Waiting For You (Sequel Don't Leave Me)
Yoona mengernyitkan dahinya gusar sambil berguling kesana kemari di atas ranjangnya. Samar-samar ia mendengar suara tawa khas pria yang sangat berisik dari ruang depan. Dengan malas Yoona mulai menyingkap selimutnya dan berjalan turun untuk memarahi siapapun yang telah membangunkannya dari alam mimpi.
"Woww... Good morning pregnant mom."
Yoona menatap tajam pada Hyukjae sambil menggulung asal rambutnya ke atas. Wanita itu berjalan malas menuju dapur untuk mengambil susu yang biasanya selalu disiapkan Donghae untuknya pagi-pagi.
"Yoong, aku sudah menyiapkan susu untukmu."
"Hmm, aku tahu." Jawab Yoona malas dengan mata yang masih mengantuk. Semalam ia tidur terlalu larut karena harus mengerjakan rekap medis milik pasien-pasiennya sebelum ia mengajukan cuti selama melahirkan. Dan niatnya pagi ini ia ingin tidur dengan tenang tanpa gangguan dari siapapun karena hari ini adalah hari liburnya. Tapi sialnya, dua pria yang akhir-akhir ini selalu mengganggu hidupnya kembali berbuat ulah dengan tawa mereka yang sangat mengerikan bak monster, hingga tidur panjang yang ia rencanakan menjadi kacau karena suara tawa mereka yang menggelegar.
"Apakah ia selalu terlihat seksi saat bangun tidur ?"
Donghae memukul kepala Hyukjae keras dan membuat sang pemilik kepala mengaduh kesakitan.
"Aku tahu apa yang ada di otakmu, cepat bersihkan otak kotormu itu dari pikiran tentang Yoona, karena aku tidak akan segan-segan memukulmu lagi jika kau masih berpikir tentang Yoona." Ucap Donghae kesal yang berhasil membuat Yoona sedikit terganggu dengan teriakan pria itu.
"Ck, bisakah kalian tenang? Kalian sudah mengganggu tidur nyenyakku dengan suara tawa kalian yang berisik. Lagipula apa yang kau lakukan di sini? Tidak biasanya oppa datang sepagi ini." Sindir Yoona sakarstik pada Hyukjae. Wanita itu mendudukan dirinya di salah satu sofa sambil mengelus perut buncitnya yang terlihat semakin menonjol dibalik kaus kebasaran yang ia gunakan. Sesekali Yoona memijit punggungnya yang terasa pegal semenjak usia kandungannya semakin besar. Donghae yang melihat Yoona tampak kepayahan langsung berdiri sigap untuk membantu ibu dari anaknya itu untuk mengurangi sedikit pegal yang dirasakan Yoona akhir-akhir ini.
"Kenapa kalian tidak segera menikah? Lihat, kalian sudah terlihat seperti pasangan suami isteri sungguhan."
"Oppa, kau semakin berisik!" Peringat Yoona galak. Sedangkan Donghae yang sedang membantu memijit punggung Yoona hanya mengendikan bahu ringan dengan komentar Hyukjae. Ia sendiri seperti sudah tidak memikirkan pernikahannya lagi dengan Yoona semenjak lamarannya selalu ditolak oleh Yoona berkali-kali. Padahal ia sudah mengusahakan berbagai macam cara agar Yoona bersedia untuk menerima lamarannya. Tapi berbagai macam cara romantis yang ditempuhnya sama sekali tak meluluhkan hati Yoona dan justru membuat Yoona semakin sadis ketika menolaknya. Lalu pada akhirnya ia memilih untuk menyerah dan membiarkan hubungan mereka mengalir seperti air. Baginya melihat Yoona berada di sisinya dan sedang mengandung anaknya dengan sehat, itu sudah cukup. Ia sekarang tidak ingin terlalu meminta hal lebih pada Tuhan setelah semua kebaikan yang diberikan Tuhan padanya hingga kini hubungannya dengan Yoona sudah semakin membaik.
"Jadi kau akan membiarkan bayi itu terlahir tanpa ayah?"
"Aku tidak pernah menginginkannya, aku hanya belum siap untuk menikah." Sangkal Yoona cepat. Ia sedikit meluruskan kakinya ke depan dan meminta Donghae untuk berhenti memijitnya karena ia sudah merasa lebih baik.
"Tapi kau sudah mengandung sebesar itu Yoong! Apa yang akan dipikirkan orang-orang di luar sana jika sebenarnya kalian sama sekali belum menikah."
"Maaf, tapi aku sudah pernah menikah, jadi jangan terlalu mendramatisir kata-kata." Koreksi Yoona cepat. Hyukjae mendengus kesal dan terlihat tidak ingin melanjutkan konfrontasinya. Ia sekarang justru merasa gusar dan jengkel pada Donghae yang dinilai terlalu santai dengan nasib rumah tangganya. Rasanya ia ingin mencekik dua orang yang sedang duduk santai di depannya saat ini.
"Hae, kenapa kau diam saja. Apa kau ingin digantungkan seperti ini oleh Yoona? Kau harus memaksanya atau mungkin menyeretnya ke gereja untuk menikah denganmu. Sebagai seorang sahabat aku merasa prihatin denganmu." Racau Hyukjae gemas namun hanya ditanggapi Donghae dengan kedikan bahu.
"Kau tenang saja Hyuk, suatu saat kami pasti akan membuatmu terkejut dengan berita pernikahan kami."
"Atau mungkin kau akan terkejut dengan hubungan kami yang berakhir." Sambar Yoona tiba-tiba sambil berjalan pergi meninggalkan Hyukjae yang tampak syok di ruang tamu, tak menyangka dengan ucapan wanita hamil yang saat ini sedang berjalan menuju kamar mandi.
"Hae, kau memang pria yang tangguh." Komentar Hyukjae pelan sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
-00-
Yoona memejamkan matanya dalam diam sambil mendengarkan suara aluna musik klasik yang mengalun di kamarnya. Sembari mendengarkan musik, sesekali Yoona mengelus perut buncitnya sambil merasakan kehidupan putri mungilnya yang sebentar lagi akan terlahir ke dunia. Dengan nafas teratur, Yoona mulai membayangkan kehidupannya beberapa bulan terakhir dengan kehidupannya dulu. Sekarang Donghae selalu ada untuknya dan tidak pernah meninggalkannya terlalu lama di kantor. Bahkan pria itu juga selalu memberikannya perhatian kecil seperti memijit punggungnya, membuatkannya susu ibu hamil, dan sesekali memasakannya sarapan jika ia harus pergi ke rumah sakit pagi-pagi buta. Tapi entah kenapa ia belum bisa menerima lamaran Donghae untuknya. Terkadang bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan itu berputar-putar di otaknya dan membuatnya menjadi bimbang untuk menerima lamaran Donghae.
"Yoong."
Yoona membuka matanya pelan dan langsung berhadapan dengan Donghae yang tengah berdiri di depannya.
"Kau belum makan, kau ingin aku memasakan sesuatu untukmu?"
Yoona tampak berpikir sejenak untuk memikirkan makanan apa yang hari ini ingin ia makan.
"Emm.. entahlah, aku sedang tidak ingin makan apapun." Jawab Yoona jujur. Donghae mengambil tempat di sebelah Yoona dan mengelus perut Yoona pelan.
"Kau harus makan untuk pertumbuhan bayi kita, hmm." Ucap Donghae lembut. Yoona memegang tangan Donghae dan mengarahkannya pada sisi kanan perutnya yang terasa ditendang dengan cukup kuat oleh anaknya.
"Dia sepertinya setuju denganmu." Ucap Yoona terkekeh. Donghae tampak takjub ketika merasakan pergerakan anaknya yang begitu aktif di dalam perut Yoona. Andai dulu ia tidak melakukan hal bodoh, pasti ia sudah merasakan tanda-tanda kehidupan itu sejak dulu. Ah.. masa lalu memang penuh dengan hal-hal yang menyedihkan untuknya.
"Apa kau ingin pergi keluar? Toh hari ini kita sama-sama sedang libur, aku bisa menemanimu seharian kemanapun kau mau. Kita bisa membeli perlengkapan bayi untuk anak kita nanti."
Yoona terlihat tertarik dengan penawaran Donghae yang menggiurkan. Lagipula hari ini ia sedang tidak memiliki pekerjaan apapun dan ia juga tidak sedang mengantuk, sehingga tawaran yang diberikan oleh Donghae harus ia terima dengan penuh sukacita.
"Ayo. Aku tiba-tiba ingin makan kerang dan udang rebus dengan saus madu yang lezat, hmm... pasti sangat enak."
Donghe tersenyum geli melihat wajah Yoona yang terlihat kekanakan itu, mengingatkannya pada Yoonanya yang dulu. Pertama kali ia mengenal Yoona, ia adalah wanita ceria yang kekanakan. Tapi semenjak mereka berpisah, sepertinya Yoona menjadi lebih defensif dengan menunjukan sisi galaknya agar tidak ada pria manapun yang berani mempermainkannya.
"Cepatlah bersiap-siap, air liurmu sebentar lagi akan membasahi ranjangku." Canda Donghae sambil mencubit pipi Yoona gemas. Yoona memajukan bibirnya kesal sambil menyingkirkan tangan nakal Donghae dari wajahnya.
"Oppa sakit! Ckk, keluarlah, aku akan bersiap-siap." Usir Yoona galak sambil mendorong-dorong tubuh Donghae agar pria itu keluar dari dalam kamar yang sejak sepuluh bulan terakhir telah menjadi kamarnya.
Setelah kejadian malam itu, Yoona memang tidak mau kembali lagi ke apartemennya dan memilih untuk tinggal bersama Donghae untuk sementara karena ia cukup trauma dengan kejadian percobaan pemerkosaan yang hampir menimpanya. Apalagi setelah kejadian itu Jonghyun tiba-tiba menghilang dan mengajukan cuti dari rumah sakit, sehingga ia tidak bisa melaporkan pria itu pada polisi dan menuntut hukuman yang seberat-beratnya pada pria brengsek itu. Tapi untungnya Donghae tidak keberatan dengan permintaannya untuk tinggal bersama pria itu dan menyembuhkan traumanya. Namun Tuhan justru memberikan kebahagian yang terduga untuknya. Delapan bulan lalu ia dinyatakan positif hamil oleh dokter setelah ia merasa banyak hal-hal aneh yang terjadi pada tubuhnya. Padahal pagi itu ia tidak mengira jika ia akan diberikan anugerah itu lagi oleh Tuhan. Saat itu ia hanya ingin melupakan bayangan Jonghyun dan sentuhan Jonghyun dari tubuhnya. Dan karena saat itu ia benar-benar kacau, tanpa sadar ia justru mengumpankan dirinya sendiri pada singa kelaparan seperti Donghae. Ia menggoda Donghae dan membuat Donghae bergairah padanya, hingga ia sendiri tidak bisa menahan hasrat itu dari tubuhnya maupun Donghae. Dan setelah ia mengatakan hal yang sejujurnya pada Donghae jika ia sedang mengandung bayi pria itu, Donghae semakin menahannya di apartemennya. Pria itu tidak mengijinkan Yoona untuk tinggal sendiri meskipun Yoona mengatakan jika traumanya sudah sedikit berkurang. Lalu pada suatu malam tiba-tiba Donghae menghampirinya dan berkata dengan serius jika ia ingin menebus kesalahannya dulu yang selalu mengabaikan Yoona dan tidak pernah memberikan perhatian apapun saat Yoona sedang mengandung anaknya. Dan seperti terhipnotis oleh kesungguhan Donghae, Yoona langsung mengambulkan keinginan pria itu untuk menebus seluruh kesalahannya di masa lalu, tapi satu hal yang hingga saat ini belum diterima oleh Yoona dari Donghae, lamaran pria itu.
-00-
Yoona berjalan keluar dari kamarnya dengan dress lebar selutut berwarna merah yang tampak begitu pas di tubuhnya. Wanita itu tampak lebih segar setelah mandi dan terlihat menggunakan make up tipis di wajahnya. Donghae yang mendengar suara langkah kaki Yoona yang mendekat langsung mengalihkan perhatiannya pada layar ponselnya yang sejak tadi ditekuninya. Pria itu memberikan senyum manis pada Yoona sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Yoona berjalan di tengah kepayahannya membawa beban berat di perutnya.
"Kau terlihat cantik dengan dress merah itu Yoong."
"Hmm, kurasa kau bukan anak muda lagi oppa, jadi jangan coba-coba merayuku dengan kata-kata manismu itu." Ucap Yoona dengan wajah malu. Donghae tersenyum tipis menanggapi ucapan Yooan dan segera menyambar kunci mobilnya di atas meja.
"Jadi kemana tujuan kita hari ini?"
"Kedai seafood dan toko perlengkapan bayi, kurasa aku membutuhkan beberapa dress lucu dan mainan bayi untuk calon anakku."
"Dia juga anakku Yoong." Koreksi Donghae cepat. Tapi Yoona tampak tak peduli dan langsung berjalan pergi meninggalkan Donghae.
"Oiya, dimana Hyuk oppa? Apa dia sudah pulang?"
Tiba-tiba Yoona menghentikan langkahnya sambil melongokan kepalanya kesana kemari. Ia baru menyadari jika keberadaan Hyukjae sudah tak terlihat di apartemen Donghae. Padahal sepertinya beberapa menit yang lalu ia masih mendengar suara berisik pria itu.
"Hyukjae sudah pulang sejak satu jam yang lalu, apa kau tidak mendengar suaranya yang berteriak-teriak untuk memintamu menerima lamaranku? Huh, anak itu memang sangat mempedulikan kehidupan kita." Ucap Donghae miris dengan senyum masam. Yoona tersenyum kecil sambil menepuk pundak Donghae pelan.
"Kuharap kau tidak akan berhenti berusaha."
Setelah mengatakan hal itu Yoona langsung pergi meninggalkan Donghae yang masih mematung di tempatnya, tak percaya jika baru saja Yoona memberikan sebuah harapan untuknya.
"Aku memang tidak akan berhenti berusaha Yoong." Gumam Donghae pelan dengan senyum ceria yang merekah di wajahnya.
-00-
Setelah selesai menyantap seporsi udang dan kerang di kedai seafood langganan Yoona, mereka berdua langsung menuju sebuah mall untuk mencari perlengkapan bayi yang dibutuhkan oleh calon anak mereka. Sebenarnya selama ini mereka sama sekali belum pernah pergi bersama dan mencari perlengkapan bayi bersama seperti ini. Meskipun hubungan mereka sudah lebih baik, tapi terkadang Yoona masih memasang dinding pembatas yang cukup tebal disekitarnya. Ia seperti belum ingin membiarkan Donghae untuk masuk ke dalam kehidupannya lebih dalam dan sering membatasi kontak dengan pria itu jika dirasa sudah hampir kelewat batas. Dan Donghae cukup menghargai keputusan Yoona untuk menjaga jarak dengan dirinya dengan memberikan Yoona kamar sendiri agar wanita itu lebih leluasa dengan dunianya yang tidak bisa dijangkau olehnya.
"Oppa, bagaimana dengan kaus kaki yang ini, warna soft pink dan baby blue sangat cantik untuk seorang bayi perempuan." Ucap Yoona sambil menunjukan dua kaus kaki di tangannya. Donghae memandang kaus kaki itu dengan perasaan gemas sambil membayangkan calon anaknya yang sebentar lagi akan terlahir ke dunia.
"Kita ambil kaus kaki itu, dan bagaimana dengan baju yang ini, kurasa ini sangat lucu."
Donghae menunjukan sebuah mini dress berbahan katun dengan hiasan bunga-bunga disekitar kerahnya. Yoona yang melihat hal itu langsung menyambarnya dengan antusias sambil menggoyang-goyangkannya di udara.
"Dress ini lucu, meskipun ini terlalu besar untuk seorang bayi, tapi ia bisa memakainya saat usianya lima bulan nanti, kita juga harus mengambil yang ini." Ucap Yoona bersemangat. Donghae menyerahkan pakaian-pakaian pilihannya dan pilihan Yoona pada pelayan toko yang sejak tadi menemani mereka memilihkan pakaian bayi. Yoona kemudian meminta ijin pada Donghae untuk melihat koleksi mainan dan juga kereta dorong bayi karena ia belum membelinya untuk calon putri kecilnya.
"Oppa aku akan melihat kereta bayi di sana, kau tunggu saja di sini."
Donghae menganggukan kepalanya dan memilih untuk menunggu di kursi tunggu sambil membuka email-email yang siang ini masuk ke dalam ponselnya. Beberapa menit yang lalu sekertarisnya sempat menghubunginya jika ia besok akan kedatangan tamu dari Swiss yang akan mengajukan kontrak dengan perusahaannya, sehingga ia perlu mempelajari latar belakang perusahaan yang akan menjadi relasinya kelak.
Tiga puluh menit kemudian Donghae mulai mendongakan wajahnya untuk mencari Yoona. Ia rasa Yoona sudah terlalu lama meninggalkannya dan belum kembali untuk menemuinya. Ia pun memutuskan untuk membayar belanjaannya di kasir dan bergegas untuk mencari Yoona karena tiba-tiba ia merasa khawatir. Ia takut Yoona mengalami sesuatu yang akan membahayakannya dan juga bayinya disaat ia tidak sedang berada di sekitar wanita itu.
-00-
Yoona terlihat asik melihat-lihat kereta dorong bayi dengan berbagai model dan merk. Semua kereta dorong itu terlihat lucu di mata Yoona dan rasanya ia ingin membeli semua kereta dorong itu untuk bayinya karena ia tidak bisa memilih satu diantara semua kereta doronya yang dipajang di depannya. Dulu setelah ia keguguran, ia sering melampiaskan rasa stressnya dengan mengunjungi semua toko perlengkapan bayi dan toko mainan untuk menghibur diri. Tapi selama berada di toko-toko tersebut ia justru akan menangis terisak karena ia teringat akan calon bayinya yang gagal ia lahirkan ke dunia karena keegoisannya yang tidak mau merawat dirinya sendiri setelah Donghae mengabaikannya.
"Nona, apa aku bisa mencoba kereta dorong yang ini?"
Yoona menunjuk sebuah kereta dorong besar berwarna pink dengan hiasan boneka kelinci di depannya. Pelayan toko itu kemudian mengeluarkan kereta dorong itu dari etalase toko yang besar dan membiarkan Yoona mencobanya beberapa kali.
"Nona, apakah kau bisa mengirimkan kereta dorong ini ke apartemenku? Karena aku akan mengambil yang ini."
"Tentu nyonya, kami memiliki jasa layanan antar untuk setiap produk-produk kami, nyonya tinggal menuliskan alamat nyonya di kertas ini, dan kami akan mengantarkan barang pesanan nyonya dengan selamat ke apartemen nyonya."
Yoona tersenyum girang dan meminta pelayan toko itu untuk menunggu sebentar karena ia akan memanggil Donghae untuk melihat kereta dorong pilihannya. Tapi saat ia hendak berbalik, seorang pria telah menghadang langkahnya terlebih dahulu dengan senyum arogannya yang sangat dibenci Yoona. Yoona berpura-pura untuk tidak menanggapi pria itu dan berusaha untuk menenangkan degup jantungnya yang mulai menggila. Namun pria itu dengan sengaja justru mencekal lengannya dan meminta Yoona untuk berhenti di sebelahnya.
"Apa kabar dokter Im, lama kita tak berjumpa."
"Lepaskan tanganmu dari lenganku, aku tidak memiliki urusan denganmu." Ucap Yoona sinis sambil menyingkirkan tangan Jonghyun dari lengannya. Jonghyun dengan suka rela langsung melepaskan tangannya dari lengan Yoona, tapi pria itu tidak mengijinkan Yoona untuk pergi kemanapun karena ia langsung memblokir akses jalan Yoona.
"Ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu dokter Im, jadi kuharap kau tidak mencoba untuk menghindariku."
"Aku tidak mau berbicara denganmu, kau pria brengsek keji yang suka memanfaatkan kelemahan wanita, seharusnya kau membusuk di penjara karena perbuatanmu yang menjijikan itu." Umpat Yoona berapi-api. Jonghyun tampak tak terpengaruh dengan ucapan Yoona dan hanya membalasnya dengan seringaian licik yang membuat Yoona semakin membenci pria itu.
"Dokter Im, kau tidak berhak melaporkanku pada polisi karena kau tidak memiliki bukti atas kejahatanmu. Justru polisi akan menertawakanmu karena saat ini kau sedang mengandung tapi kau sama sekali belum menikah. Ckckck tak kusangka ternyata kau semunafik itu Im Yoona. Kau menolakku dan memaki-makiku dengan kata-kata kasar yang sangat menyakitkan hati, tapi kau justru menyerahkan tubuhmu sendiri pada pria lain. Hmm, ternyata kau tak sesuci yang kukira." Ucap Jonghyun santai. Yoona merasa ubun-ubun di kepalanya sebentar lagi akan mendidih karena ia begitu marah dan merasa terhina oleh perkataan Jonghyun. Andai saja ini bukan di tempat umum, mungkin ia akan menghajar pria brengsek itu hingga mati. Rasanya ia sangat menyesal, mengapa dulu ia tidak membiarkan Jonghyun mati di tangan Donghae saat pria brengsek itu hampir memperkosanya?
"Tapi setidaknya aku menyerahkan tubuhku pada pria yang tepat, bukan pada pria brengsek sepertimu yang hanya ingin bersenang-senang. Sekarang pergilah, aku tidak ingin melihat wajahmu lagi." Usir Yoona kasar sambil mendorong tubuh Jonghyun keras agar pria itu segera menyingkir dari jalannya. Tapi lagi-lagi Jonghyun berbuat ulah dengan menahan pergelangan tangannya dan tidak ingin membiarkan Yoona pergi begitu saja.
"Aku belum mengijinkanmu pergi dokter Im, jadi kau tidak bisa mengusirku sesukamu." Desis Jonghyun penuh peringatan. Yoona meronta-ronta dari cekalan tangan Jonghyun karena ia merasa dirinya kembali tidak aman. Orang-orang yang melihat tingkah Yoona yang sedang kepayahan melawan Jonghyun hanya berani menatapnya tanpa mau repot-repot menolong wanita hamil yang sedang kesusahan itu.
"Yoona..."
"Lepaskan Yoona, kau menyakitinya."
Refleks Jonghyun berbalik ke arah sumber suara dan ia langsung menemukan Donghae yang sedang berdiri penuh amarah di depannya. Dengan kasar Donghae mendorong tubuh Jonghyun dan menyuruh pria itu untuk pergi sejauh-jauhnya dari Yoona. Tapi Jonghyun justru terkekeh di tempat sambil menatap penuh ejekan pada Yoona dan Donghae.
"Oh, jadi pria ini adalah ayah dari anakmu. Hmm, kau memang wanita murahan."
Bugh!
"Jaga bicaramu brengsek, yang kau sebut wanita murahan adalah ibu dari anakku. Dan kau tidak berhak untuk menghina Yoona karena kau tidak jauh lebih baik daripada sampah." Maki Donghae tak terima. Yoona mencoba menjauhkan Donghae dari Jonghyun karena mereka bertiga sudah menjadi tontonan seluruh pengunjung mall. Lagipula tak ada gunanya juga jika Donghae terus menerus meladeni pria gila seperti Jonghyun yang memang ingin memancing kemarahannya untuk mempermalukannya di depan umum.
"Huh, jadi kau sedang memerankan peranmu sebagai seorang calon ayah yang baik agar kau bisa mengesankan Yoona? Aku tahu, kau sebenarnya adalah mantan suami Yoona yang beberapa tahun lalu pergi tanpa memberikan kepastian apapun hingga kau menyakiti Yoona, dasar pria munafik! Aku yakin, setelah kau bosan dengan Yoona dan calon anakmu yang sedang dikandung Yoona, kau pasti akan pergi menjauh dan kembali mencampakan Yoona seperti dulu. Kau dan aku, kita sama-sama brengsek bukan?" Ucap Jonghyun ringan dengan nada mencemooh. Donghae terlihat sudah mengepalkan buku-buku jarinya hingga memutih dan telah siap untuk menghajar Jonghyun. Tapi pegangan tangan Yoona di lengannya membuatnya tidak bisa menghabisi Jonghyun begitu saja. Sejak tadi Yoona terus berbisik padanya untuk segera pergi dan pulang karena ia merasa malu berada di tengah-tengah mall dengan banyak pengunjung yang melihat aksi pertengkaran mereka. Apalagi pertengkaran itu diwarnai dengan serangkaian aksi pembukaan aib yang sangat memalukan, membuat Yoona rasanya ingin segera tenggelam ke dalam bumi karena ia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya menghadapi tatapan menghakimi para pengunjung mall yang saat ini sedang mengarah kepadanya.
"Oppa, ayo kita pulang. Jangan hiraukan Jonghyun, ia memang pria gila yang seharusnya kita abaikan. Oppa, kumohon jangan kotori tanganmu untuk menghajar Jonghyun atau membunuhnya, aku percaya kau adalah pria baik yang penyabar."
Donghae tampak bergeming di tempat dengan serangkaian kata-kata menenangkan yang dibisikan Yoona padanya. Tak bisa dipungkiri jika sebenarnya ia ingin maju ke depan dan menghabisi Jonghyun sekarang juga ditengah-tengah pengunjung mall yang sedang menyaksikan pertengkaran mereka. Tapi akal sehatnya langsung membenarkan ucapan Yoona yang menyuruhnya untuk mengabaikan Jonghyun karena kedua tangannya terlalu berharga hanya untuk menghajar Jonghyun.
"Kita pulang Yoong." Ajak Donghae langsung dengan sorot mata yang tidak lepas sedikitpun dari Jonghyun. Yoona pun langsung menghembuskan nafasnya lega ketika Donghae akhirnya luluh dan tidak kehilangan kontrol untuk menghajar Jonghyun. Mereka pun berjalan cepat meninggalkan Jongyun dan kerumunan orang-orang yang sedang berkumpul di sekitar mereka. Tapi entah mengapa, tiba-tiba Donghae melayangkan pukulan kerasnya tepat di wajah Jonghyun ketika mereka berjalan melewati Jonghyun. Yoona pun cepat-cepat menyingkirkan tubuh Donghae dari Jonghyun agar pria itu tidak kembali memukul Jonghyun. Namun Jonghyun yang tidak terima langsung mendorong tubuh Yoona keras agar Yoona menyingkir dari Donghae dan tidak mencoba untuk melindungi Donghae.
"Akhh.."
Yoona meringis kesakitan sambil menahan sakit di area perutnya yang tanpa sengaja membentur lantai. Dorongan Jonghyun yang keras membuatnya jatuh tersungkur ke atas lantai dengan perut yang lebih dulu menghantam lantai. Seketika para pengunjung mall berteriak panik ketika mereka melihat rembesan darah yang mulai menggenang di atas lantai. Donghae pun dengan sigap langsung menghampiri Yoona yang masih meringis kesakitan dengan wajah yang sudah berubah pucat.
"Yoona! Ada apa dengamu? Kita ke rumah sakit sekarang." Teriak Donghae khawatir. Sedangkan Jonghyun yang melihat hal itu hanya mampu berdiri mematung dengan pandangan kosong. Entah apa yang sedang dipikirkan pria itu, yang jelas saat ini Jonghyun sedang kehilangan kesadarannya.
"Oppa, sepertinya aku akan melahirkan. Ketubanku pecah." Ucap Yoona terbata-bata. Donghae pun segera menggendong Yoona dan membawa Yoona ke dalam mobilnya yang telah disiapkan oleh petugas parkir mall di depan pintu utama mall. Darah tampak berceceran di sepanjang lantai mall yang putih hingga pintu depan mall. Sepertinya pendarahan yang terjadi pada Yoona benar-benar serius.
"Yoong bertahanlah sebenatar, tolong jangan tinggalkan aku." Ucap Donghae takut dengan wajah pucat. Dari balik kursi penumpang Yoona sempat terkekeh pelan dengan ucapan Donghae yang menurutnya berlebihan itu.
"Oppa.. kau tenang saja, aku akan baik-baik saja. Apa kau lupa jika aku ini seorang dokter, aku sangat tahu bagaimana keadaanku sekarang. Aku pasti akan segera pulih setelah melahirkan nanti, walaupun kelahiran ini akan sedikit dipaksakan karena seharusnya ia lahir tiga minggu lagi." Ucap Yoona tenang. Mendengar hal itu Donghae justru menitikan air matanya dan semakin tidak tenang. Apa yang dikatakan oleh Yoona jelas sangat berbanding terbalik dengan apa yang sedang ia saksikan sekarang. Jelas-jelas saat ini Yoona sedang mengalami pendarahan dan ia tidak tahu apakah hal itu akan membahayakan untuk Yoona. Tapi selama ini banyak wanita yang tidak selamat setelah mengalami pendarahan. Jadi apakah ia harus mempercayai Yoona jika keadaannya akan baik-baik saja setelah apa yang sering ia dengar selama ini tentang wanita pendarahan.
"Aku tahu kau pasti akan baik-baik saja, kau adalah wanita kuat yang galak. Kau tidak akan mungkin melewatkan kesempatan untuk merawat anak kita begitu saja, bukankah kau selalu ingin memberikan keluarga yang lengkap untuk anakmu kelak agar ia tidak merasa kesepian sepertimu, dan sepertiku. Aku yakin kau pasti akan bertahan hingga akhir." Ucap Donghae tegas, meskipun dengan suara tercekat. Yoona tersenyum manis melalui kaca spion sambil mengelus perutnya yang terasa nyeri dan seperti sedang diremas oleh ribuan tangan yang tak kasat mata. Wanita itu pun akhirnya memejamkan mata dengan salah satu tangan yang terkulai lemah disampingnya.
"Yoona..."
Donghae bergumam pelan dengan tatapan nanar. Yoona sudah kehilangan kesadarannya akibat pendarahan yang dialaminya. Dan ia tidak tahu apakah yang dikatan Yoona benar, bahwa dia akan baik-baik saja setelah ini. Tapi saat ini Donghae sama sekali tidak ingin memikirkan hal itu. Yang ada di dalam kepalanya adalah gambaran kehidupannya yang bahagia bersama Yoona dan calon anaknya kelak. Apapun yang terjadi ia akan memperjuangkan kebahagiaannya dan tidak akan membiarkan Yoona pergi meninggalkannya begitu saja dengan seluruh kesedihan yang melingkupinya. Ia akan berjuang untuk Yoona.
"Yoong, aku akan berjuang untukmu, apapun yang terjadi."
-00-
Donghae mengusap wajahnya gusar sambil mengamati jarum jam dinding yang sejak tadi teras lambat untuknya. Satu jam yang lalu Yoona sudah mendapatkan penanganan dari dokter, dan saat ini Yoona sedang menjalankan operasi untuk mengeluarkan janin yang ada di perutnya. Tapi ia tidak tahu bagaimana keadaan Yoona sekarang. Apakah Yoona merasa sakit, dan apakah Yoona akan bertahan dengan banyaknya darah yang dikeluarkan wanita itu sejak tadi?
"Tuan Lee."
Seketika Donghae langsung bangkit dari tempat duduknya ketika seorang dokter tua keluar dari ruang operasi sambil melepas pelindung kepala dan sarung tangan yang terdapat beberapa bercak darah di atasnya.
"Apa semuanya berjalan lancar?"
"Kami sudah mengeluarkan bayi anda dan saat ini bayi anda sedang berada di dalam inkubator, tapi kami belum bisa memastikan kondisi nyonya Yoona karena kami harus memantau keadaanya selama dua puluh empat jam untuk melihat bagaimana perkembangan nyonya Yoona setelah kami melakukan tindakan pembedahan. Semoga saja Tuhan memberikan yang terbaik untuk nyonya Yoona, kalau begitu saya permisi."
Sepeninggal dokter tua itu, Donghae langsung terduduk di atas kursi tunggu dengan tubuh lemas. Saat ini Yoona sedang dalam masa kritis dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelahnya jika Yoona tidak berhasil untuk bertahan.
"Arghhhhh!"
Bug!
Donghae memukul tembok yang berada di sebelahnya dengan perasaan kacau dan putus asa. Segerombolan perawat yang keluar dari ruang operasi sambil membawa anaknya sama sekali tak dipedulikan Donghae. Saat ini yang ada di dalam kepalanya hanyalah Yoona, Yoona, dan Yoona. Hanya nama itu yang sejak tadi terus berputar-putar disana tanpa henti hingga membuatnya pening.
"Tuan, apakah anda ingin melihat bayi anda?"
"Tidak, bawa saja ia ke ruang bayi. Aku akan melihatnya setelah aku merasa lebih baik." Tolak Donghae halus dengan wajah sedih dan frustasi. Perawat itu menganggukan kepalanya kecil dan langsung berlalu pergi dengan perasaan sedih. Ia merasa prihatin dengan keadaan Donghae dan anaknya yang saat ini terlihat seperti diabaikan oleh orangtuanya. Namun perawat itu cepat-cepat menyingkirkan pikiran negatifnya dari dalam kepalanya karena ia tahu bagaimana terpukulnya Donghae ketika mengetahui jika kondisi Yoona sedang dalam keadaan kritis.
-00-
Donghae mengelus pelan pipi chubby putri kecilnya yang saat ini sedang meminun susu dengan rakus di dalam box bayinya. Kini kondisi putrinya sudah jauh lebih baik dan tidak perlu lagi berada di dalam inkubator. Namun sayangnya kondisi Yoona masih tetap sama. Sejak sepuluh hari yang lalu Yoona masih terbaring kaku di atas ranjangnya dengan wajah pucat yang sangat menyedihkan. Beberapa kali Hyukjae juga datang untuk menghibur Donghae dan menguatkan Donghae agar pria itu tidak putus asa dengan kondisi Yoona yang tidak terprediksi itu.
"Sayang, kapan kau akan membuka mata dan bertemu dengan putri kita yang cantik? Kami merindukanmu." Bisik Donghae parau sambil menggendong Jieun di dalam dekapannya. Jieun menggeliat pelan di dalam dekapan ayahnya sambil menguap lebar setelah menghabiskan sebotol susunya. Donghae pun memutuskan untuk meletakan Jieun di dalam box bayinya lagi karena putri kecilnya itu sepertinya akan tertidur kembali.
"Yoona, kapan kau akan membuka matamu. Aku benar-benar merasa frustasi dan selalu was-was setiap memikirkan keadaanmu di rumah sakit. Aku takut kau akan meninggalkanku dan Jieun."
Donghae mengelus tangan pucat Yoona dan menciumnya lembut penuh perasaan. Selama sepuluh hari ini ia selalu menghabiskan hari-harinya untuk menangisi keadaan Yoona dan mendoakan Yoona untuk kesembuhan wanita itu. Tapi entah mengapa ia merasa Tuhan terlalu lama untuk mengabulkan doanya. Padahal ia sudah menghabiskan hari-harinya hanya untuk memanjatkan doa agar Yoona segera sembuh dan sadar.
"Yoong hari ini ak..ku menemukan ini di dalam saku celanaku. Terlalu lama memikirkan keadaanmu membuatku lupa.. jika aku sudah menyiapkan ini untukmu sejak lama. Yoong, aku tahu jika aku bukan pria yang baik untukmu. Aku brengsek, aku jahat, dan aku tolol karena dulu aku pernah menyia-nyiakanmu sebagai isteriku. Tapi sekarang aku tidak bisa menunggu lagi lebih lama, aku ingin kau memakai cincin ini dan menikah denganku. Akkkku bersungguh-sungguh dengan... ucapanku untuk membahagiakanmu dan menebus semua kesalahanku padamu. Aku ingin memperbaiki semuanya Yoong, aku ingin memulainya dari awal. Yoona... cepatlah bangun dan menikah denganku. Meskipun kau sudah menolak lamaranku berkali-kali, tapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Bagiku penolakanmu adalah sumber semangat untukku. Dan aku sangat berterimakasih dengan kebaikan hatimu yang membiarkanku berperan sebagai seorang calon ayah yang baik selama kau hamil, meskipun aku ternyata tidak bisa melakukannya dengan baik. Aku lagi-lagi justru menyeretmu ke dalam sebuah penderitaan tak berujung dan menyakitkan seperti ini. Maafkan aku karena saat itu aku mengabaikan permintaanmu untuk mengabaikan Jonghyun, dan maafkan aku karena aku selalu menorehkan luka yang begitu dalam di hatimu." Ucap Donghae dengan air mata yang membanjiri wajahnya. Pria itu mengecup punggung tangan Yoona sekali lagi dan menyelipkan sebuah cincin berlian kecil pada jari manis Yoona yang kurus.
Tiiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttt
Bunyi kardiograf yang nyaring membuat Donghae mendongak panik sambil menatap layar monitor itu tak percaya.
"Tidak tidak tidak! Kau tidak boleh pergi Yoong! Aku harus segera memanggil dokter!" Racau Donghae pada dirinya sendiri seperti orang kesetanan. Pria itu langsung berbalik pergi dan hendak meninggalkan kamar rawat Yoona. Namun tiba-tiba langkah kakinya terhenti ketika ia merasakan pergelangan tangannya dicekal oleh seseorang.
"Oppa, jangan pergi."
Suara lembut yang sangat dirindukannya itu membuat Donghae tidak mampu bergerak kemanapun dan hanya terpaku di tempat tanpa berani membalikan tubuhnya. Ia takut jika suara itu hanya bagian dari ilusinya saja yang menyesatkan.
"Oppa, apa kau tidak merindukanku?"
"Yyyoona..." Gumam Donghae pelan. Seketika Donghae langsung berbalik dan memeluk Yoona erat ketika ia melihat Yoona yang sedang tersenyum padanya dengan nyata.
"Yoong.. kkau... kkau baik-baik saja?" Tanya Donghae terbata-bata. Yoona menganggukan kepalanya dan merentangkan tangannya untuk memeluk Donghae.
"Selamat oppa, kau berhasil melewati setiap ujian dengan sukses." Ucap Yoona sumrigah sambil bertepuk tangan heboh. Dari luar tiba-tiba Hyukjae masuk sambil membawa confetti.
Duarr!!
"Selamat Hae, kau telah berhasil membuktikan pada Yoona jika kau pria yang pantas untuk mendampinginya hingga akhir."
"Kalian? Aku tidak mengerti." Ucap Donghae seperti orang bodoh. Yoona dan Hyukjae saling tertawa satu sama lain dengan ekspresi wajah jahil yang sangat menyebalkan.
"Sebenarnya Yoona selama ini tidak koma, setelah operasinya selesai, Yoona langsung sadar satu jam kemudian. Tapi saat itu kau sedang keluar untuk membeli kopi. Lalu kami memiliki ide untuk mengujimu." Terang Hyukjae santai dan tanpa dosa. Sementara itu Donghae tampak seperti orang linglung yang bodoh. Ia merasa sudah ditipu mentah-mentah oleh sahabatnya dan juga wanita yang sangat dicintainya.
"Jadi... selama ini aku hanya korban penipuan atas ulah jahil kalian?" Tanya Donghae tak percaya dengan suaranya yang meningkat beberapa oktaf. Yoona pun segera memperingatkan Donghae untuk mengecilkan suaranya karena saat ini Jieun sedang tidur.
"Oppa! Kecilkan suaramu."
"Yoong... jadi selama ini kau menipuku? Hebat! Kalian benar-benar pemain drama yang hebat."
Donghae tampak tak menghiraukan peringatan Yoona dan terlihat akan meledak karena ia merasa begitu kesal dengan sandiwara palsu yang dimainkan oleh Yoona dan Hyukjae. Padahal selama sepuluh hari terakhir ini ia selalu menangisi kondisi Yoona dan mengkhawatirkan keselamatan Yoona karena wanita itu tak kunjung sadar dari komanya. Tapi ia dapat sekarang justru fakta menjengkelkan jika sekarang ia telah ditipu oleh dua makhluk sialan itu.
"Oppa, ini semua ideku. Aku yang meminta Hyuk oppa melakukannya karena aku ingin mengetahui kesungguhanmu."
"Apa perhatianku selama ini kurang menunjukan kesungguhanku padamu? Bahkan berkali-kali aku rela mempermalukan harga diriku hanya untuk menggagalkan pernikahanmu. Apa semua itu tidak cukup untuk membuktikan kesungguhanku?" Tanya Donghae marah. Yoona menghembuskan nafasnya pelan dan berusaha untuk merangkai kata-kata agar Donghae tidak semakin marah padanya, karena apa yang ia lakukan memang benar-benar sudah keterlaluan. Tak seharusnya ia menggunakan lelucon kematian untuk membuktikan kesungguhan Donghae apakah pria itu benar-benar mencintainya atau tidak.
"Oppa sekali lagi aku minta maaf jika ini semua memang keterlaluan, tapi aku hanya ingin melihat kesungguhan hatimu lebih jelas. Selama aku berpura-pura koma aku melihat dirimu yang sesungguhnya. Dan sekarang aku benar-benar yakin jika kau bukan Lee Donghae yang dulu, yang selalu sibuk bekerja siang dan malam hanya untuk membuktikan pada bibi dan pamanku jika kau adalah pria yang pantas untuk bersanding denganku. Oppa, aku bersedia menjadi isterimu kembali." Akhir Yoona dengan senyuman manis di wajahnya.
Grep
Donghae langsung memeluk Yoona erat dengan wajah ceria dan penuh kelegaan. Akhirnya penantiannya selama ini terbayar sudah. Akhirnya kebahagiaan yang dijanjikan oleh Tuhan terpampang nyata di depan matanya.
"Segera setelah kau sembuh, kita akan menikah."
"Hmm, aku sudah tidak sabar untuk mengenakan gaun yang indah dan mahal." Ucap Yoona jahil sambil mengerling nakal pada Donghae. Pria itu perlahan-lahan mendekatkan wajahnya ke arah Yoona untuk mencium bibir merah muda yang selama ini selalu tertutup rapat dalam kesunyian.
Bugh
Tiba-tiba sebuah bantal sofa melayang tinggi dan mendarat tepat di atas kepala Donghae.
"Lee Hyukjae!!" Teriak Donghae kesal disertai dengan suara tawa yang menggelegar dari bibir Yoona.
"Kalian belum boleh melakukannya sekarang." Ucap Hyukjae keras dan segera berlari pergi menghindari kejaran Donghae yang akan memukul wajahnya.
Setelah Hyukjae benar-benar pergi, Donghae langsung berjalan cepat ke arah Yoona dan tanpa aba-aba pria itu langsung meraup bibir Yoona dengan rakus.
"Setelah kita menikah, jangan harap kau akan lolos dari hukumanku." Seringai Donghae licik ditengah-tengah ciuman mereka yang membuat Yoona bergidik ngeri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro