Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 30 | Icha dan Dangdut



Satu bulan berlalu setelah liburan bersama di villa Maryam. Usia kehamilan Icha sudah menginjak enam bulan. Pagi ini, wanita itu terbangun di rumah orang tuanya. Mushkin sedang berada di Jakarta untuk menemani ibunya menghadiri pertemuan bersama pejabat-pejabat tinggi sehingga ia disini, seperti seekor piaraan yang di titipkan saat majikannya pergi jauh.

Icha bersikeras ingin ikut, tapi suaminya yang tampan dan menuju tua itu melarangnya dengan sangat keras. Dengan alasan bahwa perjalanan jauh tidak baik untuk kondisi kehamilannya. Baik. Ibu hamil itu memang harus tahu diri. Diam saja di rumah, karena kau tidak bisa melepaskan perut buncitmu, meletakannya, lalu memasangnya kembali. Tidak.. memangnya dia hamil karet?

"Jadi abang! Kenapa abang gak jawab pertanyaan aku?" Icha menatap Muda dengan kesal. kakaknya itu sedang membaca majalah arsitektur.

"Pertanyaan apa?"

"Kenapa waktu kita liburan abang pulang duluan?" Tanyanya. Muda mendesah kesal. dia menyimpan majalahnya kemudian menatap Icha dengan sungguh-sungguh, "Astrid sakit. Kasian dia, dia kan punya bronkhitis gak bisa kedinginan. Cuaca di villa tante Maryam dingin banget."

Icha menganga. Kalau tidak salah, suaminya bilang Astrid sempat mengatakan kalau dia punya lemah jantung, dan sekarang.. bronkhitis? Jangan bilang wanita itu mengidap komplikasi? Kalau iya, betapa Icha mensyukurinya.

Astaga! Tidak boleh! berhentilah bahagia dalam penderitaan orang lain Icha!!

"Ekhm! Seriusan bang?"

"Kenapa? Kamu kok banyak nanyain Astrid?" Muda malah balik bertanya padanya.

"Gak apa-apa sih. Cuman.. ya, kalau bronkhitis, gak bisa dingin, kenapa bajunya mbak Astrid selalu kurang bahan? Emangnya gak masuk angin ya?"

"Memangnya kenapa? Yang pake baju juga kan dia." Jawab Muda sekenanya. Icha mengerucutkan bibirnya. "Dasar laki! Bilang aja abang suka liat paha dia, atau perut dia, atau belahan dada diaa!" Suara Icha meninggi karena kekesalannya pada kakaknya. Berniat ingin mengorek informasi lebih lanjut mengenai hubungan kakaknya dan Astrid, Icha malah di buat kesal sendiri.

Muda menatapnya dengan datar, "harusnya kamu seneng kalau abang punya pikiran begitu. berarti abang normal."

Kalau saja Mushkin yang mengatakannya, Icha mungkin akan tertawa karena nada bicaranya pasti lucu. Masalahnya, yang mengatakannya adalah Iskandar Muda yang nada suaranya sangat datar tapi terdengar tegas. Astaga, salah apa Icha sampai ia menjadi adik Muda.

"Abang kurang bercumbu banget. akhir-akhir ini nyebelin. Dasar laki frustasi. Cepet nikah sana bang. Biar tau caranya senyum lebar waktu ada yang tidur di sebelah abang."

Setelah itu, Icha menghentakkan kakinya dan berjalan menuju teras rumahnya untuk bergabung bersama ayah dan ibunya.


****


"Ma, setelah ini gak usah kumpul-kumpul sama tante rempong ya ma, kita langsung pulang aja."

Heni yang mendengar Mushkin berkata seperti itu mengerutkan keningnya. Tumben sekali, biasanya anak pria nya yang satu ini sangat-sangat bersemangat berkumpul bersama teman-temannya. Kenapa sekarang seolah tidak mau?

"Kenapa sih Mus? Kan mama kangen mereka."

"Ya, Mus juga kangen Icha ma.. kalau mama ketemu temen mama, bisa di pastikan Mus belum bisa peluk Icha tiga hari ke depan."

Heni tertawa mendengar pengakuan anaknya. Yaah, sekarang anaknya sudah berbeda. sudah menikah, dan mempunyai istri yang bisa ia peluk-peluk sesukanya.

"Jadi, mama harus ngalah ya? kamu kan tau Mus, ibu-ibu gak pernah mau ngalah."

"Yaelah mama, mama juga kan tahu, ibu hamil gak pernah bisa di bantah."

Ah, ya. hal yang satu itu benar adanya.

"Ya, baiklah. demi mendapatkan cucu... kita pulang sekarang."

"Oke ma, tapi sebelumnya Mus mau beli sesuatu dulu untuk Icha."


*****


Sudah tiga jam, sejak pesan terakhir dari suaminya dan Icha belum menerima satu pesan lagi. jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan Mushkin sama sekali belum memperdengarkan suaranya pada Icha. Ya Tuhan, berjauhan dengan suami ternyata sesulit ini. terbiasa berdua kemana-mana, sekarang giliran ia di tinggal, rasanya berat sekali. berbeda dengan ketika awal pernikahan, Icha memang merindukan Mushkin, tapi ia masih bisa menahannya karena ia sedang mengendalikan perasaannya kali itu. tapi sekarang, ia mencintai suaminya, begitu juga sebaliknya. Tak ada yang harus ia kendalikan. Ah, ada. Yaitu perasaan rindunya yang menyiksa.

"Abang.. abang cepat abang pulaaang!" Icha menyanyikan satu penggalan lirik lagu dangdut yang di dengarnya tadi pagi, sialnya begitu melekat di benaknya. Ah, Mushkin. dimana pria itu sekarang?!!

"Selamatkanlah dia yang pergi dalam tugas, serta tabahkan lah oh.. diriku yang di tinggalkan.."

Lagi-lagi Icha bernyanyi, kali ini ia bangkit dan sedikit menggoyangkan badannya.

"Semalam aku mimpi, mimpi cium suami.."

"Jadi, kangen banget ya? sampai mimpi di cium begitu?" Icha terperanjat, begitu mendengar sebuah suara menginterupsinya.

Membalikkan badannya, senyuman di wajah Icha langsung tersungging dengan sangat lebar. Ya Tuhaan.. suaminya disana! sudah pulang, dan berada di hadapannya!

Wajah Icha mengkrut, dan matanya tiba-tiba saja sudah berkaca-kaca.

Mushkin mengerutkan keningnya, "Gannisya.. aku pulang." Sahutnya. Icha menganggukkan kepalanya, melangkahkan kakinya dengan cepat kemudian memeluk Mushkin dengan sangat erat.

"Kangeeen." Rengeknya. Suaranya sedikit terisak sehingga membuat Mushkin menertawakannya.

"Aku lebih kangen. Jakarta panas, aku gak suka. Aku lebih suka panas-panasan di kamar bareng kamu Cha, daripada panas-panasan di Jakarta, bareng mama pula. Gak asik, kalau bareng kamu kan berkeringat pun memuaskan."

Kebiasaan!

Icha mencubit bibir Mushkin dengan gemas, "Dasar mesum!" Cibirnya.

"Kamu juga mesum!" Timpal Mushkin.

"Ya, justru itu. makannya kita jodoh ontaaaaku sayaaaang."

"Oh, jadi sekarang pake embel-embel sayang ya menghinanya? Kamu lucu deh, sini cium dulu.. pe'aku sayaang."

Icha memundurkan tubuhnya, apa-apaan. Pe'aku sayang, terdengarnya tetap saja menyebalkan!

Mushkin menatapnya, meminta penjelasan atas aksi tiba-tiba mundur Icha.

"Kenapa?"

"Kamu―Ahh!" Tiba-tiba saja Icha mendesah tertahan. Mushkin menatapnya heran, "Aku gak pegang-pegang kamu loh Cha. Kenapa kamu mendesah begitu?" Ucapnya panik. Icha memukul bahunya, "Ihh aku kaget.. bayi kita gerak, dikit." Ia terkikik, dan Mushkin menatapnya dengan tak percaya,

"Serius kamu?" Tanyanya memastikan. Icha menganggukkan kepalanya.

"Iya, barusan dia gerak."

Setelah itu, Mushkin segera membimbing Icha untuk duduk di ranjang dan menyentuh perutnya dengan begitu lembut. saat bayi mereka kembali bergerak pelan, senyuman cerah tersungging di bibir keduanya.

Astaga, mereka benar-benar bahagia.


*****


"Manjaku.. bangun.." Mushkin menciumi wajah Icha untuk membuat istrinya terbangun dari hibernasi panjangnya, tangannya membelai rambut Icha dan memainkannya dengan penuh perasaan. Sudah hampir sepuluh menit Mushkin membangunkan Icha, tapi gadis itu belum juga terbangun dari tidurnya. Sepertinya Icha sedang berada dalam mimpi yang begitu menyenangkan. Dan Mushkin bertanya-tanya, mimpi apa istrinya itu sehingga membuatnya sangat-sangat betah berada di alam sana?

"Chaa.."

"Ngh.. sebentar lagi." Gumam Icha. Yah, setidaknya kini ia sudah sadar. Mushkin menciumnya lagi, "Bangun sayang.. kalau gak mau nyesel karena sudah melewatkan hari yang spesial." Bujuknya.

Icha tetap tak membuka matanya. Rasanya ia baru tidur beberapa jam, dan udara pagi belum terasa oleh tubuhnya. Jadi jangan coba-coba untuk membuatnya terbangun saat ini juga.

"Gannisya.." Mushkin kembali berbisik, "Yayang pe'a. bangun..."

Dan begitu kata itu tersampaikan melalui telinganya, Icha langsung membuka matanya dengan sempurna. Sialan dasar suaminya yang satu ini.

"Nah, begitu dong. Bangun lah Cha.. kamu bangun tidur aja susah, gimana mau bangun rumah tangga sama aku." Dumel Mushkin, langsung mendapat satu pelototan tajam dari Icha.

"Enak aja. kayak sendirinya udah bener. Lagian kan kamu imam aku, kamu yang mimpin barisan. Aku mah ngikutin aja. apaan bangun-bangun, yakali aku kuli.."

"Kamu emang kuli Cha.."

"Hah? Kuli apa?"

"Kulihat kebahagiaanku di matamu." Goda Mushkin. icha langsung tertawa dengan sangat-sangat kencang. Tubuhnya langsung segar dan ia langsung terbangun dengan sempurna.

"Dasar payboy salah gaul!!" Sindir Icha. Mushkin menjulurkan lidahnya, mengejek. "Gak apa-apa. pokonya kamu kuli."

"Sekarang apalagi? Kulihat anak-anakku dalam rahimmu?" Ucap Icha mendahuluinya. Mushkin menggetok kepalanya, sehingga membuat Icha mengaduh kesakitan seraya mengusap-usap kepalanya. "Mana bisa begitu. aku bukan mesin USG yang bisa liat isi perut seseorang Cha." Sahut Mushkin.

Benar juga, Icha menganggukkan kepalanya. matanya tanpa sengaja melirik jam dinding yang berada di hadapannya. Katakan kalau icha salah, tolong. Matanya menangkap jam dinding itu menunjuk angka satu dengan jarum pendeknya. Astaga! Ini dini hari!!! dan Mushkin membangunkannya?!

"Mustopaku sayang, jam berapa ini? jam satu! Kamu gila bangunin aku jam segini?" Protes Icha. Mushkin menggeleng, "Aku gak gila. Setiap malam aku bangun jam segini, kamunya aja yang gak pernah tahu. udah, sekarang ambil wudhu. Kita tahajud."

Icha mengerjapkan matanya. Mushkin mengajaknya tahajud bersama? Hatinya menghangat seketika.

"Cha.."

"Iya, aku ambil wudhu sekarang."

Icha tersenyum, ia berjalan menuju kamar mandi dengan kebahagiaan yang begitu besar dalam hatinya.

Dan di tengah malam buta itu, mereka berdua sama-sama menemui Tuhannya, memanjatkan beribu-ribu do'a untuk kebaikan mereka selama hidup di dunia, tentu saja setelahnya pula.

Icha meraih tangan Mushkin dan menciumnya, kepalanya menunduk dan ia bisa merasakan Mushkin meraih kepalanya yang masih di balut mukena.

Pria itu mencium keningnya, kemudian dengan manis mangatakan, "Selamat ulangtahun.. Gannisya."

Mendengarnya, jantung Icha berpacu dengan sangat cepat. Ia menengadahkan kepalanya kemudian menatap suaminya dalam-dalam.

"Kamu―"

"Sekarang tanggal 29.. selamat ulang tahun, sayang.." Ucap Mushkin lagi.

Tidak ada kejutan spesial, tidak ada nyanyian romantis, juga tidak ada kata-kata manis.

Hanya sebuah ucapan di atas sejadah yang mereka gelar, dan hanya ada pancaran ketulusan yang memancar indah dalam mata Mushkin.

Icha mengerucutkan bibirnya, ia hendak menangis saking terharunya. Tetapi Mushkin langsung meraih kepalanya dan memeluknya dengan sangat erat.

"Makasih.. mas." Suara Icha memelan, lebih lirih ketika mengucapkan kata terakhirnya, ia semakin menenggelamkan kepalanya karena malu pada suaminya.

Sedangkan Mushkin, apalagi yang bisa ia lakukan selain tertawa?


****


"HAPPY BIRTHDAY ICHAAAAA!!!"

Siapa bilang tidak ada kejutan?

Begitu Icha selesai mandi dan keluar dari ruangannya, semua orang berkumpul di ruang tamu kediaman orangtuanya dan membawa bunga juga meniupkan terompet untuknya. Ah, dan jangan lupa juga satu bungkus terigu yang sekarang sudah memenuhi seluruh tubuhnya. Untung saja hanya terigu, Icha mendengar bahwa semua orang hendak 'menceplok' telur di atas kepalanya, tetapi Mushkin berteriak habis-habisan memarahi mereka yang mempunyai ide itu. dasar suaminya, tahu saja ia cara membuat orang lain jatuh cinta.

Satu per satu orang memeluknya bergantian. Semua lengkap, kedua mertuanya, kedua orangtuanya, kakaknya dan sialannya Astrid, Maryam, Orangtua beranak tiga yang kadang membuatnya iri, dan Alena (sekarang ia dan Icha sudah sangat dekat, bahkan dalam tahap bersahabat). Dan terakhir yang memeluknya adalah, tentu saja suami tampannya!

"Selamat ulangtahun sayaang.."

Icha bergidik, geli. Kata sayang dari Mushkin selalu terdengar menggelikan di telinganya.

EHM!

Mushkin berdehem, "Gak enak manggil sayang. Haha." Ia tertawa sendiri. "Selamat ulangtahun.. yayang pe'a." Ledeknya. Icha melemparkan satu genggaman kecil tepung yang memenuhi tubuhnya pada wajah Mushkin, "Sebenernya sih udah ucapin tadi malem. Jadi udah lah, ga akan ngucapin lagi. emangnya gue si pak boss, yang bisa ngomong begini begitu dengan manisnya di depan orang banyak, pake mic pula? Hyah, gue mah kaga bisa." Akunya. Mengundang gelak tawa dari semua orang yang ada di sekitarnya.

"Ya.. sekarang, gimana kalau kita makan dulu?" Tiwi menggiring semua orang disana dan meninggalkan Icha bersama Mushkin.

"Makasih." Sahut Icha malu-malu. Mushkin mencubit pipinya, "Gak usah malu-malu begitu. kamu lupa, dulu waktu malam pertama kita malu-malu kamu bikin benjol di kening kamu?"

"Hiiii.. dasar nyebelin! Gak usah ungkit-ungkit itu!!" Pekik Icha. Mushkin memeluknya dari belakang, tangannya menyentuh perut buncit Icha dan membelainya dengan lembut,

"Hai sayang., lagi apa? daddy kangen, gerak-gerak lagi doong." Bujuknya. Icha menggeser kepalanya dan menoleh pada Mushkin, "What? Daddy? Gak salah?" Tanyanya. Mushkin tersenyum, "Gak dong.. kan keren yaang, Daddy Al."

"Walah, lagak kamu Daddy Al. yang ada juga Daddy Mus kali. Tapi gak cocok, bagusnya Abah Mus. HAHAHAHA."

"Abah, abah. Enak aja, kalau aku di panggil abah emang kamu mau di panggil emak? Emak Icha? Ehh,, bukan.. emak erot. Hahaha."

"Hiihhh.. Mustopaaaa.."

"pe'aaaa.."

"Nyebelin!" Icha mencoba melepaskan pelukan posesif Mushkin, oh tapi jangan harap ia bisa melepaskannya, Mushkin memeluknya seperti memeluk peti harta karun yang hendak di rampas musuh. Kencang sekali.

"Lepasin aku.." Protes Icha. Mushkin menenggelamkan kepalanya di lekukan leher Icha, "no.. no.. big no sagede panto. Gak mau yaaang."

"Lepasin gak?"

"Enggak. Sampai mati pun aku gak akan pernah lepasin kamu."

Satu kalimatnya mendapatkan satu injakan di kakinya sebagai balasan dari Icha.

"Gak usah bilang kata-kata begitu, kalau kamu yang bilang jatohnya lawak yaaang." Gerutu Icha. Mushkin memutar badannya, sehingga kini mereka bertatapan.

"Mau lawak, mau luwak, aku gak peduli. Tapi yaang, ada satu hal yang sampai saat ini belum aku kasih tahu ke kamu."

Icha melingkarkan tangannya di leher Mushkin, "Apa?" tanyanya. Satu ciuman mendarat di bibirnya, "Aku gak pernah sekalipun, menyesali malam dimana aku dan kamu melakukan hal itu, sama sekali. malahan, aku sekarang mensyukurinya."

Pipi Icha bersemu merah, tapi sebagian hatinya malah meringis pilu, entah mengapa ia mendadak merasa sangat sedih.

"Kalau malem itu kita gak melakukannya, mungkin kita gak akan berakhir bahagia seperti ini." Ucap Mushkin lagi. icha menganggukkan kepalanya, "Aku juga mau bilang sesuatu sama kamu.."

"Apa?"

"Aku pernah bilang gak, kalau aku gak pernah mau kehilangan kamu."

Rasanya Mushkin ingin menertawakan Icha, istrinya itu tidak pernah mengatakan hal-hal seperti ini.

"Oh ya?"

"Iya.. jujur, sebenernya waktu Alena dulu gangguin kita, aku hampir nyerah, mungkin aja kamu memang cinta sama Alena. Aku hampir putus asa banget. aku memangnya apa, cuman daun yang jatuh di samping kamu tanpa kamu sadari."

Akhirnya, perasaan yang sejak lama di tahannya bisa di ungkapkannya sekarang.

Mushkin meraih wajahnya, menatapnya dengan seksama "Ada yang mau kamu tanyain? Spesial hari ini, aku bakalan kasih tahu semuanya, tanpa terkecuali."

Kemudian Icha mengangguk dengan sangat yakin. Ia menarik tangan Mushkin untuk mengikutinya menuju kamarnya.

"Lah, yang lain kan nungguin kita makan yaang."

"Halah, udah gak apa-apa. yang lain ngerti kok, hadiah terindah di hari ulangtahun aku ya tempur habis-habisan sama kamu." Ucap Icha. Mushkin menggelengkan kepalanya, sebelum mengikuti Icha, ia melihat di sisi kiri ruangan itu Maryam mengintipnya. Oh, neli satu itu.


****


"Jadi, Icha sama Mushkin mana bu Maryam?" Tiwi bertanya begitu Maryam kembali dengan wajah cerahnya.

"Bu Tiwi, kita makan aja. udahlah, jangan di ganggu mereka mah."

"Memangnya, mereka ngapain mommy?" Alena berbisik di sampingnya.

Maryam tertawa, "Mereka lagi tempur habis-habisan len."

Muda, yang tak sengaja mendengarnya langsung tersedak habis-habisan.

"Mas, pelan-pelan. Ini, minum." Suara Astrid di ujung sana membuat telinga Alena gatal. Hih, wanita genit itu!!


****


"Aku gak tahu persis kapan aku ketemu Astrid―"

"Playboy gitu loooh.. tanggal jadian aja kayaknya kaga tau." Icha mengucapkannya dengan nada sinisnya. Mushkin ingin menyangkal, sayangnya memang ucapan Icha benar. Sebelum duduk berdiskusi berdua seperti ini Icha sudah lebih dulu membersihkan dirinya dari siraman terigu yang mengotori seluruh tubuhnya. Sekarang wanita itu sudah kembali wangi.

"Hari pernikahan kita aku hafal kok yaang.." Ia berusaha membela dirinya sendiri. sementara Icha sudah melipat tangannya di dada, "Ya awas aja kalau lupa, mau di talak lima belas?"

"Ebuset yaang! Ada juga talak tiga. Gak usah lebay begitu."

"Ya, terima lah. Kamu nikahin orang lebay kayak aku."

Oke, jangan di teruskan. Ini sih bisa berakhir dengan Icha memusuhinya berhari-hari.

"Yah, pokonya aku lupa berapa lama. Dulu Astrid yang lebih dulu mendekati aku."

"Nah, kan. dasar barbie santet gatel! Dia kira kamu autan kali, bisa meredakan kegatelan dia. Padahal kalau buat aku, kamu itu kan balsem yang. HOOOT!!!"

Mushkin terbahak-bahak. Dasar Icha! Ada saja perkataannya yang mengundang tawa. Besok-besok apa Mushkin harus mendaftarkan Icha untuk mengikuti acara sekelas Stand Up Comedy?

"Iya, aku HOT. Kalau kamu SPICY yang.. pedas, tapi bikin nagih. Lagian aku suka pedas, sama seperti aku suka kamu."

Satu bantal melayang menuju kepalanya, "Gak usah gombal sampai mengundang wewe gombel. Lanjutin aja cerita kamu."

Yayaya, lagipula siapa yang menginterupsinya bercerita? Kan Icha sendiri.

"Pokonya Astrid deketin aku, kebetulan waktu itu tiga hari setelah aku putus dari pacar aku sebelumnya. Daripada jadi bujang merana, ya aku pacarin aja yaang si Astrid."

"Kalian pacaran lumayan lama kan?"

"Itu karena kita jarang ketemu. Astrid juga gak macem-macem, gak minta ketemu tiap hari."

"Tapi dia morotin kamu kan?"

"Yah, mungkin bukan morotin kali. Kan aku pacarnya.. setidaknya, ya dulu."

Icha memberenggut kesal. hanya karena sepasang manusia berpacaran, bukan berarti salah satu dari mereka merugikan pihak lain kan? menghabiskan harta Mushkin, sudah jelas merugikannya.

"Dasar penggeret harta. Aku gak mau, bang Muda sama si barbie santet itu.. aku gak mau yaaang." Icha menundukkan kepalanya. sejujurnya hubungan Astrid dan Muda akhir-akhir ini benar-benar mengganggu Icha, dan tentu saja merusak mood nya.

Mushkin menyentuh tangannya, dan menggenggamnya dengan lembut, "Jadi, kamu mengorek informasi soal Astrid karena ini?"

Icha mengangguk, "Bang Muda itu abang seperjuangan aku. walaupun dia kayaknya galak, tapi dia baik banget yaang. Dia selalu ada buat aku, dan aku juga merasa bersalah karena udah langkahin dia. Walaupun bang Muda memang harusnya udah nikah, tapi aku gak mau dia terburu-buru dan bikin hidupnya gak bener. Enak aja, masa Astrid minta tas mahal sama bang Muda.. nih ya, Mustopa.. aku aja minta tas ransel harga satu juta gak di kasih dulu sama si bang Muda, katanya buat apa. ini si Astrid, minta tas Channel yang kemarin itu.. masa bang Muda mau beliin sih? Aku takut aja si abang di santet. Eh, di pelet. Masih jaman gak yaang sekarang di pelet? Pake apa ya? celana dalem? Kalau gitu aku harus periksa celana dalem si abang, mana tahu berkurang satu."

Dan selanjutnya yang terjadi adalah ocehan Icha mengenai pelet dan celana dalam, merambat hingga yang lainnya. Dan menggugurkan niatnya sendiri yang ingin mengorek infromasi dalam mengenai masa lalu Mushkin. ckckck


****


Dua minggu kemudian, Ferrari putih bertuliskan Musicha di pinggir sebelah kanannya terparkir dengan indah di halaman rumah Icha.

Mushkin menatap mobil mewah itu seraya menahan napasnya, Oh.. uang milyarannya. Berwujud sebuah mobil sekarang. mobil putih itu, tidak boleh lecet. Tidak.. lecetnya Ferrari, tidak seperti lecetnya Avanza yang bisa di perbaiki dengan cepat dan harga yang cukup terjangkau.

"YEAAA!!! Kita punya mobil baruuu." Icha berteriak kegirangan di sampingnya.

"Yaang, Ferrari ini gak boleh kamu pake ke kantor ya. harus di pake buat berduaan sama aku aja. ya, semodel pawai begitu lah,, pawai mobil, pawai istri juga." Celoteh Icha. Mushkin mengangguk, kalau ia membawa mobil ini ke hotel, bisa lecet mobilnya. Mengingat banyak sekali karyawan yang kadang menggores beberapa mobil di parkiran.

Ah, enaknya bagaimana ya? apa Mushkin beri lemari kaca permanen saja untuk mobilnya ini? kalau di pakai berkeliling, yaah.. harus malam hari, kalau ia tidak mau mobilnya tergores. Tapi kalau malam hari, siapa yang akan melihatnya?

Tunggu dulu! Memangnya ia membeli ini untuk pamer? Tentu saja tidak. Mushkin membeli ini untuk menyenangkan istrinya. Dan bicara soal menyenangkan, senyuman sumringah Icha sudah menjelaskan semuanya.

"Hari ini aku pake yah yaaaang!" Icha berteriak antusias.

"Bukannya kemarin-kemarin kamu gak mau mobil ini lagi?"

"Itu kan waktu mobilnya belum ada, ini kan udah ada. Ya, mending di pake keliling dong yaaang."

Keliling? Tidak, jangan sekarang.

"Tapi―"

CHUP!

"Sekarang mau ke hotel kan? kerja yang bener ya Daddy.. nanti aku jemput deh, pake ferrari."

Mushkin menatap Icha khawatir, ia ingin melarang Icha sebenarnya, tapi melihat Icha yang sangat senang pagi ini, Mushkin memilih untuk mengalah dan percaya saja pada Icha, "Ya.. hati-hati. Jangan ngebut, jangan kenceng-kenceng, dan jangan sampai lecet." Peringatnya. Tatapan Icha mulai menajam, cepat-cepat ia kembali menambahkan, "Mobilnya lecet gak apa-apa, asal kamu yang jangan lecet yaang.." kekehnya.

Tentu saja Mushkin berbohong!!

Kalau ia mengatakan mobilnya tidak boleh lecet, tentunya Icha akan menganggapnya lebih mementingkan mobilnya daripada dirinya. sejak dulu memang kodrat pria harus begini, bukan sengaja berbohong, hanya saja terpaksa berbohong.

"Ya udah, kamu berangkat gih yaang.. kan mau ketemu pak Ali."

Icha mencium bibirnya dan pipinya. Dengan perasaan tidak rela, mau tak mau Mushkin harus meninggalkan uang milyarannya yang berwujud Ferrari dan mempercayakannya pada Icha. Hah, semoga saja. ya, semoga saja mobilnya baik-baik saja.


*****


Din! Din!!

Suara klakson merdu terdengar merayapi telinga Astrid yang saat ini baru saja keluar dari mobilnya di basement kantor Haris.

Wanita itu menolehkan kepalanya, dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati wanita bertubuh buncit tengah duduk dengan nyaman di atas jok mewah Ferrari yang di bawanya. Dan yang membuat Astrid mengepalkan tangannya adalah karena wanita itu adalah Icha, dan dia menatapnya dengan tatapan menyebalkan yang ingin membuat Astrid menyumpal mulutnya dengan sepatu tingginya.

"Hai mbak Astrid." Ledek Icha. Astrid menatapnya jengah, di sudut kiri Muda keluar dari mobilnya. Mau tidak mau ia menahan umpatannya untuk Icha.

"Oh, halo Cha.. mobil baru ya?" Icha merasa ada yang tidak beres, buru-buru ia mengamati sekitar dan mendapati Muda berjalan ke arahnya. Dasar perempuan tukang sandiwara!

"Iya, ini hadiah ulangtahun dari mas Al.." Pamernya. Astrid semakin mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras, dan Icha menyadari hal itu. buru-buru ia mengambil ponselnya dan memperlihatkan pesan Mushkin pada Icha.

Hati-hati nyetirnya yaang, I love you

"Suami aku, manis ya mbak? So sweet kan diaa.. pasti bang Muda gak begitu ya? uhhh.. kasian deh. Ah, ya udah lah ya. aku kesini cuman mau menyapa mbak aja. kalau gitu, dadah mbaaak.. semoga kerjanya lancar ya, dan semoga mbak tahu diri untuk gak minta ferrari ke abang aku. bye."

Begitu selesai mengucapkan kata-katanya, Icha langsung melesat bersama ferrari terbarunya meninggalkan Astrid yang sejak tadi menahan teriakannya.


****


Apa yang berkilau kuat dan wangi

Rasa lembut lebat mengembang

Rambut kita rambut kita

Inilah lima tandanya rambut sehat kinclong!


Mushkin tertawa dengan sangat kencang, baru saja pertemuannya selesai dan begitu kembali ke ruangannya, istri menggemaskannya sudah berada disana seraya memainkan rambutnya dan menggoyangkan kakinya sambil menyanyikan lagu yang tak sengaja ia dengar pagi tadi dalam iklan televisi.

"Dasar korban iklan.." Mushkin menghampiri Icha dan duduk di sampingnya lalu menatapinya dengan gemas.

"Aku bukan korban iklan," Ralat Icha "Aku, korban kamu yaaang.."

Mushkin tertawa lagi. "Iya, korban aku. nih, ampe melendung begini." Matanya melirik arah perut Icha yang bulat dan besar.

"Dulu isinya kikil, prekedel, sambel ijo, sama apa yaaang?"

"Rendang."

"Iya, dulu isinya itu. sekarang isinya Mushkin junior.." Mushkin tersenyum, Icha mengangguk untuk mengiyakan.

"Kamu maunya anak kita cewek apa cowok yaang?" Icha bertanya padanya dengan polos. Ya, sampai saat ini mereka belum membicarakan hal ini, bahkan peralatan-peralatan bayi saja mereka belum menyiapkannya. Ya, belum saatnya. Dan untuk jenis kelamin anak mereka, biar menjadi kejutan saja. untuk itulah keduanya tak pernah melakukan USG.

"Kamu maunya apa?" Mushkin balik bertanya.

"Aku sih maunya perempuan, biar bisa di dandanin. Kayak Hasya kan lucu sekarang di dandanin Sharen tiap hari. atau kayak Agni sama Haru, pake rok kan lucu yaaang. Tapi cowok juga lucu sih, tapi ya balik lagi. aku segimana di kasihnya aja." Ucap Icha. Mushkin mengangguk "Ya.. segimana di kasihnya aja. kita mendapatkan dia aja sudah Alhamdulillah Cha.. ini amanah loh, dari Allah.. harus di jaga baik-baik. Nanti kamu jangan ajarin dia sama kosakata aneh-aneh kamu ya, kan kasian nanti dia bisa terkenal jadi pembully nomor satu di kota Bandung."

Icha tertawa, "Kalau kata kamu, aku bisa jadi ibu yang baik gak yaang? Aku kan bukan Sharen, aku gak bisa urus anak sama kayak dia."

Mushkin meraih tangannya, "Aku juga gak bisa kok Cha. Tapi kan kita membesarkan dia bersama nanti, apa gunanya ada aku kalau aku gak bantuin kamu? Dan, percaya deh.. suatu saat waktu anak kita udah besar, kalau dia di jailin, dia pasti bawa kamu ke hadapan temen-temennya, dan dia pasti bakal bilang sama semua temennya kalau 'Woyy.. ini ibu gue, paling keren! Mantan pacar daddy gue aja dia kalahin, apalagi elu yang suka jailin gue' "

Icha tertawa mendengarnya, ia menatap Mushkin penuh cinta.

"Hii.. sejak kapan sih kamu bikin aku klepek-klepek begini?" Goda Icha. Mushkin mencium bibirnya, "Sejak aku dan kamu di tuliskan bersama di Lauh Mahfudz yaaang."

"AAAAAA... kamu abis denger ceramah mamah Dedeh ya?"

"Bukan. Aku denger ceramah mama Heni." Ralat Mushkin. icha tertawa, "Mau aku nyanyiin lagu gak yaang?"

"Hmm.. lagu apa?"

"Cintaku klepek klepek sama emus.. sayangku klepek klepek sama emus.. oh cintaku―"

Mushkin bergidik. Oh, dangdut. Tidak lagi. sebelum Icha melanjutkan nyanyiannya, Mushkin sudah membungkamnya dengan ciumannya yang menggebu-gebu.

Icha sempat tersentak, mendapat ciuman tiba-tiba dari suaminya. Tapi setelah di rasa bisa menerimanya, ia mengimbangi gerakan bibir Mushkin. hingga kini Icha sudah berada di atas pangkuan Mushkin, memegang ikat pinggang Mushkin, berusaha untuk melepaskannya dengan nafasnya yang terengah-engah.

Desahannya sempat terdengar begitu Mushkin menyentuhnya dan kembali menciumi bibirnya dengan lapar.

Tangan Icha kembali melingkar di leher Mushkin, ia melupakan ikat pinggang yang sejak tadi berusaha untuk di buka olehnya.

Mereka berdua sudah terbuai, sibuk dengan kegiatannya masing-masing sehingga tak menyadari bahwa pintu ruangan Mushkin terbuka dan Reno menatap mereka berdua seraya menggelengkan kepalanya.

"BUKANNYA DULU LO BILANG MINTA KAMAR? SEKARANG KENAPA MALAH MESRA-MESRAAN DI RUANGAN ELO MUSHKIN!!!!!"



TBC


HAHAHAHAHAHA

Ders, beberapa hari terakhir kalian meneror aku dari yang baik-baik sampai terror sadis penuh kekejaman wkwkwk 

ulangtahunnya Icha garing ya.. krik banget. yah sorry aje pan emus bukan papi reno wkwkwk 

Maapin.. aku sibuk, sepupu masuk rumah sakit dan aku bolak balik kesana. Jaraknya jauh, jadi cape banget.

Dan aku lagi suka baca kemarin-kemarin.

Kalau aku lagi nulis, aku menjauhi semua hal berbau bacaan dan drama, karena takutnya terpengaruh. Tapi kan otak sumpek ders, makannya kalau sekalinya lagi suka baca ya bisa berhari-hari hahahaha 

tapi ders, di maklum atuh yah kalau aku lama update. toh lama nya ga keseringan ders. sekali kali. kalau tiga kali langsung kasih jodoh ya :D 

2 PART LAGI TAMAT! gak bisa di ganggu gugat. meskipun aku sedih sih.. itu artinya nanti aku harus kehilangan banyak komentar kalian wkwkwk 

karena jujur aku cinta banget sama musicha, selain di peringkat 1, komennya juga selalu tumpah ruah. beda sama Shareno yang paling banyak 200, musicha bisa hampir 400, padahal viewersnya gak sebanyak shareno wkwkwk 

Dan

ALENA & MUDA SEGERA RILIS

Ini aku lagi ngantuk, mandet, bingung. Lupa juga mau bilang apa, hahaha entaran aja deh.

Pokonya part ini aku udah bikin semaksimal mungkin, semoga aja suka yaaa..

Walaupun emang gak sekonyol biasanya. Huhu

Yaudah ya.. sampai ketemu besok besok lagi ders.

Aku sayang kaliaaaan :* 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro