PART 31
Orang bilang, mendekati proses kelahiran adalah hal paling berbahaya untuk ibu hamilnya sendiri. sebenarnya Icha belum pernah mendengar hal itu sih, ia saja yang menyimpulkannya sendiri. sesuai dengan kenyataan yang di alaminya sekarang.
Perutnya sudah sangat besar di minggu terakhir masa kehamilannya. Ya, seharusnya beberapa hari ini adalah jadwal persalinan Icha. Menurut Hari Perkiraan Lahir dokter tentu saja. tetapi namanya juga perkiraan, bisa saja meleset kan? memangnya Dedi Corbuzier, yang prediksinya selalu benar.
Icha sudah kesulitan berjalan sekarang. ia lebih banyak duduk, bahkan meskipun dirinya ingin berjalan kesana kemari, atau bahkan meloncat-loncat saat suaminya pulang bekerja.
Sudah satu minggu ini Icha terkurung di rumah Sharen. sebenarnya mertuanya menyarankannya untuk tinggal bersama mereka, tapi siapa yang mau mengurus Icha karena mereka pun jarang berada di rumah. Ibunya juga tak bisa menemaninya karena sedang menemani pak Iskandar melakukan perjalanan bisnisnya. Jadilah Icha disini, terkurung dalam rumah besar sahabatnya yang sekarang sangat berantakan akibat si kembar yang sejak tadi terus menerus melempari barang ini dan itu.
Icha menatap keduanya ngeri, ini baru anak Sharen dan Reno. Apa kabar anaknya nanti kalau sudah bisa mengacak-acak rumah seperti ini? apa Icha sediakan ruangan 'acak-acak' saja ya? biar ia tidak perlu membereskannya, dan kalau pun ia ingin mengacak-acak hidup seseorang, Icha juga bisa membawanya ke ruangan itu. wah, betapa hebat gagasannya yang satu ini. icha tersenyum tanpa ia sadari.
"Lo, gak bayangin lahiran di temenin Shahrukh khan kan Cha?" Sharen duduk di lantai seraya menarik celana Hasya yang melorot.
"Eh ibu, gue tau diri kali. Lahiran di temenin Shahrukh Khan? Ogah, gue maunya di temenin om-om mesum gue.. babang Mus.."
"Jiahh, babang Mus tercinta! Dulu lo anggep dia kaya hama yang mesti di basmi. Sekarang malah gak bisa hidup tanpa dia, aduh Cha.. makan tuh bully an lo." Ledek Sharen. icha mengerucutkan bibirnya, "Iya sih ya.. dulu mah gue ogah banget ada dia, sekarang ogahnya kalau gak ada dia. Aduh, mana dia lama banget lagi perginya. Suami lo gimana sih? Dia bukannya mau kasih cuti satu bulan buat suami gue, kenapa masih aja siksa suami gue buat kerja?"
Sharen menepuk kepala Icha, "Enak aja siksa-siksa. Suami gue kurang apa, kasih cuti satu bulan penuh. Kerjaan dia numpuk, dan mau gak mau gue harus bantuin dia, sementara ngurus tiga anak gak mudah Cha.. aduh, nah kan.. kaka putra! Kata mama apa, aduh sayang.. tidak ya, tidak menggigiti ujung karpet."
Icha tertawa melihat Sharen yang sepertinya tidak bisa berkedip atau sekedar bernapas sejenak. Anak kembarnya begitu lincah, dan.. ya, tak terduga.
Icha bangkit dari sofa, "Gue mau tiduran dulu ya?" Ucapnya pada Sharen. tentu saja Sharen tidak menggubrisnya karena ia sibuk dengan anaknya yang terus menggigiti ujung karpet. Mungkin Putra sedang mengasah giginya.
Sampai di kamar sementaranya, Icha menatap satu set pakaian muslim yang di berikan Mushkin di hari ulang tahunnya.
Ya, beberapa bulan lalu Mushkin memberikannya baju itu, dengan tersenyum ia menyerahkannya pada Icha.
"Aku gak maksa kamu untuk berjilbab, cuman.. sebagai suami aku harus mengingatkan kan? yaa, minimal kamu tutup aurat kamu dari semua mata pria yang berada di luar sana. cukup aku aja yang liat tubuh kamu, gak yang lain."
Itu ucapan Mushkin kala itu. icha tidak menolaknya, tidak pula menjanjikan untuk menerimanya. Entahlah, ia butuh waktu.
Waktu untuk apa? ia pun sebenarnya tidak tahu.
Tapi, mungkin sekarang waktunya.
Dengan senyuman penuh keyakinan, Icha meraih pakaian itu dan mencoba untuk memakainya.
Oh, tapi sepertinya ia lupa perut buncitnya.
Saat memakainya, teryata baju muslim itu malah terlalu ketat di badannya.
"Lah, di pakai juga akhirnya? Dapet hidayah yaang?"
Icha membalikkan tubuhnya, mendapati suara seseorang yang sangat di kenalnya.
"Gimana? Bagus gak?" Tanyanya. Mushkin mendekatinya, meraih kerudung yang belum di kenakan oleh Icha dan memakaikannya dengan benar, "Nah, begini baru bagus, percaya deh yaang.. Oki Setiana Dewi aja kalah."
"Kalah apanya? bringasnya? Jelas! Aku paling bringas." Ucap Icha. Mushkin tertawa, "Jadi, mau di pake sekarang?" tanyanya. Icha menggeleng, "Aku nyobain aja. tapi ngetat banget, nanti aja udah lahiran.."
"Yah.. terserah kamu aja.."
Tiba-tiba ekspresi wajah Icha berubah menjadi muram, "Tapi kalau misalnya aku gak bisa―"
"Gak bisa apa?"
"Yah, maksudnya.. umur seseorang.. y..ya, siapa yang tahu yaang."
Mushkin menegang. Cepat-cepat ia meraih wajah Icha dan membelainya, "Sst.. gak boleh bilang kayak gitu.."
Icha menggeleng, "Bukan gitu yaang, tapi kan memang umur seseorang bukan rahasia umum. Itu rahasia Tuhan.. dan, kayaknya kita beli jilbab baru aja yah, yaang.. kita beli sekarang, yang ini gak muat di aku . yah, beli ya?"
Mushkin mengerutkan keningnya karena Icha mendesaknya dengan wajahnya yang resah dan cengkraman tangannya yang erat.
"Kenapa? Bisa besok―"
"Aku gak mau.. aku takut, kalau tiba-tiba sebelum aku sempet pake jilbab, aku malah keburu pake kafan yaaang."
Satu ganjalan besar menghimpit dadanya.
Mushkin pernah mendengar ini dari Reno, ketakutan ketika menuju proses kelahiran. Sewaktu sahabatnya, Reno yang ketakutan setengah mati, tetapi sekarang.. sekalipun Mushkin berpikir positif, tetap saja ia hanyalah manusia yang memiliki rasa takut. Ia juga takut, kalau mungkin..
Kalau..
"Yaang, beli sekarang ya?" Icha mendesaknya lagi. akhirnya, Mushkin hanya tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.
"Iya, kita beli sekarang."
*****
"Mbak, jangan yang begini banget. nanti saya tenggelam.."
Mushkin menepuk jidatnya. Yang tadi sangat bersemangat ingin membeli baju muslim siapa? Icha kan? lalu kenapa sekarang saat Mushkin membawanya dan meminta pelayan toko memberikan contoh bajunya Icha justru malah menolaknya? Dasar labil. Tapi tetap saja, kelabilan Icha selalu menjadi tawa bagi Mushkin.
"Katanya takut keburu di bungkus kafan, tapi masih aja nawar." Sindir Mushkin. icha menatapnya tajam, "Pak.. serem ya, ngomongin kafan kenapa kayak ngomongin gorengan sih? Gampang amat."
Enak saja gampang, sejujurnya Mushkin gemetaran setengah mati. Tapi bagaimana lagi, ia kan butuh tertawa untuk meredakan keresahannya. Dan tawanya selalu berasal dari kesalnya Icha.
"Ya udah sih yaang, pilih aja satu."
"Gak boleh satu yaaang. Mumpung disini, kita sekalian belanja aja ya?" Pinta Icha dengan sumringah. Alarm dalam dompet Mushkin langsung berbunyi. Belanja. Sekalian berbelanja. Oh, tentu saja belanjanya Icha selalu dahsyat. Baik, kita lihat berapa yang akan di keluarkan Icha hari ini.
"Mbak.. mau yang itu.."
"Eh.. yaaang, ini bagus gak?"
"Mbaaak.. kira-kira saya cocok gak pake ini?"
"Yaang, aku sama citra kirana bagusan mana pake baju ini?"
Dan begitulah seterusnya, sampai dua jam Icha habiskan hanya untuk memilih tiga stel pakaian yang sudah sejak awal berada dalam genggamannya.
Dasar wanita, apakah butuh waktu selama itu untuk meyakinkan pilihannya?
****
"Udah? capek?" Mushkin berkata seraya mengusap keringat di dahi Icha yang mulai bercucuran.
Saat ini mereka sedang duduk di Food Court dengan Icha yang sedang memakan Eskrim Jco dan menyandarkan kepalanya di bahu Mushkin.
"Iya.. cape.. tapi masih pengen beli Kamera yaang."
"Kamera buat apa?"
"Ya, kan kita mau punya anak. Aku mau foto-foto anak kita, terus nanti aku masukin instagram.. kan kalau lucu banyak fans nya tuh yaang, terus banyak pakaian bayi yang mau endorse. Kan lumayaan, kamu kan hemat. Nikahan kita aja pake sponsor, pasti baju anak juga berusaha cari sponsor kan."
Tepat sasaran sekali ucapan Icha! Tapi kali ini Mushkin tidak setuju, "Nooo.. jangan jadiin anak kita selebgram ah yaang, nanti yang hebring malah kamu lagi. ikut-ikutan acara TV. aku gak suka. Nanti kamu jadi mami rempong, nooo.. bukan Icha banget. dan aku gak rela kalau ucapan-ucapan aneh kamu terekspos media."
Icha mengerucutkan bibirnya, "Yaang.. ini maksudnya mau melarang, menghina, apa menjatuhkan? Kok begitu amat." Dumelnya.
"Ya, apapun. Itu kan ungkapan dari suami ke istri. Demi kebaikannya, ya gitu lah pokonya."
"Hii.. gaje banget."
"Biarin. Yang gaje kan omongannya. Kalau jenis kelaminnya yang gaje, baru di khawatirkan."
Satu cubitan mendarat di perutnya. Mushkin mengaduh kesakitan, "Aw.. sakiit.. perut aku kan buncit sekarang yaang, jangan kenceng-kenceng."
Benar. Perut Mushkin sekarang mulai timbul one pack! Entah pemalasan atau bagaimana, tapi tubuhnya sudah tak se kekar sebelumnya lagi. berbeda dengan Reno yang sekalipun beranak tiga, dan sangat pemalasan, tubuhnya tetap gagah, perkasa.
"Kalau sampai kamu berubah dari Captain America jadi Winnie The Pooh.. aku mau gantung diri di pohon toge." Ancam Icha. Mushkin menjawil hidungnya, "Mana bisa gantung diri di pohon toge? Kamu lagi keblinger ya? lagi pusing? Hati-hati yaaang.. pegangan sama alis! Hahaha."
"Ihh, gak lucu.."
"Yang lucu kan kamu, aku dari dulu gak pernah lucu."
Icha memicingkan matanya. Ia menjauhkan kepalanya yang sejak tadi bersandar di bahu Mushkin dan menatap suaminya dengan seringainya.
Serentetan kata-kata sudah tersusun dalam kepalanya, tinggal menghitung detik untuknya mengatakannya, tetapi tiba-tiba saja serangan dalam perutnya membuat Icha merintih kesakitan.
Pegangannya di tangan Mushkin begitu kencang sehingga Mushkin langsung menatapnya dan menyadari situasi macam apa yang ia hadapi sekarang.
"Cha.. kamu mau lahiran?" Ucap Mushkin panik. Icha masih merintih, dan Mushkin anggap itu sebagai jawabannya.
Kalau begitu, Mushkin harus segera membawa Icha dari sini.
Tapi ngomong-ngomong..
Bagaimana caranya membawa wanita hamil yang hendak melahirkan dari lantai 7 salah satu mall terpadat di kotanya?
Menggendong Icha? Bisa hancur badannya! Mall ini terlalu luas. Oh, ayolah... berpikir.
"Ahh.. sakiiit.."
Tidak bisa, Mushkin tidak bisa menunggu lama lagi.
Tanpa sengaja matanya menatap satu kakek-kakek yang sedang duduk di atas kursi roda dan di dorong oleh cucunya. Dengan segera Mushkin berlari dan menghampirinya.
"Kakek, punten.. punten pisan. Tapi istri saya, dia mau lahiran. Dan tolong, saya pinjem kursi rodanya." Ucap Mushkin. hampir frustasi. Satu kakek-kakek yang di temuinya menatap khawatir padanya, "Oh.. ya, boleh. tapi saya gak bisa jalan. saya―"
Sebelum kakek itu melanjutkan ucapannya, Mushkin sudah lebih dulu mengangkat tubuhnya dan mendudukannya di tempat yang aman. Setelah itu ia memberika kartu namanya kemudian memindahkan Icha menuju kursi roda dan secepat kilat meninggalkan mall itu.
Aneh sekali, Mushkin bahkan tidak menyangka ia bisa mengangkat tubuh kakek-kakek itu yang.. tentunya kalau ia sedang sadar, akan berat sekali. tapi tentu saja ia tidak sadar. Kesadarannya sudah teralihkan oleh keselamatan istri dan bayi yang berada dalam kandungan istrinya.
"Yaaang.. ahh... sakittt.."
Mushkin menganggukkan kepalanya. ia mendudukkan Icha dengan perlahan di dalam Ferrari nya setelah itu meluncur dengan kencang menuju rumah sakit.
****
"Apa sebelumnya istri anda sudah merasakan kontraksi seperti barusan?" Dokter bertanya padanya, sementara Mushkin menggelengkan kepalanya. tidak, Icha tidak mengatakan apa-apa padanya. Sejak tadi juga istrinya itu baik-baik saja.
"Sepertinya ini kontraksi pertama, mungkin memang agak mengejutkan, tetapi ibu dan bapak tidak usah panik. Menjelang lahir, mungkin kontraksinya akan semakin cepat. Kalau ada apa-apa bapak tinggal menghubungi saya saja, kalau begitu permisi."
"Iya dok, terimakasih."
Sepeninggalnya dokter, Mushkin langsung masuk ke ruangan Icha dan menatap istri menggemaskannya yang sedang tertawa cekikikan di atas ranjang rumah sakit.
"Kok kamu ketawa?" Tanya Mushkin. icha menggelengkan kepalanya, "Lucu aja, kita berdua ketauan banget baru pertama ngalamin begini. Paniknya setengah mati padahal gak apa-apa." Ucap Icha. Mushkin mengangguk setuju. Ia duduk di kursi yang berada di samping ranjang Icha, "Aku bener-bener panik, kalau juaranya kita mau langsung keluar tadi." Ucap Mushkin.
"Iya.. kamu malah sampai gendong kakek-kakek itu. aduh yaang, lucu.. nanti aku mau ceritain sama si juara kita."
Satu kecupan mendarat di kening Icha.
"Yang kuat ya? kamu pasti bisa.. maaf, udah bikin kamu harus berjuang begini." Ucap Mushkin. icha menatapnya seraya berkaca-kaca, tangannya merentang dengan lebar, "Peluk aku.." Pintanya.
"Dengan senang hati," Ucap Mushkin. langsung melingkupi tubuh Icha, dan menciumi kepalanya.
*****
"Mana Icha?"
Satu jam setelah masuk ke rumah sakit, Muda lebih dulu datang di bandingkan keluarganya yang lain.
Mushkin menggaruk tengkuknya, aura permusuhan terasa kuat sekali di antara mereka berdua. Sabar.. sabar.
"Di dalem, lagi nonton."
"Kamu mau kemana?"
"Saya mau jemput mama di luar."
"Ya udah, saya yang tunggu Icha."
Belum sempat Mushkin menjawabnya, Muda sudah lebih dulu meninggalkannya dan masuk ke dalam ruangan Icha. Heugh! Dasar kakak ipar menyebalkan.
Muda menutup pintu dengan perlahan, ia mendecak ketika mendapati Icha yang sedang menonton TV.
"Lima ratus perak bisa buat bikin apa!"
"Dasar korban iklan kamu."
Icha menolehkan kepalanya saat mendengar interupsi dari suara datar milik kakaknya.
"Abaaaaaanggg!!!!" Pekiknya kegirangan. Muda mencibir, "Gak usah teriak-teriak. Ini rumah sakit, bukan hutan Cha."
"Huuu.. dasar Iskandar Muda nyebelin!!"
"Gimana keadaan kamu?"
"Masih hidup baaang, gak liat ya?"
Satu jitakan Icha terima di kepalanya.
"Hiii.. abang! Adek sendiri mau lahiran masa di pukul-pukul?"
"Jiah, mau lahiran. Masa anak kecil mau lahiran."
"Duile, mana anak kecil? Icha udah nikah tahu, udah mau punya anak. Abang tuhh.. eh abang kesini sama siapa?"
"Sendiri lah, memangnya sama siapa?"
Senyuman Icha mengambang.
"Mbak Astrid mana? Kok tumben gak ikut? biasanya kan nempel, kayak ban sama pelek."
"Pelek? Itu bukannya penyakit ya? yang ingusan itu."
"PILEK BANG! PILEK!! HUUUU.. dasar kurang cumbuan." Sindir Icha. Muda tertawa, "Gak boleh hina-hina abang begini, kayak kamu gak hina aja."
"Hina? Astaga bang.. cukup, jangan sakiti esmeralda!"
Muda tertawa lagi. dasar Telenovella Queen!!
"Udah ah, kamu lawak terus. Mana yang sakit?" Tanya Muda seraya menatapnya penuh selidik.
"Yang sakit? Hati aku baaang.. sakit."
"Kenapa?"
"Soalnya abang sama mbak Astrid..."
"Kenapa?"
"EHM! Maksudnya soalnya abang sama mbak Astrid gak kesini barengan." Icha terkekeh. Sepertinya belum saatnya mengungkapkan kebelangan Astrid pada kakaknya.
"Kamu tuh, ada-ada aja." Dumel kakaknya.
*****
"Nanti waktu di suruh ngeden, jangan sungkan-sungkan ya Cha? Bayangin aja si Mus lagi selingkuh, pasti kesel kan. langsung keluar deh cucu mama.."
Icha tertawa mendengar nasehat dari mertuanya, "Mama bisa aja.." Sahutnya.
"Sebenernya mama pengen nemenin kamu, tapi hari ini gak bisa. Besok aja ya? mama kesini lagi pagi-pagi."
Icha mengangguk. Mertuanya mengunjunginya saja ia bahagia, kalau orangtuanya jangan ditanya, mereka masih dalam perjalanan menuju Bandung. Muda sedang keluar sebentar, ada pekerjaan yang harus di kerjakannya. Sementara Sharen dan Reno masih belum menemuinya karena masih dalam perjalanan.
"Kalau gitu mama pulang dulu ya? kamu hati-hati. Mus, gak usah anter mama. Kamu jagain Icha aja.. "
"Iya ma.."
Selepas ibunya pergi, Mushkin duduk di kursinya semula dan menggenggam tangan Icha.
"Mulai kerasa lagi mulesnya?" Tanyanya. Icha menggeleng, "Belum.."
"Pegel gak yaaang? Mau aku pijitin?"
"Enggak.. mau di cium aja.." Pinta Icha.
Selalu agresif, selalu menggemaskan. Selalu apa adanya.
"Dimana?" Tanya Mushkin. icha menunjuk hidungnya.
"Kok tumben di hidung?"
"Gak tahu, pengen aja. kamu jarang cium hidung aku." Kilahnya. Mushkin menggelengkan kepalanya.
CHUP!
"Sekarang dimana lagi?" Tanyanya.
"Udah aja yaaang.. tapi aku mau denger kamu ngaji. Boleh?" pinta Icha.
"Aku ambil Alqur'an nya dulu ya?"
"Tapi yaaang.. aku mau eskrim. Beliin ya?"
"Jadi, Eskrim dulu atau ngaji dulu? Dan kalau aku gak salah, tadi kamu udah makan eskrim sayangkuhh." Ujar Mushkin. icha terkekeh, "Aku lagi suka Eskrim. boleh ya?" Pintanya.
"Oke, boleh. buat hari ini aja aku kasih lagi eskrim. Kita tunggu Reno sama Sharen sampe disini aja ya? baru aku beli eskrim."
"Enggak mau, aku maunya sekarang."
"Terus yang jagain kamu siapa?"
"Aku gak apa-apa kok. Serius yaaang."
Mushkin ragu. Tidak mungkin ia meninggalkan Icha, kondisinya sedang rentan dan Mushkin akan tetap waspada untuk mengawasinya.
"Yaaang.." Icha mulai merajuk, ia menggoyangkan lengan Mushkin dan menatapnya dengan memelas.
"Nanti ya sayang."
"Gak mau! aku mau sekarang. kamu gak sayang sama aku?"
Baik. Keputusan diambil. Mushkin berdiri, ia mencium dulu kening Icha kemudian berkata, "Aku beli sekarang." ucapnya. langsung mendapat senyuman lebar dari Icha.
"Huu.. dasar kamu yaang." Cibirnya.
"I Love You.. babang Mus!!" Icha berteriak, seraya keluar dari kamar rawat Icha Mushkin tertawa. Dasar.. ada saja tingkahnya.
Setelah menitipkan Icha pada perawat, Mushkin masuk ke dalam mobilnya dan mulai mencari eskrim yang di inginkan oleh Icha.
Untung saja tidak terlalu jauh, jaraknya hanya satu kilometer dari rumah sakit.
"Spaghetti ice cream. Silakan.."
Mushkin tersenyum, memberikan satu lembar uang lima puluh ribu kemudian berjalan keluar café menuju mobilnya seraya bersiul pelan.
Ponselnya berbunyi, dengan cepat Muskhin mengambilnya.
Dari Reno. Sepertinya sahabatnya itu baru sampai di rumah sakit.
"Wooo.. kenapa Noo? Lo udah sampe?"
"Udah. Mus.. jangan panik.. oke, jangan panik dan dengerin gue baik-baik."
Pegangan Mushkin pada ponselnya mengerat,"Kenapa?"
"Icha.. jatuh di kamar mandi, ketubannya pecah, ada pendarahan. Sekarang, Icha baru masuk ke ruang operasi. Mau gak mau, dia harus di caesar."
Eskrim pesanan Icha yang di genggamnya jatuh seketika, di ikuti dengan ponselnya yang meluncur begitu saja dari tangannya.
Seumur hidupnya, Mushkin baru merasakan semburan air es di sertai gumpalan es yang menimpanya, menimbunnya, dan membuatnya terperosok ke dalam lubang penderitaan gelap yang tiada ujungnya, dia.. tenggelam.
TBC
Mumpung masih mood langsung lanjut ngetik dan jadilah ini.. qkqkqk
Pendek qaqaaaaa..
jangan tanya kenapa aku bikin proses lahiran Sharen sama Icha rudet a.k.a ribet ya soalnya pengennya begitu sihh..
kali kali pengen bikin yang sad ending. apa icha nya mati aja ya? terus Mus jadi duda kayak reno, nanti ketemu sama orang yang mirip Icha. HAHAHAHA yakali sinetron -____-
HMM.. mengenai MALL & LANTAI.. haha teuing mall naon eta teh. anggap we ada lah ya.. namanya juga cerita. lagian emang segituan sih.. kalau dari B1 sampai 3 kan bisa sampe 7 juga..
liat aja apa part depan tamatnya atau bukan.
oh iya ders mengenai jilbab.. hayu pelan-pelan kita tutupin aurat kita, untuk yang muslim..
sebelum aurat kita tertutupi kafan. err ngeri juga ya tengah malem begini.
yah sekedar mengingatkan sesama aja.. wkwk toh aku juga belum bener kok. masih begitu koplak.. tapi kalau yang bisa kita lakukan, ya ayo kita lakukan *semacam kampanye.
Yaudah aku mau bobo dulu ders.. udah tengah malem.
Daaah...
Aku sayang kalian :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro