, kamu itu spesies yang bener-bener menyebalkan tau gak! Udah untung gue minta maaf! Gue cuman pengen kita bisa lebih kerjasama aja. emang susah ngomong sama yang pe'a."
APAAA?!!!
"DASAR SIMPANAN TANTE-TANTE!!!!!"
*****
"By, kita langsung pulang aja ya?" Sharen bergerak gelisah di atas jok mobil Reno. Perasaannya tidak enak, ia ingin segera pulang dan mengambil si kembar dari tangan om dan tante nya yang selalu berselisih.
"Katanya kamu mau belanja sebentar Sha, gimana sih?"
"Iya aku emang mau belanja, tapi gak tenang kalo gak ada si kembar. Lagipula aku takut mereka kenapa-napa. Mushkin sama Icha kan gak akur."
"Sayang, gak akur juga gak mungkin mereka saling lempar Putra sama Hasya."
"Aah, by! Kamu bikin aku makin khawatir tau gak." Reno membuang napasnya kasar, melirik sekilas pada istrinya yang memasang ekspresi menyedihkan. Wanita itu hampir menangis, Reno bisa melihat dengan jelas.
Tangan kirinya yang sejak tadi menggenggam tangan kanan Sharen semakin ia eratkan, mencoba memberikan ketenangan untuk Sharen.
"Kamu kalau udah cemas begini, bikin aku cemas juga sayang."
"Ya, makannya. Kita pulang. Yah?"
"Oke, kita pulang. Gini ya kalo punya anak bayi. Haru udah gak ganggu kita, eh yang dua itu. mereka anteng tapi ibunya gak anteng. Kalau gini caranya mending sewa babby sister aja Sha, biar kita punya waktu berdua." Reno terkekeh, da Sharen yang melihatnya hanya bisa mengerucutkan bibirnya.
Dasar, sudah beranak pinak pun istrinya tetap menggemaskan sekali.
"I Love you.." Reno berbisik pada Sharen.
"Pulang by!!!" Pekik sharen. oke, perintah sudah di deklarasikan. Sekarang mereka harus pulang, dan menyelamatkan kedua anak mereka dari ancaman perang dunia ke tiga.
Setengah jam kemudian, mereka sampai di Paleo, Sharen langsung keluar dari mobil bahkan sebelum Reno membukakan pintu untuknya. Wanita itu sudah sangat cemas sekali, ia berjalan dengan tergesa-gesa, menuju lift, dan akhirnya sampai di lantai tempat ruangan Reno berada.
Nafasnya tersengal-sengal, Sharen berhenti sebentar kemudian berjalan lagi dan masuk ke dalam ruangan Reno.
Yang pertama kali di tangkap oleh penglihatannya adalah Icha yang sedang menggendong Putra di sudut ruangan dan Mushkin yang bermain dengan Hasya di matras kecilnya.
Ah, syukurlah..
Sharen bisa bernafas lega sekarang.
"Oh? Sharen?" Icha menyedari keberadaannya, berjalan mendekati Sharen tetapi Sharen langsung menggendong Putra yang berada dalam gendongan Icha.
"Ya Tuhan.. sayang, mama kangen.." Ucapnya seraya memeluk Putra.
"Cha, lo gak apa-apain dia kan?"
"Gila aja lo, memangnya gue mau apain anak lo? Kalo pun mau ngapa-ngapain, noh yang tiduran bareng Hasya tuh yang harus gue apa-apain. Gue lempar ke luar juga lama-lama." Icha menatap sengit ke arah Mushkin. Dasar menyebalkan. Sekali menyebalkan ya tetap saja menyebalkan. Icha ingin muntah, karena sempat berpikir kalau Mushkin adalah pria yang sangat baik. Cihh, baik apanya. Baik kalau ada maunya saja. ya Tuhan.. mungkin Icha terbawa suasana tadi.
"Hus! Kok lo ngomong begitu sih?"
"Ya abisnya, nyebelin banget dia Sharen, gue benci sama dia."
"Benci sama cinta itu sama loh Cha."
Itu suara Reno.
"Kalian kalau mau benci ya benci. Jangan kayak tarik ulur begitu, sebentar-sebentar akur sebentar-sebentar ribut. Kalian kayak suami istri aja."
APAAA KATANYA?
"Eh no, gue gak mau punya istri kayak dia. Yang ada hidup gue semakin menderita. Mulutnya kalau ngomong kemana aja."
"Eh onta! Emang gue mau punya suami kayak lo? Bibir lo juga noh! Gak bisa di jaga! Susar sosor bibir orang. Lo pikir gue apa? kambing?"
"Gue udah minta maaf masalah itu, kenapa lo ungkit lagi sih?!"
"Lo minta maafnya juga gak tulus!"
"Kata siapa hah? gue―"
"CUKUP!! Icha, Mushkin! Kalau kalian begini terus, lama-lama bisa jadi suami istri beneran."
WHAT ????!!!!!
*******
Hari ini, Icha menghindari Mushkin. Sengaja membawa kembali motornya dan berangkat langsung menuju Hyde. Perkataan Reno kemarin membuatnya gelisah dan merasa tak nyaman. Enak saja, kalau bicara suka se kenanya. Apa-apaan, menjadi suami istri? Hh, bahkan Icha tak mau membayangkannya. Menjadi asisten saja hidupnya sudah sulit, bagaimana kalau.. tidak.. dia tidak boleh memikirkannya!
Mushkin masuk ke ruangannya dengan kesal, ia menunggu Icha selama setengah jam di Renova tetapi gadis itu tidak terlihat sama sekali, dan saat menelpon Jihan di Hyde, ternyata Icha sudah sampai. Dasar menyebalkan, merepotkan. Gadis ini benar-benar tau cara menyusahkan orang.
Ponselnya berbunyi sebelum ia sempat berbicara pada Icha,
"Halo.."
"Pak Alatas, jangan lupa undangan sore ini. kami benar-benar sangat mengharapkan kehadiran bapak."
Oh, sial. Undangan itu!
"Ya, saya pastikan hadir."
"Pak Ali berharap bapak membawa serta asisten bapak, beliau sangat menyukai asisten bapak."
"Ya, oke. Saya ajak dia."
Setelah sambungan terputus, Mushkin menatap Icha yang juga sedang menatapnya. Gadis itu buru-buru mengerjakan kembali tugasnya.
"Gannisya, kamu tahu pak Ali?" Meskipun kesal, tapi Icha adalah asistennya, dan ini sudah masuk jam kerja, gadis itu tidak akan melawannya.
"Pak Ali yang salah satu investor buat apartement kita?"
"Ya, dia."
"Hari ini dia menikah kan pak?"
"Iya, dia menikah hari ini, kita di undang. Kamu bereskan pekerjaan kamu, kita gak akan kemana-mana hari ini. sore ke Bandung lagi dan kita pergi ke undangan."
O-ow..
Acara menghindari Mushkin hari ini sepertinya tidak dapat terlaksana.
******
Pukul tiga sore, Icha sudah berada di Bandung lagi, motornya ia tinggalkan di Lembang karena ia harus pergi bersama Mushkin. Menyebalkan, tau begitu lebih baik dari awal ia tidak membawa motor saja!
Selama di perjalanan mereka hanya diam, tidak ada pembicaraan apapun, bahkan sampai sekarang ketika mobil Mushkin menepi di sebuah mall besar yang berada di Bandung.
"Kamu saya jemput jam lima, dua jam cukup kan?" Icha mengerutkan keningnya saat mendengar Mushkin bertanya padanya. Cukup untuk apa?
"Gannisya, kita itu mau ke undangan. Pak Ali, Investor terhormat kita. Kamu gak mungkin datang dengan penampilan begitu kan?" Ucap Mushkin, matanya menelisik Icha dari atas sampai bawah. Hih.. pria ini!
Mushkin merogoh saku jas nya dan mengeluarkan dompetnya lalu menyodorkan kartu kreditnya pada Icha, "Kamu pake ini! beli baju yang bagus, sama dandan juga. Di dalem ada salon, sepatunya juga beli. Oh ya, nanti kamu jangan pakai lipstik merah, pakai yang natural aja. kalau bisa gaunnya juga jangan warna ngejreng kayak merah, pink atau hitam atau apalah selain merah. Ya? saya ada urusan, nanti saya jemput jam lima. Kita langsung ke gedung nya."
"Iya!" Gerutu Icha. Ia turun dan membanting pintu mobil dengan kencang. Dasar menyebalkan! Haaa.. Icha bodoh kalau mengharap bahwa Mushkin yang akan mengantarnya, memilihkan baju dan menyuruh pegawai salon untuk mendandaninya. HA! Sadarlah Gannisya, memangnya ini Drama Korea?
Nah, ini dia. Akibat terlalu banyak menonton Drama, lama-lama ia berharap hidupnya seperti drama Korea.
APA? Berharap? Hahaha lucu sekali! Apa-apaan otaknya itu, berpikir yang tidak-tidak.
"Setidaknya kalau dikasih kartu kredit, gue bisa perawatan lengkap salon, belanja yang lain, dan makan-makan. Bhahaha! Good! Betapa pinternya gue memanfaatkan situasi." Gumam Icha. Ia tersenyum, berjalan dengan riang memasuki mall dan matanya mulai mencari barang-barang yang akan menjadi buruannya.
Let's Shopping!!!
******
"Lo ngapain disini?" Reno mengerutkan keningnya, Mushkin tiba-tiba sudah duduk di sofa ketika ia masuk ruangannya.
"Nungguin belahan jiwa sobekan jantung noo.."
"Hah? Siapa?" Reno mengerutkan keningnya, sementara Mushkin hanya mengedikkan bahunya. Tak lama kemudian, lengkingan suara khas milik Maryam terdengar menyapa telinga nya.
"Renoooooo..." Maryam langsung memeluk dan mencium pipi anaknya.
"Ih, mama! Ngapain disini?" Tanya Reno, agak risih sebenarnya. Heran, ibunya ini senang sekali meciumnya.
"Huuu mama kesini bukan buat ketemu kamu, iya gak Mus?"
"Tante Mar kesini buat ketemu gue noo."
"Hadeuhhh.. kalian mau affair disini?"
"Hus! Kalo ngomong suka gak pake bismillah." Tegur Maryam, Reno mencibir.
"Mus, mau ke undangan kan ya? nih, tante kan kemarin abis pulang dari Paris, sesuai janji.. tante kasih Dasi buat kamu."
"Dasi? Wah, tante! Makasih banget loh."
"Ini nih ya, Dasinya tante beli di tukang ramal begitu Mus, katanya jimat juga."
Oh tidak,
"Kalau yang waktu di hongkong kan buat mengundang baju wanita ke lemari kamu, nah kalau dasi ini buat apa ya.. aduh tante lupa Mus!"
"Jangan bilang buat wanita narik dasi ini terus kita ciuman tan?" Sahut Mushkin. Maryam tertawa, "Ih kamu mesum mus!"
"Bukan si Mushkin yang mesum, tapi kalian berdua. Mama juga mesum! Awas lho ma, Reno bilangin papa!"
"Eh, kamu! Awas juga lho, mama bilangin Sharen, kamu nonton―"
"Aaaaa mamaaaa!!!"
Maryam tertawa, dan Mushkin juga ikut tertawa. Mereka berdua sedang menertawakan Reno dengan sangat puas sekali.
Sampai ketika ponsel Mushkin berbunyi, ada satu pesan masuk yang membuat matanya membelalak.
Sebuah pengingat dari akun banknya, bahwa dia sudah menggunakan kartu kreditnya dengan jumlah lima juta rupiah.
APA? LIMA JUTA?
LIMA JUTA RUPIAH?
AAARGGG..
"DASAR MEDUSAAAAA!!!!!"
******
Icha tersenyum dengan puas, ia sudah makan pizza dan beberapa pasta, sudah membeli banyak pakaian untuk bekerja dan sepatunya yang akan di kirimkan oleh pihak tokonya, lalu berakhir di Salon ini. icha sudah melakukan berbagai macam perawatan. Spa, creambath, nail art, dan terakhir make up nya untuk ke pesta undangan pernikahan yang di adakan salah satu Investor perusahaannya.
Mushkin sudah menghubunginya sejak tadi, karena ini sudah lewat dari maghrib dan hampir jam tujuh, tetapi Icha mengatakan bahwa salonnya penuh dan menyuruh Mushkin untuk berkeliaran lebih dulu. Lagipula pesta nya juga malam-malam kan?
"Sudah mbak, selesai." Pegawai salon memberitahunya. Icha menatap pantulan dirinya dalam cermin di hadapannya. Terlihat sangat sempurna! Ia benar-benar cantik, setidaknya menurutnya.
"Oke, makasih ya mbak."
Icha berjalan dengan riang, membawa clutch yang tadi baru saja di belinya dan menghampiri Mushkin yang katanya sedang berada di kursi yang berada di sebrang salon.
Benar saja, pria itu sedang duduk seraya memainkan ponselnya di sana.
Icha terkekeh, memikirkan bagaimana kesalnya pria itu ketika tahu bahwa Icha menghabiskan banyak uangnya.
"Woy!" Tiba-tiba saja Icha sudah berada di hadapannya.
Mushkin terperanjat, ia hendak berteriak tetapi suaranya tertahan di tenggorokkannya sendiri ketika melihat penampilan Icha sekarang.
Gaun yangdi kenakan Icha berada di atas lutut, dengan belahan dada yang rendah dan bagian bahunya yang terekspos dengan jelas. Rambut pendek Icha sama sekali tidak bisa menutupi dadanya, malahan lehernya pun terlihat dengan sangat jelas. Membuat Mushkin menelan ludahnya dengan berat.
Astaga, apa ini?
"Pak?" Icha membungkuk di hadapan Mushkin, dan Mushkin bisa melihat dengan sangat jelas betapa montoknya kedua payudara Icha. Ya Tuhan.. teguhkanlah imannya, teguhkanlah, teguhkanlah..
"Bapak?"
"Oh! I-iya! Ayo, kita pergi sekarang."
Menghindar lebih baik, Mushkin berjalan lebih dulu dan meninggalkan Icha jauh di belakangnya.
"Yah, sabar Cha.. sekali menyebalkan ya pasti menyebalkan. Dasar tutut goreng!" Gerutu Icha.
******
"Pak Al, terimakasih sudah hadir di pesta saya."
"Saya memang harus hadir Pak, selamat ya atas pernikahannya." Mushkin berjabat tangan dengan Ali, pengantin pria yang menjadi investor untuk proyeknya.
"Setelah ini saya tunggu undangan bapak ya?"
"Pak Ali bisa saja, do'akan saja ya pak." Sahut Mushkin. Icha yang berada di belakangnya mencibir dan mengumpati Mushkin ribuan kali. Begini, kalau di hadapan orang banyak pria ini bertutur kata yang lembut dan penuh kesopanan, senyuman juga. Kalau padanya galak sekali. Aaak!
"Gannisya.. halo." Icha terperanjat, saat ini ia sudah berada di hadapan Ali. Pria tinggi yang berdarah Arab-Indonesia, hidungnya sangat mancung dan wajahnya sangat tampan.
"Pak, bapak ganteng banget sih.." Pujinya terang-terangan. Ali tertawa, "Pak Alatas juga ganteng kok Gannisya, saya suka mendengar kalian ribut-ribut, tapi kalian itu cocok loh."
EEEEEEE???
COCOK?
"Bapak kalau ngomong gak pake bismillah dulu deh pak," Candanya. Pak Ali tertawa lagi, "Kamu itu selalu lucu gannisya! Inilah kenapa saya suka sama kamu."
"Loh pak, kalau ngajak saya selingkuh jangan di depan istri bapak juga pak.."
PLETAK! Satu tepukan di dahinya berasal dari tangan Mushkin.
"Kalo ngomong suka kemana aja! pak Ali, maaf ya? kalau di luar jam kerja memang dia seperti ini."
APA ?
"Gannisya, ayo.. kita kesana." Dengan paksa, Mushkin menarik tangan Icha untuk menjauh dan sedikit menyeretnya.
Baru saja Icha hendak protes, suara petir di luar mengagetkannya dan membuatnya secara reflek menggenggam tangan Mushkin yang menarik tangannya.
"Kayaknya mau ujan deh," Sahut Mushkin. Icha hanya mengangguk, ia sedang mengatur laju jantungnya yang berdetak dengan cepat karena sentakan dari petir yang terdengar sangat menyeramkan.
Dan benar saja, ketika Mushkin berjalan mendekati jendela untuk melihat keadaan di luar, hujan sudah turun dengan sangat deras di sertai angin kencang di luar sana. beruntung, pesta pernikahan ini di helat di sebuah hotel.
"Gini nih, kalo gak di sarang." Gerutu Icha.
"Di sarang apaan? Malem-malem masa harus di sarang. Mungkin mereka pengantinnya sengaja."
"Hah? Sengaja apaan?"
"Ya, milih musim hujan buat nikah. Kan enak tuh malam pertama mereka, anget berdua." Mushkin tertawa, sementara Icha hanya bisa mengerjap-ngerjapkan matanya. Dasar!! Manusia mesum yang satu ini!!
"Hmm.. btw, lo megang tangan gue kenceng banget."
Oops!
Icha langsung melepaskan tangan Mushkin yang sejak tadi di genggamnya. Aish, kenapa ia bisa tidak sadar memegang tangan menyebalkan itu dalam waktu yang lama sih?
"Sekarang jam delapan, kita tunggu satu jam lagi. baru pulang." Putus Mushkin.
Bagaimana lagi, mau tidak mau Icha harus menurut kan?
******
"Pak Al, pak Ali menyuruh saya untuk mengantar anda ke ruangan." Salah seorang pria ber jas hitam menghampiri Mushkin dan Icha yang sedang duduk kebosanan berdua.
"Ruangan? Ruangan apa?" Tanya Mushkin.
"Hujan di luar sangat kencang, dan sekarang sudah sangat malam. Akan lebih baik kalau bapak bersama Asisten bapak menunggu di ruangan saja, maksud saya menunggu di salah satu kamar hotel ini."
"APA?"
Suara Icha meninggi, dan kedua orang yang berada di hadapannya langsung menatapnya dengan bersamaan. Oke, sepertinya Icha terlalu bereaksi berlebihan.
"Semua tamu disini menginap disini pak, dan karena memang keadaan ini diluar kendali kami, jadi pihak kami sudah mempersiapkan kamar-kamar yang kosong disini."
"Tapi―"
"Mbak tenang saja, dalam setiap kamar ada dua tempat tidur yang berbeda ruangan."
Aah, syukurlah. Icha bisa bernafas dengan lega. Ia kira ia akan satu kamar dengan Mushkin, lalu seperti di drama-drama.. oke, baik! Inilah kenapa dia harus berhenti menonton drama! Astaga, kapan ia bertobat sih?
"Bagaimana pak Al?"
"Yah, oke.. tidak apa-apa. saya langsung ke kamar saja."
Icha menelan ludahnya. Mendengar Mushkin mengatakan langsung ke kamar, kenapa pikirannya bercabang kemana-mana ya?
"Kalau begitu saya permisi, ini kunci bapak." Pria itu menyodorkan kartu hotelnya dan berpamitan untuk mendatangi tamu lain. Mushkin menatap Icha sekilas, "Lo juga udah mati kebosenan! Dan kita gak punya jalan lain. Senggaknya kalau di dalem kan bisa nonton TV."
Ya, benar juga sih apa kata Mushkin.
"Kalo lo takut gue apa-apain, lo tenang aja. kita di dalem cuman nunggu hujan reda, sekalipun hujannya reda jam dua belas malem. Kita tetep pulang."
OKE! Icha setuju.
"Sekarang kabarin orangtua lo, jangan bikin mereka khawatir."
Oh tidak, gawat!
Pak Iskandar!!!!
Pasti akan marah besar kalau Icha pulang terlambat.
Kalau begini caranya, lebih baik dia tidak pulang saja sekalian.
******
Ruangan yang di tempati oleh Icha dan Mushkin saat ini benar-benar besar sekali, alih-alih sebuah ruangan hotel, kamar ini terlihat seperti sebuah Apartement, meskipun memang tidak terlalu besar.
Ada dua kamar yang berukuran kecil, dengan ruang tamu dan dapur di bagian luar. Benar-benar tampak seperti rumah!
Jelas saja, pemiliknya merupakan salah satu dari sepuluh orang terkaya di Indonesia, tidak heran darimana dia bisa menumpuk bermilyar kekayaannya. Yang di Investasikannya untuk Proyek milik Reno dan Mushkin pun, jumlahnya besar.
Aah, kalau saja hari ini bukan pernikahannya, Icha pasti sudah mendekatinya. Siapa tahu Icha bisa jadi nyonya muda yang menjadi istri milioner. Haha! Bagus, dia mengkhayal lagi.
"Ngapain lo senyum-senyum begitu?" Suara Mushkin membuyarkan seluruh lamunan indahnya. Hi! Pria itu, bisa tidak sih sebentar saja jangan menginterupsi hidupnya? bahkan melamun pun Icha sulit kalau berada di sekitarnya.
"Suka-suka gue dong, lo juga! Ngapain liatin gue?"
"Dih, siapa yang liatin lo? Gue liatin lukisan itu, noh! Yang berada di belakang lo."
Icha berbalik, menatap sebuah lukisan romantis bergambar sepasang kekasih yang sedang bercumbu dengan mesra terpajang dengan sangat besar di dinding belakangnya. Astaga, gambarnya.. kenapa...
"Ehm! Dasar mesum!" Cibir Icha.
"Mesum? Heh! Bagian mana dari gue yang mesum? Gue cuman liatin lukisannya aja kok!"
"Ya, tapi kan lukisannya gambarnya begitu."
"Begitu? begitu gimana?" Mushkin mendekat ke arahnya, berjalan maju sementara Icha malah membelalakkan matanya dan berjalan mundur.
"L―lo. Ngapain deket-deket?"
"Kenapa? Gak boyeh?" Mushkin tersenyum, menatap Icha dan terus menerus berjalan mendekat.
"Mesum!" Cibir Icha lagi. mushkin mengangkat bahunya, "Laki-laki wajar kalo mesum."
APA?
Langkah Mushkin semakin mendekat, dan.. oh, sial! Punggung Icha menabrak tembok. Astagaa!! Tuhan.. kondisinya saat ini sedang Waspada!!
"L−lo maju, gue tonjok lo!" Icha semakin terancam, terlebih ketika Mushkin semakin maju dan hanya memiliki jarak beberapa centi saja dengannya.
"Tonjok aja, sebelum lu nonjok gue, gue bisa―"
TINGTONG!
Suara bel ruangannya membuat keduanya menoleh. Icha langsung berlari, membebaskan dirinya dari Mushkin dan meraih daun pintu lalu membukanya.
Untung saja, untung saja bel ini berbunyi tepat pada waktunya.
Ketika pintu terbuka, satu bellboy membawa dua buah gelas berisi jus jeruk menatapnya dengan penuh selidik.
"Pak Al―"
"Iya, benar. Ini ruangannya pak Al, makasih ya?" Icha langsung mengambil dua gelas itu kemudian menutup kembali pintu.
Tenggorokannya terasa kering, dengan cepat dia meminumnya sampai habis. Ha, syukurlah.. tenggorokannya mulai lega dan hatinya mulai tenang.
Masih ada satu gelas lagi. icha tersenyum, hendak meminumnya tetapi tangan Mushkin jauh lebih cepat dan menyambar gelas itu lalu meminum jus nya dalam sekali tegukan.
"Ah, segarnya." Ucap Mushkin. Sementara Icha hanya menyumpahi hal yang sangat mustahil akan terjadi di dalam hatinya, misalnya saja Mushkin tersedak gelas jus nya.
****
"Kamu sudah memberikannya pada Alejandro kan?" Seorang wanita menghampiri salah satu bellboy yang membawa nampan kosong. Alejandro? Ah, ya. namanya kenapa sulit sekali, untung saja bellboy itu tadi belum salah menyebut namanya.
"I-iya bu, tadi saya sudah bertanya, dan istrinya langsung mengambil minumannya."
"Oke, kerja yang bagus. Kalau begitu ini buat kamu ya.." Ucap wanita itu. sang bellboy hanya menundukkan kepalanya, berterimakasih atas tips yang di berikan wanita itu.
*****
Entah apa yang terjadi saat ini, tetapi baik Icha maupun Mushkin, keduanya terlihat gelisah di atas sofa. Mereka duduk bersampingan menatap TV di hadapan mereka, tetapi fokus mereka bukan lagi terhadap TV, melainkan terhadap tubuh mereka yang saat ini. entahlah, Icha benar-benar tidak mengerti. Tubuhnya terasa sangat panas, seperti ada sesuatu yang ia inginkan tetapi ia tidak tahu apa itu. sementara Mushkin, tubuhnya terasa panas, sesak, dan darahnya bergejolak. Sial, reaksi macam apa ini? tidak ada yang salah dengannya kan? kenapa ia bisa menjadi seperti ini.
Mushkin menggeser posisinya sedikit, dan Icha pun melakukan hal demikian. Tanpa sengaja, tangan mereka bersentuhan, kulit dan kulit yang entah mengapa menimbulkan sengatan yang membuat tubuh kedua nya semakin bereaksi secara berlebihan.
Icha langsung menarik tangannya, ia mencoba menonton TV lagi tetapi Mushkin hanya bisa mengerjapkan matanya.
"Gannisya.."
"Hng?"
Icha menoleh, dan seketika bibirnya terasa penuh karena bibir Mushkin sudah menerobosnya dan mengajaknya untuk bergelut di dalam sana.
Tubuhnya menegang, dasar pria mesum menyebalkan!
Setelah menciumnya di pangandaran,sekarang, disini. Mushkin juga menciumnya?
Dan apa ini? mata Icha terpejam dengan sangat erat, sulit terbuka karena entah mengapa ia sangat terbuai oleh ciuman Mushkin kali ini.
Lagipula tubuhnya juga bereaksi berlawanan dari otaknya.
Alih-alih menendang Mushkin, Icha justru malah membalas Mushkin dan ikut tenggelam dalam permainan Mushkin yang membuatnya benar-benar terbuai.
Icha bahkan tidak sadar, tubuhnya sudah berada di atas ranjang dengan tubuh Mushkin yang menindihnya. Gaunnya sudah melorot setengah dan kemeja Mushkin sudah sangat berantakan, tidak seperti sebelumnya.
Ingin berhenti, tetapi sensasi yang di dapatkan Icha benar-benar di luar kendalinya. Matanya sudah berkabut, kepalanya sudah pening, dan Icha sudah tidak memikirkan apapun lagi. ia pasrah dibawah kungkungan tubuh Mushkin yang tengah membimbingnya pada suatu tempat tertinggi yang belum pernah di capainya.
Setelah itu, tubuh mereka berdua kehabisan tenaga nya dan benar-benar terasa begitu lelah.
Hingga pada akhirnya, keduanya tertidur saling berpelukan satu sama lain.
Dan ketika sinar matahari mulai muncul dan menyoroti jendela kamar hotel dan mengganggu mata mereka yang sedang terpejam, Icha terbangun lebih dulu. Merasakan tubuhnya hangat karena dekapan seseorang.
Hangat..
Hangat karena..
Karena dekapan seseorang.
Dekapan.
Dekapan seseorang.
APA? DEKAPAN SESEORANG?
Mata Icha langsung terbuka dengan sempurna, Ia menatap wajah pulas yang tertidur diatasnya dan terkejut bukan main, seketika lengkingan suaranya terdengar sangat keras.
"AAAAAAAARRRRG!!!!!" Teriaknya.
Icha menatapi sekelilingnya, baju yang berantakan dan tubuhnya yang polos.
"KENTANG MUSTOPA!!!!! LO PERKOSA GUE!!!!!!!"
TBC
Bulukan, hapeuk : semacam basi atau sudah exp; kalo roti suka ada ijo ijo nya. Nah itu bulukan XD
Amun teu di hampura tea mah kacida jir : kalau gak di maafin, keterlaluan jirr
Sarang : semacam ritual yang mindahin ujan ke tempat lain, biasanya kalau ada nikahan atau pesta hiburan rakyat
Bhahaha apa ini :v
Maaf ya kalo mainstream wkwk
DENGARKAN BAIK-BAIK!!! Cerita ini genre nya KOMEDI! Mau ada koflik kek , mau nggak kek, intinya KOMEDI, bukan KOMEDO XD
Yah kita lihat apa yang akan terjadi ke depan ya wkwk
Part ini panjang sekali, 23 halaman..
Pembayaran aku yang lama postingnya.
Maaf ya, muncul-muncul langsung bawa beginian hahahaha
Sudahlah~ sampai jumpa nanti ders. Aku sayang kalian :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro