Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 21 | L.O.V.E

ADA YANG KANGEN AKU? *kedip

Kalian kangen Musicha, bukan aku *kejer

Jadi sebelumnya ders, maaf kalau akuh kelamaan. Karena UAS dan aku gak mau keganggu sama bikin cerita. Lalu setelah UAS, otak aku malah agak letih makannya aku mencari hiburan dan ada satu drama yang lagi aku tonton wkwk

Dan kemarin aku ngebut baca 2 novel dalam satu hari karena minjemnya sengaja sehari biar hemat :v jadi aku fokus kesana wkwk

Sekarang sudah kembali, tapi fikiran agak bercabang dan belum menyatu semua heuheu

Liat MULMED yaaa..

Sebelumnya terimakasih karena beberapa hari yang lalu Musicha ada di peringkat ke 1 !. yeaaaay!! *tari ular

Dan sekarang, saatnya aku memberikan apa yang kalian tunggu-tunggu derssss~

Cuss!!

-

-

-

-

Cemburu itu tanda cinta..

Berulang kali Icha menanamkan dalam kepalanya bahwa cemburu adalah tanda Cinta!

Cinta! Icha menggaris bawahi kata itu di dalam pikirannya.

Tempo hari Icha cemburu karena Mushkin berdekatan dengan satu klien menyebalkan bernama gigitan berbisa dan Mushkin cemburu pada Chef tampan yang rupanya orang yang pernah Icha suka di masa lalu.

Mereka saling cemburu. Satu sama lain. Dan saling memberitahukan ketidaknyamanan keduanya.

Itu berarti..

Apakah..

Apakah Icha dan Mushkin, saling mencintai?

Mendengus, Icha menggeleng-gelengkan kepalanya. mencoba mengiusir jauh-jauh pikiran konyol yang melintas dalam benaknya.

Tetapi, kenapa ia harus menyingkirkan pikiran itu? bukannya hal bagus kalau suami-istri saling mencintai?

Icha tertawa dan kembali menggeleng.

Apa-apaan! Kenapa ia memikirkan hal ini sih?!

Dan ngomong-ngomong!! Kenapa seharian ini Mushkin tidak menghubunginya sama sekali? Pria itu di telan bumi atau bagaimana?

"Gannisya! Lo kenapa?" Suara seseorang menyentaknya. Icha meraih sedotannya dan meluncurkan satu tegukan soda ke dalam tenggorokannya. Ia meminum minumannya dengan wajah memberenggut kesal.

Raya yang berada di hadapannya masih menatapnya, "Gannisya?"

"Jangan banyak tanya gue. Gue lagi kesel."

"Kenapa?"

"Kenapa lagi? dasar laki gak tau diri! Udah tau punya istri, pergi sebentar lupa rumah. Dasar gedang hejo!!" Gerutunya. Raya tertawa, "Pak Al ya?"

"Wanjer.. Raya, kalau boleh jujur! Gue gak suka semua orang manggil dia Al! dipikir Al ghozali kali."

"Sabar ya, memang di dunia bisnis kan semua orang taunya beliau di panggil Al."

"Ya, dan entah kenapa cuman gue aja yang benci nama itu," Melirik jam di ponselnya, Icha berkata lagi "Udah jam satu. Gue harus kembali kerja lagi." Icha bangkit dari kursinya, berjalan dengan lesu menuju lift dan melemparkan tubuhnya begitu ia sampai di ruangan.

Mushkin hari ini pergi. Ada sebuah panggilan mendadak dari hotel milik Reno di Bali, dan karena Reno sudah bergantung sekali pada Mushkin, bos besarnya itu memboyong Mushkin, membawanya pergi dari Icha dan menjauhkan mereka. bagus, icha malah meringis sekarang.

Sialnya, kekhawatiran Icha seharian ini benar-benar tidak berharga untuk suaminya yang menyebalkan itu. Sharen menelpon Icha bahwa Reno memberitahunya kalau mereka sudah sampai, sementara Mushkin.. jangankan memberitahu, ping bbm nya saja tidak.

Awas saja kalau pria itu pulang, Icha akan berpikir berkali-kali ketika hendak mengangkang untuknya.


*****


"Mus, lo udah kabarin Icha?"

Begitu nama istrinya di sebut, Mushkin tersentak luar biasa, dan tiba-tiba saja ia merasa sangat... kosong.

Ia jauh dari rumah, untuk pertama kalinya ia benar-benar tidak menyukai kegiatan bepergian seperti ini, sekalipun akan ada saat dimana ia akan bersenang-senang selama disini. Tapi mushkin tidak menyukai itu, Karena sesungguhnya bersenang-senang yang paling menyenangkan adalah menggoda Icha, membuat istrinya mengamuk, meneriakinya, dan mengatainya dengan perbendaharaan katanya yang entah berasal dari mana.

Sudah sejak satu jam yang lalu Mushkin menatap ponselnya. Melakukan peperangan batin dalam dirinya, menelpon Icha.. atau menunggu Icha yang menelponnya? Dan demi Tuhan! Wanita itu tidak menelponnya sama sekali. bahkan menanyakan keadaannya saja tidak, padahal sejak turun dari pesawat Reno tidak pernah meninggalkan ponselnya karena terus berkirim kabar dengan Sharen. sementara dia? Astaga.. apa istrinya tidak mengkhawatirkannya?

"Mus! Udah deh, sampai lo jungkir balik liatin tuh hp. Gak bakalan muncul si Icha dari dalam sana." Reno menepuk kepalanya. "Telpon aja kali Mus.."

"Ya masa gue telpon dia duluan?"

"Ya terus? Emang lo pernah denger sel telur ngejar-ngejar sperma?"

Astaga.. Mushkin ingin tertawa. Bapak tiga anak itu!

"lo gak hemat pulsa buat nelpon istri lo kan Mus? lagipula saat suami pergi jauh, istri selalu menunggu kabar mereka. lo hubungin Icha, bilangin kalau lo udah sampe." Ucap Reno. Mushkin diam. Ia juga ingin melakukan hal itu, tapi sejujurnya.. ia sedang melakukan sesuatu untuk dirinya, dan mungkin juga untuk Icha. Ada maksud lain dalam perjalanannya dari Bandung ke Bali.


*****


"Cha.. udah dong, jangan manyun terus." Sharen yang tengah menyuapi Putra menatap Icha dengan ngeri, sahabatnya itu sejak tadi menepuk-nepuk keras layar ponselnya seraya memelototkan kedua matanya yang sudah bulat menjadi semakin bulat lagi.

"Gimana gak manyun. Gue minta di hargain aja, kok dia begini sih? Kenapa dia gak ada hubungin gue."

"Aduh Cha.. mungkin dia sibuk."

"Sesibuk apa sih? Suami lo kalau lagi sibuk, bahkan dalam kegiatan seminar sekalipun, lagi di atas podium pun bukannya selalu cari celah buat ngabarin lo?"

"Ya, Reno kan memang begitu. dia malah sampe bolos kan."

"Iya, itu karena saking cintanya dia sama lo."

Icha meringis perih. Melihat Sharen yang selalu di perhatikan oleh Reno dan menjadi prioritas utamanya entah mengapa membuat Icha benar-benar iri. Sangat iri.

Ia juga ingin seperti itu, ingin Mushkin memprioritaskannya.

Ha! Tunggu dulu! Kenapa dia seperti ini sih?

Biasanya dia tidak apa-apa kan? sekarang kenapa tiba-tiba ia melow begini?

"Mushkin juga cinta sama lo kok Cha.." Sharen tersenyum, membuat Icha menatapnya dengan sinis, hampir tertawa tapi dia menahan bibirnya agar tidak tertarik ke samping atau terbuka dan mengeluarkan suara tawa.

"Lawak mulu ini ibu-ibu satu, udah ah. Gue udah kenyang. Mau pulang aja."

"Pulang? Lo yakin mau pulang? Mushkin bilang lo harus nginep di rumah gue selama dia pergi."

"Anjir.. sebodo amat. Dia kaga tau gue tidur dimana kok. Udah ah, gue pulang."

Tanpa menoleh, Icha terus berjalan lurus dan menuju rumahnya. Mushkin memang menyuruh dirinya untuk menginap. Tapi Icha tidak mau, Icha ingin di rumah mereka saja. tidur di atas ranjang yang biasa di gunakannya bersama Mushkin, dan mungkin.. menghirup sisa-sisa aroma Mushkin yang tertinggal di bantalnya?

IA SUDAH GILA!!

APA-APAAN SIH!

Kenapa jadi berperilaku seperti ini? siapa yang mengajarimu begini Gannisyaaa!!!

Baik, sepertinya Icha benar-benar butuh tidur sekarang.

Mempercepat langkahnya,Icha membuka pagar rumahnya dan segera menuju rumah. Saat tangannya meraih kenop pintu, layar ponselnya menyala, menampilkan satu pesan dari Mushkin.

Yaaang, nyalain laptop ya.. kita skype

Icha tidak tahu, saat ia menerima pesan itu, saat itulah ia berlari dengan semangat ke dalam kamarnya, mengambil laptop dan menyalakannya seraya bersenandung.

Setelah semuanya siap, Icha memberitahu Mushkin dan tak lama kemudian..

Wajah menyebalkan suaminya muncul.

"Assalamualaikum.." Mushkin terkikik di sebrang sana, mendengar suaranya dan melihat ekspresi wajahnya, semua kekesalan Icha menguap dan tergantikan dengan perasaan hangat dalam dadanya.

"Kok gak di jawab?" Mushkin berbicara lagi karena tidak menerima jawaban apapun dari icha.

"Aku jawab kok. Dalem hati." Ketusnya. Mushkin tertawa di sebrang sana.

"Lagi apa?"

"Lagi rebus air buat di siramin ke muka kamu." Jawab Icha sadis. Mushkin kembali tertawa, "Sayangnya kamu gak bisa siramin airnya sekarang."

"Justru itu. jadi gimana ya? apa aku harus beli barbie santet aja? biar santet kamu dari jauh?"

"Wihh.. kok serem sih yaaang. Kamu tega santet aku?"

'Kamu juga tega bikin aku cemas seharian ini gara-gara gak hubungin aku.'

Sayangnya kata-kata itu tidak bisa Icha suarakan pada suaminya.

"Kalau kamu gak pelit lagi, aku mikir dua kali."

"Emangnya aku pelit?"

"IYA!"

"Masa sih? Pelit dari mananya?"

"Darimananya? Dari sononya! Kamu selalu bilang pengiritan. Apa-apaan! Kamu mah pengoretan." Protes Icha. Mushkin tertawa lebih keras di sebrang sana.

Kalau pria itu ada disini. Icha mungkin sudah melemparinya dengan bantal, atau apapun itu. tapi sayangnya Mushkin tidak ada disini.

"Gimana tadi di kantor?" Mushkin kembali berbicara setelah berhasil meredakan tawanya.

"Ya, begitu aja. biasa aja."

"Pasti sepi yaaa.. karena gak ada aku?"

'Iya'

"Idiiiih.. kamu kali, yang sepi karena gak ada aku. pasti membosankan banget disana sendirian."

"Yeeee.. ngapain bosen. Kan disini banyak bule sexy Cha!"

"Oke. Sana sama bule sexy! Aku mau nyari om sexy disini!"

"Enak aja, Om-om kamu itu cuman aku!" Mushkin meninggikan nada suara nya di sebrang sana.

"Oh ya? tapi cabe-cabean kamu bukan aku aja! iya kan?" Icha melotot ke arahnya. Semua kekesalan yang sempat menguap kembali lagi menghampiri dan menguasainya.

"Percaya deh yaang. Cuman kamu aja."

"Halah! Apa-apaan! Kalau aku aja, kenapa kamu gak kabarin aku? dasar suami gak tau diri. Udah tau punya istri, pergi selama seharian gak ada hubungin sama sekali. aku mana tahu kamu udah sampe atau belum, kalau pesawatnya jatuh juga aku gak akan tahu."

Entah kenapa, air mata berkumpul di pelupuk matanya sehingga membuat mata Icha berkaca-kaca. Kecemasannya selama seharian ini mulai meledak perlahan-lahan.

Di sebrang sana Mushkin tersenyum, tapi begitu menatap Icha.. dia terdiam.

"Ya, kan sekarang udah hubungin, udah kebukti kan gak apa-apa? ya udah, kamu tidur ya Cha.. udah malem. Daaah.. good night."

Setelah itu, Mushkin menghilang di layar laptopnya dan air mata langsung berjatuhan menuruni mata Icha dan membasahi pipinya.

"DASAR GAK PEKAAA!!!" Teriaknya.

"Udah gak hubungin seharian, sekalinya hubungin cuman begitu doang? DASAR SINTING! Haaa.. dan gue lebih sinting karena nikah sama orang sinting. Ya Tuhan.. gue harus jedotin pala ke pintu biar sadar!!" Gerutunya. Memang begitu keinginannya, tetapi dalam hatinya ia malah ingin membenturkan kepalanya ke dada Mushkin. Astagaa.. perasaannya begitu kacau sekarang.


******


DAFTAR OLEH-OLEH!

- Uang sekoper

- Mobil

- Baju

- Tas

- Makanan khas bali

- Pasir bali

- Air laut bali

Mushkin tertawa begitu membuka kopernya dan terdapat tulisan tangan Icha di atas tumpukan bajunya. Dasar! Istrinya itu selalu tahu cara mengejutkannya.

Mengambil tulisan itu, Mushkin mengusapnya dan menatapnya dalam-dalam. Kemudian, ia menghela nafasnya.

Teringat wajah Icha yang berkaca-kaca saat melakukan Skype dengannya, dan.. entah mengapa ia benar-benar tidak ingin meihat ekspresi seperti itu di wajah Icha.

Sialan, baru satu hari disini. Rasanya kenapa seberat ini sih?

Naik ke atas tempat tidur, Mushkin berbaring dan mencoba menutup matanya rapat-rapat. Reno ada di ruang tamu karena masih bercakap-cakap dengan ibunya yang marah karena tidak diberitahu mengenai kepergiannya.

Memiringkan tubuhnya, ia sadar kalau malam ini tidak ada yang bisa di peluk olehnya. Astaga, kenapa ia seperti ketagihan memeluk orang saat tidur? Dulu ia selalu tidur sendiri kan? tapi sekarang.. sekarang kan ia selalu tidur bersama istrinya, dan saat jauh dari istrinya..

Sialan, ia tidak mau mengakui ini. tetapi, ia benar-benar harus mengakuinya.

Bahwa ia, merindukan Icha. Sangat.

'Rindu.... Rindu serindu-rindunya...'

Suara di luar sana membuat Mushkin menutup telinganya.

ARG! Kenapa Reno tiba-tiba saja menyanyikan lagu itu sih? Mushkin jadi semakin mendramatisir hidupnya sekarang. astagaaa..

Ia ingin mendengar suara Icha sekarang juga.

Padahal ia sengaja tidak menghubungi Icha seharian ini, dan sesungguhnya ia juga sengaja pergi jauh dari Icha. Itu semua hanya untuk membuktikan perasaan apa yang sedang membelenggunya saat ini.

Ia sudah cemburu pada Icha, sangat nyaman dengan kehadirannya, dan begitu bahagia saat bersamanya. Tetapi Mushkin butuh sesuatu untuk menguatkan pra duga nya, dan ia mencobanya. Karena perasaan rindu adalah hal terkuat yang meyakinkan bahwa perasaannya benar-benar sesuai dengan dugaannya. Siapa sangka, baru naik pesawat dan berpikir akan jauh dari Icha sudah terasa sangat berat untuknya, dan Mushkin yakin kalau menghubungi Icha ia pasti akan menderita dan ingin segera kembali pulang. Tapi dalam hatinya ia benar-benar ingin menghubungi Icha.

Tapi rupanya setelah menghubunginya, sama sekali tidak baik.

Mushkin semakin tidak mau jauh dari Icha, dan perasaan rindu yang sangat menyiksa mulai membelenggunya.

Dia.. mengakui sekarang, bahwa dia tanpa sadar sudah jatuh cinta pada Icha. Bahkan perasaannya mungkin sudah sangat dalam, ia benar-benar mencintai Icha.


******


Ketika Icha menumpang sarapan di pagi hari, Sharen memperhatikan penampilannya yang kacau.

"Lo habis nangis Cha?" Tanya Sharen. icha mengangguk.

"Tante Icha kenapa? Sini Haru peluk." Gadis kecil yang duduk di sampingnya langsung turun dari kursinya dan memeluk Icha. Membuat Icha menghentikan suapannya dan secara perlahan, mulai terisak.

"Loh Cha.. lo kenapa?"

"si Kentang Mustopa nyebelin Shareeeeen.." Adunya. Suara isakannya semakin kencang dan air matanya juga turun semakin deras.

"Kenapa? Dia kenapa?"

"Malem dia Skype gue. Kesel!! Setelah seharian gak kasih kabar dia malah bilang hal-hal yang gak guna! Apa-apaan! Gue udah kacau disini, disana dia malah ngetawain gue. Dasar tega! Dasar gak peka! Dasar nyebelin! Dasar pisaaaang! Punya jantung tapi gak punya hati!!!" Geramnya.

"Sabar Cha.. sabar. Lo kenapa? Kangen banget ya sama dia? Sampe segitunya." Kekeh Sharen, Icha mengangguk dengan yakin, dan Sharen terperangah karena anggukannya.

"Apa? l―lo beneran kangen sama dia?" Tanya sharen tak percaya. Icha mengangguk lagi.

"iya, gue kangen sama dia! Semalem gue udah mau bilang kalau gue kangen sama dia. Tapi jahatnya dia gak bilang apa-apa! dia gak kangen sama gue Sharen! jahaat.. dia gak kangen, sedangkan gue disini kangen banget sama dia. Lo tahu? semalem gue gak bisa tidur, saking kangennya! Gue udah biasa tidur di peluk dia, udah biasa ciuman dulu sama dia. Semalem gue tidur gak ada siapa-siapa. Rasanya kosong banget. gue gak tahan kalau dia harus pergi lama."

Icha menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan terisak dengan begitu hebat.

Astaga! Sharen benar-benar tidak menyangka.

Kemarin-kemarin Icha tidak pernah mengakui perasaannya, termasuk ketika ia cemburu pada Mushkin. Tetapi, ternyata jarak yang membuatnya mengakui semuanya.

Sharen tersenyum,menatap Icha dan berkata "Lo udah sadar ya, lo cinta sama dia?" Tanyanya. Di luar dugaan, Icha kembali mengangguk dengan yakin.

"Sangat. Sialan kan, saat gue nyadar dan ngaku kalau gue cinta sama dia. Gue malah jauh dari dia. Meskipun dia nyebelin, tapi dia selalu bikin gue bahagia. Waktu liat dia ketawa karena ngatain gue, gue mikir.. gak apa-apa kalau harus dikatain tiap hari asal gue bisa liat dia ketawa. Kalau gue ngerengek dia juga gak pernah marah, dia malah gitu sih.. kayak yang gemes sama gue. Masakan gue juga walaupun sosis goreng selalu dia makan. Sekarang lo pikir aja, laki sebaik laki gue mana bisa gue gak cinta sama dia?"

Benar! Bahkan Sharen berpikir kalau Mushkin bertemu dengannya sebelum Reno, sepertinya Sharen akan menyukainya. Astagaaa.. ingat tiga anakmu Sharen!!

"Terus kenapa? Kenapa lo gak ngaku?"

Icha menunduk. Kenapa dia tidak pernah mengakuinya? Karena Icha takut. Ya, dia sangat ketakutan.

"Gue harus yakinin diri gue kalau perasaan gue bener."

"Lo cinta sama suami lo sendiri Cha.. gak ada yang salah."

"Bukan begitu, tapi.. masih banyak hal yang bikin gue ragu."

"Maksudnya? Lo meragukan suami lo sendiri? cha... lo―"

"Gue cuman meragukan diri gue reen.. suami gue, ah. Entahlah. Gue bingung jelasinnya. Yang jelas, selama dia belum bilang kalau dia cinta sama gue, gue anggap kalau gue masih bertepuk sebelah tangan. Yaa.. udah ah, gue mau pergi dulu. Daah.. makasih sarapannya."

Meraih tas nya, icha berpamitan dan berjalan keluar rumah lalu megemudikan mobil Mushkin menuju hotel.

Sepertinya hari ini akan lebih berat dari kemarin.


*****


Reno terdiam menatap pesan Sharen yang baru saja di baca olehnya. Pesan yang mengatakan bahwa Sharen kesal pada Mushkin karena sudah membuat Icha menangisinya semalaman.

"Mus.." Panggil Reno ketika Mushkin tengah memakai dasinya.

"Apa Ham?" mushkin menoleh ke arahnya, dan entah kenapa Reno merasa bahwa hari ini Mushkin agak berantakan.

"Lo gak tidur semaleman?" Tanyanya. Mushkin tersenyum lirih, "Gue gak bisa tidur. Gak ada Icha no.." Jujurnya.

"Lo kangen sama dia Mus?" Tanyanya.

"Sialan kan noo.. dengan caranya sendiri, dia ambil seluruh isi kepala gue. Dia ganti sama semua tentang dia. Gue gak bisa mikir apa-apa sekarang, pikiran gue cuman mikir bahwa gue harus pulang dan ketemu sama dia. Udah, itu aja."

"Damn, kita disini kerja Mus.."

"Ya, sial banget kita disini kerja. Tapi no.. boleh gak, gue beresin semua hari ini?"

"Mus, kita disini tiga hari. banyak yang harus kita kerjain." Ucap Reno. Mushkin menggeleng lemah, "Gue gak tahan Nooo.. gue gak bisa." Ucapnya dengan memelas. Reno terdiam, merasa bersalah pada Mushkin karena harus membawanya turut serta kesini. Sementara yang bertanggung jawab dengan hotelnya yang di Bali malah bersenang-senang di suatu tempat.

"Sorry Mus, kalau―"

"Aaaaaaaaalll!!!" Suara pekikan seorang wanita membuat keduanya menoleh. Reno membuang nafasnya. Itu dia, orang yang bertanggung jawab atas semua ini.

"Oh? Alena? Katanya ke Paris?" Ucap Mushkin. Wanita itu―Alena, tersenyum dan menghampirinya kemudian memeluknya dengan erat.

"Aku bohooong.." Kekehnya.

"APA?"

"Mas Reno, biasa aja gak usah terkejut begitu. aku bohong tau, sengaja kasih tau ke Indri suruh bilangin kalau aku ke Paris dan disini ada masalah."

Reno mennutup matanya menahan amarah, "Alenaaa.. kamu gak tahu kita sibuk?"

"Tau, tapi gimana dong? Kalau gak begitu kan kalian gak kesini. Iya gak Al? aaaa.. aku kangen sama kamu."

Alena kembali memeluk Mushkin, dan Mushkin hanya bisa terdiam, mencerna semua perkataan Alena pada mereka.

Tunggu dulu..

Jadi, mereka di permainkan? Oleh wanita ini?

Melepaskan pelukannya, Mushkin menatap Alena tajam, "Jadi kamu bener-bener jailin kita Alena? Astaga! Kamu jadiin kita lelucon?"

"Ih, apaan sih Al.. aku kan kangen sama kalian. Mas Reno nih, gak ada kabar banget. kamu juga, kamu udah setaun gak kesini nengokin aku. gak tau apa, orang kangen. Udah ah, kita sarapan dibawah.aku tunggu yaa.."

Sebelum pergi, Alena kembali mendekati Mushkin dan.. mencium pipinya. Setelah itu, dia tersenyum dan menghilang dari pandangan Mushkin dan Reno.

"Haaam..."

"Kenapa Mus?"

"Jangan bilang kalau Alena gak tahu gue udah nikah." Ucap Mushkin. Reno mengerjapkan matanya.

"Waktu gue kasih kabar ke dia, dia gak bisa di hubungin. Gue titip pesen sama sekertarisnya. Undangannya juga gue kirimin kok Mus." Ucap Reno. Tetapi, ada sesuatu yang ganjal disana..

"Mus, kayaknya dia memang gak tau. Kalau dia tahu, dia pasti nangis darah ngamuk-ngamuk sama mama. Tapi sekarang setelah di pikir.."

"Gak ada apa-apa waktu gue nikah. Nooo.. kayaknya tante mar juga lupa."

Astaga..

Mushkin benar-benar melupakan satu hal penting dalam hidupnya.


******


Icha menatap ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Perasaannya tidak enak, tertuju pada Mushkin yang sejak semalam membuatnya menangis hingga meninggalkan bengkak pada matanya. Bahkan sampai sore ini suaminya itu tidak menghubunginya sama sekali. bagus. Bagus sekali. sangat bagus! Mushkin rupanya tidak menganggapnya apa-apa. pergi, tanpa memberikan kabar sama sekali. bahkan ketika sebelum menikah, Mushkin selalu mengabarinya masalah pekerjaan. Tapi sekarang? jangankan masalah pribadi, masalah pekerjaan saja Mushkin tidak mengabarinya sama sekali.

Kenyataan itu membuat air mata icha perlahan jatuh. Astaga, kenapa Icha jadi begini sih? Wanita kalau sudah sadar bahwa ia mencintai pasangannya akan secengeng ini ya?

Menangkupkan kepalanya di atas meja, Icha menangisi nasibnya yang naas karena untuk pertama kalinya ia merasa di tolak secara tidak langsung oleh suaminya sendiri bahkan sebelum ia mengutarakan perasaannya. Ya Tuhan..

Apa merindukan seseorang seperih ini ya?

Kenapa ia berlebihan sekali sih? Ini kan baru satu hari!

Sadarlah Gannisya! Baru satu Hari! dan Mushkin masih berada di dalam negara yang sama dengannya.

Ayolah, jangan berlebihan.

Mengangkat kepalanya, Icha terpaku sejenak begitu melihat seseorang yang berdiri di hadapannya.

Air matanya semakin kejam membasahi pipinya, "Bang Mudaaaa! Kirain siapaaaa." Menangis semakin kencang, Icha kembali menenggelamkan kepalanya dalam tangannya yang bertumpu di atas meja.

Muda yang berdiri tak jauh di hadapannya mengerutkan kening, "Kenapa kamu?" Tanyanya sarkasme. Icha terisak lagi.

"Cha! Kenapa sih?" Tanya muda lagi.

Menghela napasnya. Icha mencoba untuk menenangkan dirinya dan menghentikan tangisannya.

"Nanti kalau udah nikah. Abang pasti begini kalau lagi kangen." Ucapnya. muda mencibir, "Kangen? Sampe nangis begini? Lebay kamu ah!"

"Yeeey.. namanya juga cinta. Pasti lebay abang. Udah ah, ngapain sih kesini? Biasa juga gak pernah hubungin aku."

"Dasar adik durhaka! Abang kesini mau jemput kamu. Nanti malem kita makan malam di rumah, abang mau kenalin calon abang."

"Hah? Serius bang?"

"Sejuta rius. Udah cepet beresin barang-barang kamu. Suami kamu mana? Kabarin dia. Suruh nyusul aja." Ketusnya.

"Nyusul gimana? Dia di Bali. Lagi dines."

"Nah loh, selingkuh loh dia di bali."

"ENAK AJA! DIA GAK AKAN SELINGKUH! YANG NERIMA PERLAKUAN SEENAKNYA DIA KAN AKU AJAAA!!!!!"

Teriak Icha tidak terima. Baik, Muda akan diam.


******


"Mus, lo beneran mau pulang?" Reno meyakinkan dirinya saat mengantar Mushkin ke bandara.

"Beneran. Disini juga ngapain Nooo? Lo udah tau kan kita di kerjain si Alena."

"Tapi kan dia nungguin kita sarapan, dan lo malah pergi kesini tanpa bilang apa-apa?"

"Ya emang gue harus bilang apa? pokonya sekarang gue mau pulang."

"Lo seharusnya bilang sama dia, lo udah nikah."

"Dan dia bakal ngamuk-ngamuk lalu nahan gue disini, pada akhirnya gue gak bisa pulang. Makin parah Nooo."

"Terus gimana?"

"Gue udah bilang kan.. lo dulu yang bilang sama dia."

"Mana dia percaya!"

"Pokonya lo harus bikin dia percaya, kalau gue udah nikah. Kalau perlu gue kasih lo foto surat nikah gue, suruh liatin ke dia."

"Kenapa lo gak bilang sama dia aja sih?"

"Ilhaaam.. buat gue yang terpenting itu Icha. Sekarang gue pengen ketemu Icha, itu hal yang bikin gue tenang."

"Tapi Alena?"

"Icha Nooo! Gue mau ketemu Icha. Titik. Dan gue mau bilang semuanya sama Icha, baru gue bawa Icha ketemu sama Alena."

"Eh tapi―"

"Pak boss.. kalau sekarang gue kasih tau Alena tanpa kasih tau apa-apa ke Icha, lo pasti udah bisa nebak kan apa jadinya nanti? Gue bahagia sama Icha, dan gue gak mau Alena menghalangi hubungan gue kayak yang kemarin-kemarin. Dan sebelum itu terjadi, gue pengen bilang semuanya sama Icha. Jangan sampai Icha tau dari orang lain. Oke Pak boss? Kalau begitu. gue pulang sekarang."

Mushkin berjalan lurus, memantapkan hatinya untuk pulang dan tak menoleh lagi ke belakang.

Dasar Alena, wanita itu tidak pernah berubah. Selalu saja menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia mau.


*****


Hingga acara makan malam di rumahnya selesai , Mushkin tidak juga menghubunginya. Padahal Icha sudah mengatakan bahwa ia akan ke rumah orangtuanya, tapi Mushkin sama sekali tidak membalas pesannya. Baiklah! Tunggu saja nanti ketika dia pulang.

"Hai Cha..." Wanita cantik yang di kenalkan oleh kakaknya menghampirinya.

"Oh, kak Astrid. Duduk kaaak.." Icha tersenyum padanya. Mempersilakan Astrid untuk duduk di sampingnya.

"Kata Muda, kamu nikah sama Al ya?"

AL? LAGI?

Kenapa para wanita di luar sana senang sekali memanggil suaminya dengan nama itu sih?!

"Iya.. kata abang Muda, kakak itu mantan pacarnya ya?"

Icha meringis dalam hatinya. dalam perjalanan ke rumahnya, Muda menceritakan kalau kekasihnya adalah mantan pacar Mushkin, dan ternyata keputusan yang bagus Mushkin tidak ada disini bersamanya. Bayangkan saja bagaimana ketika mereka bertemu, mengenang masa lalu? Dan Icha jadi kambing congek yang harus menahan amarahnya? Yang benar saja!

Memperhatikan penampilan Astrid, Icha benar-benar merasa seluruh nyalinya menciut. Astrid adalah wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai yang sangat-sangat indah, sementara ia? Tubuhnya tak berbentuk! Dan Icha yakin Astrid pasti berpikir yang macam-macam. Misalnya saja berpikir bahwa Icha memelet Mushkin, atau hal lainnya.

Astaga.. pedihnya kenyataan.

"Iya, aku mantan pacarnya. Kita pacaran satu tahun dulu."

'TERUS? Gue harus ena ena sama suami gue di depan lo GITU?'

"Oh.."

"Al itu cowok keren banget Cha, semua cewek pasti suka sama dia."

"Iya, memang. Tapi Bang muda lebih keren lagi."

Icha mengepalkan tangannya. Atas dasar apa wanita ini memuji suaminya di hadapannya? Seolah-olah ia mengenal Mushkin luar dalam.

"Tapi Mushkin sangat sangat keren.." Puji Astrid lagi. Icha ingin meneriaki wanita ini. lalu kalau Mushkin lebih keren, kenapa wanita ini menempel pada kakaknya sih?

"Kalau keren, kenapa kalian putus?"

"Haha, iya ya. kalau kita gak putus, mungkin kita udah punya anak sekarang."

APA?

Icha di buat terperangah olehnya.

"Sayangnya yang punya anak sama dia itu aku ya kak, sabar aja ya.." Icha tersenyum penuh kemenangan. Astrid hanya diam tanpa menjawab apapun, tetapi ia mencondongkan tubuhnya untuk berbisik pada Icha.

"Hati-hati aja! masalah dalam hubungan kalian belum datang. Ketika dia datang, kamu gak bisa apa-apa Cha."

"Maksudnya?"

"Maksudnya? Liat aja nanti. Oh ya, Mushkin lagi di Bali kan ya? well... mungkin tinggal nunggu beberapa hari lagi bom bakal meledak di rumah kalian berdua."

Icha bergidik ngeri. Apa-apaan sih wanita ini?

"Jangan lawak deh kak!"

"Yee.. aku udah pernah ngalamin. Cuman kasih kewaspadaan aja. karena yang sebelumnya, semua gak pernah bisa kalahin yang satu ini." Ujar Astrid. Wanita itu tersenyum miring kemudian bangkit dari kursi dan meninggalkan Icha sendiri dengan dirinya yang mulai ketakutan.


*****


Satu jam kemudian, Icha sampai di rumahnya dengan lesu. Pikirannya bercabang, memikirkan semua kemungkinan yang membuatnya ketakutan akibat perkataan Astrid di rumahnya. Tapi ia harus melupakannya! Kalau tidak, ia akan mengalami serangan kecemasan setiap harinya. Apalagi Mushkin tidak ada di sampingnya.

Melempar tas nya, Icha berjalan menuju kamar dan begitu membuka pintu kamarnya, matanya terbelalak ketika mendapati Mushkin tengah berbaring menonton tayangan kesukaannya.

"Sureprise!" Sahut Mushkin di atas ranjang. Icha diam. menatap dengan seksama siapa yang ada di hadapannya.

"Cha? Aku pulaaang.." Mushkin berucap lagi. keningnya mengkerut melihat icha masih diam di hadapannya.

Bangkit dari ranjang, Mushkin berdiri dan mendekati Icha. Tangannya menyentuh bahu Icha dan tanpa di duga, Icha langsung menangis seraya memeluknya.

Membuat jantungnya berdetak dengan sangat cepat.

Membuat sebagian hatinya teremas dan merasakan rasa sakit ketika isakan demi isakan ia dengar dari mulut Icha.

"Loh.. yaang? Kenapa?"

"DASAR JAHAT! NYEBELIN! NGAPAIN ADA DISINI!!" Teriak Icha. Dia melepaskan pelukannya dan memukul kepala Mushkin sedikit lebih kencang dari biasanya.

Mushkin ingin berteriak, tapi dia menahannya karena isakan Icha.

"Ini kan rumah kita, ya aku pulang kesini lah yaang."

"NGAPAIN PULANG? KIRAIN UDAH LUPA PUNYA ISTRI!"

Mushkin tertegun. Semarah itu kah Icha padanya?

"Maaf ya.. aku sengaja gak hubungin kamu―"

"Tuh kan sengaja! Dasar gila! Dasar nyebelin! Dasar ganas buruk!!!"

"Iya, aku gila. Aku nyebelin. Aku ganas buruk. Iya.. sekarang kamu tenang Cha. Kalau mau marah boleh, tapi jangan sambil nangis begini ya?"

Tangan Mushkin terulur untuk menghapus air mata Icha dan mengusap-usap kepalanya.

Sial, air mata itu bukannya berhenti, malah semakin banyak saja.

"Loh, Chaa.. kamu sekangen ini sama aku? nangisnya sampe seember begini." Goda Mushkin. Icha mengerucutkan bibirnya, masih dengan suaranya yang terisak.

"Dasar jahat!" Desisnya lagi. mushkin kembali mengangguk, "Iya, aku jahat. Udah jangan nangis. kamu jelek kalau nangis." Cibirnya.

Icha kembali memukulnya. "Tuh kan! aku jelek kalau nangis. badan aku gak berbentuk. Aku makan banyak, ngomong sekenanya. Jadi bener kan, aku gak ada bagus-bagusnya?" Tuntutnya. Mushkin kebingungan. Istrinya ini kenapa sih? Dan tolonglah, apa yang harus Mushkin lakukan sekarang? dan kemana perginya semua teorinya tentang wanita? Kenapa ia jadi buntu begini?

"Gak jawab kan!" Gerutu Icha. Mushkin tersenyum, menghapus kembali air mata dari pipi istrinya dan membimbingnya ke tempat tidur lalu duduk berhadapan.

"Iya, kamu jelek kalau nangis. makannya banyak, badannya gak berbentuk. Tapi gimana dong? Yang kayak kamu di luaran sana gak ada. Dan aku bener-bener beruntung karena punya koleksian berharga begini."

"Apaan! Ini ngehina apa muji sih dasar kepala ayam!"

"Bukan kepala ayam. Kepala keluarga." Ucap Mushkin. Tangisan Icha berhenti, senyuman sedikit demi sedikit mulai muncul di bibirnya.

"Dasar gembel! Gombal aja terus."

"Elah, bilang gembel sama suami sendiri. udah sini, peluk lagi? memangnya kamu gak kangen? Kalau aku kangen banget. makannya cepet pulang ke rumah. Di Bali gak asik, gak ada kamu so―"

Tubuh Mushkin mendadak hangat karena tubuh Icha yang menempel padanya.

"Aku juga kangen.." Gumam Icha. Semburat merah muncul di pipinya, ia malu. Dan sangat malu sehingga tidak mampu untuk mengatakan apapun lagi selain menyembunyikan wajahnya di dada Mushkin.

"Nah, kan.. "

Mushkin menahan senyumnya. Dalam hati ia seperti sedang merayakan pesta kembang api besar-besaran dengan sangat meriah. Astaga, mendengar Icha merindukannya membuatnya kegirangan luar biasa seperti ini..

Menjauhkan tubuhnya, Mushkin menatap Icha seraya tersenyum kemudian mendekati wajahnya dan meraih bibir Icha untuk memenuhinya.

"Paling kangen yang ini.." Goda nya. Berkedip pada Icha, mereka berdua tertawa kemudian kembali berciuman dengan tangan Icha yang mencoba membuka seluruh kancing kemeja Mushkin serta ikat pinggang yang di pakainya.


******


Tepat pukul sebelas malam. Icha memainkan ponsel Mushkin seraya berbaring dengan berbantalkan lengan suaminya itu.

Perkataan Astrid kembali terngiang di kepalanya. bahwa Mushkin adalah idola semua wanita, dan sampai kapanpun akan begitu.

"Kenapa DP BBM kamu fotonya begini sih?" tuntutnya. Mushkin menengok, "Kenapa? Kaki aku bagus kok."

"Bukan gitu, masa pasang foto begini? Liaaat! DP BBM nya pak Reno foto nya sama Sharen sama Putra." Icha memperlihatkan kontak Reno pada suaminya.

"Oh, kamu mau aku pake foto kita?" Tanya Mushkin. Icha mencibir, "Masa gak ngerti sih?"

"Ya, kamu gak bilang."

"Ya, kamu jadi suami kok gak tau diri."

"Ya ampun yaaang, dari kemarin bilangnya gak tau diri terus."

"Ya abisnya. Kalau udah punya istri ya tunjukin dong istrinya. Kalau gak gitu nanti semua orang nyangka kalau kamu masih jomblo." Sungutnya. Mushkin menggaruk tengkuknya, "Ya udah sih yaaang. Tinggal di ganti aja. sini―" meraih ponselnya, Mushkin memeluk Icha untuk menutupi tubuhnya dan mengarahkan kamera ke arah mereka berdua.

"Nah, udah aku pasang DP." Ucap Mushkin. Icha sebenarnya kesal, karena foto yang di pasang adalah foto dengan wajah mereka yang berantakan sehabis.. ehm, yah.. melakukan kegiatan yang selalu Mushkin sebut menyenangkan.

Tapi pada akhirnya dia tersenyum juga.

Yah, meskipun agak malu karena posisi fotonya seperti itu. tapi setidaknya Icha merasa satu langkah lebih jauh dari semua mantan-mantan Mushkin. Biar saja mereka mati karena penasaran ingin berfoto seperti ini dengan Mushkin.

Dan untuk sekarang, lupakan saja lah semua hal yang mengganggu hubungannya dengan Mushkin. Lagipula untuk apa ia khawatir dengan ucapan si kompor Astrid itu. namanya saja sudah Astrid. Asap Syaiton Tercampur Iri Dengki! Bilang saja ia iri pada Icha. Dasar kompor! Malah menyulut api dan menyebabkan asap di kepala Icha.

"Udah yaaang. Kita tidur." Mushkin menyimpan ponselnya dan memeluk Icha kembali kemudian bersiap-siap untuk tidur dan beristirahat demi kegiatannya di hari esok.

Yah, Icha harap esok ia terbangun dengan perasaannya yang lebih baik.



TBC


Hahaha :D

Aku gak tau apa iniiii..

Dan entahlah, kenapa aku suka membuat singakatan-singkatan aneh dari nama orang wkwk

Kecampur-campur sih soalnya. Aku nya lagi agak melow ders. Jadi ya begini lah.. emang gak melow sih, tapi gak sengakak biasanya.

Yah, sudah terlihat buih buih konflik disini. SELAMAT DATAANG!

Hidup gak bahagia terus, mereka juga gak konyol terus.

Hayoh, kita main tebak-tebakan!

Maksud dari ucapan si Astrid yang bilang bom.. itu apa hayoooh? Yang jawabannya bener aku kasih satu kecupan jauh dari Adrian XD nah loh kasian dia wkwkwk

Ya sudah..

Semoga suka part ini ya.. dadaaaah..

Sampai jumpa next part !

Akuu sayang kaliaaaan :*

Lope lope di udaraaahh :3




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro