Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PROFESSOR LEE'S LITTLE WIFE (ONE)

"Psstt... Yoona."

Yoona menoleh ke belakang dan mengerutkan keningnya mendengar suara Sooyoung memanggil-manggil namanya. Dia menggelengkan kepalanya, bibirnya berkomat-kami agar Sooyoung diam, dan kembali menghadap ke papan tulis untuk mendengarkan materi dari professornya.

"Psstt... Yoona. Lihatlah ke belakang."

Sebuah kertas mendarat di mejanya. Yoona mengambil kertas itu dan menoleh ke belakang dengan kerutan sebal di dahinya. Sooyoung nyengir ke arahnya dan memberi gestur agar dia membuka lipatan kertas itu.

"Berhentilah menggangguku. Aku harus mendengarkan pelajaran dari Professor Lee."

Yoona mendengus melihat sahabatnya tiba-tiba menegakan tubuhnya dan berpura-pura mencatat materi dari professor mereka. Yoona tiba-tiba merasakan keheningan yang janggal di sekitarnya. Semua mahasiswa tiba-tiba menatap ke arahnya dan dia tidak lagi mendengar suara Professor Lee yang sedang menjelaskan materi di depan kelas.

"Ms. Im?"

Jantung Yoona berdebar-debar sangat keras mendengar suara dehaman di dekat mejanya. Dia memutar tubuhnya perlahan-lahan dan bola matanya langsung bertabrakan dengan bola mata sebiru lautan milik Lee Donghae, Professornya yang terkenal dingin, tapi luar biasa tampan.

"Kau tahu bahwa aku tidak suka jika mahasiswaku tidak menyimak pelajaranku dengan baik. Apa yang sedang kau bicarakan dengan temanmu?"

Tatapan Donghae jatuh pada sebuah kertas lusuh di tangan Yoona. Tangannya bergerak cepat untuk merampas gumpalan kertas itu sebelum Yoona sempat menyadarinya dan dia membukanya.

Bola mata Yoona membelalak terkejut. Dia tidak tahu apa yang ada di dalam kertas itu. Tapi karena kertas itu berasal dari Sooyoung, dia yakin isinya pasti sesuatu yang tidak bagus. Dan dugannya benar. Ekspresi Donghae berubah menjadi lebih gelap dan dingin.

"Kau sedang mendiskusikan perasaanmu pada temanmu?"

Nafas Yoona tercekat saat Donghae mendoronng kertas itu tepat di depan wajahnya. Dia melihat gambar hati yang sangat besar dengan tulisan; I Love You, My Sexy Professor. Professor Lee, maukah kau meniduriku malam ini?

Seluruh dunianya seakan-akan runtuh saat itu juga. Yoona tidak sanggup menatap wajah professornya. Dia menundukan kepalanya dalam-dalam menatap lantai untuk menghindari tatapan menjustifikasi dari teman-temannya. Yoona menghitung satu sampai tiga dalam hati sebelum mendengar hukuman yang akan dia terima dari professornya.

"Temui aku di kantorku setelah kelas usai. Dan untuk semua mahasiswa di kelas ini, aku akan memberi kalian F untuk mata kuliahku jika hal menjijikan ini terulang lagi. Kalian mengerti?"

"Yes, sir," semua mahasiswa menjawab dengan serentak.

Yoona memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya dengan gugup. Dia dihantui nilai F dan berbagai macam hukuman sadis yang mungkin akan diberikan Lee Donghae padanya setelah kelas usai. Dia sangat yakin jika dia tidak akan lolos saat itu. Donghae memang seorang professor yang tampan dan pintar, tapi dia sangat disiplin dan tidak mentoleransi kesalahan. Semua mahasiswa di kampusnya hanya berani mengagumi Donghae diam-diam. Dia pernah mendengar gosip tentang para seniornya yang mencoba menggoda Donghae di ruangannya. Para mahasiswa itu berakhir dengan dikeluarkan dari kampus dan mereka tidak akan pernah diterima di universitas lain di Boston, kecuali jika mereka pindah ke luar negeri.

Sepanjang sisa perkuliahan itu, Yoona tidak bisa berkonsentrasi mendengarkan penjelasan dosennya. Dia membayangkan beasiswanya akan dicabut dan dia akan dimarahi habis-habisan oleh ibu tirinya karena membuatnya harus membayar mahal biaya perkuliahannya. Yoona mengutuk Sooyoung atas keusilannya yang menyebabkannya mendapatkan masalah dari professor seksi, tapi killer itu.

"Yoona. Hey, maafkan aku."

Setelah sesi perkuliahan itu usai, Sooyoung mendekati Yoona dan memeluk pundaknya.

"Aku tidak tahu jika professor seksi itu akan memergoki kita. Aku yakin dia sedang menjelaskan materi di depan kelas saat kau melempar kertas itu padamu. Dia benar-benar menunjukan reputasinya sebagai dosen yang strict pada para mahasiswanya."

"Kau membuatku dalam masalah," balas Yoona dingin.

"Aku belum pernah membuat masalah dengan satupun dosen selama tiga tahun aku berkuliah di sini. Dan sekarang, kau tiba-tiba membuatku berurusan dengan professor dingin itu."

Yoona memasukan buku-bukunya ke dalam tas. Dia mendesah pelan membayangkan hukuman berat yang akan segera diterimanya. Donghae tidak pernah memiliki belas kasihan pada mahasiswanya yang sengaja membuat masalah dengannya.

"Kau marah?"

"You think? Aku akan mendapatkan hukuman, Sooyoung! I'm freaking out. Aku sudah mendengar beberapa rumor tentangnya."

"Tapi itu hanya rumor. Kau bisa menjelaskan padanya jika bukan kau yang menulis di kertas itu."

"Kau menuliskan sesuatu yang menjijikan. Aku tidak yakin penjelasanku akan mencegahnya untuk memberiku hukuman."

"Aku akan mengantarmu pergi ke ruangannya. Tapi sebenarnya aku tidak masalah jika harus menggantikanmu untuk menemuinya di ruangannya. Ya ampun, kau akan berduaan dengan professor tampan itu di ruangannya, Nat! Bayangkan apa yang bisa kau lakukan di sana, tanpa para penonton yang akan mengusik kemesraan kalian," Sooyoung menangkupkan telapak tangan di wajahnya dan mulai membayangkan hal-hal kotor di kepalanya.

"Dasar sinting."

Yoona mendorong bahu Sooyoung menjauh dan berjalan pergi meninggalkan kelas. Beberapa teman-temannya melayangkan tatapan khawatir, sedangkan sisanya terlihat acuh tak acuh. Yoona tidak heran jika mereka tidak bersimpati padanya. Dia bukan salah satu mahasiswa populer di kampusnya. Dia hanya mahasiswa biasa yang kebetulan mendapatkan beasiswa dan dia bukan gadis kaya. Dia hanya seorang yatim piatu yang tinggal bersama kakaknya dan ibu tirinya setelah ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu.

"Yoong, tunggu aku."

"Bisakah kau diam? Aku pusing dan gugup, tapi kau justu berceloteh di sekitarku tentang Professor Lee. Bagaimana jika dia mencabut beasiswaku?"

"Tenanglah. Aku yakin dia tidak akan sekeji itu padamu."

"Salah satu senior kita dikeluarkan dari kampus saat dia membuat masalah dengan Professor Lee. Kau pikir dia akan menjadi baik hati padaku kali ini?"

Sooyoung meringis pelan. "Yeah, dia memang agak keji. Dammit. Kenapa pria-pria tampan selalu memiliki sikap keji dan dingin? Itu sungguh tidak adil. Tapi aku penasaran, apakah Donghae juga akan semenakutkan itu saat di ranjang?"

"Sooyoung, kau memiliki pikiran mengerikan," Yoona mendengus jengkel.

"Hey, jangan salahkan aku. Dia seharusnya tidak menjadi seorang professor dan mengajar di kampus jika dia memiliki fitur seperti pria-pria panas di majalah playboy. Gosh, aku ingin menggigit bisepnya yang keras. Setiap kali dia menulis di papan tulis, lengan kemejanya seperti tidak mampu mengakomodasi bisepnya yang terlalu besar. Dan salah satu mahasiswa pernah melihatnya topless di kolam renang. Wanita itu memotretnya dan menyebarkannya di grup chat."

"Grup chat apa?"

Sooyoung menoleh ke kanan dan ke kiri, seolah-olah orang-orang di sekitarnya peduli padanya dan akan menguping pembicaraan mereka. Dia kemudian menarik Yoona ke sudut tersepi di lorong kampus dan mengeluarkan ponselnya.

"Ssshh... Ini rahasia. Kami memiliki grup chat tentang fantasi-fantasi liar kami."

"Pada Professor Lee?"

Yoona menatap Sooyoung dengan takjub saat Sooyoung menunjukan isi grup chatnya yang sangat mengerikan. Ada beberapa foto Donghae dari berbagai macam angle ketika Donghae sedang mengajar di kelas atau saat Donghae sedang berjalan di lorong kampus. Kebanyakan anggota grup mengomentari foto-foto itu dengan hal-hal cabul dan emoticon yang membuat Yoona berdecak dengan jijik.

"Apa kau juga ingin bergabung? Aku akan memberitahu admin grup ini untuk menambahkanmu ke grup."

"No, thanks. Aku tidak berminat." Yoona menjauhkan ponsel Sooyoung darinya dan berjalan pergi menuju ke ruangan Donghae.

"Ck, kau aneh. Kau satu-satunya mahasiswa di sini yang tidak tertarik pada ketampanan Professor Lee. Apa kau lesbian?" Sooyoung mencoba mengejar langkah Yoona yang sangat cepat.

"Tutup mulutmu. Aku masih menyukai pria-pria tampan, ok. Tapi professor itu bukan tipeku. Pergilah ke kafetaria. Aku akan menemuimu di sana setelah aku selesai dengan Professor Lee."

"Apa kau yakin tidak perlu ditemani? Aku akan mengatakan pada Professor Lee jika bukan kau yang menulis di kertas itu."

"It's ok. Aku akan menghadapinya sendiri. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku."

Sooyoung memeluk Yoona dan menyemangatinya sebelum dia pergi menuju ke kafetaria.

Yoona mendesah pelan di depan ruangan Donghae yang tertutup rapat. Dia bahkan telah terintimidasi hanya dengan membaca namanya yang tertempel di depan pintu kantornya. Professor Lee Lee. Yoona mengetuk tiga kali dengan jantung yang berdebar-debar keras di rongga dadanya. Suara Donghae yang dingin mengalun di dalam sana, mengizinkannya untuk masuk.

Yoona mendorong pintu kayu itu perlahan-lahan. Dan penampakan Professor Lee di balik pintu nyaris membuat jantungnya melompat keluar dari rongga dadanya.

"Kau di skors. Kau tidak pantas berada di sini."

-00-

Suara Professor Lee yang dingin dan tajam meninggalkan Yoona membeku di depan pintu. Dia terpaku menatap Professor Lee yang sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Wajahnya memerah menahan marah dan rahangnya mengetat. Professor Lee memberi gestur dengan bola matanya agar Yoona masuk ke ruangannya dan menutup pintu di belakangnya.

Yoona meneguk ludah dengan gugup sambil meraba jantungnya yang berdebar-debar sangat keras. Dia pikir Donghae baru saja membentaknya dan menghukumnya. Dia benar-benar nyaris pingsan saat kata-katanya yang dingin menusuk tepat di jantungnya.

"Aku tidak mau tahu, kau diskors selama waktu yang tidak ditentukan. Jika kau menunjukan sikap yang baik selama masa skorsmu, aku akan mempertimbangkan untuk menerimamu kembali. Tapi jika tidak, kau lebih baik keluar dari kampusku selamanya. Universitas ini terlalu bagus untuk seorang dosen yang tak becus sepertimu."

Keheningan jatuh di tempat itu setelah Professor Lee menyelesaikan panggilannya dengan seseorang yang mengesalkannya. Yoona duduk dengan tegak di kursinya, menunggu Professor Lee dengan cemas sambil mengatakan pada jantungnya agar berhenti berdetak terlalu cepat. Tapi sialnya, Yoona tidak bisa menghentikan debaran jantungnya yang menggila. Keheningan di sekitarnya memperparah kegugupannya.

"So, darimana kita akan memulai, Ms. Im?"

Donghae menempati singgasananya dan meletakan ponselnya di atas mejanya yang tertata sangat rapi. Buku-buku tebal di tumpuk di sisi kanan mejanya dengan presisi, papan namanya tepat di tengah-tengah meja, dan di bagian kirinya dia memiliki beberapa folder penting dengan berbagai macam label.

"Ms. Im?"

Yoona tersentak terkejut karena Donghae baru saja menangkap basah dirinya sedang melamun sambil memperhatikan mejanya.

"Saya minta maaf tentang apa yang terjadi di kelas anda, sir. Saya sadar bahwa hal itu sangat tidak pantas untuk dilakukan."

"Good. Kau menyadari kesalahanmu. Aku tahu bukan kau yang melakukannya."

Bola matanya membulat sempurna. Yoona tidak bisa menutupi keterkejutannya saat Professor Lee menyeringai ke arahnya.

"Rasa setia kawanmu sangat patut dipuji. Kau melindungi sahabatmu kan? Choi Sooyoung."

"Ak-aku... Itu memang salahku."

"Jadi kau benar-benar menyukaiku dan ingin tidur denganku?"

"Bu-bukan begitu. Aku tidak..."

Yoona menghela nafas pelan. Dia pikir dia tidak pandai berbohong di depan professornya yang terlalu jenius untuk dibohongi.

"Itu hanya bercanda. Sooyoung terkadang memang sangat usil. Tapi dia tidak bermaksud buruk."

"Mengganggu mahasiswa lain di tengah-tengah kelasku adalah hal yang buruk. Tidakah kau menyadari itu, huh?"

Yoona berjengit terkejut saat Donghae tiba-tiba menggebrak meja. Wajahnya berubah pucat pasi dan dia menunduk dalam-dalam menekuri lantai.

"Katakan, hukuman apa yang harus kuberikan padanya?"

"Apa? Jangan!" Yoona buru-buru membungkam mulutnya karena dia tiba-tiba berteriak.

"Please, jangan hukum Sooyoung. Dia tidak akan melakukannya lagi. Aku akan memastikan itu."

"Dia membuatmu dipermalukan di depan seluruh teman-temanmu. Kenapa kau masih ingin melindunginya?"

"Karena dia adalah sahabatku. Kami telah berteman sejak SMA. Aku menyayanginya seperti dia adalah saudariku sendiri. Jadi tolong, jangan hukum Sooyoung. Persahabatan memang tidak hanya tentang hal-hal baik, ada kalanya kami harus berkompromi dengan hal-hal buruk."

"Baiklah. Dia lolos hukumanku kali ini. Tapi jika dia melakukan kesalahan lagi lain kali, kau yang akan mendapatkan hukumannya karena kau telah berjanji padaku untuk memastikan dia tidak akan melakukan kesalahan lagi. Terutama saat di kelasku."

Yoona mendesah lega. "Terimakasih banyak."

"Jangan terlalu senang. Aku tahu kau adalah salah satu mahasiswa beasiswa di sini."

Tubuh Yoona menegang. Dia mulai was-was dengan apa yang dikatakan Donghae selanjutnya.

"Behave like a smart girl. Aku bisa mencabut beasiswamu kapanpun kau membuat masalah."

Dengan keangkuhan yang memuakan, Professor Lee membuat gestur dengan dagunya ke arah pintu. "Kau boleh pergi sekarang."

Dengan wajah pucat dan tubuh sekaku papan, Yoona pergi meningglkan ruangan Donghae. Dia tidak menyangka bahwa dia masih tidak lolos dari ancaman tentang beasiswanya, meskipun Professor Lee tahu bahwa dia tidak bersalah. Hal itu cukup membuat jantungnya berdebar-debar sangat keras dan wajahnya pucat pasi sepanjang jalan menuju ke kafetaria.

"Hey, bagaimana hasilnya? Apa yang si tampan itu katakan?"

"Aku butuh air. Aku butuh sesuatu untuk menenangkan debaran jantungku yang menggila."

"Ya ampun, tanganmu dingin sekali. Apa yang dia lakukan padamu? Apa dia menciummu di kantornya?"

"Berhenti berpikiran konyol, Sooyoung. Aku menjadi seperti ini karena ulahmu!" Yoona membentaknya dengan keras.

Semua mata tertuju padanya selama beberapa saat. Tapi Yoona tidak peduli. Dia menjatuhkan dirinya di kursi kosong di depan Sooyoung dan merampas jus jeruknya. Yoona menyedotnya dengan rakus hingga habis.

"Kau mencuri jusku!"

"Itu lebih baik daripada kau mendapatkan hukuman. Aku baru saja menyelamatkan bokongmu dari Professor Lee Donghae yang super tiran itu ."

"Apa maksudmu?"

"Dia tahu bahwa bukan aku yang melakukannya tapi kau."

"Wow, dia hebat. Rumor itu benar. Dia tidak hanya memiliki dua mata di wajahnya, tapi dia juga memiliki dua mata di punggungnya. Beberapa senior kita mencoba peruntungan mereka dengan mencontek saat ujian di kelas Professor Lee Donghae. Dan kau tahu apa yang terjadi, mereka ketahuan hanya dalam beberapa detik setelah mereka membuka kunci jawaban yang mereka selundupkan di bawah meja mereka. Ughh... sial sekali nasib mereka."

"Aku tidak percaya dia memiliki mata di punggungnya. Tapi dia jelas-jelas memiliki kepekaan yang tajam."

"Beruntungnya dirimu bisa berduaan dengannya di kantornya. Kenapa dia tidak memanggilku saja jika dia tahu bukan kau yang menulis di kertas itu?"

Yoona mendengus gusar. Dia menyesal telah membela Sooyoung mati-matian di depan Professor Lee.

"So, kau tidak mendapatkan hukuman apapun kan?"

"Untungnya tidak."

Yoona memutuskan untuk tidak memberitahu Sooyoung tentang ancaman Professor Lee yang lainnya. Dia sedang tidak mau membahasnya, demi kebaikan jantungnya yang telah berdegup sangat keras sejak tadi.

"Syukurlah. Dia professor yang baik. Terkadang orang-orang menilainya berlebihan hanya karena dia terlalu disiplin dan dingin. Lihatlah, dia tidak akan menghukum siapapun jika orang itu tidak bersalah."

"Ok, hentikan omong kosong ini. Aku muak mendengarmu memuji-muji Professor Lee di depanku. Tahan sebentar," Yoona memberi gestur pada Sooyoung agar diam karena ponselnya tiba-tiba berdering.

"Halo, Mom?"

"Kau pergi ke rumah sakit sekarang. Yuri baru saja mengalami kecelakaan. Kondisinya kritis."

"Apa? Kau serius?"

"Apa kau tuli dan tidak mendengar kata-kataku, huh? Kakakmu mengalami kecelakaan. Cepat seret bokongmu ke sini sekarang juga. Kita punya situasi yang genting."

Sebelum Yoona sempat mengatakan sesuatu, ibu tirinya telah mematikan sambungan teleponnya. Yoona ditinggalkan dalam kondisi panik dan cemas memikirkan kakaknya.

"Apa yang terjadi?"

"Aku harus pergi ke rumah sakit. Yuri mengalami kecelakaan."

Yoona buru-buru memasukan ponselnya ke dalam tas dan bergegas pergi dari kafetaria.

"Tunggu. Biarkan aku mengantarmu," Sooyoung berlari mengejarnya dan mensjajarkan langkahnya dengannya.

"Pergi ke rumah sakit dengan mobil jauh lebih cepat daripada dengan bus. Let's go. Kau akan berterimakasih padaku nanti."

Yoona menyeringai melihat sahabatnya yang selalu percaya diri. Tapi dia bersyukur memiliki sahabat seperti Sooyoung. Setidaknya, dia bisa diandalkan di saat-saat genting seperti itu.

-00-

Sekitar sepuluh menit kemudian Yoona telah tiba di rumah sakit. Sooyoung benar tentang menggunakan mobil jauh lebih cepat daripada menggunakan bus. Gadis gila itu menyetir dengan gila-gilaan di jalanan yang ramai hingga dia mampu memangkas dua puluh menit perjalanan menjadi hanya sepuluh menit perjalanan.

Yoona menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sosok ibu tirinya. Dia akhirnya menemukan ibu tirinya diantara orang-orang yang sedang memadati lobby rumah sakit.

"Mom, bagaimana kondisi Yuri eonni?"

Yoona terengah-engah. Jantungnya berdebar-debar sangat kencang melihat ekspresi ibu tirinya yang tak terbaca.

"Kondisinya kritis. Saat ini dia koma."

"Oh Tuhan. Bagaimana itu bisa terjadi?" Yoona membungkam mulutnya yang nyaris berteriak pilu.

Satu-satunya saudara yang ia miliki mengalami kecelakaan dan terbaring koma. Dia ingat saat sarapan tadi mereka masih bercanda di meja makan dan membicarakan tentang hal-hal menyenangkan seputar wanita. Yuri adalah kakak kandungnya, satu-satunya sandaran hidupnya setelah ayahnya meninggal. Yuri yang selalu melindunginya dari ibu tirinya yang kadang-kadang bisa menjadi kejam. Yuri bahkan juga mengambil tanggungjawab untuk menjalankan perusahaan peninggalan ayah mereka yang sedang collapse. Akhir-akhir ini Yuri sedang berjuang sangat keras untuk mendapatkan investor. Tapi hal itu memang sulit. Perusahaan mereka tidak bisa diselamatkan jika mereka tidak mendapatkan investor. Dan Yuri baru saja menandatangani sebuah perjanjian besar dengan seorang pria kaya untuk menyelamatkan perusahaan mereka dari kehancuran.

"Tidak perlu menangis. Tidak ada gunanya membuang-buang air mata di saat seperti ini."

"Apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

"Mana kutahu. Polisi hanya memberitahuku jika Yuri mengalami kecelakaan. Dia mungkin ceroboh dan mengemudi tanpa memperhatikan lalu lintas di sekitarnya."

"Aku ingin melihatnya. Dimana dia dirawat?"

Sebelum Yoona melesat pergi menuju resepsionis, Sora menarik lengannya dengan kasar dan menyeretnya menuju ke sudut rumah sakit yang lebih sepi.

"Kita punya kondisi yang jauh lebih penting daripada sekedar mengkhawatirkan Yuri."

"Tapi dia sedang koma. Kau telah memerasnya selama ini untuk bekerja siang dan malam demi perusahaan yang nyaris collapse itu."

"Itu tugasnya sebagai anak sulung dari ayahmu. Kau dan kakakmu harus menyelamatkan perusahaan itu bagaimanapun caranya."

Yoona membuang muka ke samping. Dia sedih dengan kondisinya dan Yuri yang sangat tidak sejahtera sejak ayah mereka meninggal. Sora telah menguras seluruh uang milik ayahnya untuk bersenang-senang. Bahkan tidak hanya cukup sampai di situ, Sora juga berhutang sangat banyak dan menggunakan perusahaan mereka sebagai jaminan di bank.

"Pria yang akan menjadi investor untuk perusahaan ayahmu telah membuat kesepakatan dengan Yuri."

"Kita bisa memberitahunya jika Yuri sedang sakit dan tidak bisa melanjutkan perjanjian itu."

"Tidak semudah itu. Dia telah membayar lima puluh persen dari total nominal yang kita butuhkan untuk melunasi hutang-hutang di bank. Kita tidak bisa mundur."

"Tapi apa yang bisa kita lakukan?" Yoona membentak Sora dan berusaha melepaskan cengkeraman tangannya di lengannya.

"Lepaskan aku. Biarkan aku menjenguk Yuri."

"Kau tidak bisa pergi kemana-mana sebelum urusan ini selesai," Sora menatapnya tajam dan semakin mengetatkan cengkeramannya di lengannya.

"Kita akan meminta penundaan pada pria itu sampai Yuri pulih. Itulah satu-satunya solusi. Sekarang biarkan aku menjenguk Yuri."

"Kau tidak tahu apa yang telah ditandangani kakamu, huh," Sora mendecih dengan sinis.

"Yuri tidak pernah memberitahuku detailnya. Dia hanya bilang dia telah mengurus segalanya."

"Dasar naif. Yuri telah menandatangani surat perjanjian untuk menikah dengan pria itu."

Yoona menganga dengan terkejut. Dia menyipitkan matanya dengan curiga ke arah Sora.

"Kau menjual Yuri pada pria itu. Kau pasti memaksanya untuk melakukannya kan?"

"Sshhh... Jangan berteriak. Kita sedang di rumah sakit."

"Aku tak peduli. Tapi kau benar-benar kejam. Kau menjual hidup Yuri demi untuk melunasi hutang-hutangmu. Seandainya ayahku tidak menikahimu, kami pasti akan baik-baik saja. Perusahaan kami akan baik-baik saja."

Sora tertawa dengan sumbang. Dia menatap Yoona seperti dia sedang menatap seekor kecoak yang akan ia injak-injak sebentar lagi.

"Tapi nyatanya ayahmu lebih memilihku. Ayahmu bahkan mempercayakanku untuk memegang rekening perusahaannya. Huh, kau bisa hidup dengan layak hingga sejauh ini hanya karena belas kasihan dariku. Aku bisa saja menendangmu dan Yuri keluar dari rumahku kapanpun aku mau. Semua sertifikat rumah dan aset-aset milik ayahmu telah dialihkan atas namaku."

"Itu tidak mungkin. Kau pasti telah melakukan sesuatu pada ayahku. Kau memanipulasinya. Ayahku tidak mungkin mempercayakan aset-asetnya padamu, alih-alih pada anak-anaknya."

"Well, itulah yang tertulis di surat wasiatnya. Kau bisa mengeceknya sendiri dengan pengacara ayahmu. Aku yakin Winston akan dengan senang hati menunjukannya padamu."

Tenggorokan Yoona tercekat. Dia tiba-tiba merasa seperti kehilangan pijakannya pada bumi. Yuri tidak pernah memberitahunya tentang hal itu. Tapi melihat bagaimana Yuri sangat patuh pada seluruh perintah Sora selama ini, itu telah menjelaskan pada Yoona bahwa selama ini Yuri telah mengetahui segalanya. Kakaknya selama ini melindungi mereka berdua, melindunginya, agar mereka bisa hidup dengan layak di rumah yang penuh kenangan indah bersama ayah dan ibu mereka.

"Kenapa kau hanya diam? Shock, huh?"

"Kau pencuri. Kau merampasnya dari kami."

"Tidak perlu marah-marah padaku. Kau akan membutuhkanku untuk membiayai perawatan kakakmu."

Nafas Yoona tercekat memikirkan hal itu. Dia baru sadar jika Yuri akan membutuhkan sangat banyak uang untuk biaya perawatannya.

"Saat ini kas kita sedang menipis. Aku tidak bisa menghambur-hamburkan uang untuk biaya perawatan Yuri. Dokter mengatakan jika Yuri tidak akan bertahan lama tanpa alat-alat penunjang kehidupan yang menempel di seluruh tubuhnya."

"Please, jangan. Jangan biarkan dokter mencabut alat-alat penunjang kehidupannya."

"Well, Yuri bisa saja tetap mendapatkan perawatan di rumah sakit ini asalkan kau bisa mendapatkan uang untuk biaya perawatannya."

"Ak-aku akan mencari pekerjaan. Berapa biaya perawatan Yuri saat ini?"

"Sepuluh ribu dollar. Untuk satu minggu."

Kaki Yoona semakin lemas mendengar jumlah uang yang dibutuhkan Yuri. Tabungannya bahkan tidak mencapai sepuluh ribu dollar. Untuk mendapatkan sepuluh ribu dollar dalam sehari dibutuhkan pekerjaan lebih dari sekedar menjadi pelayan restoran. Sedangkan dia tidak bisa melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan bergengsi sebelum dia lulus kuliah.

"Bagaimana? Apa kau mampu menghasilkan sepuluh ribu dollar dalam sehari?"

"Aku akan mencobanya."

"Cih, dasar bodoh. Kau tidak bisa. Bahkan Yuri sendiri tidak bisa mengumpulkan sepuluh ribu dollar dalam sehari. Satu-satunya cara agar kau bisa membiayai perawatan kakakmu adalah dengan menikah dengan pria kaya itu."

"Ap-apa maksudmu?" tanya Yoona syok.

"Kau harus menggantikan Yuri untuk menikahi pria itu besok pagi. Pukul sembilan di City Hall."

-00-

Donghae berdiri di depan jendela kantornya dengan satu tangan menekan telepon di telinganya. Dia menunggu seseorang menjawab teleponnya sambil berdecak dengan tidak sabar.

"Ben, apa kau sudah bosan bekerja denganku, huh? Kenapa lama sekali hanya untuk mengangkat teleponku?"

"Ma-maafkan aku. Mr. Jeff baru saja datang berkunjung."

"Kakek? Apa yang dia lakukan di kantor?" Bibir Donghae menipis membayangkan wajah kakeknya yang bengis. Pria tua itu yang telah mendidiknya dengan gaya diktator yang memuakan. Dia benci menjadi prajurit kecil untuk kakeknya.

"Tentang pemindahtanganan perusahaan dan universitas. Mr. Jeff akan membatalkannya jika—"

"Katakan padanya aku akan segera memenuhi permintaannya yang konyol. Besok malam aku akan membawa istriku untuk bertemu dengannya."

"Sir, apa kau yakin? Mr. Jeff akan tahu jika kau menipunya lagi kali ini."

"Aku tidak akan menipunya kali ini," Donghae menggeram dengan kesal.

Dia melangkah mundur menjauhi jendela dan kembali ke singgasananya.

"Aku akan menikah besok pukul sembilan di City Hall. Katakan itu pada kakekku. Dia dipersilahkan hadir jika dia memang ingin menyaksikan pernikahan cucunya. Jika tidak, aku tidak keberatan sama sekali. Yang jelas aku tidak akan membiarkan harta warisan kakek jatuh ke tanngan anak haram itu."

"Bba-baik, sir. Akan kutakan pada Mr. Jeff."

"Kau atur makan malam untuk tiga orang besok, di restoran favorit kakek. Pesan makanan-makanan favoritnya juga."

"Dimengerti, sir."

"Good. Lakukan semuanya dengan benar, Ben. Aku ingin kakek benar-benar terkesan dengan semua hal yang telah kusiapkan untuknya besok malam."

Donghae memutus sambungan teleponnya dan meletakan ponselnya di atas meja. Dia tersenyum separuh membayangkan reaksi kakeknya besok malam saat bertemu dengan istrinya. Dia pastikan kakeknya tidak akan bisa mencari-cari kecacatannya lagi karena besok dia akan menikahi seorang wanita yang istimewa.

"Kau akan menjadi boneka taliku, Im Yuri."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro