Trapped Into You
Aku berjalan dengan tertatih-tatih sambil membawa setumpuk buku dan kertas penilaian di tanganku. Penghujung musim guugur telah tiba, dan tiga hari lagi kampusku akan libur selama dua bulan untuk menyambut natal dan tahun baru. Namun, sayangnya sebelum aku bersenang-senang dan menghabiskan masa liburanku, aku masih diharuskan untuk mengoreksi setumpuk tugas yang dikerjakan oleh teman-temanku. Oh Tuhan, ini benar-benar melelahkan. Tapi, aku tidak bisa menghindari semua pekerjaan ini karena aku adalah seorang asisten dosen. Seorang asisten dosen dari seorang hot dosen yang terkenal tampan di kampus ini. Bahkan banyak teman-temanku yang iri terhadap posisiku ini, karena mereka sangat ingin dekat dengan dosen super tampan itu. Yah, meskipun ia tampan, aku benar-benar tidak menyukai sikap kejamnya yang suka memberikanku setumpuk tugas penilaian di akhir bulan. Terkadang untuk mengerjakan semua tugas-tugas itu, aku harus rela mengurangi jam tidurku dan juga jam khususku untuk shopping di akhir minggu. Benar-benar sial!
Dengan langkah yang sedikit cepat, aku mulai menaiki satu persatu undakan batu yang berada di depanku. Dan ketika aku akan menginjak undakan terakhir, seseorang tiba-tiba memanggilku, hingga membuatku mau tidak mau harus menolehkan kepalaku dengan kesal ke belakang.
"Yoona, hey tunggu aku."
Yuri melambai-lambaikan tangannya ke arahku sambil berlari pelan melewati halaman kampus yang cukup ramai. Rambut ekor kudanya terlihat berkibar-kibar dibelakang, tersapu oleh hembusan angin musim gugur yang cukup dingin. Sesekali kulihat Yuri tampak mengeratkan mantel tebalnya untuk menghalau hawa dingin musim gugur yang hampir mencapai enam derajat ini.
"Hey, kau terlihat terburu-buru sekali." Sapa Yuri ramah sambil membantuku untuk membawa buku-buku yang super tebal di tanganku. Aku mengendikan bahuku acuh sambil melirik pada setumpuk kertas yang masih berada di tanganku. Lalu Yuri terkekeh pelan sambil berjalan di sebelahku dengan tenang.
"Aku harus menyelesaikan tugas-tugas ini sebelum kampus libur. Apa kau tahu jika hot dosen itu benar-benar sangat menyebalkan." Sungutku pada Yuri. Wanita berkulit coklat itu hanya mampu terkekeh pelan sambil melirikku dengan geli. Sepertinya aku tahu, apa yang akan diucapkannya setelah ini.
"Kau yakin jika dosen itu menyebalkan? Bukankah kau adalah salah satu penggemar dosen Lee?" Goda Yuri tepat sasaran. Baiklah, harus kuakui jika aku memang mengagumi dosen tampan itu. Tapi, itu bukan berarti aku akan menyukai semua tugas-tugas yang diberikannya padaku, karena sungguh ia akan terlihat menyebalkan jika ia sudah mulai memanggilku untuk memberikan setumpuk lembar penilaian dan juga materi yang harus aku ajarkan pada mahasiswa-mahasiswanya, jika ia sedang berhalangan hadir karena harus melakukan sidang atau perjalanana ke luar kota.
"Yah, aku memang menyukainya, tapi aku juga membencinya disaat yang bersamaan. Lihat, dia membuatku tidak bisa menghabiskan waktu di rumah dengan tenang karena semua tugas penilaian ini. Padahal kalian semua sudah mulai libur dan mulai merencanakan untuk berlibur ke luar negeri selama natal." Ucapku dengan wajah kesal dan sedih. Yuri tampak prihatin padaku sambil menepuk-nepukan sebelah tangannya yang bebas pada pundakku.
"Sabar dear, kuyakin dosen Lee pasti akan memberimu apresiasi yang sangat besar atas kerja kerasmu selama satu semester ini. Pasti semester ini kau akan mendapatkan nilai yang sempurna lagi seperti tahun-tahun sebelumnya." Ucap Yuri berusaha menghibur. Yah, walaupun aku memang akan mendapatkan nilai sempurna lagi, tapi menurutku itu bukan sesuatu yang patut untuk dibanggakan atau dipandang wow. Apakah menurutmu itu sesuatu yang fantastis, jika pada kenyataanya kau telah belajar dengan sungguh-sungguh dan juga telah mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh dosen-dosen dengan baik. Justru sesekali aku ingin mendapatkan nilai yang buruk agar aku dapat merasakan bagaimana rasa frustrasi dan kesal yang kurasakan saat usahaku ternyata tidak berjalan sesuai rencana. Kupikir itu akan membuat hidupku menjadi lebih berwarna daripada hidupku saat ini yang sangat datar dan hanya sebatas itu-itu saja.
"Hmm, kurasa memang seperti itu. Ngomong-ngomong, apa hari ini kau memiliki acara? Bukankah hari ini kau sudah tidak memiliki kelas apapun?" Tanyaku heran pada Yuri. Sahabatku ini tidak akan mungkin akan datang ke sini jika ia tidak memiliki suatu kepentingan khusus. Apalagi di tengah cuaca dingin di awal musim dingin seperti ini, ia pasti benar-benar sedang memiliki urusan penting di sini.
"Aku... aku akan makan siang bersama senior Yunho, saat ini kami sedang mencoba untuk saling mengenal satu sama lain." Ucap Yuri malu-malu. Aku menatap jahil padanya sambil menyenggol tubuhnya ke kanan hingga hampir membuatnya menyenggol seseorang, namun buku-buku yang ia bawa tidak sempat terselamatkan, karena buku-buku itu langsung jatuh berdebum dengan cukup ribut di sepanjang lorong kampus yang kami lewati saat Yuri kehilangan keseimbangan atas tubuhnya.
"Ya Tuhan, Yuri maafkan aku." Pekikku tidak enak dan langsung membantunya untuk memunguti buku-buku itu. Tapi, sebelum aku sempat mengambil buku-buku itu, sepasang tangan lebar khas pria sudah terlebih dulu mengambilkan buku-buku itu dari atas lantai dan langsung memberikannya pada Yuri. Dengan gugup, aku mulai tersenyum kecil pada pria itu.
"Maafkan aku dosen Lee, aku tidak bermaksud untuk melukai anda. Aku hanya... sedang bercanda dengan Yuri."
Kulihat Dosen Lee Donghae hanya mengangkat alisnya sekilas sambil menganggukan kepalanya ringan. Kupikir ia tidak marah, dan hanya menatapku dengan tatapan sendunya.
"Lain kali berhati-hatilah. Apa kau sudah menyelesaikan semua tugasmu?" Tanya Dosen itu sambil melirik setumpuk kertas yang sedang kubawa. Aku kemudian menggeleng lagi sambil meringis kecil. Akhir-akhir ini aku sibuk, bahkan pekerjaanku di rumah menjadi terbengkalai hanya karena bertumpuk-tumpuk kertas yang diberikan oleh dosen tampan itu. Dan sebenarnya hari ini dosen itu baru saja pulang dari China karena dua hari yang lalu ia harus menjadi pembicara untuk sebuah seminar di sana. Hmm, jujur aku sebenarnya sedikit merindukan dosen tampan ini, meskipun ia kejam karena telah memberikanku banyak tugas seperti ini.
"Hari ini saya akan menyelesaikannya sir. Maaf, beberapa hari ini saya cukup sibuk." Ucapku beralasan. Tapi, seharusnya ia langsung menerima alasanku karena semalam saat ia meneleponku, aku sudah menjelaskan padanya bahwa aku kemungkinan akan sedikit terlambat untuk menyelesaikan tugas-tugas penilaian ini karena kemarin aku merasa tidak enak badan dan harus menyelesaikan banyak tugas rumah yang menurutku tidak ada habisnya itu. Padahal di rumah hanya ada dua orang dewasa dan satu anak kecil, tapi tetap saja rumahku tidak pernah bersih dan selalu terlihat berantakan.
"Baiklah, tidak masalah. Jika sudah selesai, kau bisa meletakannya di mejaku. Kalau begitu sampai jumpa." Ucap dosen Lee sambil berlalu pergi begitu saja. Bola mataku terus mengekori kepergiaanya hingga tubuhnya menghilang di ujung lorong dan berbelok ke arah kanan.
"Ehem."
Yuri berdeham keras di sebelahku sambil menaik turunkan alisnya menggoda. Hmm, sebentar lagi ia pasti akan menggodaku habis-habiskan hingga aku kehabisan kata.
"Apa kau merindukannya?" Tanya Yuri padaku. Aku menolehkan kepala ke arahnya sambil menatap wajahnya tak mengerti.
"Mengapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu padaku? Aku hanya sedang menatapnya." Jawabku malu-malu. Tapi, Yuri tak henti-hentinya menggodaku dengan berbagai macam godaanya mengenai dosen Lee yang tampan itu, hingga kurasakan pipiku tiba-tiba menjadi panas dan bersemu merah.
"Yoong, bagaimana jika dosen Lee sebenarnya sudah menikah?"
Tiba-tiba aku merasa seluruh darahku berhenti mengalir. Mengapa Yuri bisa mengatakan hal itu? Darimana ia tahu jika dosen Lee sudah menikah?
"Benarkah? Aaku tidak tahu."
"Hey, kenapa kau menjadi gugup seperti itu? Lagipula itu belum tentu benar. Beberapa hari yang lalu aku melihat dosen Lee sedang menggandeng seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga tahun di sebuah restoran. Tapi, kipikir dosen Lee belum menikah, meskipun wajah dosen Lee dan anak kecil itu sangat mirip. Jadi, kau jangan putus asa untuk mendapatkan dosen Lee." Ucap Yuri sambil menepuk-nepuk pundakku ringan. Aku tersenyum kecil pada Yuri dan segera mengambil buku-buku yang dibawanya karena kulihat senior Yunho telah menunggu Yuri di depan kantor dosen sambil melambai-lambaikan tangannya ringan. Pria itu tak lupa juga menyapaku sambil membukakan pintu dosen untukku.
"Terimakasih." Ucapku tulus. Senior Yunho menganggukan kepalanya ringan dan segera berlalu pergi bersama Yuri.
Setelah Yuri pergi, aku segera berjalan menuju mejaku yang berada di sudut ruangan. Salah satu keuntunganku menjadi asisten dosen Lee adalah, aku mendapatkan fasilitas meja dan kursi yang lengkap di dalam ruangannya untuk mengerjakan semua tugas-tugas yang diberikannya padaku. Dan hal itu membuat banyak asisten dosen yang lain merasa iri padaku, karena mereka tidak pernah memiliki fasilitas seperti ini. Jika mereka memiliki tugas, maka mereka harus mengerjakan tugas itu di rumah atau di asrama karena ruangan dosen yang lain tidak sebesar milik dosen Lee. Tapi, hal itu sebenarnya wajar karena dosen Lee adalah dosen penting di kampus ini. Meskipun ia baru menginjak usia tiga puluh tiga tahun, tapi ia sudah menyandang gelar sebagai profesor. Mungkin tahun depan ia akan menjadi rektor, menggantikan rektor yang lama karena beberapa bulan ini namanya sudah sering digembar gemborkan untuk menjadi the next rektor di kampusku.
Aku kemudian mulai menilai lembar-lembar ujian milik teman-temanku dengan cepat. Sambil menilai kertas putih itu satu persatu, aku mulai mengingat kenanganku dulu saat aku untuk pertama kalinya bertemu dengan dosen Lee di kampus. Sebenarnya saat semester awal dosen Lee sama sekali tidak masuk ke dalam kelasku, karena kelas dosen Lee hanya diperuntukan bagi mahasiswa kelas atas dan mahasiswa berprestasi. Tapi, entah bagaimana saat itu aku benar-benar ceroboh dan tanpa sengajaja aku menjatuhkan es krim coklatku tepat di atas kemeja kesayangan dosen Lee. Lalu, dengan wajah datar ia memintaku untuk menemuinya di kantor. Saat itu benar-benar saat yang memalukan.
Flashback
"Yuri, bagaimana dengan jadwal kelas kita hari ini, apakah dosen Park akan datang?" Tanyaku pada Yuri sambil terus menjilati es krim rasa coklat fafvoritku. Sembari berjalan, Yuri tampak melihat jadwal kami hari ini satu persatu dari ponselnya, membuatku secara refleks ikut melongok ke arah ponselnya untuk melihat jadwal kuliahku hari ini. Tapi, karena terlalu serius menatap layar ponsel putih itu, membuatku tidak melihat jalan di depanku, dan akhirnya...
Bruk
Aku menabrak tubuh seseorang, dan tanpa sadar es krim coklatku sudah terlempar ke arah kemeja yang dikenakan oleh pria itu. Dengan gugup aku mulai menatap pria itu sambil memainkan jari-jariku dengan gugup.
"Mmmaafkan saya sir, saya tidak bermaksud untuk menumpahkan es krim itu di kemeja anda."
Beberapa mahasiswa yang kebetulan lewat di sekitar sana tampak berhenti sejenak untuk menontonku yang sedang ditatap tajam oleh seorang hot dosen yang sangat terkenal di kampus ini. Namun, dosen itu untuk beberapa saat hanya terdiam di tempat sambil menatapku tajam, dan setelah itu ia justru membawaku ke dalam ruangannya untuk diberikan berbagai macam tugas sebagai hukuman karena aku telah menumpahkan es krim coklatku ke kemeja kesayangannya.
"Kau, ikut aku ke ruanganku." Ucap dosen itu datar. Yuri dan aku pun dengan terpaksa mengikutinya ke dalam ruangannya yang sangat besar sambil menunduk dalam karena beberapa mahasiswa tingkat atas tampak memandang kesal padaku karena dianggap telah mengganggu kenyamanan dosen tersayang mereka.
"Silahkan duduk."
Dosen itu mempersilahkan kami untuk duduk, sedangkan ia langsung berjalan ke toilet untuk membersihkan pakaiannya yang sangat kotor karena terkena noda es krim. Hmm, bahkan aku tak yakin jika noda itu akan hilang setelah dicuci berkali-kali.
"Yoong, bagaimana ini? Apa dosen itu akan mengeluarkan kita setelah ini?" Tanya Yuri panik sambil meremas-remas kedua tangannya. Aku kemudian menepuk bahunya beberapa kali dan menggelengkan kepalaku santai padanya karena kami tidak mungkin dikeluarkan semudah itu hanya karena sebuah es krim yang tumpah. Oh ayolah, Yuri memang sangat berlebihan bukan.
"Kau tenang saja, dosen Lee tidak akan mengeluarkan kita semudah itu hanya karena sebuah es krim. Jadi kau tenang saja."
"Tapi Yoong, apa kau tidak melihat bagaimana tatapan dingin dan dataranya yang menusuk kedua manik matamu? Aku takut. Bahkan kita belum genap berkuliah di sini selama sebulan, tapi aku sudah membuat masalah yang sangat fatal seperti ini. Oh ya Tuhan, aku pasti akan dimarahi oleh kedua orangtuaku." Cerocos Yuri panjang lebar yang menurutku itu terlalu berlebihan.
Tiba-tiba pintu kamar mandi yang berada di belakang kami terbuka, menampilkan sosok dosen Lee yang begitu tampan dengan kemeja kotak-kotak hitamnya yang sangat pas membalut tubuh atletisnya. Oh Tuhan, pasti akan sangat nyaman jika aku bersandar di atas dada bidangnya yang mengagumkan itu.
"Ehem, jadi hukuman apa yang pantas untuk kuberikan padamu?"
"Sir, tolong jangan keluarkan kami. Kami baru diterima di universitas ini. Tolong maafkan kami. Kami tidak akan berbuat ceroboh lagi." Mohon Yuri dengan wajah memelas. Aku dan dosen Lee menatap Yuri dengan bingung karena sikap Yuri yang terlalu mendramatisir keadaan. Padahal dalam hal ini bukan Yuri yang salah, tapi aku, kenapa ia harus bersikap berlebihan seperti itu, seolah-olah ia adalah tersangka utama dalam kasus ini?
"Aku tidak akan mengeluarkanmu. Bukankah kau tidak bersalah, untuk apa kau berada di ruanganku?" Tanya dosen Lee telak. Seketika Yuri langsung mengunci bibirnya rapat-rapat sambil memandangiku dengan panik untuk meminta bantuan karena ia terlalu gugup untuk menjawab pertanyaan dosen Lee yang sangat sakarstik itu. Hmm, dosen ini benar-benar sangat keterlaluan.
"Maaf sir, tapi Yuri hanya menemani saya. Dan saya juga minta maaf karena telah menumpahkan es krim coklat itu di kemeja anda." Ucapku sopan sambil membalas tatapannya yang datar dan dingin itu. Ia kemudian bersandar dengan santai di kursinya sambil membuka sebuah map tebal yang entah apa isinya, aku tidak tahu. Dengan serius ia mulai membacakan riwayat keluargaku dan pendidikanku yang tertulis di sana. Lantas, setelah ia selesai membacakan semua daftar riwayat hidupku, ia mulai menatapku dengan serius sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kukira aku sudah menemukan hukuman yang tepat untukmu."
Aku mengangkat kedua alisku bingung, penuh pertanyaan padanya. Kira-kira hukuman apa yang akan diberikan oleh seorang intelek sepertinya padaku? Tidak mungkin ia akan memberikanku hukuman untuk membersihkan toilet kampus seperti hukuman-hukuman yang sering diberikan saat aku berada di bangku senior high school. Menurutku hukuman seperti itu sama sekali tidak mendidik dan terlalu mudah untuk dilakukan, serta tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku pembuat masalah, yang dalam hal ini adalah aku.
"Baik sir, saya akan menerima semua hukuman yang akan anda berikan karena saya memang salah." Jawabku pasrah. Yuri yang berada di sebelahku langsung menggenggam telapak tanganku erat sambil memasang wajah tegang yang... sangat menggelikan.
"Kau harus menjadi asistenku selama kau kuliah di sini. Lagipula, kau adalah salah satu mahasiswa terpintar di kampus ini dengan riwayat pendidikan yang cukup baik. Dan kudengar kau mengikuti program percepatan saat kau duduk di bangku senior high school sebanyak dua kali, hingga kau menjadi lulusan termuda di sekolahmu, yaitu enam belas tahun. Tapi, kenapa baru tahun ini kau mendaftar ke universitas ini, bukankah seharusnya kau mendaftar di tahun kemarin?"
Aku mendengus kesal dengan pertanyaan yang diberikan oleh dosen tampan ini. Meskipun ia tampan, tapi ia sangat cerewet menurutku.
"Maaf sir, itu karena urusan pribadi." Ucapku malas dengan penuh penekanan. Ia kemudian mengangguk santai, dan setelah itu ia langsung memberikanku tiga lembar kertas yang berisi jadwal mengajarnya serta tugas-tugas yang harus kukerjakan selama aku menjadi asistennya. Dan setelah aku membaca semua tulisan itu dengan rinci, aku berani bersumpah jika dosen ini sebenarnya sangat killer dibalik sikap tenang dan wajah tampannya.
"Itu adalah jadwalmu untuk satu bulan ke depan. Mulai besok kau harus ikut bersamaku mengajar di kelas semester tujuh agar kau terbiasa jika nantinya kau harus menggantikanku untuk memberikan mata kuliah pada mahasiswa-mahasiswaku. Dan juga, sesekali kau harus menemaniku saat aku memiliki agenda di luar kota atau di luar negeri karena aku membutuhkan seseorang untuk membantuku mengatur jadwal. Apa kau mengerti."
Aku mengangguk-anggukan kepalaku pelan sambil tetap mengamati jadwal itu satu persatu. Beberapa jadwal yang tertulis di sana sepertinya akan berbenturan dengan jadwal mata kuliah yang kuambil semester ini. Lalu, bagaimana dengan kuliahku? Jangan-jangan aku justru akan menjadi mahasiswa abadi karena harus menjadi asistennya.
"Maaf sir, tapi beberapa jadwal ini berbenturan dengan jadwa mata kuliah saya. Jadi.."
"Kau tenang saja, kau bisa mengambil kelas pendek untuk mengganti beberapa jadwal kuliah yang kau tinggalkan saat teman-temanmu sedang libur bersamaku. Jadi, nilaimu akan tetap aman."
Aku terdiam di tempat sambil menahan dongkol pada dosen tampan yang saat ini sedang tersenyum manis dengan santainya di hadapanku. Ia pikir aku tidak ingin pergi berlibur dengan keluargaku sendiri, seenaknya saja ia memutuskan hal penting seperti itu secara sepihak. Benar-benar menyebalkan!
"Tapi saya tidak ingin mengambil kelas pendek. Saya ingin tetap libur disaat teman-teman saya juga libur. Saya harap anda dapat menata ulang jadwal ini." Ucapku tegas. Terserah jika ia akan tersinggung atau merasa kesal dengan sikapku yang sedikit kurangajar ini, tapi aku tidak peduli! Aku harus tetap memperjuangkan hak-hakku bukan?
"Baiklah, untuk masalah itu bisa diatur nanti. Sekarang kalian bisa keluar karena aku akan mengajar sebentar lagi. Dan untuk kau, Yoona, kuharap kau besok tidak terlambat untuk datang di kelasku pukul delapan pagi. Apa kau mengerti?"
Aku mengangguk-angguk mengerti sambil beranjak berdiri dari kursi empuk yang tadi kududuki. Aku yakin besok aku sama sekali tidak akan terlambat karena aku sudah terbiasa datang pagi-pagi sekali ke kampus untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, aku juga harus mengikuti jadwal supirku yang kelewat rajin itu setiap pagi.
"Selamat siang dosen Lee, semoga hari anda menyenangkan." Pamit Yuri dengan wajah sumringah. Aku memutar bola mataku tak habis pikir dan langsung menariknya untuk keluar dari ruangan tuan tampan yang mengerikan itu.
"Huh, setelah ini hari-harikuku pasti tidak akan mudah." Gumamku dalam hati sambil menggandeng tangan Yuri pergi.
Flashback End
Mengingat semua hal konyol itu membuatku tanpa sadar tersenyum sendiri saat sedang mengoreksi hasil ujian teman-temanku. Tak terasa sudah dua tahun aku menjadi asisten dari dosen Lee yang tampan itu. Tapi, sayangnya semua itu memang tak seindah yang dibayangkan oleh kebanyakan wanita yang memuja dosen Lee, karena kenyataanya mengikuti pria itu kemanapun ia pergi itu sangat melelahkan. Bahkan rasanya tubuhku rasanya akan remuk setelah selama seharian aku harus menemaninya pergi ke luar kota. Dosen itu benar-benar menyebalkan.
"Mommy."
Aku menoleh cepat ke arah pintu sambil tersenyum lembut pada putraku. Tak berapa lama munculah seorang pria yang sejak tadi kubicarakan. Pria itu sedang menatap lembut ke arahku saat aku sedang memeluk putraku, Lee Haejo.
"Dia merengek-rengek ingin bertemu denganmu, hingga bibi Kim kesulitan untuk mengaturnya."
Donghae oppa kemudian menghampiri kami sambil melirik kertas-kertas putih yang berserakan di atas meja. Ia kemudian menatapku dengan alis terangkat yang tampak mencemooh.
"Hingga sesore ini kau baru mengoreksi lima belas lembar? Ckckckk, kau lambat sekali Lee Yoona."
Aku menatapnya kesal dan langsung mengabaikannya. Biarlah ia menggerutu sesuka hatinya, aku sedang lelah dan hanya ingin menghabiskan waktuku bersama Lee Haejo kami yang tampan.
"Mommy, kenapa mommy lama? Aku tidak mau di rumah bersama bibi Kim, karena bibi Kim selalu menyuruhku untuk tidur siang." Adu Haejo dengan aksen lucunya. Aku tahu ia sangat bosan berada di rumah, karena sekolahnya pun sudah mulai libur minggu lalu, sehingga ia tidak memiliki banyak kegiatan di rumah. Namun, beberapa hari ini saat Donghae oppa sedang pergi ke luar kota, aku sering pulang lebih cepat untuk menemani Haejo di rumah, sehingga tugas-tugasku tak kunjung selesai seperti ini. Tapi biarlah, aku tak peduli. Kebahagiaan Haejo lebih penting daripada kertas-kertas jelek ini.
"Lihatlah, dia terus merajuk seperti itu selama diperjalanan karena beberapa hari kemarin kau selalu menemaninya di rumah. Dan karena hal itu, semua tugasmu tidak selesai seperti sekarang. Bukankah kau ingin cepat-cepat libur? Seharusnya kau segera menyelesaikan tugas-tugas ini." Ucap pria menyebalkan itu di depanku. Ya Tuhan, seharusnya semua tugas ini menjadi tanggungjawabnya. Tapi, dengan seenak jidatnya ia melimpahkan semua tugas itu padaku karena aku adalah asistennya. Apa kalian tahu, malam hari setelah ia dengan seenaknya memberikanku hukuman untuk menjadi asistennya, aku mengamuk hebat dan tidak mau tidur dengannya selama tiga hari, karena sebenarnya aku sangat tahu, apa tujuannya menjadikanku sebagai asistennya seperti ini, agar ia bisa selalu dekat denganku, sehingga tidak ada pria lain yang akan menggodaku. Ck, bukankah itu kekanakan?
Flashback
"Oppa, kenapa kau sangat menyebalkan! Aku tidak mau menjadi asistenmu, aku hanya ingin belajar tanpa harus menjadi asistenmu. Apa kau tidak memikirkan Haejo, ia masih kecil. Ia membutuhkanku di rumah selain bersama bibi Kim. Jika kau mengambil keputusan secara sepihak seperti ini, Haejo akan kekurangan kasih sayang dariku." Ucapku murka padanya. Kupandangi putraku yang saat ini sedang terlelap di dalam box bayinya. Saat ini usianya baru menginjak sebelas bulan. Tapi, karena aku ingin melanjutkan kuliahku, aku terpaksa harus meninggalkannya bersama bibi Kim di rumah. Tapi, mau bagaimana lagi, aku tidak ingin jenjang pendidikanku terputus begitu saja karena aku menikah dan memiliki seorang anak. Aku masih ingin melanjutkan sekolahku hingga jenjang yang paling tinggi agar aku menjadi wanita cerdas dan berwawasan luas.
"Ck, kau berlebihan. Haejo akan tetap baik-baik saja saat kau tidak ada. Lagipula aku hanya ingin menjauhkanmu dari para pria kelaparan yang sibuk membicarakanmu di kampus. Entah itu saat mata kuliahku atau saat di luar mata kuliahku. Yang jelas, mereka sangat berisik." Dengus Donghae oppa sambil merebahkan dirinya di atas ranjang. Ya Tuhan, sebenarnya berapa usianya sekarang? Kenapa sikapnya masih sama dengan anak kecil yang berusia lima tahun? Lagipula ini semua karena salahnya. Saat itu aku sudah mengatakannya untuk menunda memiliki anak karena aku memutuskan untuk masuk ke universitas. Tapi, dengan santainya ia justru mengatakan tidak apa-apa memiliki anak saat kau kuliah, karena kuliah bukanlah halangan untuk memiliki anak. Tapi, sekarang ia dengan seenaknya justru menjadikanku sebagai asistennya hanya karena pria-pria ingusan di kampus yang sama sekali tidak sebanding dengannya? Benar-benar kekanakan! Ah, kenapa dulu eomma dan appa harus menikahkanku dengannya hanya karena mereka harus pindah ke Amerika. Saat itu kukira mereka terlalu berlebihan. Alasan mereka menikahkanku dengan Donghae oppa saat itu karena aku akan lebih aman jika menikah. Mereka berdua tidak akan was-was menitipkanku pada seorang pria dewasa seperti Donghae oppa jika aku menikah dengan pria itu. Dan karena aku adalah seorang anak yang berbakti, aku tidak terlalu banyak membantah, dan hanya sesekali mendengus kesal pada mereka.
"Oppa, alasanmu itu sungguh tak masuk akal. Lebih baik oppa sekarang keluar, karena aku tidak ingin tidur bersama oppa."
"Yoong, kenapa kau mengancamku dengan ancaman yang sangat mengerikan seperti itu? Aku akan kedinginan jika tidur sendiri di kamar tamu." Mohon Donghae oppa dengan wajah memelas. Aku memutar bola mataku malas dan tetap menyuruhnya untuk keluar. Sikapnya di rumah memang jauh berbeda daripada sikapnya saat di kampus. Bahkan aku sempat mengira jika Donghae oppa mengalami gangguan mood atau berkepribadian ganda. Tapi setelah cukup lama aku hidup bersamanya, aku mulai memahami bagaimana sikapnya yang kekanakan itu. Karena sejak awal Donghae oppa adalah pria sebatang kara, maka ia tidak memiliki siapapun untuk mengeluarkan sikap kekanakannya. Sejak berusia tujuh belas tahun, Donghae oppa harus selalu bersikap mandiri karena kedua orangtuanya telah meninggal akibat kecelakaan pesawat. Tapi, karena ia memiliki tanggungjawab sebagai pewaris harta kekayaan keluarganya, sehingga ia sejak usia muda harus mengeraskan hatinya untuk hal-hal yang tidak penting. Dan setelah menikah, ia menjadi seperti balas dendam dengan terus menunjukan sikap manjanya yang menjijikan padaku. Bahkan Haejo pun masih kalah manja daripada Donghae oppa, hingga membuatku terkadang merasa risih dengan sikapnya.
"Aku sudah menyediakan selimut di kamar tamu, jadi oppa tidak perlu khawatir jika malam ini akan kedinginan." Balasku sengit. Melihat sikapku yang tak mungkin dibantah ini, akhirnya Donghae oppa lebih memilih untuk mengalah. Ia tahu bagaimana sikapku setelah ini jika ia berani membantahnya karena aku pasti akan mengamuk dengan lebih lama dan semakin tidak mau berdekatan dengannya seperti dulu.
Flashback end
"Oppa, kau saja yang mengerjakan sisanya. Hari ini aku ingin istirahat di rumah dan memasak beberapa hidangan spesial untuk menyambut kedatanganmu dari China."
"Owhh, kau sungguh manis Yoong. Baiklah, aku akan mengerjakan tugas-tugas ini. Terimakasih sayang, dan maafkan aku."
Donghae oppa mengecup keningku lembut sambil mengelus rambut Haejo yang saat ini sedang bersandar di dadaku. Terkadang, meskipun manja, Donghae oppa akan bersikap manis padaku dengan melakukan hal-hal sederhana, namun sangat berarti untukku. Seperti ciuman lembut di kening seperti saat ini atau perlakuan manisnya yang sering ia tunjukan di rumah. Pernah suatu hari Donghae oppa membuatkanku sarapan pagi yang sangat lezat setelah semalam ia menghabiskan seluruh tenagaku untuk melayaninya di ranjang. Saat itu dengan manis, ia membangunkanku dengan suara dentingan piano yang ia mainkan sendiri di kamar kami. Oh, apa aku lupa menceritakan pada kalian jika Donghae oppa sangat menyukai piano dan sangat mahir memainkannya, hingga ia meletakan sebuah piano besar di sudut kamar kami untuk dimainkan saat aku memintanya untuk memankan piano. Lalu, setelah Donghae oppa selesai memainkan lagu-lagu klasik milik bethoven, ia membantuku untuk duduk sambil meletakan sebuah bantal besar di belakang punggungku karena ia tahu jika seluruh ruas-ruas punggungku terasa begitu pegal. Dan setelah itu ia membawakanku satu set menu sarapan yang terlihat lezat dan menggiurkan. Segelas susu dan jus jeruk, lalu sandwich tuna dengan saus mayonaise yang terlihat meleleh keluar dari sela-sela roti tawar yang ditangkupkannya. Tak lupa sebatang mawar merah ia letakan di atas nampan sebagai pemanis sarapan pagiku yang begitu lezat. Hmm, meskipun ia kekanakan, tapi ia juga memiliki sisi lain yang begitu romantis dan terkadang membuatku hampir meleleh karena sikap manisnya. Jadi jangan salahkan aku jika aku begitu memuja suamiku dan mengaguminya seperti ini, karena Donghae oppa memang menakjubkan.
"Mommy, ayo kita pulang dan membeli es krim." Ajak Haejo dengan mata yang setengah terpejam. Ck, sikapnya yang satu ini sangat mirip dengan Donghae. Meskipun ia mengantuk, tapi ia tetap akan memaksakan diri untuk mendaparkan apa yang diinginkannya. Aku jadi teringat akan sikap Donghae oppa sebulan yang lalu. Saat itu ia sedang terserang flu karena selama seminggu sebelumnya, ia disibukan dengan berbagai macam kegiatan penggalangan dana yang dipimpinnya untuk memberikan sumbangan pada korban kelaparan di Peru. Setelah acara itu selesai, tubuhnya seperti menuntut balas dendam padanya hingga ia akhirnya jatuh sakit dan tak berdaya di rumah. Selama tiga hari berturut-turut aku harus ijin tidak datang ke kampus karena pria manja itu sama sekali tidak ingin ditinggal. Saat malam hari ia akan memelukku dengan erat di tengah suhu tubuhnya yang panas. Lalu, saat siang hari ia akan merengek-rengek padaku ingin ini dan itu hingga aku merasa gemas dengan sikap manjanya yang kelewat batas itu. Bahkan Haejo sampai mengejek daddynya seperti anak bayi karena tingkah manjanya yang kelewat batas itu. Tapi, bagaimanapun tingkah manja dan menyebalkan yang sering ia tunjukan padaku, aku tetap mencintainya. Justru kurasa cintaku semakin kuat karena sikap manjanya itu membuat intensitas kedekatan kami menjadi semakin sering. Namun, entah sampai kapan kami harus bersikap tidak saling kenal seperti ini saat di kampus. Aku sebenarnya sangat ingin mengumumkan pada semua orang jika aku adalah isteri dari dosen hot itu. Tapi, aku memiliki berbagai macam pertimbangan sendiri untuk mengatakan hal itu, sehingga kami kemudian sepakat untuk mengumumkannya setelah aku menyelesaikan pendidikan sarjanaku. Biarlah selama tiga tahun ini aku menahan diri untuk berdekatan dengan Donghae oppa selama di kampus, karena kuyakin setelah ini kehidupan kami akan lebih bahagia.
"Apa kau ingin pulang sekarang? Aku sudah memarkirkan mobilku di tempat parkir yang paling sepi, sehingga kau tidak perlu takut jika sewaktu-waktu berpapasan dengan temanmu."
"Terimakasih oppa, kau memang seorang suami dan daddy yang paling hebat. Aku janji akan segera menyelesaikan kuliahku agar kita dapat mengumumkan berita pernikahan kita pada semua orang."
"Tentu, aku akan selalu bersabar untuk menunggu hal itu. Apa kau ingin sebuah pesta yang mewah? Aku bisa membuatkannya untukmu jika kau mau." Tawar Donghae oppa terdengar menggiurkan. Tapi dengan bijak aku langsung menggelengkan kepalaku sambil merangkul lengannya mesra. Meskipun pesta pernikahan yang mewah bisa diwujudkan oleh Donghae oppa dengan mudah, tapi aku lebih memilih untuk membuat sebuah acara sederhana yang hanya dihadiri oleh beberapa teman dekatku dan kolega-kolega Donghae oppa karena menurutku kemewahan itu tidak akan berarti apapun dibandingkan dengan rasa cinta yang diberikan olehnya untukku.
"Mungkin makan malam biasa di sebuah restoran itu sudah lebih dari cukup untuk mengumumkan berita pernikahan kita karena aku ingin sebuah acara sederhana namun penuh dengan cinta. Apa kau setuju?"
"Tentu, as you wish my queen. Ayo kita pulang, malam ini kita harus bekerja keras untuk mendapatkan adik baru untuk Haejo. Kasihan putraku ini, dia sepertinya kesepian."
Refleks aku langsung mencubit perutnya dengan gemas karena aku tahu apa yang yang sedang dipikirkannya saat ini. Tapi, sebenarnya aku sedang menyembunyikan sebuah berita besar darinya, dan kuyakin ia pasti akan segera berteriak gembira setelah ini.
"Dasar, itu pasti hanya akal-akalanmu saja kan. Lagipula Haejo setelah ini tidak akan kesepian lagi, karena aku sedang hamil. Ini sudah dua minggu." Ucapku pelan dan malu-malu. Sontak pria itu langsung memelukku dengan erat tanpa mempedulikan keberadaan Haejo diantara kami yang akan terhimpit dengan tubuhnya yang keras itu. Tapi, aku sendiri tidak berusaha untuk menegurnya karena aku hanya ingin membiarkannya untuk meluapkan rasa bahagianya tanpa sebuah interupsi sedikitpun.
"Kau hamil? Oh ya Tuhan, ini berita yang sangat menggembirakan. Haejo pasti akan sangat senang. Kalau begitu aku tidak akan menunggu lebih lama lagi untuk mengumumkan berita pernikahan kita karena perutmu pasti akan cepat membesar setelah ini. Apa kau setuju untuk membuat sebuah pesta perayaan kecil saat natal? Kukira itu adalah saat yang tepat untuk mengumumkan semuanya." Ucap Donghae oppa ringan di sebelahku. Aku mengangguk setuju di sebelahnya dan membalas pelukan hangatnya dengan lebih erat.
"Apapun keputusnmu, aku akan setuju."
"Terimakasih sayang. Aku mencintaimu."
"Hmm, kami juga mencintaimu daddy." Bisikku lembut di telinganya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro