PART 24 | Untuk Apa?
"Renoooo! Ngapain seret-seret aku!"
Suara teriakan kencang dari luar kamarnya membuat kesadaran Icha pulih seketika. Mushkin sudah berangkat ke hotel dan Sharen mengantar anak-anaknya bersama Reno. Lalu siapa yang berteriak di luar?
Karena penasaran, akhirnya Icha memaksakan dirinya untuk beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu. Alena ada disana, ia sedang di seret oleh Reno. Apa yang terjadi?
Icha menutup kembali pintunya dan menyisakan celah kecil untuk mengintip mereka.
"Mas Reno, lepasin aku." Rintih Alena. Reno mendudukannya di atas sofa.
"Pulang sekarang."
"Gak mau."
"Pulang Lena!" Pinta Reno. Alena menggeleng kuat, matanya berkilat-kilat karena marah, "Aku gak mau! kenapa kalian semua suruh aku pulang? Pulang kemana maksudnya? Aku diem di Bali kalian suruh pulang, aku kesini pun kalian suruh pulang. Maksudnya apa? kalian mau aku apa?"
"Aku cuman mau―"
"Mas Reno lagi-lagi mau jauhin aku dari Al kan?"
"Jelas lah! Dia udah nikah! Kenapa kamu gak sadar-sadar!!" Teriak Reno. Icha mencengkram kenop pintu dengan erat, baru kali ini ia memergoki Reno berteriak seperti itu. yang ia tahu, suami sahabatnya adalah orang yang sangat ramah dan penyayang.
"Nikah? Orang nikah bisa cerai."
"Dan kamu niat misahin mereka? SILAKAN! SILAKAN aja pisahin mereka! dan kamu bakal nyesel seumur hidup kamu!"
Alena diam, kepalanya menunduk dan tangannya mengepal, "Kenapa kalian gak ada yang ngertiin aku sih? Kalian juga tahu, aku cuman cinta sama Al.."
"Cinta? Buang semua persepsi kamu! Kalau kamu cinta sama dia, kamu relain dia Lenaa. Bukannya gangguin dia. Kalau begini kamu hancurin dia!"
"Hancurin apa? apa yang aku hancurin? Aku justru menjauhkan dia dari cewek-cewek jelek yang incer hartanya aja."
"Termasuk Icha?" Tanya Reno. Alena berpikir, benarkah?apa termasuk Icha juga?
"Yah, mana tahu dia incer harta―"
"Kalau bicara harta disini, Mushkin yang seharusnya incar harta Icha. Dia anak Pak Haris Iskandar, kamu tahu sendiri siapa dia, dan betapa Mushkin berjuang buat kerjasama sama beliau."
Alena diam. mulutnya terbuka tapi kembali menutup, ia bingung harus bicara seperti apa.
"Pokonya sekarang kamu pulang lagi ke Bali."
"Mas Reno usir aku? kenapa gak sekalian suruh aku mati aja?"
"Mati! Mati! Kenapa sih selalu itu yang kamu bicarain Lena? Kalau ancaman itu mempan sama Mushkin, sama aku gak akan pernah mempan!"
"Jadi mas Reno gak apa-apa kalau aku mati?"
Reno mengepalkan tangannya kuat, "Mau mati? Sana! mati aja! dan tanggung dosa kamu, jenazah kamu gak akan ada yang urus dan aku bakal berterimakasih karena kamu bakalan bikin mama nangis satu bulan penuh!"
Alena terdiam, ia ingat saat-saat dimana Maryam begitu menyayanginya, dan benar-benar menganggap dirinya sebagai anaknya sendiri. dan tentu saja ia tidak akan pernah melakukan hal yang bisa menyakiti Maryam.
Alena menangis, ia menatap Reno dengan memelas "Salah aku apa sih? Aku cuman perjuangin apa yang pengen aku perjuangin." Lirihnya. Reno mengusap wajahnya kasar. Ia berlutut di hadapan Alena dan mengusap air mata adik sepupunya.
"Niatnya memang benar, tapi caranya salah Len.. Mushkin bukan orang yang bisa kamu perjuangkan. Dia sudah menikah. Udah lah, biarin Mushkin bahagia."
"Kata Ami, Al ribut terus sama istrinya."
"Oh ya? aku juga ribut terus sama Sharen. susu si kembar, pampers, makan Haru, hal sekecil apapun aku pasti ribut sama Sharen. wajar Len, namanya juga berumah tangga. Menyatukan dua kepala dalam satu jalan yang sama bukan hal yang mudah. Lagian sekarang pikir sama kamu, kalau kamu memisahkan mereka, dan ternyata Icha hamil. Kamu tega?" Tanya Reno. Alena diam, ia menatap Reno seraya menangis, ingin mengatakan tidak tega tetapi ia tidak mau kehilangan Mushkin, "Aku bisa urus anaknya kok."
"Di dunia ini, tidak ada yang bisa merawat seorang anak dengan baik, kecuali dia ibunya sendiri."
"Mas Reno sindir istrinya mas Reno?" Timpal Alena. Reno tersenyum, "Bukan waktunya untuk membicarakan Sharen. disini kita sedang membahas tentang kamu. Jadi sekarang, kamu relain aja Mushkin, yah?"
Alena menggeleng kuat-kuat, "Gak mau.. kalau dia sama yang lain, aku sama siapa?" Keluhnya. Reno memejamkan matanya, "Memangnya yang tinggalin dia siapa? Yang ngotot pengen tinggal di Bali kan kamu. Dan coba aku tanya, apa kamu pernah ada niat menikah? Jelas-jelas sejak dulu kamu paling gak mau menikah."
"Aku kan.. aku kan cuman gak suka terikat."
"Nah kan, kamu gak suka terikat. Sementara Mushkin punya rencananya sendiri untuk masa depan. Kalaupun dia pisah dari Icha, yang bisa dia harapkan dari kamu apa?"
"Kita bisa kayak biasa kok, saling ketemu dan bertukar kabar, hidup bersama kalau perlu."
"Kamu sanggup? Setelah Mushkin menikah, memangnya dia mau bikin dosa sama kamu? Melepaskan yang halal untuk dia demi tinggal dengan kamu yang bukan muhrimnya. Alena.. sadar dong, ayolah.. sadar. Kamu cuman harus mengakui kalau kamu terobsesi aja sama dia. Kasian Mushkin."
"Memangnya aku gak kasian?" Tanya Alena.Reno menggelengkan kepalanya, yakin.
"Nggak. Sejak dulu selalu Mushkin yang kasian. Kamu gak lihat, betapa bahagianya dia setiap punya pasangan? Dan kamu selalu datang tepat ketika mereka lagi dalam masa sayang-sayangnya. Kamu pisahin mereka, dan kamu buat Mushkin sendiri sementara kamu malah hidup tenang di Bali sendiri. dan Mushkin? dia harus nerima tatapan kebencian dari semua mantan pacarnya. Coba dong, ingat kesalahan kamu. Apa yang sudah kamu lakukan. Mushkin menyelamatkan kamu Len dulu, tapi kamu.. kamu lupa waktu kamu hampir mati dulu?"
Icha menegang. Hampir mati? Mushkin menyelamatkannya?
Apa ini? apa yang terjadi dengan mereka?
Oke. Icha sepertinya tidak bisa mendengar apa-apa lagi. ia hanya takut mendengar sebuah kenyataan yang tak seharusnya ia ketahui.
Menutup pintu rapat-rapat, Icha memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi dan menyegarkan tubuhnya. Setelah ini ia harus mencari tempat yang bisa membuatnya kembali segar dan bahagia.
*****
Mushkin menatap ponselnya dengan gusar, pesannya yang menanyakan kondisi Icha belum di baca oleh istrinya.
Sebenarnya Sharen sudah mengabarinya, kalau Icha sedang tidur saat Sharen pergi untuk mengantar Haru sekolah. Seharusnya Mushkin tenang, tapi tentu saja pikirannya tidak bisa tenang.
Pergi bekerja sementara istrinya ia tinggalkan dalam keadaan tubuh yang sangat lemas dan wajah pucat bukanlah hal yang baik. Terkutuklah semua pekerjaannya yang menumpuk di kantor!
"Mushkin.."
Mushkin mendongak ketika suaranya di panggil. Maryam disana, menatapnya dengan penuh rasa penyesalan. Lengkingan suaranya yang seperti biasa tidak terdengar hari ini. maryam mendekat ke arah Mushkin dan langsung duduk di hadapannya.
"Mus.. tante minta maaf.." Gumamnya. Mushkin menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Aneh tan, denger tante mar minta maaf." Ucapnya. Maryam hanya menganggukkan kepalanya, ia pun setuju dengan apa yang Mushkin utarakan.
"Tetep aja Mus, tante minta maaf. Tante gak tahu kalau Alena kesini. Andai aja Sharen gak keceplosan, tante gak akan tahu." Tuturnya. Mushkin tersenyum canggung. Membahas Alena bersama Maryam sejak dulu bukanlah hal yang biasa ia lakukan, rasanya aneh sekali.
"Jadi kamu gimana sama Icha Mus? Dia marah besar-besaran? Gak sampe pergi dari rumah kan?" Tanya Maryam lagi. mushkin tersenyum, "Untungnya Mus menikahi orang yang tepat taan.. Icha malah lawan Alena." Ucapnya dengan bangga.
"Tapi kalian baik-baik aja? bener?"
"Yah, sejauh ini baik-baik aja. meskipun Icha belum sepenuhnya maafin Mus tante."
"Mus.. tante bener-bener gak tahu harus bilang apa. tapi sekali lagi, tante minta maaf ya Mus? Alena biar tante aja yang atasi. Udah ini tante mau ketemu dia. Kamu yakinin terus Icha ya Mus ya? jangan sampai jimat-jimat tante semua sia-sia."
Mushkin tertawa, "Nah, kenapa tante gak kasih jimatnya buat Alena? Mana tahu pas dapet jimat, dia langsung benci sama Mushkin."
"Nah, iya ya. kok gak kepikiran. Oke deh Mus, nanti tante hubungin si abah ya." Ujarnya. Mushkin tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
Ada-ada saja..
****
Icha memarkirkan motornya di parkiran kantor ayahnya. Tadi pagi ia meminta tolong pada supir ayahnya untuk mengantarkan motornya ke rumah, dan saat Icha keluar dari rumah Sharen, motornya sudah berada disana.
Mushkin tidak tahu, Icha sengaja tidak memberitahunya karena sudah pasti Mushkin melarangnya. Dan ini kali pertamanya membawa motor lagi sejak menikah.
Meskipun tubuhnya masih lemas dan kepalanya masih terasa pusing, tapi Icha memaksakan dirinya. mungkin darahnya sedang rendah hari ini, jadi tubuhnya seperti itu. dan.. siapa tahu kalau ia keluar untuk bersenang-senang, tubuhnya akan kembali segar.
"Abaaaaang!!" Teriaknya begitu masuk ke dalam ruangan muda. Kakaknya sedang sibuk menggambar di meja nya.
"Sama siapa kamu kesini Cha?" Tanya Muda. Ia menghentikan pekerjaannya. Tangannya menggulung lengan kemeja nya kemudian bangkit dari kursinya untuk menghampiri Icha yang sudah berbaring di sofa ruangannya.
"Sama si Grey. Kan tadi di anterin ke rumah aku."
"Jyah, Cha! Punya suami kaya, bukannya minta mobil atau supir. Kok malah susah-susah naik motor?" Sindir Muda. Icha terdiam. Benar juga ya, kenapa tidak terpikir olehnya?
"Dia kan pelit bang, beli sikat gigi aja beda seribu dia gak mau." Kekehnya. Ingatannya menjelajah pada saat mereka belanja bersama di hari kedua pernikahan mereka.
"Masa sih? Dulu sama pacar-pacarnya dia beliin apa aja." Tutur Muda. Icha menggigit bibirnya.
"Eh Cha, bentar ya? abang mau kasih gambar dulu ke papa. Kamu tunggu disini, hmm.. biar abang suruh Astrid nemenin kamu deh ya?"
Mata Icha terbelalak sempurna. Tunggu.. siapa katanya?
Astrid?
Wanita yang iri dengki padanya itu?
Belum sempat Icha protes padanya, Muda sudah pergi keluar dari ruangannya dan tidak lama kemudian, Astrid menampakan dirinya. Wanita itu tersenyum dengan tidak bersahabat padanya.
"Hai Cha.. ketemu lagi kita." Sapanya. Icha mengumpat dalam hati.
Dari semua orang yang bisa dia temui untuk mengembalikan kesehatan mentalnya, kenapa harus wanita iblis ini yang ia temui?
"Kalian apa kabar?"
Icha mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Astrid. Kalian? Disini hanya ada Icha seorang, bagaimana bisa wanita itu bertanya..
Aah, sepertinya Icha tau apa yang di maksudnya.
"Kita baik-baik aja kok mbak.." Icha tersenyum, "Tadi pagi dia berangkat kerja seperti biasa, cium aku, malahan kita ciuman agak lama tadi. Malem juga, yah.. aku pegel-pegel. Berapa jam yaa kita pas malem." Icha mengatakannya seraya menampilkan ekspresi berpikir dan mengingat-ingat.
Astrid mendengus, kesal atas jawaban yang di terimanya dari mulut Icha.
"Ngomong-ngomong, kamu kesini naik motor? Dan Al biarin kamu?"
Icha memutar matanya. Wanita ini mau mengomporinya lagi?
"Aku gak bilang sama dia. Kasian kalau bilang pasti dia langsung mau jemput aku. hari ini dia banyak kerjaan."
Lagi-lagi jawaban Icha mengejutkan Astrid. Tapi wanita itu tetap mempertahankan ekspresi wajahnya.
"Aku kasih tau ya, kamu minta apa aja lah sama Al. pasti di kasih kok. Aku dulu minta kalung, dia kasih. Tas mahal juga dia kasih. Itu pacaran loh.. kalau kamu minta mobil, Al juga pasti kasih kamu kok."
Icha yang sekarang mengepalkan tangannya.
Jadi wanita ini memanfaatkan Mushkin ya? kalau begitu, apa jangan-jangan kakaknya juga di manfaatkan?
Icha benar-benar harus menjauhkan Astrid dari Muda! Atau hidup kakaknya akan berantakan karena mempunyai kekasih seperti Astrid.
Tiba-tiba saja Icha punya ide yang sangat brilian.
Sepertinya yang Astrid harus di kalahkan, oleh orang yang pernah mengalahkannya dulu.
Alena, tentu saja. siapa lagi?
Astagaa.. jangan bilang otak Icha korslet karena berpikir akan mempertemukan Muda dengan Alena?
****
"Hai Al.."
Mushkin mendengus. Baru satu hari hidupnya damai, Alena sudah berada di hadapannya. Apa lagi? Alena tidak merencanakan hal yang buruk kan?
"Kamu sama siapa kesini?" Tanya Mushkin. ia menjaga jarak sejauh mungkin dari Alena.
Wanita itu tersenyum melihat gelagat Mushkin, "Tenang aja, aku gak akan ancam apa-apa kok."
Suara Alena tenang sehingga membuat Mushkin mengerutkan kening karena itu.
"Al, duduk sini. Gak apa-apa. aku gak rencanain hal apapun kok." Sahut Alena lagi. Mushkin menggeleng, "Disini aja." Ujarnya. Mengantisipasi kalau Icha tiba-tiba datang ke kantornya dan memergokinya bersama Alena lagi.
"Aku hari ini di marahin habis-habisan sama mas Reno, sama mommy juga." Ucap Alena. Pikirannya menerawang pada saat Maryam datang dengan menangis ke hadapannya.
"Kamu emang gak bahagia ya kalau sama aku?" Alena tersenyum pahit. Ada sebuah kekecewaan tersirat di balik ekspresi wajah yang di tampilkannya.
"Aku gak suka hubungan jarak jauh len.." Jawab Mushkin sekenanya. Alena menganggukkan kepalanya, "Aku gak mau nikah, dan kamu gak suka hubungan jarak jauh. Aku cinta Bali, dan kamu cinta Bandung. Jadi kita gak bisa bareng-bareng ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Mushkin diam, ia mencoba menebak apa yang akan Alena bicarakan padanya. Tapi sialnya ia tidak bisa menebak apa-apa.
"Duduk sini Al.. beneran kok, gak apa-apa." Alena menepuk-nepuk tempat sebelahnya. Baiklah, Mushkin akhirnya menurut dan memilih untuk duduk di dekat Alena. Di sebrangnya.
"Jadi kamu mau ngomong apa? gak usah berbelit-belit."
"Jahaaat banget sih. Aku kan cuman pengen punya waktu lebih banyak bersama kamu Al.." Rengek Alena. Mushkin mengusap wajahnya kasar, "Sekarang bukan waktunya. Aku udah nikah, dan aku udah bukan sapa-siapa kamu lagi. aku minta dengan sangat Len, jauhi aku. jangan deket-deket aku. aku gak mau Icha salah paham, aku gak mau kamu sakitin dia, dan aku juga gak mau pisah sama dia." Terang Mushkin.
Alena jelas yakin, ia dapat mendengar ia menertawakan dirinya sendiri di dalam hatinya.
"Apa sih yang kamu suka sama dia? Dia beda Al.. semua mantan kamu cantik, tinggi, mereka tipe-tipenya sama. yah, model style, tapi istri kamu―"
"Coba kamu teriak." Perintah Mushkin. alena menatapnya penuh tanya, "Hah?"
"Aku bilang coba kamu teriak."
Berteriak ya? Alena berdehem sejenak, ia membuka mulutnya dan memaksakan tenggorokannya untuk berteriak, "aaaaa!" Pekiknya. Yang keluar adalah suara teriakannya yang tertahan.
Mushkin tersenyum, "Beda.." Ungkapnya. Menimbulkan satu kerutan di dahi Alena, "Beda apa?" Tanya wanita itu.
Mushkin tidak menjawab, ia mengangkat bahunya seraya tersenyum, "Sekarang coba kamu marah-marah sambil bilang 'Dasar kentang mustopa si ganjelan pintu!!!' "
Alena bergidik, "Apa? kata-kata macem apa itu? gak sopan. Aku gak suka bilang begitu."
Kan..
Mushkin tersenyum lagi. ia menganggukkan kepalanya, "Coba aja Len.. coba aja." Pinta Mushkin. Alena menggelengkan kepalanya kuat-kuat, "Gak sopan Al, masa aku bilang begitu sama kamu? Kayak anak SD aja." Aku Alena.
"Kalau gitu, kita makan ke rumah makan padang, aku bakal beliin kamu kikil, rendang, prekedel, dan tempe juga tahu. harus kamu makan semuanya sampai habis."
Alena benar-benar bergidik saat ini juga, "Al.. kamu tahu, aku gak makan sebanyak itu. ya ampun, lemaknya banyak banget. aku gak sanggup." Keluhnya.
"Kalau gitu kamu gak bisa."
"Apa?" Tanya Alena, masih tak mengerti.
"Kamu gak bisa jadi Icha Len.." Mushkin menatapnya sungguh-sungguh, "Semua mantan pacar aku memang cantik, dan semua karakter juga kepribadiannya sama. suka belanja, berlian, tas mewah, diet, dan anggun, bahkan selalu menjaga penampilan dan sikapnya."
"Iya.." Alena mengiyakan ucapan Mushkin, ia setuju sepenuhnya dengan Mushkin.
"Tapi Icha beda.. dia gak pernah jaga sikap atau apapun di depan semua orang, di depan aku sekalipun." Aku Mushkin. Alena terperanjat, "Jangan bilang yang teriak kentang itu―"
"Ya, dia Icha.. teriak-teriak, hina aku dengan perbendaharaan katanya yang aneh-aneh, makan banyak, itu Icha. Dan masih banyak hal yang menakjubkan dari dia." Senyuman yang sangat bahagia benar-benar tersungging di bibir Mushkin, dan Alena bersumpah seumur hidupnya baru kali ini ia melihat Mushkin seperti ini.
"Al.. kamu―"
"Percaya deh Len.. awalnya aku kesel sama Icha, aku selalu kehabisan kata-kata kalau menghadapi dia, dan aku juga menanamkan dalam diri aku kalau dia bukan 'aku' banget, dan kamu tahu? dia yang bukan 'aku' banget ternyata dia yang membuat aku melihat sisi lain dari diri dia."
Semua tingkah konyol Icha muncul dalam ingatannya dan perasaan hangat langsung melingkupi seluruh dadanya.
Dulu Mushkin mungkin menolak semua perasaan yang timbul dalam hatinya, tetapi sekarang ia membiarkan seluruh perasaan itu mengalir dalam dirinya, dan siapa sangka rasanya menyenangkan sekali.
Mushkin menghentikan senyumnya, ia menatap Alena, memperhatikan seluruh tubuhnya dan menggelengkan kepalanya. dulu jelas tipe seperti itu yang ia suka. Sekarang tidak lagi.
"Aku gak butuh wanita yang jaga image, jaga pola makan, jaga sikap untuk aku. aku hanya butuh satu wanita yang bisa menunjukkan semua sisi dalam dirinya padaku, yang bisa nyaman saat bersamaku tanpa harus menjaga apapun. Dan yang bisa hanya Icha.. sampai kapanpun tetap Icha."
Alena membelalakkan matanya, "Al.. kamu... kamu cinta sama dia?"Tanyanya tak menyangka.
Mushkin menganggukkan kepalanya, "Entah kapan, tapi Icha bener-bener membuat aku sangat mencintai dia. Semua tingkah anehnya bener-bener membahagiakan buat aku Len, dan aku gak akan pernah rela kalau Icha menunjukkan tingkah anehnya pada pria lain."
Baik. Sampai disini.
Alena dapat melihat dengan jelas semuanya dari wajah Mushkin saat bercerita padanya.
"Tapi Icha.. dia, maaf tapi dia gak secantik man―"
"Every girl is beautiful. Sometimes, it just takes the right guy to see it. Kalau kamu pernah nonton The Notebook, pasti kamu inget kata-kata itu."
Dan Alena, tak bisa berkata-kata apapun lagi.
Akal sehatnya sudah kembali.
Reno dan Maryam sudah benar-benar menyadarkannya.
Menatap Mushkin lagi, Alena melihat bahwa pria itu benar-benar bahagia dengan hidupnya yang sekarang.
Melihat senyum Mushkin yang sebahagia itu, entah kenapa membuatnya ikut bahagia.
Seharusnya ia menangis atau merengek kan?
Tapi, Maryam benar. Saat menemuinya tadi Maryam mengatakan bahwa Alena mungkin saja belum merelakan Mushkin karena ia tahu yang bisa membahagiakan Mushkin hanya ia saja. benar. Memang benar. Tetapi saat mendapati sebuah kenyataan bahwa Icha lah yang melakukan semuanya, Alena benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa lagi.
Lagipula,memangnya sebesar apa perasaan cintanya pada Mushkin? sampai sekarang ia masih bertanya-tanya.
Mereka hidup masing-masing, dan sayangnya Alena muncul setiap kali posisinya terancam oleh wanita yang dekat dengan Mushkin.
Apa itu berarti memang dia tidak mau kehilangan Mushkin?
Atau seperti kata Maryam..
Dia tidak mau Mushkin bersama orang yang salah. Dia tidak mau orang itu menyakiti Mushkin yang di masa lalu mati-matian membuatnya bahagia.
Pemikiran-pemikiran itu membuat kepalanya pusing.
Alena menatap Mushkin lagi, "Al.. aku tanya sekali lagi. sekarang, kalau aku dan Icha tenggelam, kamu pilih selametin siapa?" Tanyanya.
Mushkin tersenyum, "Aku selametin Icha dulu Len.. dia yang akan jadi ibu dari anak-anak aku kelak. "
Baik. Semua sudah jelas.
"Meskipun aku bisa aja mati?" Tanyanya lagi.
Mushkin menyentuh tangannya, "Yang menentukan mati itu Tuhan.. bukan pihak yang menyelamatkan. Bisa jadi, setelah menyelamatkan Icha, ada yang menyelamatkan kamu, sedangkan aku malah terjatuh dan terbawa arus. Kita semua tidak pernah tahu apa yang akan terjadi Len.."
Mendengar kata-kata itu seharusnya Alena menangis kan?
Tetapi kenapa ia malah tersenyum?
"Kalau begitu, kamu cariin cowok buat aku! setidaknya biar aku gak gangguin kalian berdua." Gerutunya.
Apakah Alena baru saja mengibarkan bendera putih padanya?
******
Astrid benar-benar mengomporinya dengan kejam hari ini!
Icha mengepalkan tangannya karena menahan ledakan emosi yang berkumpul dalam kepalanya.
Wanita iblis yang penuh dengan kedengkian itu bisa-bisanya menceritakan seluruh kisahnya bersama Mushkin dulu, bahkan menceritakan kapan dan dimana pertama kali mereka berciuman.
Kalau Alena sangat bersemangat untuk memisahkan Mushkin dengannya, Astrid sangat bersemangat untuk memanas-manasi Icha dengan kisahnya yang menggelikan.
Awas saja! lihat nanti ketika Icha benar-benar membuat Astrid berpisah dari muda!
Pikiran Icha kacau, dan sialnya malah membawanya mendatangi Renova siang hari begini.
Icha memarkirkan motornya, semua orang tersenyum padanya yang berjalan dengan tergesa ke dalam hotel.
Setelah masuk ke dalam lift dan menunggu lama, akhirnya ia sampai di lantai tujuannya.
Beberapa orang kembali menyapanya. Kali ini Icha lebih memilih menghiraukannya dan langsung membuka pintu ruangan Mushkin begitu saja.
Suaminya terperanjat, ia kaget luar biasa mendengar pintunya yang terbuka dengan kencang.
"Loh, Icha? Kamu udah enakan?" Mushkin segera berjalan menghampirinya dan mengecek keadaannya. Badan Icha tidak panas, sepertinya sudah mendingan.
Menatap Icha lagi, Mushkin bertanya "Kamu kenapa kesini?" Tanyanya. Mencoba setenang mungkin. Padahal ia sedang ketakutan luar biasa, untung saja Alena sudah pergi dari ruangannya.
"Beliin aku mobil." Ucap Icha tiba-tiba. Mushkin mengerutkan keningnya, "Buat apa?"
"Buat aku! aku mau mobil, sekarang aku minta kamu beliin aku mobil." Keukeuhnya.
Ini bukan Icha yang biasanya. Mushkin membimbing Icha untuk duduk di sofa dan mencoba berbicara padanya.
"Mobil buat apa yaang? Kamu kan kerja berangkatnya bareng sama aku. kalau mau ke luar rumah atau kemana pun, aku bisa anter kamu."
Icha menggelengkan kepalanya, "Pokonya aku mau mobil! Aku cuman minta mobil. Kamu gak mau beliin aku?" Tuntutnya. Matanya berkaca-kaca dan Mushkin benar-benar mengira bahwa sesuatu sedang terjadi pada Icha.
Menyentuh pipi Icha, mushkin membelainya dengan lembut, "Kamu kenapa?" Tanyanya pelan. Icha menggelengkan matanya, ucapan Astrid benar-benar mempengaruhinya, membuatnya kehilangan kendali atas emosinya sendiri.
Mushkin selalu membelikan apapun yang di inginkan oleh pacarnya, mobil sekali pun.
Dan Icha ingin dia mengalahkan seluruh pacar-pacar Mushkin. bahwa sebagai istrinya, Icha bisa mendapatkan apa yang lebih dari mereka.
"Pokonya aku mau beli mobil. Aku mau beli mobil sekarang juga!" Suaranya meninggi, dan tiba-tiba saja Icha menangis. Mushkin kebingungan, tapi pada akhirnya ia mengangguk juga.
"Oke. Sekarang jangan nangis.. kita beli mobil setelah aku pulang kerja." Ucap Mushkin. tangannya menghapus air mata yang berjatuhan di mata Icha.
Istrinya kembali menggeleng, "Aku mau beli sekarang." Rengeknya.
"Nanti yaang, dua jam lagi ya?" Bujuknya. Icha kembali menangis, "Kenapa sih susah amat? Kenapa kalau buat aku semua harus selalu nanti? Kamu gak mau beliin aku? kamu lebih sayang sama uang kamu?"
Mushkin benar-benar semakin tidak mengerti dengan tingkah dan ucapan Icha.
Baiklah, menghapus kembali air matanya, Mushkin mencium kepala Icha, "Oke, kita beli sekarang." Putusnya. Mushkin meraih jas nya dan memakainya.
"Aku mau beli Porsche."
Ucapan Icha membuat Mushkin menghentikan kegiatannya.
Apa? dia tidak salah dengar?
"Aku pikir kamu lebih suka mobil matic yang biasa Cha.." Ucapnya. Icha kembali menggeleng, "Aku mau beli porsche! Atau Ferrari."
Astaga..
"Ferrari sayang kalau di pake di Bandung yaang, jalannya macet. Sayang."
Bahkan kata 'sayang' tidak Icha hiraukan saking emosinya.
"Pokonya aku mau Ferrari! Yang paling murah tiga milyar!!" Pekik Icha lagi. Mushkin membelalakkan matanya.
Apa? untuk sebuah mobil? Icha ingin menghabiskan uang yang bisa membeli satu unit rumah?
"Chaa.. kamu―"
"Kenapa? Gak mau? beliin mobil buat istri sendiri?" Sindir Icha.
"Bukan gitu Cha, tapi kamu tiba―"
"Oh, jadi aku gak boleh minta tiba-tiba? Aku gak boleh dateng tiba-tiba, sementara yang lain boleh? begitu?"
"Kamu kenapa sih yaang?"
"Aku cuman pengen beli Ferrari!!!"
"Ferrari lama Cha, kita harus nunggu waktu lima bulan selama di bikin disana."
"Aku gak peduli!"
Baik!
Mushkin memejamkan matanya. Ia benar-benar tidak tahu ada apa dengan istrinya. Tapi demi membuat Icha tenang dan tidak menangis seperti tadi, akhirnya ia menganggukkan kepalanya.
"Oke, kita beli Ferrari.." Ucapnya demikian.
Mendengar Mushkin berkata seperti itu seraya tersenyum padanya, tangisan Icha semakin kencang.
*****
"Tanda jadi yang harus anda bayar 50.000 dollar." Ucap salah seorang pegawai Showroom. Mushkin menggigit bibirnya dalam-dalam. Hanya tanda jadi saja ia menghabiskan ratusan juta? Demi Tuhan! Kalau bukan untuk istri tercintanya ia tidak akan pernah mau melakukan ini!!
Icha duduk dengan santai di sampingnya, ia sedang memperhatikan beberapa desain yang akan di pilihnya untuk mobil barunya. Mantan-mantan Mushkin pasti melakukan hal ini juga kan? kenapa rasanya sakit sekali? mengingat bahwa ia bukanlah wanita pertama yang seperti ini.
"Jadi, ibu mau pilih yang mana saja?" Sang pegawai beralih padanya, Mushkin berbisik, menyuruhnya menentukan desain dan hal lainnya tapi Icha malah menyimpan katalog dan berkata, "Yang mana aja deh mas. Desain gak penting, yang penting itu mobilnya." Ucapnya.
"Kalau begitu, kami menunggu satu minggu untuk personalisasi. Sehingga ibu masih ada waktu untuk mengubah opsi-opsi yang di sepakati hari ini. yah, mungkin desain jok, warna jahitan, atau pelek." Terang sang pegawai. Icha menganggukkan kepalanya.
"Oke." Jawabnya, beralih menatap Mushkin, "Udah di bayar yaang?" tanyanya. Mushkin mengambil cek yang tadi ia berikan, "Udah.. sekarang kita pulang. Ya?"
Icha menggelengkan kepalanya, "aku mau belanja." Sahutnya.
Mushkin menelan ludahnya, ia tahu apa yang akan terjadi dengannya setelah ini.
Dan benar saja, setelah berkeliling kesana kemari untuk menemani Icha belanja, Mushkin menghabiskan lima puluh juta hanya untuk tas dan sepatu yang sama sekali bukan gaya Icha. Istrinya itu bahkan memilihnya secara asal.
Dia seperti ingin membuat Mushkin kesal saja.
Jadi bolehkah ia bertanya sekali lagi, ada apa dengan Icha hari ini?!
"Cha.. kamu kenapa sih? Hari ini aneh banget." Tanyanya ketika mereka sampai rumah. Icha melemparkan semua belanjaannya dengan asal, dan Mushkin harus bersabar untuk tidak berteriak padanya. Demi Tuhan! Mereka semua barang mahal!
"Aku gak kenapa-kenapa."
"Bukan begitu Cha, tapi hari ini kamu kayak mau bikin diri kamu puas aja."
"Maksudnya?" Tanya Icha.
Mushkin mengambil satu tas mahal yang Icha lempar secara asal, "Ini! bukan tipe kamu banget. sejak kapan kamu suka tas begini?" Tanyanya. Entah mengapa Icha merasa tersinggung karena ucapannya, "Emang kenapa? Apa gara-gara perilaku aku gak sewajar cewek pada umumnya, aku gak boleh pake tas begitu?"
Jelas saja, Icha bukan wanita tinggi yang mempunyai wajah cantik dan tubuh langsing. Ia tidak akan pernah cocok memakai barang-barang seperti ini. berbeda dengan semua mantan Mushkin yang selalu cocok dengan semua barang mahal ini. termasuk cocok dengan Mushkin yang sekarang berada di hadapannya.
"Kalau kamu mau pake tas ini, kamu pasti milih lama yaang. Tadi kamu asal ambil aja tas ini." Protes Mushkin. icha menatapnya tajam, "Aku udah liat modelnya di internet!" Belanya.
"Kenapa sih? Aku cuman minta di beliin itu aja, kamu ngomelnya terus-terusan. Sementara semua mantan-mantan kamu, mereka minta ini itu kamu beliin TANPA KECUALI!!!"
Satu ucapan Icha langsung melekat begitu saja di benak Mushkin. tunggu dulu.. mantannya?
"Ka.. kamu ketemu siapa?"
Alih-alih membicarakan hal lain, Mushkin malah menyinggung hal yang tak seharusnya ia singgung.
"Penting ya? ketemu siapa-siapanya. Sekarang, kalau di pikir-pikir. Aku itu gak ada apa-apanya. aku bukan apa-apa di banding mereka. kamu liaat.. aku gak cantik, aku pendek, badan aku agak berisi, dan aku gak pinter jaga image kayak semua mantan-mantan kamu. Sekarang kalau kamu sama aku, semua mantan kamu pasti pandang aku aneh-aneh, dan mereka pasti mikir kalau aku apa-apain kamu. Dan kalaupun mereka tahu apa yang bikin kamu nikahin aku, mereka pasti anggap aku yang udah jebak kamu."
Tidaak..
Sampai kapanpun Mushkin tidak akan pernah berpikiran seperti itu pada Icha.
Sama sekali bukan hal itu, Icha berbeda dan Mushkin benar-benar bisa melihat seluruh perbedaan yang membuatnya terasa indah.
"Maksud kamu apa?"
Mushkin hanya ingin tahu tujuan Icha sesungguhnya, ia menatap Icha dalam-dalam, meminta penjelasan atas perilakunya hari ini.
"Aku gak pantes buat kamu! Aku juga gak bisa, tahan lama-lama sama perlakuan Alena, sementara kamu sendiri lembek sama dia."
Icha menundukkan kepalanya. semua kata-kata Astrid kembali menyerangnya dan membuatnya lagi-lagi di selimuti oleh emosi yang bisa membahayakannya.
Astrid, mempunyai suatu hal dari Mushkin yang sampai saat ini tidak pernah bisa ia lupakan. Bahkan Alena, seseorang yang nyawanya di selamatkan oleh Mushkin.
Sementara Icha? Kehadirannya tidak di pedulikan. Perasaannya tidak dihiraukan. Dan perjuangannya juga tidak di anggap apa-apa.
Tetap saja, Mushkin tidak bisa menjaga ucapannya.
Buktinya sampai saat ini Alena masih berkeliaran di sekitarnya.
Icha bukan tidak tahu kalau sebelum kedatangannya, Alena berada disini.
Saat di parkiran, Icha melihat Alena masuk ke dalam mobilnya dengan tersenyum, seolah ia mendapat apa yang di inginkan olehnya.
Jadi bolehkah Icha mencabut seluruh kepercayaannya pada Mushkin saat ini juga?
Mushkin menarik tangannya, menuntunnya untuk duduk di sofa dan menatapnya dalam ."Katakan. siapa yang kamu temui hari ini? apa yang dia bilang sama kamu?" Tanya Mushkin.
Icha menggigit bibirnya, 'Astrid! Aku ketemu astrid. Setiap ketemu dia, dia selalu puji-puji kamu dan mengagungkan kisah kalian, mengagungkan dirinya seolah dia orang yang paling pantas buat kamu. Dia juga mengatakan kalau aku sama sekali gak pantes buat kamu, di liat dari sudut manapun. Alena benar, kamu gak mungkin mau nikahin aku, dan Astrid benar, aku gak pantes buat kamu. dan Aku ketemu Alena! seolah dia udah berhasil mendapatkan apa yang dia mau.'
Sialnya, kata-kata itu tertahan di tenggorokannya.
"Chaa.." Mushkin menunggu jawabannya. Ia mengarahkan wajah Icha untuk menatapnya.
Apakah ia harus mengakui perasaannya sekarang? untuk meyakinkan Icha?
Tetapi...
"Aku rasa.. kita butuh waktu sendiri." Ucap Icha. Menyentakkan Mushkin.
Maksudnya?
Mushkin mencoba menormalkan pikirannya, ia tersenyum seraya menggenggam tangan Icha, "Oke, kamu istirahat aja. aku gak akan ganggu kamu malam ini." Ucap Mushkin, mencoba menangkis seluruh kemungkinan yang sama sekali tidak ingin ia pikirkan.
Icha menggelengkan kepalanya, "aku capek.. bener-bener capek. Dan aku harus berpikir, gimana kita ke depannya."
"Maksud kamu?"
"Aku mau pulang, ke rumah papa."
"APA?"
"Dan tolong, jangan ganggu aku, jangan hubungi aku. aku butuh waktu untuk berpikir, karena kita gak bisa begini terus."
Ya, Icha tidak bisa seperti ini terus.
Ia mencintai Mushkin, tetapi nyatanya Mushkin sama sekali belum menunjukkan bahwa ia memiliki perasaan yang sama dengan Icha.
Kemarin-kemarin boleh saja ia tangguh dan memperjuangkan Mushkin, tetapi.. untuk apa Icha melakukan semuanya kalau perasaan Mushkin padanya saja belum jelas seperti apa.
Lagipula, bisa jadi memang Mushkin menikahinya karena tanggung jawab atas insiden malam itu.
Tidak ada yang tahu pasti, selain Mushkin dan Tuhan sendiri.
Icha tidak ingin bertanya, karena ia takut jawaban atas pertanyaannya sendiri adalah hal yang akan membunuhnya perlahan-lahan.
"Satu lagi, aku juga gak mau kenal kamu. Sebelum Alena benar-benar pergi dan membuat hidup kita tenang. Semoga aja, apa yang sudah di rusak bisa kembali lagi. meskipun mungkin susah."
Sebelum Mushkin meraih tangan Icha, wanita itu sudah menjauh darinya untuk pergi. Benar-benar pergi, bahkan tidak berbalik ketika Mushkin memanggilnya terus menerus.
Padahal, hari ini Alena sudah menyerah padanya.
Alena sudah merelakannya bersama Icha.
Bodohnya ia tidak dapat mengatakannya dan malah membisu seperti orang yang tidak mempunyai sebuah pikiran dan organ dalam tubuhnya.
Kini ku tahu bila cinta tak bertumpu pada status
Semua orang tahu bila kita sepasang kekasih
Namun status tak menjamin cinta
Untuk apa..
Untuk apa cinta tanpa kejujuran
Untuk apa cinta tanpa perbuatan
Tak ada artinya
Satu penggalan lagu menggores luka Icha dan membuatnya menganga lebih lebar lagi. benar, semua tak ada artinya, tanpa perbuatan, tanpa kejujuran, dan tanpa pembuktian.
Icha sudah berusaha, membuktikan dan memperjuangkan perasaannya.
Sayangnya perasaan itu hanya miliknya sendiri, sayangnya ia berjuang hanya seorang diri, memperjuangkan orang yang mungkin saja tidak membutuhkannya dalam hidupnya.
Lagipula kalau semua ini benar, bahwa Mushkin hanya menikahinya karena rasa bersalahnya dan bersikap baik padanya karena sebuah status, bukan dorongan dari perasaannya, maka bukankah Icha harus melepaskan semuanya?
Sekarang, Icha benar-benar mempermasalahkan sebuah perasaan dalam hidupnya.
TBC
Gak akan banyak ngomong :")
Tolong ingatkan aku kalau cerita ini sudah keluar jalur dari anti mainstreamnya dan mendekati drama atau sinetron!
Sampai jumpa next part..
Aku sayang kaliaan :*
Dan makasih, Musicha masih nangkring di posisi 1
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro