PART 26 | It's Time to...
LIAT MULMEEEED!!!!
Udah? udah di liat?
Yaudah! Gitu aja :v
Aku baru ngeh ders.. salah ngetik bb nya Icha.. jadi dulu aku nulis dia 58 yaa, dan kemarin aku nulis 60 .. maapin ders, aku khilaf :")
Terimakasih yaa buat kalian semua yang mendo'akan kesembuhan aku *kecup
Aku udah sembuh, dan alhamdulillah charger aku juga sembuh, tapi dia memendek karena di potong wkwkwk
Yaudin.. nikmatilah persembahanku :*
-
-
-
-
"Papaaaa! Icha minta uang satu jutaaaa..." Lengkingan suara Icha terdengar ketika mereka baru saja sampai di rumah ayahnya.
Haris sedang melihat beberapa desain bangunan dengan di temani istrinya yang memilih desain apa yang dia sukai. Tetapi tiba-tiba anaknya datang dan langsung berteriak minta uang padanya. Mimpi apa dia semalam?
"Hus! Dateng-dateng bukannya salam, malah minta uang." Sindirnya. Icha tersenyum, duduk di sampingnya dan langsung memeluknya dengan manja, "Assalamualaikum pak Iskandar.." Ucapnya. haris tersenyum seraya mencubit pipi Icha, "Waalaikumsalam.." Jawabnya.
Icha tersenyum lagi, "Nah, sekarang. ayo, kasih satu juta buat Icha paa.."
"Buat apa Cha?" Tanya ibunya. Icha terkikik, "Ih, pokonya kasih satu juta. Buat salam tempel, buat ucapan selamat!" Ngototnya. Kedua orangtuanya berpandangan, mereka tidak mengerti dengan apa yang Icha ucapkan.
"Icha hamil pa, ma."
Itu suara Mushkin, pria itu baru saja masuk dan bergabung bersama mereka.
Ada sebuah keterkejutan dari wajah kedua orangtua Icha. Mereka berdua saling berpandangan, berhenti bergerak untuk sesaat kemudian memperhatikan Mushkin dan Icha secara bersamaan.
"Kenapa?" Tanya Icha.
"Kamu beneran hamil?" Ibunya meyakinkan. Icha mengangguk, "Iya ma.. kata dokter.. hng, berapa sih yaang? Lima minggu ya?" Icha melemparkan tatapannya pada Mushkin, "Iya , lima minggu." Sahut Mushkin.
Haris dan Tiwi benar-benar tidak percaya! Jadi, Icha benar-benar hamil? Dan mereka akan mendapatkan cucu?
Haris tersenyum bahagia, ia merentangkan tangannya dan menatap Icha seraya tersenyum, "Mau peluk papa?" Tanyanya.
Tanpa menunggu waktu yang lama, Icha langsung melemparkan dirinya ke dalam pelukan ayahnya.
Dan, dasar sindrom hamil menyebalkan!
Tiba-tiba saja Icha merasa terharu, dan sedih. Sehingga membuatnya menangis dengan hebat dalam pelukan ayahnya, membuat Mushkin menatapnya dengan miris.
Wanita itu, seperti tidak di nafkahi tiga kali puasa saja.
*****
"Jadi, jadi.. papa sama mama maunya anak Icha kayak gimana?"
Mushkin duduk di sofa dengan Icha yang bersandar manja di pelukannya, istrinya itu sejak tadi sudah bercerita sangat banyak pada kedua orangtuanya, terutama ayahnya. Semua hal yang di lewatkan oleh mereka, Icha ceritakan satu per satu. Tentu saja, kecuali ketika ia dalam situasi genting seperti kemarin.
Sejak menikah memang Icha sudah jarang sekali mempunyai waktu bersama keluarganya, ini kali pertama mereka bertemu lagi setelah sebelumnya hanya lewat pesan text saja. terlihat sekali betapa rindunya Icha pada orangtuanya.
"Yang penting gak mirip kelakuan kamu Cha.. kasian nanti pasangan dia di masa depan." Jujur Ayahnya. Icha mengerucutkan bibirnya, "Suami Icha bahagia kok pa, dia mah gak kasian. Justru dia kasiannya kalau dia di tinggalin sama Icha, iya gak yaaang?"
Mushkin yang duduk tenang menikmati kebahagiaan karena mendengar cerita-cerita Icha seraya memainkan anak rambutnya tertawa, "Yah.. sayangnya begitu sih pa!" Sahutnya.
Haris menggelengkan kepalanya, "Yah, tau ah.. papa speechless." Ucapnya. dalam hati sesungguhnya Haris merasakan kelegaan yang luar biasa.
Masih segar dalam ingatannya, ketika Mushkin muncul di pesta ulangtahunnya dan merangkul anaknya kemudian mengaku bahwa ternyata ia kekasih anaknya, setelah itu ternyata Mushkin membawa kenyataan yang lebih mencengangkan padanya. Bahwa dia sudah melakukan hal yang tak sewajarnya dengan anaknya, dan bahwa ia datang padanya untuk meminta restu agar bisa menikahi anaknya, tanpa cinta.
Tetapi sekarang sepertinya cinta itu sudah ada. Haris dapat melihatnya dengan jelas. Sejak mereka sampai di rumahnya, seluruh gerak-gerik mereka tidak luput dari penglihatannya, dan itu semua benar-benar membuatnya bahagia.
Ia tidak salah mempercayakan putrinya pada Mushkin.
Satu hal yang ia yakini saat ini.
"Kalian nginep disini?" Tiwi bertanya pada mereka ketika Haris masih memperhatikan mereka dalam diam. "Nggak ma, udah ini kita mau ke rumahnya Mus―" Icha menghentikan ucapannya..
Kalau dia mengatakan Mushkin, ayahnya pasti akan memarahinya karena tidak menunjukkan rasa hormat seorang istri karena memanggil nama suaminya tanpa embel-embel apapun.
Icha menelan ludahnya, dia tersenyum dengan kaku pada orangtuanya, "Abis ini kita mau ke rumah mas Al, mama Heni tadi udah nelpon juga ma.."
"Oh, gitu. Yah, oke deh. Terserah aja. oh iya, kemarin mama beresin kamar kamu, banyak banget belanjaan yang belum kamu buka Cha. Ambil gih, disini juga buat apa." Katanya. Icha berpikir dalam kepalanya, belanjaan yang belum di buka?
Belanjaan apa? rasanya, Icha tidak pernah berbelanja..
Aah..
Sepertinya ia ingat sesuatu!
"Yaaang.. ke kamar aku yuk!" Icha bangkit dari sofa dan langsung menarik tangan Mushkin agar mengikutinya menuju kamarnya.
Dan kenapa Mushkin berpikir bahwa Icha mengajaknya ke dalam kamar untuk...
PLETAK!!!
Satu jitakan terkena kepalanya, Mushkin mengerang sementara Icha menatapnya dengan sebal, "Gak usah senyam-senyum begitu, aku tahu kamu mikir yang aneh-aneh! Iya kan?" desaknya. Mushkin tidak terima, "Aneh-aneh apa sih yaang? Kamu kali yang aneh-aneh."
"Yaa.. kamu kan mesum." Icha bergumam seraya membuka pintu kamarnya.
"Kayak kamu gak mesum aja. kalau aku mesum, ya kamu lebih mesum." Bisik Mushkin. oh, pria itu sudah berada di belakangnya, memegang bahunya dan berbisik lirih di dekat telinganya, benar-benar membuat Icha merinding. Astaga. .
Dengan sangat cepat, Icha membalikkan tubuhnya, "Kalau gak mau naena sama aku! gak usah goda-goda begitu!" Protesnya.
"Ya, mau sih Cha.. tapi kan kata dokter―"
"Halaaah! Dokter tau apa sih? Dia mah jago di teori aja! coba tanya apa dia pernah ngerasain kayak kita? Dia pasti gak tahu kan menderitanya aku.. yaaang, asal kamu tahu. liat badan kamu bawaannya aku pengen iket di ranjang tau gak!"
Mushkin terperangah!
Perkataannya memang Icha sekali, selalu tak pernah ada kata sensor dalam kamusnya. Tapi caranya mengucapkan, caranya terdengar.. manja.. dan...
Dan benar-benar membuat Mushkin tersenyum saat mendengarnya.
"Adududu.. mana sini yang pengen iket aku? mau di peluk?" Mushkin merentangkan kedua tangannya, tapi Icha menepisnya dengan kasar.
"Peluk-peluk! Yang ada di pikiran kamu peluk aja emang?!" Gerutunya.
Lah! Tadi yang mengatakan ingin mengikat Mushkin siapa? Itu Icha kan? dan kenapa ia harus marah karena Mushkin mengatakan kata 'peluk?'
Yah, baiklah. Sepertinya Mushkin harus diam sekarang.
Icha berjalan menuju tumpukan belanjaan yang masih ia simpan di sudut kamarnya.
Itu semua belanjaan yang ia beli ketika Mushkin tiba-tiba saja memberikannya kartu kreditnya, kemudian Icha berbelanja dengan puas dan setelah itu.. pria itu melamarnya, membawa bunga, dan coklat.
Kalau di pikir-pikir lagi sekarang, Icha bahagia sekali mengingat hal itu. apalagi sekarang ia dan Mushkin sudah saling mengungkapkan perasaannya masing-masing.
Jadi sekarang mereka saling mencintai dan tak ingin melepaskan satu sama lain ya? padahal dulu mati-matian Icha melakukan segala cara demi menghindari Mushkin. sekarang sepertinya tidak bisa. Ya, benar-benar tidak bisa.
"Yaang.. ini foto jaman kapan?" Mushkin memperhatikan satu foto Icha yang memakai kacamata juga baju renang yang terpajang di atas meja nya.
"Oh, itu.." Icha mengambilnya dari tangan Mushkin. Ia mengisyaratkan Mushkin untuk duduk di kursi yang berada di hadapannya, setelah Mushkin duduk, Icha meletakkan tubuhnya di atas Mushkin dan dengan refleks, Mushkin melingkarkan tangannya di tubuh Icha.
Jadi Icha yang galak bisa begini juga ya? Mushkin tersenyum dengan lebar.
"Hmm.. ini kalau gak salah pas lulus SMA yaang, aku 17 tahun. Berarti 6 tahun yang lalu." Gumamnya.
"Kamu kurus Cha, di foto itu." Sahut Mushkin. Icha menganggukkan kepalanya dengan prihatin, "Aku dulu kurus yaaang.. sekarang aja membengkak begini."
"Rendeman di minyak tanah emang kamu yaang?"
"Huuuu.. dikira bola bekel kali! Bukan! Aku tiba-tiba aja begini."
"Masa sih tiba-tiba? Gak ada anak kalau gak ada bapaknya." Ucap Mushkin. Icha menoleh ke arahnya,"Peribahasa macam apa itu? ada juga gak ada asap kalau gak ada api." Icha meralatnya, tapi suaminya malah tersenyum dan menatapnya dengan dalam-dalam, "Bukan.. yang bener itu, gak ada Mushkin kalau gak ada Icha."
Untuk sepersekian detik, Icha mencoba mengatur debaran jantungnya. Senyuman malu tersungging dari wajahnya, "Apaan sih.. gajee om!" Ledeknya, padahal sesungguhnya ia sangat sangat sangat suka mendengar kata-kata itu.
Arrggg! Kenapa Icha merasa alay sekali sih?
Mushkin tertawa memperhatikan reaksi Icha. Ia mencium pipinya dan berkata, "Lanjut yaang ceritanya."
"Oh iya, jadi ini semua gara-gara pak Iskandar!"
"Hah? Kenapa emang?"
"Dulu itu aku kurus yaang. Liat, kurus-kurus menggemaskan kayak gini. Nah terus pak Iskandar bawa aku liburan ke Korea, tapi makanannya bukan lidah aku banget, dan al hasil aku gak bisa makan disana. aku mengalami gizi buruk, mendekati busung lapar."
Mushkin tertawa lagi. kalau soal melebih-lebihkan, Icha memang jagonya!
"Berarti harusnya kamu makin kurus kering yaaang."
"Itu dia! Satu minggu di Korea gak bisa makan, begitu sampe Bandung lagi aku makan kayak orang kerasukan buta ijo―"
"Lah bukannya biasanya begitu?"
"Ihh! Dengerin dulu onta!"
"Hih! Ya udah lanjut istri onta!"
"Iya, jadi aku balas dendam, makan banyak yaaang. Naaah mulai dari situ, badan aku membengkak, kerjaan makan aja terus. Kaaan.. coba kalau pak Iskandar gak bawa aku liburan, pasti aku masih menggemaskan." Gerutu Icha. Betapa ia menyesali waktu dimana ia membabat habis semua makanan yang ada di hadapannya.
Mushkin merangkum kedua pipi Icha, menariknya ke kanan dan ke kiri untuk memperhatikan setiap sisinya, "Kamu masih menggemaskan kok yaaang."
"Iiih, mana ada menggemaskan badannya buntelan begini." Icha keukeuh, dan Mushkin kembali menatapnya, "Emang badan kamu kenapa?"
"Badan aku bulet! Pendek! Beda jauh sama kamu yang badannya bagus."
"Terus?"
"Terus muka aku juga gak cantik, jelek, aku nyebelin, aku aneh, aku―"
CHUP!
Satu kecupan mendarat di bibir Icha, membuatnya berhenti berbicara dan menatap Mushkin penuh tanya.
"Udah, puas jelek-jelekinnya?" Tanya Mushkin. Icha tidak mengerti.
"Gannisya.."
Jantung Icha berpacu dengan sangat cepat begitu mendengar Mushkin memanggilnya semesra ini. astagaa.. ia merasa ingin berlarian kesana kemari.
"Memangnya ada apa sih sama badan kamu? Kenapa selalu bilang bulet-bulet, pendek, memangnya apa masalahnya? Aku gak pernah masalahin itu."
"Hiii.. yang bilang badan aku gak berbentuk kan situ!" Protes Icha.
Ah, iya ya! mushkin baru ingat.
"yah, itu kan dulu. Sekarang, who's care? Aku cinta sama kamu, dan aku nerima kamu apa adanya yaaang. Dan tolong! Jangan hina-hina badan orang yang aku cintai! Jangan hina muka orang yang akan jadi ibu buat anak aku." Ucap Mushkin, suaranya sarat akan ancaman, tapi Icha yang mendengarnya malah tersenyum malu-malu.
Sialan sekali pria ini, pantas saja kekasihnya banyak. Jelas, kata-katanya manis begini.
"Jadi aku juga cantik ya?" Icha memastikan, "Iyaa.. lihat, kamu cantik yaaang. Jadi gak usah bilang-bilang kalau kamu gak cantik. Di mata aku kamu cantik. Udah, itu yang paling penting. Gak usah urusin pendapat orang lain, kamu kan hidup sama aku, bukan sama orang lain."
Baik. Icha boleh pingsan sekarang?
"Yaaah.. dan lagipula yaang.. kamu harus bersyukur berarti. Karena kamu jelek, kamu beruntung nikahin aku. demi anak-anak kita, memperbaiki keturunan."
Nah.. kan.. selalu saja! ujung-ujungnya Icha selalu terbully oleh suaminya sendiri!
"DASAR MUSLIHAT MASA KINI!!!!"
****
Rencana untuk mengunjungi rumah Mushkin gagal karena serangan mual yang hebat pada perut Icha. Tubuhnya mendadak lemas dan Mushkin benar-benar kewalahan melihat istrinya menderita. Haris dan Tiwi menyuruhnya tinggal, dan Mushkin juga tidak mungkin membawa Icha pulang dalam keadaannya yang seperti itu. maka ia memilih untuk menuruti apa kata mertuanya.
Sudah satu jam Icha tertidur, Mushkin menyentuh keningnya untuk memastikan bahwa Icha tidak demam.
Padahal beberapa jam yang lalu mereka masih bercanda dan tertawa bersama, tapi setelahnya jangankan tertawa, bicara saja Icha tidak bisa karena terus menerus muntah.
Jadi penyakitnya ibu hamil se mengerikan ini ya?
"Yaaang.." Suara parau Icha membuatnya menolehkan kepalanya. oh? Icha sudah bangun?
"Hmm? Kenapa? Masih mual?" Tanya Mushkin. icha menganggukkan kepalanya, "iya, mual banget."
"Mau aku bikinin teh? Atau jahe?"
Icha menggeleng, "Mau di peluk aja. sini, tidur di sebelah aku." Pintanya. Mushkin tertawa,"Dasar modus, jadi bilang mual biar bisa di peluk ya?" Tanyanya. Icha mengerucutkan bibirnya, tapi dia menganggukkan kepalanya juga.. yah, meskipun dengan lagak nya yang malu-malu.
Mushkin tertawa lagi, hari ini Icha yang bringas benar-benar jinak.
"Kalau kamu begini kan manis yaang," Mushkin berucap seraya menaiki ranjang untuk bergabung dengan Icha kemudian memeluknya dengan erat.
Satu kata dari Mushkin membuat kepala Icha bertanya-tanya.
"Mantan-mantan kamu dulu, mereka begini juga? Manja? Minta di peluk?"
"Iya, tapi mereka manjanya jengkelin Cha. Cuman kamu yang manjanya gemesin." Mushkin mencubit pipi Icha, "Mantan aku hobinya minta ini itu, memang gak secara gamblang sih, tapi mereka selalu mengisyaratkan kalau mau ini itu." Terangnya. Icha mengerucutkan bibirnya, "Termasuk si Astrid?" Nada suaranya tak suka.
"Astrid? Astrid mana?"
"Itu looh.. yang tinggi, langsing, rambutnya panjang, ada tahi lalat nya di deket bibirnya."
Icha mengumpat dalam hati, bahkan menyebutkan nama Astrid saja sudah membuatnya kesal. dasar wanita menyebalkan! Lihat saja nanti ketika Icha membawa Mushkin untuk bertemu dengannya!
"Oooh.. Astrid."
Mushkin menggaruk tengkuknya. Ya, ia ingat mantannya yang bernama Astrid!
Tapi tunggu dulu..
Darimana Icha tahu Astrid? Selama mereka menikah ia belum pernah memberitahukan nama mantan-mantannya pada Icha.
"Jangan bilang kamu ketemu―"
"Bukan ketemu lagi! dia itu calonnya bang Muda!"
"APA?!!"
"Udah centil, matre, masa dia ngomongin mantan pacarnya di depan istrinya dan adik calon suaminya? Gila kali dia, otaknya pindah ke upilnya."
"D, dia bilang apa?"
"Ya, apalagi. Banyak! Dia bangga-banggain kamu, bilang begini lah begitu lah. Berasa SPG jodoh aja dia, kok muji-muji kamu di depan aku. niatnya apa?pites juga lama-lama. Atau tendang aja tuh kakinya, pengkor-pengkor sekalian."
Mushkin tertawa. Sedang lemas seperti ini pun kalau kesal Icha tetap berapi-api seperti biasanya.
"Jadi, kalian bicara apa?"
Icha mengatur nafasnya, ia menatap Mushkin dalam-dalam. Ingatan akan semua perkataan Astrid mengerubungi benaknya, sialnya malah membuat matanya berkaca-kaca.
"Yaang.. kenapa? Dia bilang apa?"
"Dia bilang! kamu selalu kasih mantan kamu apapun, mobil sekalipun pasti di kasih, dan dia juga bilang karena aku istri kamu, aku harus coba minta mobil sama kamu."
Menganga, Mushkin tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Jadi.. hari itu, ketika Icha meminta mobil dan berbelanja yang aneh-aneh...
Karena ucapan Astrid?
"Jangan bilang Ferrari―"
"Ya, aku sengaja minta itu. biar lebih mahal dari mantan-mantan kamu. Lagian kamu pernah bilang kamu pelit untuk masa depan kamu, karena aku istri kamu ya kamu bakal bahagiain aku. aku cuman mau buktiin kata-kata itu aja."
Mushkin benar-benar terperangah. Jadi, 50.000 dollar nya adalah percobaan? Begitu?
"Dan alasan kamu beli tas mahal itu juga karena ini?" Tanya Mushkin. icha mengangguk.
Oh, Tuhan..
Cobaan macam apa ini!
"Aku gak mau tahu loh yaaang, tas nya harus kamu pake." Perintahnya. Icha malah menggelengkan kepalanya, "Gak mau. aku gak suka tas begitu. sepatunya juga gak suka."
"Ya, terus kenapa kamu beli!"
"Ya, kan aku mau bukti."
APA?
Oh, jadi selain 50.000 dollar nya, ia juga membuang 50 juta nya secara Cuma-Cuma? Bagus! Seperti biasa Icha selalu membuatnya frustasi.
Satu pertanyaan lagi untuk Icha, "Mobilnya tetep kita beli kan?"
Icha menggeleng lagi, "Gak ah yaang, aku gak mau ferrari. Kata kamu juga kan kamu bisa anter aku. batalin aja pesennya."
APA? BATALKAN?
"Gak bisa di batalin! Kita udah pesen! Aku udah bayar."
"Kalau gitu kamu tawarin ke suaminya Sharen aja, dia suka mobil begitu kan?"
Oh, tidak..
Mushkin benar-benar kehabisan kata-kata!!
Icha selalu tahu cara membuatnya frustasi hingga meminta Tuhan untuk mengambil nyawanya.
Ya Tuhan.. ratusan jutanya..
******
"Mus, lo kemana aja?"
Dua hari setelah menginap di rumah mertuanya, Mushkin kembali ke rumahnya. Icha sedang tidur karena mualnya masih mengganggu, dan ia segera melesat ke rumah Reno untuk menyelamatkan dirinya. beruntung, Sharen sedang pergi bersama Maryam sehingga hanya ada Reno di rumahnya.
"Chanel Pink Patent Leather East West Lipstick Flap Bag!" Mushkin menyodorkan tas kecil di hadapan Reno, "Harganya 42 juta sekian noo, khusus buat lo! Gue kasih diskon, jadi 40 juta. Beli sekarang, bu bos pasti seneng lo beliin ini." tawarnya. Hari ini ia sudah seperti sales tas saja. terkutuklah tas ini kalau ia tidak bisa menjualnya!
"Gila aja lo Mus, Sharen gak suka barang mahal. Kalau gue beliin dia tas harga segitu, dia bisa marahin gue sehari semalem."
"Elah Haaam.. lo gak usah bilang harganya kali. Kelar deh urusan."
Reno menggeplak kepalanya, "Lo pikir istri gue gak akan tahu? gak tahu dari gue pun, dia bisa tahu dari orang lain. Lagian nih ya, mending buat beli keperluan si kembar sama Haru, kata sharen begitu."
Mushkin memejamkan matanya,jadi Reno tidak akan membeli tas ini? baik! Dia masih bisa menawarkan yang lain.
"Kalau begitu, gimana kalau lo beli Ferrari nooo?"
"Aduh Mus, gue udah anak tiga. Ferrari gak cocok buat gue."
Ya Tuhaaan.. jadi kemana ia harus menyelamatkan uangnya?
"Plisss Nooo.. gue udah pesen, dan gak bisa di batalin. Udah proses pembuatan disana. please banget."
"Lo? Pesen Ferrari? Gak salah?"
"Gak, bukan gue yang mesen. Icha yang pesen."
Kemudian mengalirlah cerita darinya, mengenai mantannya yang memanas-manasi Icha sehingga membuat Icha membeli ini itu hanya untuk menghabiskan rasa penasarannya dan membuktikan bahwa Mushkin bisa memberikannya untuknya.
Reno malah tertawa, dengan sangat sangat puas ia menertawakan sahabatnya itu, "Makanya Mus.. mungkin ini teguran dari Tuhan karena lo selalu nimbun harta lo. Yang di timbun sama yang di buang, ternyata gede yang di buang ya Mus. Sabar aja."
Sialan! Reno malah menertawakannya dengan puas.
*****
"Kamu dari mana?" Mushkin kembali dengan lunglai. Harapan untuk menyelamatkan uangnya sirna karena satu-satunya yang bisa menyelamatkannya juga angkat tangan. Baik, jadi ia harus merelakan mobil dan tas itu, begitu?
Membuang uang 50.000 dollar dan tak jadi apa-apa, atau menunggunya kemudian melunasinya dan ia mendapatkan sebuah mobil?
Dua-duanya bukan pilihan yang bagus!
"Aku dari rumah Reno barusan." Mushkin memaksakan senyumnya. Kalau saja ia tidak cinta pada Icha, kalau saja Icha tidak sedang hamil, kalau saja Icha sehat dan tidak terkulai lemas, ia mungkin sudah berteriak-teriak. Kalau saja..
Suara bel rumahnya membuat Mushkin mengerutkan keningnya, siapa gerangan yang datang ke rumahnya.
"Bentar ya.." Mengusap kepala Icha, Mushkin berjalan keluar kamar dan segera membukakan pintu rumahnya. Begitu di buka, ibunya bersama dengan keponakannya berada disana.
"Loh, mama? Agni?"
"Om Mus!!" Agni langsung meloncat-loncat, meminta Mushkin untuk menggendongnya.
"Ya ampun, si cantik. Kemana aja? sombong banget.om kangen tahu." Mushkin memeluk keponakannya dengan sangat erat.
"Agni sekolah om!" Jawabnya.
"Mana Icha?" Tanya Heni―ibunya.
"Di kamar ma, masih mual-mual."
"Ya ampun, kasian menantu mama."
Heni berjalan ke kamar Mushkin dan Icha, benar saja. menantunya itu sedang terkulai dengan lemas di atas ranjang, kasihan sekali.
"Oh, mama?" Icha mencoba bangkit begitu Heni masuk ke dalam kamarnya. Icha juga melihat Mushkin menggendong Agni, keponakannya melambaikan tangan kepadanya sementara ia dalam pelukan Mushkin. ah, pemandangan indah sekali. suaminya yang tampan yang tengah memeluk keponakannya dengan gemas.
"Kamu masih mual-mual?" Mertuanya memastikan. Icha mengangguk.
"Duh, mama kemarin seneng banget denger berita kamu hamil, yang sabar ya.. ibu hamil memang begini. Muntah-muntahnya pasti, tapi kamu harus tetep makan."
"Nasihatin makan ke Icha itu kayak mama nyuruh tukang parkir buat parkirin kendaraan ma, udah biasa. Icha kan makannya banyak." Mushkin berucap dengan bangga, sementara Icha mengerucutkan bibirnya. Dasar suami kurang ajar! Di hadapan orangtuanya, ia malah membully istrinya sendiri. apa-apaan!
"Kamu berhenti kerja aja ya Cha? Kata mama juga kalau udah nikah berhenti kerja aja. biar Mushkin aja yang kerja, kamu urus rumah, tinggal di rumah."
Ekspresi Icha berubah menjadi masam, dulu memang mertuanya menyuruhnya untuk tidak bekerja, tapi Icha tidak mengindahkannya, dia bahkan tidak membicarakannya dengan Mushkin, tapi sekarang.. topik itu kembali di angkat ke permukaan ya?
Icha menghela nafasnya. Yah, sekarang hidupnya bukan miliknya lagi.
*****
Dua minggu terakhir, kondisi Icha benar-benar drop. Ia mengalami morning sickness yang benar-benar sangat hebat. Bahkan tubuhnya selalu menolak setiap makanan yang di konsumsinya, hingga pada akhirnya Icha tidak mau makan, ia kehilangan selera makannya, dan membuat kondisinya benar-benar lemah. Ia bahkan harus menginap di Rumah Sakit.
"Morning Sickness terjadi karena peningkatan produksi asam lambung pada wanita hamil. Dan tergolong normal kalau sang ibu mengalami penurunan berat badan pak.. selama sang ibu masih bisa makan dengan baik dan teratur."
Penjelasan dokter terus menerus terdengar olehnya. Benar, memang Morning sickness itu wajar, dan normal, tapi pola makan Icha.. satu hal itu lah yang membuat Mushkin sangat cemas luar biasa. Dua minggu ini Icha benar-benar tidak mau makan, bahkan makanan ringan pun ia tidak mau. dan jelas saja, kondisinya drop seperti sekarang, itu semua memang karena tubuhnya kekurangan nutrisi.
"Aku mau pulaang.." Rengek Icha. Mushkin menggeleng, "Nanti ya? kamu belum sembuh."
"Disini bosen yaang, aku gak bisa ngapa-ngapain."
"Ada TV yaang, kamu bisa nonton. Ada aku juga, kita bisa ngobrol." Ujar Mushkin. icha memilih untuk diam. selain kesehatannya yang buruk, mood nya juga buruk beberapa hari ini, dan Icha sedang menahan dirinya untuk tidak berteriak-teriak pada suaminya yang setia menemaninya selama ia disini. Ya, meskipun bulak-balik karena masalah pekerjaan.
"Yaang.."
Setelah hening sejenak, Icha kembali mengeluarkan suaranya, ia menatap Mushkin dengan sungguh-sungguh.
"Apa? kenapa?" Tanya Mushkin.
"Udah ya.. aku hamilnya sekali aja." Ucap Icha tiba-tiba, "Aku sebenernya pengen teriak-teriak marahin kamu, tapi lemes banget jadi susah. Aku gak mau hamil lagi udah ini, sakitnya sampe begini, aku sampe gak bisa makan, aku gak bisa kerja, aku gak mau lagi kayak gini." Ringisnya. Mushkin menggaruk tengkuknya. Untuk ukuran ICha, memang sangat sulit mengalami hal seperti ini.
Mengusap kepalanya, Mushkin tersenyum "Kita bicarain itu nanti ya, sekarang kamu sembuh dulu. Dan.. yah.. Cha.. aku lebih suka kamu ngidam aneh-aneh daripada harus gak berdaya kayak begini." Aku Mushkin.
Tanpa tahu kalau ini adalah awal kesusahan para suami. Biasanya, setelah mual-mual di trimester pertama, akan ada sesi ngidam yang membuat para suami ingin menyetorkan nyawanya. Sepertinya Mushkin lupa hal itu.
TBC
pendek yaa?
Hahahaha udah ah, edisi ini sampe sini aja..
Makasih ya ders, kalian mah suka gombalin aku penuh cinta kalau bujuk-bujuk. Dasar gemesin! Wkwk
Yaaah.. next part cepet. Pasti. Inshaallah..
DAN BICARA SOAL MUDA DAN ALENA..
JENGJENGGG!!! Kenapa kalian semua jadi antusias sama mereka wkwkwk
Akus ebenernya niatnya mau bikin Haru-Jino, tapi kemarin mendadak kepikiran si MUDAL /? , dan di luar dugaan ternyata kalian semua juga mau.. yah, nanti deh abis Musicha tamat!
Hayoooooo.. siapa yang mau kasih nama anak buat Musicha? Wkwkwkwk
Next part.. mungkin lebih gila dari ini, karena part ini emang gak konyol-konyolan.
Daah..
Aku sayang kalian :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro