PART 23 | Perahu yang Sama
When did you started become weary of me?
What burdens did i give you?
To you, I can no longer say anything
I've become unable to ask now
The reason why you've abandoned me
Without the usual grumbling
Still smiling that polite smile to cover the misery
Missed that one glint of hurt in your eyes
Maybe it's just my foolishness
I'm sorry, My love
Seeing you turn your back from me
Love is already left.
(Super Junior – She's gone)
Mushkin benar-benar tidak menyangka. Ia mendengar semua pembicaraan Icha dan Alena. Semuanya, tanpa terkecuali.
Icha memang sangat-sangat berbeda, berapa kali ia harus bersyukur pada Tuhan karena yang jadi istrinya adalah Icha.
Baiklah, sekarang yang harus ia lakukan adalah menjelaskan semuanya pada Icha. Lagipula Mushkin tidak bisa menunda-nunda lagi, tidak sampai Icha tidak mau melihatnya apalagi mendengarnya berbicara.
Saat Icha berbalik, Mushkin dengan cepat masuk ke dalam kamarnya, menunggu Icha di atas ranjang.
Ada satu pesan di ponselnya ketika ia menatap layar ponselnya yang menyala.
'Laki-laki yang membuat wanita menangis setiap langkahnya di kutuk oleh malaikat. Inget itu Mus! Lo dulu pernah bilang begitu sama gue, jangan sampe lo menelan air ludah lo sendiri. sorry tapi gue di suruh Sharen buat labrak lo. Selesein dulu semuanya, baru setelah itu lo bisa lapor ke gue. dan omong-omong, Alena.. gue bakal jemput dia nanti. Nanti tapi, anak anak gue lagi rewel tiga-tiga nya.'
Ingatan Mushkin melayang pada saat ia menasihati Reno dengan kata-kata itu. sekarang ucapannya malah menyerang dirinya sendiri. sungguh, ia tidak pernah menyangka bahwa ucapan dan nasihatnya pada Reno dulu membuatnya menyesal karena ternyata ia pun tidak mengingat semua hal yang pernah ia ucapkan pada Reno.
Sebanyak apapun pemahamannya tentang wanita, tetap saja ketika masalah menimpanya semua benar-benar tak berguna. Otaknya buntu karena tak bisa berpikir dan emosi malah menguasainya.
Suara pintu terbuka membuatnya menoleh. Icha memunculkan kepalanya untuk mencari-carinya dan begitu mereka bertatapan, Mushkin langsung bangkit dari ranjangnya untuk membuka pintu dan meraih tangan Icha.
Ada perlawanan yang dilakukan oleh Icha, wanita itu meronta-ronta dan mencoba melepaskan tangannya yang di cekal Mushkin, tapi tentu saja tenaga Mushkin jauh lebih besar dari dirinya. sekeras apapun Icha meronta, ia malah akan menyakiti dirinya sendiri karena cengkraman Mushkin yang semakin kencang di tangannya.
"Aku mau bicara." Ucap Mushkin. Tepat ketika ia mendudukkan Icha di atas ranjang sementara ia duduk di lantai untuk menghadap Icha.
"Bicara? Oh, bisa bicara sekarang?" Sindir Icha. Kemana saja manusia satu ini saat Icha memergokinya tadi siang. Bahkan pria ini sama sekali tidak menyusulnya ke Renova. Apa ia tidak khawatir? Jelas tadi Icha tidak membawa pergi mobilnya.
"Iya, aku bisa bicara."
"Gitu ya? terus lo tadi kemana aja dong waktu gue butuh lo buat bicara."
Lo..
Kata 'yang' sudah tidak ia dengar dari bibir Icha. Sekarang Icha malah memanggilnya dengan panggilan itu.
"Cha.."
"Kenapa lo gak kasih aja gue uang dua ratus juta dulu?"
Mushkin membatu, suaranya tercekat. Di hadapannya, Icha berbicara dengan suara lirih yang terdengar samar karena isakannya yang tiba-tiba.
Tangan Mushkin bergerak untuk menyentuh Icha, tapi istrinya itu menepisnya dengan kuat.
"Sekarang kalau seandainya dulu lo kasih uang buat gue, mungkin gak akan begini jadinya. lo malah maksa-maksa buat nikahin gue."
"Cha.."
"Tau gak? Seumur hidup, pak Iskandar jagain gue, dia satu-satunya orang yang gak pernah nyakitin gue. dan hari ini, lo udah kecewain bokap gue yang mempercayakan gue sama lo."
Mushkin menundukkan kepalanya.
"Hell, lo siapa sih? Bikin gue kayak gini. Bikin harga diri gue terinjak-injak sama wanita lain. Sialan."
Mushkin tidak bisa tinggal diam, ia harus berbicara sekarang. tidak peduli dengan apa tanggapan Icha tetapi memang sekarang lah waktunya.
"Alena itu mantan pacar aku."
Daaan.. betapa Mushkin merutuki seluruh dirinya karena satu kalimat yang keluar lebih dulu dari mulutnya adalah pengakuan menyebalkan yang sudah pasti membuat Icha semakin kecewa padanya.
Icha tertawa, beringsut untuk menjauh dari Mushkin. "Iya, mantan pacar. Pacaran sampai punya foto lagi ciuman, sampai desain rumah bareng. Wow! Hebat! Apa aku pergi aja gitu ya dari rumah ini?"
Sekuat mungkin Icha mencoba menghentikan laju air matanya yang sayangnya tidak bisa berkompromi dan mengabulkan keinginannya untuk berhenti mengalir di matanya.
"Cha, aku mau jelasin semuanya sekarang. please, kalau gak sekarang, kapan lagi? Kamu mau dengerin aku?" Pinta Mushkin. Icha mendengus, menghapus air matanya dan mendelik tajam pada Mushkin, "Kapan sih, gue gak dengerin lo? Setiap hari gue berusaha untuk jadi istri yang baik buat lo. Gue tahu, gue banyak banget kekurangan. Gue gak bisa masak, dan demi masakin lo yang sangat cinta makanan rumahan, gue rela belajar masak sampe tangan gue keiris, kena minyak panas, bahkan hampir kena air panas. Badan gue melepuh, dan semua gue lakuin buat lo! Yang ternyata sama sekali gak pernah peduliin gue."
Mushkin diam. ia tidak tahu mengenai hal itu. ia kira pelajaran memasak Icha berhasil dan berjalan dengan lancar. Icha tidak pernah memberitahu padanya.
"Kamu gak pernah ngomong kalau―"
"Emang kalo gue ngomong, lo mau apa? pukulin tuh wajan panas? Gak mungkin! Badan gue udah luka, berbekas, dan gak akan pernah ilang bekasnya."
Oh, jelas. Sama seperti hatinya. sudah terluka.
Mushkin sudah menancapkan sebuah paku berkarat dan mengoyak seluruh hati Icha dengan paku yang ia tancapkan, dan dengan kejamnya ia cabut paku itu sampai meninggalkan bekas yang sampai kapanpun tidak akan pernah hilang.
"Gue tahu kok, lo laki normal yang so pasti bakal menikmati ketika ada wanita lain yang duduk ngangkang di atas lo. Tapi gue gak nyangka, sialan.. jadi gue nikah sama imam yang sama sekali gak bisa bimbing gue? halah, kalau begini caranya, semua ibadah lo nilainya nol!"
Amarah sudah melingkupinya. Icha bangkit dari ranjang dan berjalan menjauh, ketika ia membuka pintu kamar, Icha menoleh dan sedikit berteriak "Cepetan yaaang, nanti makanannya keburu dingin."
Mendengarnya, Mushkin ingin tertawa.
Dalam situasi seperti ini, Icha masih memintanya untuk makan?
****
"Loh! Lo kok malah kasih Al tahu goreng begini doang? Gak tau ya, kesukaan dia kan tahu gorengnya di bumbu kacang."
Alena berbicara tepat ketika Icha hendak menyuapkan suapan pertamanya.
"Alena. Udah dong, kalau kamu begini terus. Aku bakalan seret kamu keluar dari rumah ini!"
"Seret aja, dan kamu bakal nemuin mayat aku di depan pintu kamu besok pagi."
Icha terperangah mendengarnya. Mengambil air minum, ia membasahi tenggorokannya.
Tangannya yang memegang sendok mencengkram erat sendoknya dan menunjukkannya pada Alena, "Heh Gatel!" Pekiknya. Alena menatapnya dengan penuh tantangan, "Apa bocah?"
"Sekali lagi gue tanya! Agama lo apa sih? Lo tahu kan kalau lagi makan jangan sambil bicara! Dan tolong, jangan menghina makanan di depan makanan itu."
"Shit! Lo kenapa sih? So suci banget dari tadi bawa-bawa agama. Kayak hidup lo udah bener aja."
"OHO! Liat siapa yang ngoceh! Hidup gue memang belum sepenuhnya bener, tapi setidaknya gue tau diri dan gak akan pernah menghancurkan rumah tangga orang lain."
"Yang menghancurkan itu lo!!! LO YANG REBUT AL DARI GUE!!!" Alena berteriak, ia menangis dan mulai histeris.
Mushkin kebingungan. Lagi-lagi ia hanya terdiam tanpa bisa melakukan apa-apa.
Ya Tuhan.. ayolah, berpikir..
"Gue gak pernah REBUT COWOK INI DARI LO! DIA SENDIRI YANG NGEBET NIKAH SAMA GUE!" Teriak Icha tak kalah kencangnya. Ia berdiri dan membantingkan sendok juga garpunya dengan kencang. Sialnya garpu itu malah mengenai lengan Mushkin dan melukainya.
"Harusnya gue lempar pisau aja." Ucap Icha. Setelah itu, ia meninggalkan meja makan dan berjalan ke luar rumah.
Sementara Mushkin mencoba menenangkan Alena yang masih terisak dengan hebat. Tubuhnya menggigil dan suaranya benar-benar memekakkan telinga.
"Alenaaa.." Mushkin memanggilnya dengan perlahan, tapi Alena malah berteriak-teriak.
Baik, Alena akan tenang dengan sendirinya dan demi apapun Mushkin tidak mau mengulangi lagi kesalahannya. Icha sudah marah padanya dan sekarang Mushkin harus menyelamatkan hubungan mereka.
*****
"Ya ampun Chaaaa.." Sharen langsung menyerahkan Putra pada Reno begitu Icha masuk ke dalam rumahnya seraya berlari dan menangis.
"Shareeen.." Adunya. Ia bersembunyi di dalam pelukan Sharen, semua kesedihannya meluap-luap tak terkendali.
"Kamu di apain sama si Mus Cha?" Reno yang bertanya, tapi Icha tak menjawabnya. Malah terisak dengan hebat di dalam pelukan Sharen.
"Oke.. tenang dulu Cha.. tenang."
"Bawa Icha ke kamar Haru sayang.. aku mau bicara sama dia." Perintah Reno padanya. Sharen menganggukkan kepalanya dan membimbing Icha untuk masuk ke dalam kamar kedua bayi mereka.
Apakah mereka tahu bahwa sekarang tangis Icha semakin kencang?
Tentu saja, mendengar panggilan mesra dari Reno untuk Sharen. yang sudah jelas sekali, bagaimana perasaannya begitu dalam pada sahabatnya.
Icha iri. Ia ingin merasakan hal itu juga.
Sialnya semua hanya mimpi yang tak akan pernah bisa ia wujudkan.
"Keluarin semuanya Cha.. nangis sepuas-puasnya. Disini lo boleh nangis, tapi di hadapan Alena lo harus tetep kuat. Inget itu." Sharen mengusap air matanya dengan lembut. icha hanya menganggukkan kepalanya.
"Sekarang, kita mulai Cha.."
Itu suara Reno, ayah tiga anak itu sudah ada di hadapannya seraya menggendong Haru yang baru tidur.
******
BUGH!!
Mushkin menyentuh keningnya yang baru saja terkena botol susu milik Hasya. Sialan, itu hadiah yang di berikan olehnya dulu.
Memungut botolnya, Mushkin berjalan mendekat pada Sharen yang barusan melemparinya. Ia hendak mengembalikan botol itu, tetapi satu botol lagi-lagi terlempar tepat ke wajahnya. bahkan kali ini air susu yang berada di dalam botol terciprat membasahi sebagian wajahnya.
"Bu bos―"
"Aku bener-bener kecewa sama kamu Mushkin!!" Sharen menggeram kesal. ia ingin berteriak tetapi Hasya sedang dalam gendongannya.
"Maaf, tapi―"
"Kalian laki-laki sama aja. di pikir maaf bisa mengembalikan semuanya? Pulangin si Alena ke Bali. Baru semua bisa beres. Kamu laki-laki apa bukan? Kok kalah sama perempuan. Alena itu perempuan kan, dia gak bisa berubah jadi makhluk aneh-aneh. Kalau dia gangguin Icha, bela Icha dong, yang istri kamu Alena apa Icha sih? Sadarnya gimana ya, apa aku suruh aja Icha pulang ke rumahnya dan jangan ketemu kamu lagi?"
Mushkin diam. tidak.. tidak.. ia tidak mau.
"Gak mau kan! makannya. Kalau cinta itu buktiin! Bukannya nyakitin." Sindir Sharen. mushkin kembali diam. mulutnya sudah terbuka dan hendak berbicara, tetapi ia merasa bukan waktu yang tepat untuknya berbicara. Maka dari itu Mushkin memilih diam dan mendengarkan seluruh sumpah serapah Sharen untuknya.
Heran, biasanya ia banyak bicara. Kenapa disaat suaranya di butuhkan, suara nya malah tercekat dan mengganjal sangat kencang di tenggorokannya.
****
"Alena itu adik sepupu aku. orangtua nya meninggal waktu dia umur 8tahun, di hari ulang tahunnya. Mungkin saking terpukulnya, Alena mengurung diri. Dia gak pernah mau bicara sama semua orang. Alena punya trauma. Dia menjauh dari semua orang karena takut kehilangan mereka."
"Sinetron banget." Desis Icha. Reno mengangkat bahunya, "Yah.. sinetron juga di ambil dari kisah hidup seseorang Cha. Oke, saya lanjut. Seheboh apapun mama, tetep aja Alena banyak diem. Sampai waktu si Mus pertama main ke rumah, mungkin aneh kali si Lena. Dia baru nemu cowok kayak si Mushkin yang super heboh dan lebih sering bergaul sama tante-tante."
"Coba gue tebak. Si Alena mulai membuka dirinya, dia mulai bisa bicara dan dia suka sama si gedang buruk terus mereka pacaran dan taraaaaa... harapannya mereka hidup bahagia. Sayangnya gue ada di tengah-tengah mereka dan nyelip disana. sialan, kok gue ngerasa jadi kayak makanan yang nyangkut di gigi sih? Mesti di korek. Atau gue itu kayak ti kotok di lebuan yang waktu udah kering di kerik terus di lempar ke genteng rumah orang."
Reno menggaruk tengkuknya. Sebelumnya ia belum pernah berbicara banyak dengan Icha, ia hanya mendengar dari Mushkin dan Sharen.
Well,, siapa sangka sesulit ini bicara dengan Icha. Gadis itu sudah kelewat pintar dan tahu bagaimana membalikkan setiap perkataan yang di lontarkan oleh lawan bicaranya.
"Saya jadi bingung harus ngomong apa."
"Nah, kalau begitu gak usah ngomong. Bapak ajarin aja tuh sahabatnya, cara menghargai istri yang baik dan benar. Heran, kok diem aja waktu istrinya di panas-panasin. Maunya apa sih, memang dia playboy ya?"
Reno mengangguk, "Tapi dia playboy terbaik yang pernah ada. Itu dulu."
"Oh ya? terus atas dasar apa bapak bilang begini? Mau belain dia?" Tanya Icha. Reno menggelengkan kepalanya, "Saya merasa berhutang budi sama kamu Cha. Dulu waktu Sharen marah akibat saya gak mau punya anak, yang datang ke Paleo kan kamu. Marahin saya sampai saya sadar."
"Nah, kalau gitu marahin balik si Mustopa sampai dia sadar." Ucap Icha. Senyuman miring tersungging di bibirnya. Icha berjalan ke arah pintu dan meraih kenopnya. Tetapi suara Reno menghentikannya, "Kamu cinta sama Mushkin?" Tanya Reno. Pertanyaan yang benar-benar tepat sasaran sekali.
"Sialnya, sangat." Jawab Icha dengan lirih.
Sudah cukup semuanya. Icha harus pergi dari sini.
Pegangannya pada kenop pintu kembali ia rekatkan dan Icha benar-benar membukanya untuk keluar dari kamar Haru.
Air matanya sudah kering, dan Icha bersyukur karena tangisnya sudah berhenti.
Tetapi ketika tubuhnya berbalik, tangisnya mulai lagi ketika mendapati Mushkin sudah ada di hadapannya.
"Cha.."
"Sharen? pipi laki gue merah, lo apain?" Icha mengatakannya seraya menghapus air matanya dan mencoba tertawa sekuat hatinya.
"Gue cium pake botol Hasya Cha.."
"Oh, gitu. Harusnya lo cium pake stop kontak aja. biar kesetrum terus otaknya bener lagi deh. Biar tahu, gimana cara memperlakukan istrinya sendiri." Kata Icha dengan penuh penekanan. Mushkin menyentuh bahunya kemudian menggenggam tangannya.
"Kita pulang." Ucapnya dingin. Icha tertawa, "Pulang? Hello.. memangnya itu rumah gue? eh, Sharen. masa si gatel bilang kalau rumah itu dia yang desain, berarti gue numpang ya disana? tinggal nunggu waktu buat gue di usir dari sana?"
"GANNISYA!"
Mushkin membentaknya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dalam usia pernikahannya, Mushkin membentaknya dengan sangat keras seperti barusan.
Air mata Icha turun lagi, "Gue gak mau pulaang.." Rintihnya. "Selama dia disana, gue gak mau pulang.."
Icha menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan berjongkok di hadapan Mushkin dengan suara isakannya yang memilukan.
Kali ini Mushkin menunduk dan menjauhkan kedua tangan Icha. Ia menggantikan tangan Icha dengan tangannya yang kali ini menangkup dan mengarahkan wajah Icha untuk menghadap padanya.
"Maafin aku.." Ucap Mushkin dengan parau. Icha menangis lagi, dan jempol Mushkin menghapus air matanya.
"Aku gak mau pulaang.."
"Iya, kita gak akan pulang. Kita tidur disini." Mushkin tersenyum. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap Reno yang berdiri tak jauh darinya.
"Gue nginep ya ham.." Pintanya. Reno mengangguk, "Lo ke kamar deket tangga aja. disana kedap suara, khusus buat yang mau ribut-ribut dan teriak-teriak."
Baiklah, Mushkin mengerti.
Ia membimbing Icha untuk berdiri tapi wajah Icha pucat dan tubuhnya terlihat begitu lemah.
Mushkin mengusap kembali air mata Icha dan memposisikan tangannya di tubuh Icha kemudian menggendong Icha dan membawanya ke dalam kamar di rumah Reno.
"Kita gak akan pulang Cha.. dan kita juga gak akan berpisah. Aku jamin itu." Bisik Mushkin padanya.
Icha tidak mendengarnya dengan jelas, karena kepalanya terasa pening sekali.
Mungkin karena ledakan emosinya yang tak terkendali hari ini.
****
"Mau makan dulu?" Mushkin membelai rambut Icha begitu mereka sampai di kamar. Icha menggeleng lemah, "Aku pusing. Pengen tidur aja." Pintanya. Mushkin mengangguk, menarik selimut untuk menutupi tubuh Icha dan menatap istrinya penuh penyesalan.
"Jelasin sekarang boleh?" Tanya Mushkin. Icha mengangguk, "aku udah lemes. Sekarang gak akan lawan-lawan lagi." Gumamnya.
Mushkin menggenggam tangan Icha, dan mulai menjelaskan semuanya.
Bahwa sebenarnya Alena memang mempunyai masalah dengan mentalnya, karena trauma yang sebenarnya ia ciptakan oleh dirinya sendiri. sejak dulu keluarga Reno selalu membawanya terapi tapi Alena selalu melewatkan terapinya dan lebih memilih untuk menghabiskan waktunya bersama Mushkin.
Mereka memang berpacaran, Mushkin tidak menutup matanya dengan sifat Alena yang manja dan wajahnya yang cantik. Terkadang pria menyukai sifat manja para wanita karena mereka sangat manis.
Mereka berpacaran selama tiga tahun, dan Alena bersikukuh untuk kuliah di Bali sehingga ia pindah kesana, dan Mushkin menjalani hari-harinya dengan bebas sebagai seorang pria lajang.
Tapi trauma masih menghantui Alena, gadis itu tidak mau jika ia kehilangan Mushkin. Karena yang menyentuh hatinya adalah Mushkin, maka selamanya ia harus bersama Mushkin.
Sejak saat itu Alena selalu mengganggu hubungan Mushkin, sehingga membuat Mushkin berpisah dengan setiap kekasihnya dalam waktu yang benar-benar singkat.
Mushkin bukan playboy, sungguh. Ia hanya menjalani hubungan, kemudian Alena memisahkannya, dan Mushkin mencari lagi wanita lain, sialnya hal yang sama terus menerus terjadi. Hingga membuatnya lelah, dan memutuskan untuk menjauhi makhluk bernama wanita sampai Alena menikah dengan orang lain.
"O."
Hanya itu yang keluar dari mulut Icha. "Kenapa kamu gak jadi artis sinetron aja? cocok tuh, ngalahin Teuku Wisnu. Bikin ceritanya sampe season sepuluh sana." Sindir Icha.
Mushkin tersenyum,"Kalau aku jadi artis, Alena lebih parah." Ucapnya. icha mendengus,"Jadi yang nentuin hidup kamu itu si Alena? Dia siapa? Tuhan?"
Mushkin menggelengkan kepalanya, ia kembali mengusap rambut Icha dengan penuh kasih sayang, "Anggap aja dia anak malang yang wajib kita sayangi."
"ya, dan kasih sayang anda di salah artikan sama dia."
Mushkin mengangguk. Benar, memang begitu adanya.
"Jadi kalau kamu pacaran, dia pisahin, pacaran lagi, dia pisahin lagi?" Icha bertanya dengan polos. Situasi diantara mereka sudah lebih santai sekarang. icha menerima semua penjelasannya dan masih bersedia untuk berbicara dengannya sekarang.
Mushkin mengangguk, tapi Icha tertawa,"Terus aja begitu. sampai ladang gandum di penuhi hujan coklat dan jadilah kokokrunch." Gerutu Icha.
Well..
Apa ada yang lebih lucu lagi dari istrinya? Yang bisa-bisanya mencairkan ketegangan diantara mereka.
"Kamu korban iklan cha.. udah malem. Kita tidur ya?" Bujuk Mushkin. Icha menggeleng, dalam hatinya masih terlalu banyak keraguan dan.. bagaimana ya, ia masih merasa sakit hati oleh suaminya.
Sepertinya Mushkin tahu apa yang Icha pikirkan. Ia menggenggam tangan Icha dan berkata penuh penyesalan, "Sharen bilang maaf gak akan mengembalikan semuanya Cha.. tapi tetep aja aku mau minta maaf. Bukannya aku gak hargain kamu, tapi Alena mengancam kalau aku berdiri, dia lompat di gedung."
"Suruh lompat aja kali ah, dia ini yang dosa."
"Iya, aku juga bilang begitu. tapi dia nekat Cha.. dan mencegah selalu lebih baik dari memperbaiki."
"Dan kenapa elo gak mencegah kedatangan Alena kesini?" Tuduh Icha. Mushkin menggaruk kepalanya, "Mau jawaban yang jujur?" Tanyanya.
Icha mengangguk, "Saking kangennya sama kamu yaang. Aku gak bisa mikir apa-apa lagi."
OKE!
Inilah pria. Kata-katanya selalu membuat wanita terbang. Dan ingatlah Icha! Setelah terbang biasanya tidak pernah mendarat dengan mulus. Kalau tidak terhempas ke daratan, ya tenggelam ke lautan.
Mushkin sebenarnya ingin mengungkapkan perasaannya sekarang. tapi, apa Icha akan menerimanya?
Mushkin tidak mau kalau Icha menganggap ungkapan cintanya sebagai senjata untuk menyelamatkan hubungan mereka. maka Mushkin memilih untuk tidak mengungkapkannya lebih dulu. Setidaknya tunggu sampai Alena bisa menerima hubungannya dengan Icha.
"Sebenernya aku denger semua pembicaraan kamu sama Alena." Mushkin membuka kembali pembicaraan diantara mereka. ia tersenyum dengan senang, "Terimakasih yaaang. Udah jadi istri yang anti mainstream. Udah mau milih untuk lawan Alena dan gak pasrah dengan keadaan."
Icha mengerucutkan bibirnya. Mushkin memujinya atau apa? "Sorry, I'm not Mbak Hana! And situ bukan si mas bram." Terangnya. Mushkin tertawa.
Lagi-lagi.. yang selalu bisa membuatnya tertawa adalah Icha seorang. Betapa Mushkin mencintainya Tuhan..
"Oke. Aku cuman mau bilang, aku suami kamu. Dan aku yang akan pimpin pasukan kita."
"Dikira perang kali ah."
"Ish! Suami lagi ngomong."
"Yee dari tadi juga kan ngomong. Yaudah, apa?"
"Intinya, aku bakalan buat Alena percaya kalau kita udah nikah, dan dia gak bisa pisahin kita."
Jantung Icha berdetak dengan cepat.
"Kamu percaya kan sama aku?" Tanya Mushkin. Icha memukul kepala suaminya, "Percaya itu sama Allah. Kalau aku percaya sama kamu, rukun iman ada tujuh!"
Oh, Tuhan..
Mushkin tertawa lagi, "That's my wife!" Girangnya seraya menjawil hidung Icha.
Seluruh emosi yang sejak tadi menyelimuti mereka kini mulai mengikis sedikit demi sedikit. Icha sudah bisa tersenyum, bahkan tertawa lagi bersama Mushkin.
"Icha gitu loooh.. keliatan tau yaang dari namanya."
"Hng? Apa emang?"
"Intelligent Creature Hits Always."
Astagaaa...
"Ada juga sih versi untuk seminar motivasi."
"Apa?"
"Impian Cinta Harapan Asa."
Ya Tuhan..
"Ada lagi? yang lebih gila?" Tanyanya. Icha berpikir sejenak.. "Hmm.. apa yaaa? Kayaknya gak ada deh. Udah ah, capee.."
Mushkin masih tertawa. Saking gemasnya, ia langsung memenjarakan Icha di bawah tubuhnya dan melahap bibirnya dengan rakus.
Sebenarnya Icha tidak ingin melakukannya, tetapi ia mempunyai sebuah misi penting yang super genting dalam hidupnya.
Ketika Mushkin sudah siap di hadapannya, Icha menghentikannya dengan terengah-engah "Bentar.. ngh, hp kamu." Pintanya seraya mengulurkan tangannya. Mushkin meraih-raih ponselnya yang berada dalam saku celana yang tergeletak tak jauh darinya.
"Buat apa sih? Nanggung yaaang sebentar lagi." Keluhnya. Icha tidak memberitahunya, Ia mencari-cari satu nomor di ponsel Mushkin, dan setelah nada sambung terdengar, Icha mengisyaratkan pada Mushkin untuk bergabung dengannya.
Yah, setidaknya kali ini Mushkin berada di perahu yang sama dengannya.
Meskipun Icha belum percaya sepenuhnya, seperti sebelumya. Ia masih butuh waktu, dan biarkan saja semua berjalan sesuai dengan apa yang akan terjadi ke depannya.
****
"Nghh.."
Alena mengerutkan keningnya. Mushkin menelponnya dan saat mengangkatnya, ia tidak mendengar suara apapun selain sebuah helaan nafas.
Mendekatkan kembali ponselnya, Alena mencoba untuk mendengarkan suara dengan jelas.
"Ahh.. nghh.. Aah.. yaaaang..ahhh."
Astaga!
Suara yang ia dengarkan benar-benar membuatnya merinding. Alena kembali menatap ponselnya. Ini panggilan dari Mushkin kan? dan kenapa yang ia dengar malah...
Sial! Sepertinya ia tahu siapa yang berbuat seperti ini.
Pasti istri Mushkin yang pendek itu!!
Mencengkram ponselnya dengan erat-erat, Alena berteriak dengan kencang karena kekesalan yang ada dalam hatinya.
TBC
Tikotok dilebuan : kotoran ayam di taburin abu gosok /?
Yang ini sangat pendek. Muuph yaaa.. takutnya aku gak ada waktu beberapa hari ke depan. Jadi lebih baik update sekarang aja :D dan maaf part ini gak lulus sensor haha
Untuk yang nanya badannya Icha.. aku bingung sih, heuheu. Pokonya tinggi 155 berat 60kg aja udah. kenapa icha gak lebih cantik dari mantan si Mushkin? Biarkan Mushkin yang menjawabnya nanti.
Dan haloooo.. kalian semua para SAHABAT ICHA dan mendadak jadi musuhnya Mushkin wkwkwkwk
komentar kalian bikin aku ketawa luar biasa audzubillah pokonamah.
Nama yang kalian bikin buat si Alena, itu keren-keren semua. Aku sampe ngakak masa derrsss.. wkwkwkwk
Makasih loh yaaaa..
dan ders, STNK motor aku ilang huhu do'akan ya semoga ketemu.
Sip, aku udah libur kuliah dan ngajar gak terlalu padet jadi agak punya waktu laaah :D
Sampai jumpa nanti, aku sayang kaliaaan :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro