Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 22 | Aku Wanita Tangguh!


Icha terbangun dengan perasaannya yang luar biasa. Tidak ada yang paling membahagiakan dalam hidupnya selain terbangun dalam pelukan orang yang ia cintai.

Terkikik, Icha merasa geli dengan pikirannya sendiri. astaga, kalau sudah tahu akan perasaannya manusia memang begini ya?

Mushkin baru selesai mengancingkan semua kancing kemeja nya ketika Icha masuk ke dalam kamar.

"Dasi yaaang.." Pinta Mushkin. Icha berjalan kegirangan. Setiap langkah yang dia ambil sepertinya menimbulkan sebuah percikan kebahagiaan yang luar biasa. Astaga, Icha malu pada dirinya sendiri.

Berjalan kembali ke arah Mushkin dengan dasi di genggamannya, Icha langsung melingkarkan dasi itu di leher Mushkin dan mendekatkan wajahnya, "Mau di iket dimana?" Godanya. Mushkin tertawa, meraih pinggang Icha dan mendekatkan tubuh Icha sehingga menempel dengannya.

"Di ranjang, boleh?" Kedipnya. Icha tertawa, memukul pelan dada Mushkin kemudian berusaha untuk memakaikan dasinya dengan benar.

Selama ia memakaikan dasi, posisinya begitu intim dengan Mushkin, mereka saling menempel tetapi wajah mereka berjauhan karena tangan Icha yang bersandar di dada suaminya. Seharusnya Icha berjinjit saat memakaikannya dasi, tapi Mushkin mencondongkan tubuhnya sehingga tidak membuat Icha kesulitan dengan tinggi badannya.

CHUP!

Tanpa Icha duga sama sekali, satu ciuman mendarat di bibirnya hingga membuat seluruh wajahnya panas dan pipinya memunculkan sebuah rona merah yang begitu kentara.

Astagaaa..

Jantung Icha berdetak lebih cepat. Ia ingin berteriak, ingin berjingkrak-jingkrak, ingin menari-nari saking senangnya.

Kalau sudah begini, dengan perasaannya pada Mushkin Icha tidak bisa apa-apa selain menundukkan kepalanya karena malu.

Mushkin tertawa melihatnya, ternyata wanita ajaib yang menjadi istrinya ini bisa malu juga.

"Kirain cabe-cabean gak akan malu kalau di cium begitu." Ledeknya. Nah, kan.. mulai lagi.

Icha langsung mendorong Mushkin dan menjauhkan tubuh mereka.

"Dasar om-om gatel!" Gerutunya. Mushkin kembali menariknya, kali ini ia memeluk pinggang Icha lebih erat dari sebelumnya.

"Om gatel? Iya, memang gatel. Garukin dong Chaaa.." Godanya. Mushkin mengangkat-angkat alisnya, dan Icha bersumpah seluruh bulu kuduknya langsung berdiri!

"Aku tahu kenapa pak Reno paling gak suka liat kamu mainin alis. Aduduh.. geli liatnya." Gidiknya. Mushkin tertawa lagi.

"Udah ah, kita berangkat. Udah siang pak!" Icha kembali menjauhkan tubuhnya. Ya, memang sudah siang. Tapi untuk pertama kalinya Mushkin merasa bahwa bekerja adalah hal yang paling menyebalkan untuknya!

Padahal kalau ia tidak bekerja, Icha pasti akan bersamanya seharian ini di rumah.

Oh, Reno... sekarang Mushkin mengerti kenapa Reno sering membolos kerja saat sudah menikah dengan Sharen.

Sayangnya ia tidak bisa seperti itu, Reno bos besar. Sementara dia, yang menggantikan Reno ketika tidak ada kan dia. Sialnya asistennya pun adalah istrinya sendiri. jadi kalau Mushkin tidak bekerja, tetap saja Icha bekerja.

Argg.. mendadak ia kesal dengan keputusannya untuk bekerja sama dengan Reno.

***

Sampai di Hyde, Icha mengerutkan keningnya ketika mendapat banyak ping di ponselnya yang berasal dari Sharen. ada satu pesan yang mengatakan bahwa Mushkin harus mengaktifkan ponselnya.

"Yaang.." Icha menyenggol bahu Mushkin yang berjalan di sampingnya.

"Apa?"

"Hp kamu mati?" tanyanya. Mushkin mengangguk, "Iya. Lupa belum di Charge Cha.."

"Sharen bbm, katanya Reno susah hubungin kamu. Darurat. Ada apa sih?" Tanya Icha.

Mushkin terdiam, dia langsung tahu arti darurat yang di beritahukan oleh Reno. Ya Tuhan.. Alena!

"Cha.. aku baru inget kalau pak Ali mau bertemu kita di Renova," Mushkin menyerahkan kunci mobilnya pada Icha. "Kamu gak apa-apa pergi kesana sendiri?" tanyanya.

Icha tidak mengerti, ia kebingungan. "Ada apa sih?" Tanyanya, begitu menangkap kepanikan dalam wajah Mushkin.

"Aku akan jelasin semuanya nanti. Sekarang kamu ke Renova dulu. Yah? Please." Mushkin menatapnya penuh permohonan, tangannya membelai rambut Icha dengan lembut.

Kenapa ini? perasaan Icha mendadak tidak enak.

"Chaaa.." Pinta Mushkin lagi. oke! Ia harus menuruti suaminya, mungkin ada masalah yang sangat mendadak yang harus di bereskan oleh Mushkin.

"Oke, aku ke Renova sekarang." Sahutnya seraya mengambil kunci itu. mushkin mengangguk, "Hati-hati." Ucapnya. setelah itu, pria tinggi itu melesat berlari menuju lift dengan tergesa-gesa. Meninggalkan Icha yang masih kebingungan dan terpaku di tempatnya.

Apa yang harus ia lakukan? Sebagian dari dirinya ingin menuruti Mushkin untuk pergi dari sini dan menunggu suaminya dengan tenang di Renova. Tapi sebagian lagi menyuruhnya untuk mengikuti Mushkin dan memastikan apa yang terjadi dengan suaminya.

Ya Tuhan.. Icha benar-benar kebingungan sekarang.

****

"AL!"

Nah, kan.. seperti yang ia duga. Begitu masuk ke ruangannya, Alena sudah berada disana dan berhambur memeluknya. Mushkin meronta, tetapi Alena memeluknya dengan sangat erat.

"Jahaaat! Kamu jahat banget! udah gak nengokin aku setahun, sekalinya ketemu langsung pergi lagi. kamu gak kangen sama aku?" Rengeknya. Mushkin memejamkan matanya. Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan adalah menghempaskan Alena untuk menjauh darinya dan membentaknya habis-habisan. Tapi ia tidak bisa, bahkan sampai kapanpun ia tidak akan bisa.

Dengan sekuat tenaga, akhirnya Mushkin berhasil melepaskan pelukan posesif Alena padanya.

"Alenaa.." suaranya penuh dengan amarah yang ia tahan dalam-dalam. Wanita di hadapannya menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

Oh Tuhan.. tidaak. Jangan!

"Kamu Apa-apaan sih! Mas Reno bilang kalau kamu udah nikah! Dan kamu pasti bohong." Tuntutnya pada Mushkin.

"Aku gak bohong," Jawab Mushkin. Ia mengangkat jarinya, melepas cincin yang melingkar di jari manisnya dan menunjukkannya pada Alena, "Lihat! ada nama istri aku disini. Dan ini sidik jari kita." Jelas Mushkin penuh penekanan. Alena tertawa,"Kamu kalau ngelawak jago yah Al.. pokonya aku gak percaya!"

Ya, seperti yang di duga olehnya. Alena tidak akan bisa semudah itu percaya pada ucapan Reno, dan ucapannya sendiri.

"Terserah, kamu mau percaya atau nggak. Aku udah nikah. Aku udah punya istri, dan aku bukan siapa-siapa kamu lagi. inget Len.. yang dulu ninggalin aku itu kamu."

Seolah kata-kata itu adalah petir terakhir yang menyambar padanya., Alena terdiam. Menatap Mushkin dengan nanar sementara pria itu dengan santainya malah memutari meja kerja nya dan duduk seraya menyalakan komputernya disana.

Alena mengepalkan tangannya, sampai kapanpun ia tidak akan pernah rela seseorang merebut Mushkin darinya.

Sudah menikah? Ia tidak perduli! Ia masih bisa merebut Mushkin dari istrinya itu.

Mendekat ke arah Mushkin, Alena tersenyum dan secara tiba-tiba duduk di atas pangkuan Mushkin.

"Alena.. turun." Mushkin mencoba untuk bersabar, ia memelankan suaranya dan mencoba berbicara sehalus mungkin pada Alena. Tapi wanita itu sama sekali tidak menurutinya. Ia malah duduk dengan bebas mengangkangi Mushkin di atas pangkuannya dan memeluknya dengan erat.

"Aku cuman gak mau kehilangan kamu.." Isaknya lagi.

"Kamu udah kehilangan aku waktu kamu memutuskan untuk diem di Bali, Alena." Ucapnya. alena menggeleng, ia menangkup wajah Mushkin dengan kedua tangannya, "Tapi kita gak pernah putus!" Keukeuhnya.

Oke. Baik. Mushkin tidak bisa seperti ini terus. Ia mencoba menjauhkan tubuh Alena kembali darinya, tapi sialnya wanita itu berpegangan kencang sekali padanya.

"Alena! Turun dari pangkuan aku atau aku berdiri dan kamu jatuh disini." Ancamnya. Alena menggeleng, "Kalau kamu suruh aku turun, aku bakalan lompat dari gedung hotel ini." Ancamnya balik. Mushkin tertawa, "Silakan aja, yang dosa juga kamu." Ucapnya.

Alena tersenyum, dan di luar dugaan.. ia melemparkan sepatunya yang berat pada kaca besar di ruangan Mushkin, membuat kaca itu pecah saking kencangnya hantaman yang sepatunya berikan.

"Kacanya udah pecah, aku tinggal lompat." Katanya. Mushkin menjambak rambutnya.

"OKE! OKE! Lupakan kaca dan ayo kita bicara baik-baik." Putusnya.

Kalau sudah begini, Mushkin tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

"Oke, gini aja. aku mau bicara sambil begini." Alena berucap dengan kegirangan. Ingin berteriak, Mushkin hanya bisa menahan seluruh luapan emosinya. Ia hanya berharap bahwa Icha benar-benar pergi ke Renova.

Oh tetapi, kenyataan selalu tidak pernah sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Icha ada disana. tepat di hadapannya.

Melihat dengan sangat jelas posisi duduknya yang memangku Alena.

Entah sejak kapan Icha berada disana, Mushkin tidak tahu. ia hanya berharap bahwa nyawanya di cabut saat ini juga.

*****

Seumur hidupnya, Icha belum pernah merasakan serangan rasa sakit yang begitu dahsyat di dalam hatinya. pikirannya yang mencemaskan suaminya karena tingkahnya yang tiba-tiba terbayar oleh sebuah pemandangan yang merobek hatinya.

Dengan santainya, di hadapannya Mushkin duduk dengan seorang wanita cantik di atas tubuhnya. Duduk dengan posisi yang paling intim, bahkan ia sekalipun belum pernah seperti itu pada Mushkin.

Jadi, cap playboy yang di bawa suaminya sekarang mulai terbukti satu per satu?

Karyawan yang memujanya, mantan pacarnya yang tak bisa melupakannya, dan sekarang? wanita yang berada di atas pangkuannya?

Apa ada penjelasan yang sangat logis untuk keadaan ini ?

Icha berpikir, tidak ada kesalahpahaman disini. Wanita itu tidak mungkin terpeleset saat berjalan dan terjatuh di pangkuan suaminya, itu hal termustahil yang pernah ada.

Apalagi dengan posisinya yang sangat-sangat..

Sangat mencabik-cabik seluruh organ tubuh Icha! Dan lagi, suaminya hanya diam saja ketika wanita itu duduk seperti itu?

Sekarang pun ketika mata mereka bertemu, Mushkin malah diam saja dan bertatapan dengannya. Hanya sebatas itu, dia bahkan tetap mengizinkan wanita itu mendudukinya.

Baiklah Tuhan..

Kenyataan macam apa yang Icha hadapi hari ini?

"AL.." Wanita itu merengek. Icha ingin tertawa, pantas saja ia sangat membenci bagaimana semua orang memanggil suaminya dengan sebutan AL. ternyata, ada seorang wanita yang duduk mengangkangi suaminya dengan menyebut nama itu penuh godaan.

Icha ingin menangis, sungguh. Tapi kalau ia menangis, bahkan marah atau pergi..

Apa kata Mushkin?

Pria itu pasti akan menertawakannya, karena mengetahui perasaan Icha.dan sekarang, sialnya Icha merasa sangat kesakitan begitu tahu kalau mungkin saja Mushkin mempermainkannya.

Berdehem, Icha melemparkan tas yang di bawanya kemudian mengetuk-ngetukkan tangannya di atas meja.

"Ehm! Mbak, permisi? Gak boleh nempel-nempel begitu sama suami orang." Ucapnya dengan sinis.

Mushkin sepertinya langsung tahu apa yang harus ia lakukan, dengan sekuat tenaga ia menyingkirkan Alena dari pangkuannya dan menatap Icha, mulutnya sudah terbuka untuk bersuara, tapi Icha malah lebih dulu menyindirnya dengan berkata, "Cabe-cabean baru ya om?" Tanyanya.

Mata Icha berkaca-kaca. Tapi sekuat tenaga ia menahan semuanya. Belum. Ia belum boleh hancur sekarang.

"Dia siapa Al?"

Icha tak menyangka, wanita menyebalkan itu bersikap biasa-biasa saja tanpa canggung sama sekali.

"Gue Asisten―"

"Dia istri aku." Ucap Mushkin. Penuh penekanan. Alena menatapnya tak percaya.

Seharusnya Icha senang, karena Mushkin mengatakan pada wanita itu kalau dia istinya. Tetapi tatapan menilai yang ditujukan wanita itu padanya membuat Icha terhempas dengan sangat keras.

Sudah bisa di pastikan apa yang akan di katakan oleh wanita ini.

"Dia bukan tipe kamu banget! Al, kok kamu nikahin wanita begitu? aku jelas-jelas badannya lebih bagus. Dia pendek, berisi, dan.. ehm.. gak banget."

Lagi-lagi masalah fisik.

Icha harus menekan seluruh perasaannya dalam-dalam.

Ia mengatur nafasnya, menatap Alena dengan tatapan tajamnya kemudian berkata, "Ya.. fisik gue memang begini. Tapi gimana dong? Yang bikin suami gue ketagihan sama gue ya fisik gue. Lagian lo gak pernah kan sejauh itu sama dia? Gue kasih tau ya.. suami gue yang tampan ini kuat lama di ranjang, dan yang setimpal buat layanin nafsunya dia yang gede. Cuman gue doang."

Icha tersenyum dengan puas, terlebih lagi melihat Ekspresi kesal dari wajah Alena, "Well.. gue kasih tau, posisi kalian duduk tadi gak akan nikmat. Laki gue nikmat waktu berdiri, atau tiduran. Makannya gue gak suka sambil duduk." Tekannya lagi.

Mushkin tidak bisa berkata apa-apa. kalau dalam situasi biasa ia mungkin akan tertawa dan bangga pada Icha, tapi sekarang seluruh dirinya di liputi sebuah kekhawatiran mendengar Icha mengatakan itu pada Alena.

Ia bisa melihat mata Icha yang berkaca-kaca, dan tangannya yang mengepal dengan sangat keras.

Icha terluka sekarang, tapi ia menahannya dengan sekuat hati. Berusaha untuk melawan apa yang ada di hadapannya.

"Aku ke Renova sekarang yaaang. Kata Pak Reno kamu gak usah nyusul. Oh ya, dan lo. Hmm.. yah cewek gatel yang butuh autan.. kalau lo mau disini, sekalian beresin pekerjaan gue yang numpuk. Dan silakan urus bos tampan ini, ngurus dia susah. Dia galak.."

Menyentuh pipi Alena, Icha menepuk-nepuknya dengan lembut kemudian mendekati Mushkin dan mencium pipinya.

"Aku pergi dulu yaaang. Assalamualaikum."

Setelah itu, Icha berbalik pergi meninggalkannya.

Ucapan perpisahan Icha barusan entah mengapa begitu terasa sakit di telinga nya. Dan salam Icha, seolah menyiratkan bahwa dia memang benar-benar pergi.

Astaga..

Mushkin benar-benar sudah melakukan sebuah kesalahan besar yang amat sangat fatal!

"Al? kamu yakin itu istri kamu? Kok dia biasa aja liat kita begini?"

Alena malah menanyakan hal yang paling tidak bermutu di dunia ini.

"kenapa bisa? Karena dia bukan kamu, dan kamu bukan dia." Ucap Mushkin.

Alena mengerutkan keningnya karena kebingungan. Sementara Mushkin sudah menjambak-jambak rambutnya dengan sangat keras dan membuang nafasnya dengan kasar.

Kekasihnya terdahulu akan marah dan mengamuk atau menangis sejadi-jadinya saat melihat ia dan Alena, dan itu terasa lebih mudah karena Mushkin bsa mengejar mereka, mengatakan yang sesungguhnya, kemudian memohon maaf.

Tetapi ini Icha. Setiap hal selalu berbeda dalam pikirannya. Mushkin benar-benar tidak tahu, ia harus mengatakan apa pada Icha.

Ya Tuhan.. seharusnya kemarin ia langsung mengatakan masalah Alena pada Icha.

Oh tetapi, ia terlalu terbuai oleh perasaan rindunya dan terlalu tenggelam dalam kebersamaannya bersama Icha sehingga membuatnya mengesampingkan hal yang justru sangat tidak boleh ia sampingkan.

*****

"Dia bukan tipe kamu banget! Al, kok kamu nikahin wanita begitu? aku jelas-jelas badannya lebih bagus. Dia pendek, berisi, dan.. ehm.. gak banget."

Icha melahap ramen super pedasnya dengan perasaan terluka yang begitu dalam dari hatinya. keinginannya untuk pergi ke Renova meluap seketika. Ia benar-benar harus menumpahkan seluruh isi hatinya sekarang juga, kalau tidak..ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan.

Sharen datang beberapa saat kemudian tanpa anak kembarnya. Ia menatap Icha penuh selidik.

"Cha.."

"Lo inget gak Sharen, waktu lo dulu ngamuk-ngamuk karena Reno gak mau punya anak dari lo." Ucap Icha tiba-tiba.

Sharen menggaruk kepalanya, ia ingat.. dan akhirnya ia mengangguk pada Icha.

"Nah.." Icha menyeruput satu sendok kuah ramen yang membuat matanya mengeluarkan air mata saking pedasnya.

"Lo bilang kalau lo itu kayak pemuas nafsu aja buat si Reno itu kan." Sindir Icha. Sharen sepertinya sudah menduga apa yang akan Icha katakan.

"Gue lagi emosi waktu itu Cha.." Ucapnya, mencoba meralat ucapannya dengan berharap bahwa Icha tidak akan berasumsi seperti pemikirannya dulu.

Tapi Icha hanya diam saja, ia malah terus meneguk kuah ramen yang menurut Sharen sangat pedas sekali. dicium dari aromanya.

"Sekarang nih Sharen, kalau di pikir. Kayaknya gue lebih parah dari lo deh. Gue juga kayaknya cuman pemuas nafsu dia aja."

"Cha―"

"Awal nikah, gue menanamkan dalam diri gue bahwa dia suami gue dan gue harus ngelayanin dia kan? gue gak keberatan, dan kita juga ngelakuin semuanya, bahkan setiap saat ketika kulit kita tanpa sengaja kena."

Icha tertawa, ingat saat-saat mesranya bersama Mushkin yang entah mengapa saat ini malah membuat seluruh lukanya menganga dan bernanah.

"Gue gak pernah nyangka ternyata ungkapan perasaan sepenting ini. udah jelas kalau gue cinta sama dia. Tapi dia ren? Dia gak pernah bilang apa-apa sama gue. dia emang suka bersikap manis, tapi dia kan playboy. Sialan, berapa banyak cewek yang dulu rela di apa-apain sama dia."

"Icha.. lo lagi emosi."

"Iya, gue emosi.." air mata turun di wajah Icha. Untuk pertama kalinya Sharen melihat bahwa Icha benar-benar menderita sekarang. bahkan ketika pak Iskandar memarahinya bahkan sampai mengancam akan memasukannya ke pesantren, Icha tidak seperti ini. tapi sekarang, Icha duduk dan menangis dengan diam. air mata secara kejam membasahi seluruh pipinya.

"Jadi sayang, apa yang bikin lo emosi? Lo belum pernah sekacau ini sebelumnya."

"Bener. Belum pernah sekacau ini. tapi gimana dong ren? Gue rasa gue udah bener-bener hancur."

"Cha.."

"Gue liat satu wanita duduk di atas pangkuan suami gue sendiri, gue pengen marah tapi gue ngerasa gue gak berhak apa―"

"Lo istri Mushkin Cha!"

"Status! Gue punya status aja. gue memang istri dia, gue layanin dia, gue pemuas nafsunya dia. Udah, itu aja."

"Icha.."

"Gue sakit hati Shareeen.." Icha membenturkan kepalanya di atas meja. Terisak dengan sangat kencang dan memilukan.

"Saat gue sadar kalau gue cinta sama dia, ternyata hal begini malah datang di hidup gue. kenapa sih? Gue punya salah apa? iya. Gue tahu kalau gue gak cantik, gue gak sexy dan tinggi, gue gak langsing, bahkan gue gak punya apapun yang bisa gue banggakan selain mulut bringas gue yang bikin orang malah sebel sama gue. gue sadar koook.."

Ketika seseorang sudah merendahkan dirinya sampai pada tahap paling rendah, itu berarti derita yang di tanggungnya sudah sangat besar.

"Mushkin mungkin cuman anggap gue tanggung jawabnya aja. karena dia udah rusak gue. sialan, kalau gini caranya kenapa dia gak kasih gue dua ratus juta aja dulu?"

"Yang bikin gue sakit reeen.. waktu dia liat bahwa gue mergokin dia, dia sama sekali gak bergerak―"

"Mungkin dia terlalu kaget―"

"Terlalu kaget berujung diam membatu cuman ada di sinetron. Maling aja waktu ketahuan, karena kaget pasti langsung lepasin barang curiannya. Tapi dia, seolah-olah gue bukan apa-apa dan dia.. anjir! Gue gak nyangka dia bikin gue kayak gini. Sharen! sialaaan! Selama ini kurang gue sama dia apa sih? Dia suruh ngangkang, gue nurut! Dia suruh nungging, dia juga nurut! Dan hari ini dia malah pecahin isi kepala gue sama hal yang belum pernah gue duga sebelumnya. Haaa.. jadi begini ya nikahin playboy! Ternyata gue bukan orang satu-satunya."

Sharen hanya bisa diam menatap Icha. Sejujurnya ia tidak tahu harus berbuat apa. ia hanya tahu bahwa tidak memberitahu Icha adalah gagasan yang baik. Biar saja Mushkin yang memberitahu semuanya, setidaknya Sharen ingin menghargai Mushkin sebagai suami sahabatnya.

****

Mushkin memijat pelipisnya, seharian ini Icha benar-benar tidak bisa di hubungi olehnya. Ia khawatir kalau saja Icha akan melakukan hal-hal yang bisa merusak pekerjaan mereka, tetapi syukurlah.. lagi-lagi ia merasa bahwa ia menikahi orang yang tepat. Mushkin menelpon Renova dan pihak disana mengatakan bahwa Icha bekerja dengan sangat baik. Bahkan lebih giat dari biasanya.

Lebih giat dari biasanya.

Mushkin memahami, Icha butuh sesuatu untuk melupakan kekesalannya.

Kesal? tidak, Icha bukan sekedar kesal padanya. Ketika kesal wanita itu akan meneriakinya, tetapi kali ini, bukan kesal. istrinya yang ia cintai, yang sayangnya belum ia beritahu betapa ia mencintainya telah kecewa padanya.

Melirik ke arah kaca ruangannya yang pecah sebagian, Mushkin bergidik saat mengingat Alena melempar sepatunya kesana.

Alena mulai tidak terkendali lagi, dan ini semua karena salahnya.

Seandainya Mushkin tetap menghubungi Alena, dan mengatakan rencana pernikahannya baik-baik, mungkin semua tidak akan seperti ini.

Demi Tuhan! Alena datang di saat yang sangat tidak tepat. Dua bulan usia pernikahannya kini goyah karena kedatangannya.

Bagi Alena, hanya Mushkin yang ada di dunianya. Sejak dulu ia tidak pernah mau kehilangan Mushkin, dan setiap ada wanita yang dekat dengan Mushkin, tentu saja semua mundur karena tingkah lakunya yang luar biasa gila.

Itulah kenapa, mau tidak mau Mushkin harus menjauh dari makhluk yang bernama wanita, dengan tujuan mengamankan mereka dari Alena. Tidak, tidak.. Alena bukan wanita gila yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya, Alena hanya percaya pada Mushkin, dan hanya Mushkin lah yang tahu bagaimana memperlakukannya.

Mushkin menunggu waktu yang lama, berharap ada seorang pria yang akan mencintai Alena dan menjaganya, berharap Alena lebih dulu menikah daripada dirinya. sayangnya, kenyataan memang tidak sesuai harapan.

Yang menikah lebih dulu adalah dia.

******

"Inget Cha! Lo gak boleh goyah. Sakit hati boleh, tapi lo harus selalu waspada. Lo gak boleh berlarut. Lo harus kuat, kuat seperti Icha yang biasanya. Dan satu pesan gue, jangan pernah tinggalin rumah lo. Sekali lo pergi dari rumah, cewek itu bakal berusaha buat tempatin rumah lo dan ambil semuanya. Dan kalau Mushkin mau menjelaskan sesuatu, segimana emosi nya lo. Lo harus bisa tenangin semuanya. Setelah itu, silakan.. lo mau bunuh dia pun gue setuju."

Icha mengingat kembali perkataan Sharen padanya tadi. Benar juga, sakit hati boleh tapi tidak boleh terlarut. Lagipula, memangnya Mushkin siapa sih? Membuatnya menye-menye begini?

Membuka pagarnya, Icha terdiam sejenak saat melihat wanita itu ada di hadapannya.

"Hai.."Sapa wanita itu. icha mendelik, "Hai juga. Ngapain lo disini?" Ketusnya. Alena hanya mengangkat bahunya, "Gue mau nginep, disini."

APA?

Icha tidak salah dengar?

"Sorry tapi di rumah gue gak ada kamar kosong."

Icha memilih untuk melengos pergi dan meninggalkan Alena.

"Rumah lo? Setau gue desain rumah ini gue sama Al yang bikin."

Langkah Icha terhenti. Tangannya mengepal dan lukanya kembali terbuka secara perlahan-lahan.

Menghela nafasnya, Icha menatap Alena dan tersenyum. "Aah, jadi yang desain nya lo ya? duh, selamat ya.. desain lo bagus. Gue suka. Lo arsitek ya? boleh deh.. nanti waktu gue mau bikin rumah buat anak gue, gue booking lo ya." Ujarnya. Ada sebuah keterkejutan dari wajah Alena tapi wanita itu kembali menormalkan ekspresi wajahnya.

"Emangnya Al mau ya punya anak dari lo?"

Oh Tuhan.. wanita ini benar-benar sangat berbahaya.

"Wih.. lo gak tahu aja udah berapa liter sperma dia yang ngalir ke rahim gue. dan mbaak.. kayaknya lo juga gak pernah nyobain sperma dia ya? kasian deh."

Icha meleletkan lidahnya, berjalan lurus meninggalkan Alena di ruang tamunya.

Ketika sampai di kamarnya, lagi-lagi air matanya jatuh mengingat ucapan Alena.

Rumah ini di desain oleh mereka berdua? Bagus, bagus. Jadi harusnya rumah ini milik Alena? Bukan miliknya dengan Mushkin.

Mereka sudah merencanakan masa depan ya? manis sekali kedengarannya.

Dan apakah berarti Mushkin juga milik Alena? bukan miliknya.

****

"AL!"

Mushkin terperanjat, ketika membuka pintu rumahnya dan Alena langsung memeluknya kemudian menggiringnya untuk duduk di kursi.

Tunggu dulu..

Dimana Icha?

"Ngapain kamu disini?"

"Aku mau nginep disini Al."

"Tahu rumah aku darimana?"

"Dari Ami.. dia kan ce es aku Al!"

"Reno tahu kamu ke rumah aku?"

Alena menggeleng.

"Tante Mar?"

Alena kembali menggeleng,"Mommy gak tahu aku kesini. Besok deh, aku kejutin dia. Eh. Kamu mau minum apa Al?"

Astagaa...

Mushkin memejamkan matanya dengan dalam, "Alena.. aku sudah menikah."

"Di halalkan bagi pria mempunyai istri dua."

Bagus. Caranya bicara, Alena sekali.

"Aku gak mau. istri aku cuman satu. Dan aku gak mau punya dua istri."

"Kalau gitu kamu ceraikan aja istri kamu. Terus nikah sama aku. beres deh Al.."

"ALENA!"

"Ekhm!"

Suara deheman membuat Mushkin menoleh. Oh, Icha.. dia disini?

Mushkin berharap Icha tidak mendengar ucapannya dan Alena.

"Aku udah siapin air anget yaang, mandi dulu." Icha tersenyum, mengambil tas kerja Mushkin kemudian masuk ke dalam kamar. Setelahnya Mushkin menyusul untuk mengikutinya.

"Chaa.." Panggil Mushkin. Icha tidak bergeming.

"Chaa." Panggilnya lagi. icha masih diam, ia menghadap lemari untuk mengambil piama Mushkin.

"Gannisya." Kali ini Mushkin mendekat dan menyentuh kedua bahu Icha lalu menghadapkannya ke arahnya.

Sepertinya Mushkin sudah menyakiti Icha sangat dalam.

Istrinya yang menggemaskan dan selalu mengamuk padanya itu hilang, berganti dengan istrinya yang menatapnya dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Mushkin benar-benar tersentak, baru kali ini ia melihat Icha menangis dan kenapa rasanya sakit sekali?

Padahal ia mencintai Icha dan bersumpah untuk tidak menyakitinya, tapi sialnya yang dia lakukan adalah menghancurkan Icha. Penghancuran oleh sebuah pengkhianatan di mata Icha. Iya yakin itu.

Ketika tangannya hendak mengusap air mata Icha, tangan icha menangkapnya lebih dulu. Wanita itu menatapnya seraya tersenyum, "Mandi dulu aja yaang. Nanti airnya keburu dingin. Aku mau siapin makanan dulu, tadi Sharen masakin buat kita." Ucapnya.

Lagi-lagi, Icha pergi tepat sebelum Mushkin meraihnya.

*****

"Taraaaa.."

Icha mendengus. Sejak tadi dia mencoba untuk tidak menganggap kehadiran Alena, tetapi kali ini ketika Icha mengatur makanan di meja makan, Alena menunjukkan ponselnya yang menampilkan fotonya yang sedang berciuman dengan Mushkin.

Haha..

Icha ingin tertawa. Maksud wanita ini apa sih sebenarnya?

"Liat, kita cocok kan? gue dulu sering ciuman sama dia." Aku Alena dengan bangga. Icha tertawa, mengambil ponselnya dan menunjukkan fotonya bersama Mushkin.

"Nih, liat! Gak ada yang lebih lucu dari kita! Cuman sama gue si Mushkin bisa gila begini." Ucap Icha seraya menunjukkan beberapa fotonya dan Mushkin yang sedang memasang ekspresi gila-gilaan.

"Dan ini! liaaat. Gue foto sama dia diatas ranjang!" Icha menekankan ucapannya pada kata ranjang. Mempertegas semuanya pada Alena.

Tersenyum lagi, Icha membuka profil BBM Mushkin dan memperlihatkan foto yang mereka ambil semalam.

"Liat! Kalau cuman foto gue juga punya. Dan lebih dahsyat dari punya lo. Lo gak punya BBM ya? makannya gak tahu foto yang lagi trending."

"Sialan, umur lo berapa sih?"

"23. Kenapa emang?"

"Damn, lo masih bocah?" Alena memekik.

Bocah, bocah katanya? Lihat siapa yang berbicara.

Mendekat pada Alena, Icha menatapnya tajam, "Gue gak tahu apa tujuan lo untuk datang kesini, duduk di pangkuan suami gue, bilang hubungan kalian, dan malah masuk ke rumah gue. gue bener-bener gak tahu alesannya apa. dan mbaaak cantik, laki-laki itu banyak. Punya agama gak sih? Gak boleh ganggu rumah tangga orang! Dan gue kasih tau sama lo. Gue bukan mantan-mantan Mushkin yang kalah sama lo. Gue istrinya, orang yang berhak atas dia karena ijab qabulnya dan bokap gue. dan kalau lo mau coba usir atau pisahin gue dari dia, silakan aja, gue sumpahin hidup lo menderita sampai tulang-tulang. Kalau perlu besok gue bawa bom buat ledakin isi kepala gila lo itu."

Alena membelalakkan matanya.

Sementara Icha tersenyum penuh kemenangan.

Hey, dia wanita tangguh! Dan Icha tidak akan pernah membiarkan Alena merusak dan menghancurkannya.

Silakan saja sakiti dia, dan Icha akan menyakitinya lebih dan lebih lagi.

Jika Alena menyakitinya dengan Mushkin, maka Icha juga akan melakukan hal yang sama.

Lihat saja, sampai dia membawa Mushkin ke hadapan Alena untuk bermesraan dengannya. Atau sampai Alena mendengar suara desahannya ketika bercinta dengan Mushkin nanti malam.

Meskipun sebenarnya, Icha sangat tidak ingin berdekatan dengan Mushkin.



TBC

Musicha peringkat 1 lagi ders hihi
LAvyuuuhh :* ♥

hebat looooh... part kemarin komentar dari kalian PAAAANJAAAAANG semuaaaa.. sepanjang jalan kenangan aku dan dia *kejer

semogaaaaaa.. kalian gak rajam aku *ngumpet

di MULMED itu contoh yaa :D

Yapp.. bom nya Alena!

Dan semoga ga aneh ya part ini. aku pengen mecoba yang mengenaskan tapi pikiran aku lagi-lagi malah ke pikiran-pikiran konyol. Kan kzll hahaha

Sampai jumpa..

Aku sayang kalian :*



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro