The Psycho and His New Life 10
Masa depan adalah sebuah misteri. Tidak pernah ada yang tahu jika seorang jenderal dingin seperti Lee Donghae akan mengakhiri masa lajangnya dengan seorang putri dari menteri keuangan yang terkenal cantik dan juga keras kepala. Dulu ia pikir ia akan menghabiskan seluruh hidupnya dengan kesendirian dan hanya mengisinya dengan peperangan tiada akhir untuk membela negaranya. Tapi ternyata ia salah. Takdir tidak mengijinkannya untuk terus terpuruk dalam kesendirian dan dendam masa lalunya, sehingga Tuhan mengirimkan Im Yoona untuk mengisi kekosongan harinya.
Kini Ia tidak lagi sendiri. Bersama Yoona ia merasakan berbagai macam emosi yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. Senang, sedih, khawatir, marah, semuanya kini ia rasakan. Terlebih jika Yoona sebentar saja menghilang dari jarak pandangnya, ia pasti akan uring-uringan sepanjang hari hingga Yoona sendiri yang menenangkannya dengan kehadiran wanita itu di sampingnya.
"Jenderal Lee...."
Yoona mengecup manja cuping telinga suaminya dan sedikit menggodanya agar bangun. Hari ini Donghae mendapatkan jatah libur dari presiden sehingga pria itu memilih untuk bermalas-malasan di atas ranjang lebih lama dari biasanya. Yoona yang sudah bangun sejak tadi, lantas berinisiatif untuk membangunkan suaminya karena hari ini ia harus pergi ke kampus. Ia tidak bisa meliburkan diri sama seperti suaminya, karena ia sudah berada di tahun terakhir perkuliahannya. Sebentar lagi ia akan lulus dan mendapatkan gelar master yang sudah ia nantikan sejak lama.
"Jam berapa ini?"
Donghae bertanya pelan sambil membalikan tubuhnya ke kiri, menghadap kearah sang isteri yang terlihat sudah rapi dengan kemeja serta rok pendek selutut yang menampilkan kaki jenjangnya yang indah.
"Tujuh. Ayo turun dan sarapan bersama. Aku tahu kau sangat lelah setelah menyelesaikan misimu di perbatasan China. Tapi apa kau tidak ingin sarapan bersamaku? Sudah lama kita tidak sarapan bersama." Rengek Yoona manja dengan wajah menggemaskan. Donghae menaikan alisnya sekilas lalu menyingkap selimut tebalnya untuk turun. Tak biasanya ia menjadi seorang pemalas seperti ini. Biasanya ia akan bangun lebih pagi daripada Yoona dan membangunkan isterinya setelah menyelesaikan beberapa kali putaran lari disekitar halaman rumahnya. Tapi hari ini ia sedang malas. Hari ini ia benar-benar hanya ingin di rumah seharian bersama Yoona dan melakukan kegiatan panas di atas ranjang yang sudah lama tidak mereka lakukan. Sepertinya mereka sudah satu bulan tidak melakukannya. Ya, ia ingat. Terakhir mereka melakukannya adalah bulan lalu, sebelum ia berangkat menuju China dan berpisah dengan isterinya selama satu bulan lamanya. Tapi melihat Yoona yang sudah siap dengan tas yang menggantung di pundaknya membuat Donghae mengurungkan niatnya untuk menyerang Yoona pagi ini. Ia berusaha menyakinkan dirinya sendiri jika ia masih memiliki banyak kesempatan untuk mengajak Yoona bersenang-senang di atas ranjang.
"Ada apa? Sedang memikirkan sesuatu?" Tanya Yoona heran ketika ia melihat Donghae justru mengernyitkan dahinya sambil melamun. Pria itu tanpa mengucapkan apapun segera melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Tidak baik memang berlama-lama di atas ranjang karena hal itu akan semakin memperkeruh pikirannya yang tidak waras.
"Aku akan mengantarmu. Kapan kau akan pulang?" Tanya Donghae sambil mengeringkan wajahnya dengan handuk. Yoona mulai melirik jam tangannya dan menghitung waktu yang akan ia habiskan di kampus. Biasanya perkuliahannya selesai pukul setengah dua siang, tapi karena hari ini ia akan mencari buku di perpustakaan kampus bersama beberapa temannya, mungkin ia membutuhkan waktu lebih lama di kampus.
"Jemput aku pukul tiga. Aku harus pergi ke perpustakaan siang ini untuk mencari bahan-bahan tugas thesisku." Ucap Yoona lesu. Ia sebenarnya lelah dan juga bosan karena hampir setiap hari ia harus berkutat dengan tugas thesisnya. Namun demi mendapatkan gelar master dan segera lulus dari universitas, ia rela mengesampingkan semua egonya dan terus berkutat dengan thesisnya yang membosankan.
"Berapa lama lagi kau akan menyelesaikan thesismu?"
"Kenapa? Apa kau sudah tidak sabar jenderal Lee?"
Yoona tiba-tiba sudah berdiri di depan tubuh Donghae dan mengalungkan kedua lengannya dengan mesra di atas pundak kokoh Donghae yang cukup tinggi. Ia dengan tatapan genitnya menggoda Donghae dan memberikan satu kecupan singkat di bibir Donghae dengan seringaian jahil.
"Tidak sabar untuk apa? Kau aneh." Komentar Donghae datar. Yoona ingin sekali berteriak kesal dengan tingkah Donghae yang terkadang masih dingin di depannya. Pria itu terkadang masih menunjukan sisi arogannya yang sangat menyebalkan hingga Yoona merasa geram. Tapi untung saja Donghae sudah tidak lagi sekasar dulu. Ia tidak pernah lagi menyakitinya setelah pria itu berjanji untuk memberikan seluruh kesetiaanya sebagai ganti rasa cinta yang tidak bisa diberikan oleh pria itu padanya.
"Ck. Apa kau normal jenderal? Kita sudah lama tidak melakukan hal hal romantis bersama." Decak Yoona kesal.
"Romantis? Apakah kita memang pernah melakukannya?" Tanya Donghae datar dengan wajah pias yang semakin membuat Yoona kesal. Mengapa suaminya itu sulit sekali mengerti maksud terselubung ucapannya. Ia pikir Donghae tidak seidiot itu untuk memahami maksud ucapannya yang menjurus kearah hubungan suami isteri yang sudah lama tidak mereka lakukan. Tapi... tiba-tiba saja Yoona tidak yakin jika Donghae juga menginginkannya sama sepertinya karena selama ini memang selalu dirinya yang terlihat agresif. Hanya di malam ketika ia kembali dari rumah ayahnya, Donghae menunjukan sisi agresifnya yang brutal. Selebihnya, Donghae selalu datar dan hanya mengikuti permainan yang ia ciptakan. Karena hal itu terkadang ia merasa menjadi wanita murahan yang sangat menjijikan karena ia seperti sedang menggoda pria lain yang sebenarnya adalah suaminya sendiri.
"Lupakan saja! Aku sudah terlambat untuk pergi ke kampus."
Yoona mendengus gusar dan segera melepaskan kedua lengannya dari pundak Donghae. Namun Donghae langsung menahan pinggangnya dan melumat bibir Yoona rakus dengan ciuman yang menggebu-gebu. Pria itu terlihat seperti seorang musafir yang kehausan di padang sahara. Ia tidak memberikan sedikitpun celah pada Yoona untuk sekedar menyesuaikan diri atau bernapas karena pria itu terus melumat bibirnya hingga ia benar-benar puas dengan sensasi bibir merah muda yang selalu terasa manis untuknya.
"Aku menginginkanmu." Bisik Donghae serak. Yoona tersipu malu di depan Donghae sambil mengalihkan tatapannya kearah lain karena ia tidak kuat melihat mata bergairah Donghae yang selalu terlihat berapi-api. Ia tidak menyangka jika godaannya akan behasil membangunkan sisi liar Donghae yang sudah lama terkubur di dalam diri pria itu.
"Tapi aku harus mengikuti perkuliahan pagi ini." Ucap Yoona berkilah. Sejujurnya ia juga sudah terlanjur terbakar api gairah yang dipercikan Donghae, tapi untuk kali ini ia ingin menguji apakah Donghae akan menyerah begitu aja atau berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkannya.
"Aku menginginkanmu sekarang, dan aku tidak menerima penolakan."
Donghae terlihat memajukan wajahnya dan ingin meraup bibir merah muda Yoona lagi. Namun gerakannya tiba-tiba dihentikan Yoona dan membuat pria itu menggeram tertahan dengan suara tenggorokannya.
"Aku harus ke kampus, dosenku menungguku." Peringat Yoona. Donghae mendecih kesal dan segera menyingkirkan jari-jari lentik Yoona yang memenjara bibirnya.
"Apa kau pikir aku peduli? Mereka tidak memiliki hak untuk melarangmu bercinta denganku. Kau isteriku dan aku yang memegang kendali atas kehidupanmu sekarang. Persetan dengan dosen-dosenmu, aku menginginkanmu sekarang. Lagipula kau yang membangunkan sisi liarku. Kau harus bertanggungjawab atas ulahmu pagi ini." Ucap Donghae telak dan tidak ingin dibantah. Pria itu lalu melumat bibir Yoona rakus dan menggendong tubuh kurus Yoona menuju ranjang mereka. Suara decapan yang ditimbulkan dari tautan keduanya terdengar begitu ricuh, meramaikan suasana pagi yang cukup sepi di kediaman Donghae.
Memutuskan untuk hidup bersama Donghae sejak empat bulan yang lalu memang akan seperti ini. Ia harus selalu siap dengan perubahan sifat Donghae yang tiba-tiba dan juga keinginan tak terbantahkan Donghae yang kadang memang terdengar menyebalkan untuknya. Tapi mau bagaimana lagi? Sejak awal memang ini yang ia inginkan. Menikah dengan Lee Donghae dan hidup bersama Lee Donghae hingga maut yang benar-benar akan memisahkan mereka. Tak peduli meskipun Donghae memiliki seribu satu kepribadian yang tak terduga, ia tetap mencintai pria itu sebanyak yang bisa ia berikan padanya.
"Hmmpphh... aku memiliki sesuatu yang ingin kukatakan padamu." Bisik Yoona di tengah-tengah ciuman panas mereka. Pakaian dan rok yang sebelumnya terpasang rapi di tubuhnya, kini sudah berserakan tak beraturan di atas lantai dengan keadaan mengenaskan. Sedangkan Donghae, ia juga sudah terlihat sama kacaunya dengan Yoona karena sejak tadi ia sedang berusaha untuk mengendalikan gairahnya agar ia tidak bermain kasar dan berujung pada menyakiti Yoona yang terlalu lembut di bawahnya.
"Nanti saja. Aku sedang tidak ingin mendengar apapun dari bibir manismu selain erangan penuh nikmat dan desahan namaku."
"Ohh... Kau, manis sekali." Komentar Yoona sebelum Donghae kembali melumat bibirnya dan melucuti semua pakaian mereka yang tersisa hingga mereka benar-benar polos, siap untuk bertempur di atas ranjang yang panas.
-00-
Pukul satu siang Donghae mengantarkan Yoona ke kampusnya untuk mencari referensi thesisnya di perpustakaan. Setelah percintaan panas mereka yang memakan waktu berjam-jam, Yoona mulai merengek untuk pergi ke perpustakaan karena ia benar-benar harus mencari materi tambahan untuk thesisnya. Tidak masalah ia tidak hadir di perkuliahan pagi ini, tapi ia tetap bersikeras untuk pergi ke perpustakaan karena ia memang harus mendapatkan buku yang ia cari.
"Jemput aku pukul tiga, kali ini aku tidak akan membuatmu menunggu lagi." Ucap Yoona sambil melepas sabuk pengamannya. Donghae mengangguk kecil mengiyakan permintaan Yoona dan tidak berkomentar apapun setelahnya. Ia hanya berharap kali ini Yoona benar-benar akan segera keluar saat ia menjemputnya karena berkali-kali ia selalu dipermainkan wanita itu. Ia pernah menjadi santapan wanita-wanita genit di kampus Yoona ketika ia sedang menunggu wanita itu di depan mobil sportnya. Saat itu ia yang baru pulang dari markas terlihat begitu mencolok dengan seragam tentara kebanggaan rakyat Korea Selatan sehingga keberadaanya di sana langsung menjadi pusat perhatian dan beberapa diantara mereka dengan terang-terangan menghampirinya untuk menanyakan nomor telepon. Benar-benar menyebalkan! Tapi meskipun begitu Yoona tidak pernah jera untuk membuatnya menunggu. Ia selalu membuat alasan klise seputar dosennya yang terlalu asik memberikan kuliah di kelas atau teman-temannya yang terus mengajaknya berbicara hingga lupa waktu. Terkadang ia benar-benar geram dan ingin meninggalkan Yoona begitu saja di kampus agar ia pulang bersama Hyukjae. Tapi tetap saja pada akhirnya ia tidak tega dan memilih untuk menunggu meskipun ia akan menjadi santapan para wanita kelaparan di kampus Yoona.
"Oiya, aku sudah memanaskan makanan di rumah. Jika kau lapar, kau bisa langsung memakannya." Pesan Yoona sebelum turun.
"Siang ini aku akan pergi bersama Hyukjae. Kali ini ia sedang memiliki masalah."
Seketika gerakan Yoona terhenti. Ia kembali masuk ke dalam mobil dan menatap Donghae dengan tatapan penuh ingin tahu yang terlihat khawatir.
"Apa yang terjadi dengan Hyukjae oppa? Ia tidak sedang mengalami ancaman teror seperti dulu bukan?" Tanya Yoona semakin khawatir. Ia jadi teringat peristiwa dua bulan yang lalu ketika Hyukjae hampir mati karena mendapatkan serangan bom bunuh diri dari seorang teroris yang diduga memang memiliki dendam pada Hyukjae karena Hyukjae pernah menjadi pemimpin pasukan anti teroris beberapa tahun silam. Dan karena kejadian itu, beberapa anak buah Hyukjae terluka parah. Untungnya saat itu Hyukjae berhasil menyelamatkan diri dengan berlindung di bawah pilar bangunan yang terbuat dari beton. Tapi tetap saja, akibat dari ledakan itu Hyukjae mengalami luka-luka ringan dan harus mendapatkan jahitan di beberapa tubuhnya. Dan sekarang Yoona takut jika kejadian itu akan menimpa Lee Hyukjae, karena bagaimanapun ia telah menganggap Lee Hyukjae sebagai kakak kandungnya sendiri.
"Bukan. Ini bukan masalah teroris atau apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya. Tapi ini masalah pernikahan. Minggu lalu Hyukjae mendapatkan telepon dari ibunya jika ibunya sudah menyiapkan calon pengantin untuknya di rumahnya. Mendengar rencana ibunya yang akan menjodohkannya membuat Hyukjae kalang kabut. Ia benar-benar bingung bagaimana cara menolak ibunya karena ia belum siap untuk berkomitmen."
"Setakut itukah Hyukjae oppa untuk menikah? Benar-benar aneh. Mungkin nanti aku harus menghubunginya dan memberikan pengertian padanya agar tidak menolak permintaan ibunya. Usia Hyukjae oppa sudah lebih dari cukup untuk berkeluarga."
"Kenapa harus menghubunginya?" Tanya Donghae tiba-tiba. Yoona menakan alisnya bingung dan menatap Donghae tak mengerti. Bukankah ia sudah biasa menghubungi Lee Hyukjae dan berbagi keluh kesah pada pria itu? Tapi kenapa sekarang suaminya terlihat keberatan saat ia akan menghubungi Lee Hyukjae?
"Ia bukan anak kecil yang memerlukan nasihat dari gadis ingusan sepertimu. Lee Hyukjae pria dewasa yang bisa menyelesaikan masalahnya sendiri."
"Kenapa kau berkata seperti itu? Lagipula aku bukan gadis ingusan lagi. Ingat, gadis ingusan ini adalah wanita yang sering memuaskan nafsumu." Ucap Yoona kesal. Ia lalu melangkah turun dari mobil SUV Donghae dan membanting pintunya keras-keras karena kesal. Pria itu selalu saja menganggapnya gadis kecil ingusan yang tidak bisa apa-apa. Padahal sekarang ia telah berubah menjadi wanita dewasa yang sebentar lagi akan menjadi ibu.
"Ahh..."
Yoona tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berbalik ke belakang untuk mencari keberadaan Donghae lagi. Sayangnya mobil SUV silver milik suaminya telah melaju kencang meninggalkan pelataran kampus yang luas. Padahal tadi saat di rumah ia ingin memberitahukan pada Donghae jika ia hamil. Dua minggu yang lalu ia tak sengaja mencoba test pack yang ia beli di apotek dan mendapatkan berita mengejutkan jika ia sedang hamil. Lalu saat ia memeriksakan diri ke rumah sakit, dokter juga mengatakan jika ia tengah hamil dua minggu. Sayangnya saat itu Donghae belum kembali dari China dan ia tidak mau memberitahu kabar bahagia itu melalui telepon. Dan tadi pagi saat ia akan memberitahukannya pada Donghae, ia justru lupa karena terlalu asik tenggelam dalam gairah bersama Donghae. Yoona menghembuskan napasnya kecil dan segera masuk ke dalam kampusnya untuk mencari buku. Mungkin ia akan memberitahukannya nanti saat ia sudah selesai dengan urusan bukunya di perpustakaan.
"Yoona!"
Yoona menoleh ke samping ketika sebuah suara yang begitu familiar membuyarkan lamunannya tentang bayi. Seketika senyuman cerah terpacar dari wajah Yoona kala pria yang tadi memanggilnya tampak berlari-lari kecil mendekat kearahnya.
"Minho, apa yang kau lakukan di sini? Bagaimana perkuliahan profesor Cha Doohyun hari ini?"
"Membosankan." Jawab Minho pendek. Pria berwajah tampan itu berjalan beriringan bersama Yoona masuk ke dalam kampus sambil merangkul bahu Yoona ringan di sebelahnya.
"Kenapa kau tidak mengikuti perkuliahan profesor Cha Doohyun?"
"Suamiku pulang kemarin."
"Lalu?" Tanya Minho dengan kernyitatan di wajahnya. Sebagai seorang sahabat yang sering melihat interaksi Yoona dengan Lee Donghae, Choi Minho yakin jika alasan kepulangan Donghae dari misinya bukanlah sebuah alasan bagi Yoona untuk meninggalkan perkuliahan. Ditambah lagi hubungan pernikahan yang terjadi antara sahabatnya dan Jenderal paling hebat di Korea itu tidaklah seperti hubungan-hubungan yang sering terjadi pada pasangan lain. Mereka jarang melakukan kontak fisik dan terlihat bersama. Hanya sesekali Donghae menjemput Yoona di kampus ketika ia sedang tidak memiliki pekerjaan. Selebihnya, Yoona selalu terlihat mandiri dengan membawa mobil sendiri saat ke kampus.
"Lalu? Lalu aku menyambutnya. Kenapa kau harus menanyakan pertanyaan yang tidak penting seperti itu. Sesekali tidak datang dalam perkuliahan profesor Cha Doohyun tidak masalah bukan?" Ucap Yoona santai. Minho mengernyitkan dahinya heran dan tiba-tiba menyibak rambut panjang Yoona ke samping. Sejak tadi ada sesuatu yang mengganggnya hingga ia merasa perlu melakukan hal itu untuk membuktikan dugaanya. Dan benar saja, saat ia menyingkirkan helai demi helai rambut Yoona, ia dapat melihat beberapa bercak merah serupa kissmark yang tersemat di sekitar area leher Yoona. Seketika Yoona mendorong tubuh Minho menjauh dan cepat-cepat merapikan tatanan rambutnya agar mahasiswa lain tidak melihat bercak merah keunguan yang ditinggalkan Donghae di sana setelah mereka bercinta.
"Apa yang kau lakukan Choi Minho!" Bisik Yoona kesal. Beberapa mahasiswa tampak menatap aneh kearahnya penuh ingin tahu. Sedangkan Minho justru terlihat santai sambil menunjukan seringaian jahilnya.
"Jadi itu alasanmu tidak mengikuti perkuliahan profesor Cha Doohyun? Hm... ia pasti sangat ahli dalam urusan ranjang."
"Choi Minho!" Desis Yoona penuh peringatan sambil melirik ke kiri dan kanan karena beberapa mahasiswa mulai mencuri dengar pembicaraan mereka yang cukup ambigu.
"Santai saja Yoong, aku janji tidak akan menyebarkannya pada siapapun. Ini hanya rahasia antara kau dan aku."
"Sialan kau Choi Minho. Tutup mulutmu dan lupakan semuanya." Teriak Yoona kesal dan langsung berjalan pergi meninggalkan Minho yang masih menyeringai jahil di belakangnya. Beberapa mahasiswa yang berjalan disekitar mereka beberapa kali mencuri-curi pandang sambil mendengarkan pembicaraan sang dewi kampus dan sahabat tampannya, Choi Minho. Tapi sayangnya mereka harus menelan kekecewaan karena Minho setelah itu langsung berlalu pergi mengejar Yoona tanpa melajutkan pembicaraan ambigu mereka yang cukup mengundang rasa ingin tahu mereka.
-00-
Hyukjae meletakan sekaleng soda di atas meja sambil menatap lesu sahabat baiknya yang sejak tadi hanya menatapnya datar tanpa suara. Sudah lebih dari sepuluh menit Donghae duduk di sana, di dalam apartement Hyukjae yang sepi dan sunyi. Tapi selama itu, baik dirinya maupun Lee Hyukjae belum mengucapkan sepatah katapun selain suara helaan napas yang sejak tadi dikeluarkan Hyukjae. Entah apa yang sedang dialami sahabat sekaligus bawahannya itu, yang jelas hari ini keadaan Hyukjae terlihat jauh lebih kusut daripada beberapa hari yang lalu saat mereka melakukan panggilan video untuk membahas masalah ancaman teroris.
"Kau ingin mengatakan sesuatu?"
Donghae mengambil minumannya sambil menatap sahabatnya yang masih bertahan dengan kebisuannya. Sejak tadi ia membuang-buang waktu berharganya hanya untuk mendengarkan helaan napas Hyukjae yang terus berhembus berisik di depannya. Satu setengah jam lagi ia harus menjemput Yoona di kampusnya. Jika Hyukjae tidak segera mengutarakan masalahnya, ia bersumpah tidak akan pernah mau membantu pria itu menyelesaikan masalahnya. Hari ini ia sudah berbaik hati meluangkan waktunya demi sang sahabat tercinta yang selama ini selalu membantunya di kala ia susah.
"Bagaimana kabar Yoona?"
Satu kalimat yang berhasil dikeluarkan Hyukjae berhasil membuat Donghae mengernyit gusar. Sejak tadi ia menunggu pria itu mengutarakan masalahnya, tapi kalimat pertama yang terlontar justru terkait bagaimana keadaan Yoona. Sungguh bukan itu yang ingin ia dengar. Lagipula untuk apa pria itu mempertanyakan masalah Yoona, Yoona adalah urusannya. Bukan urusan pria lusuh penuh masalah yang sedang duduk di depannya saat ini.
"Yoona baik. Bagaimana dengan masalahmu dengan ibumu? Kuyakin alasan dibalik penampilanmu yang lusuh hari ini adalah karena ibumu."
"Hahhh..."
Hyukjae menghela napas lagi di depannya sambil memandang Donghae penuh kefrustrasian.
"Minggu depan aku akan menikah."
Donghae terlihat terkejut dengan informasi yang diberikan Hyukjae, namun ia memilih untuk bersikap datar ketimbang bersikap heboh yang tidak akan pernah berguna untuk kelangsungan hidup Hyukjae.
"Kenapa mendadak? Apa ibumu sungguh-sungguh?"
"Seratus persen ibuku bersungguh-sungguh. Bahkan ibuku hari ini akan datang untuk menjemputku, apa yang harus kulakukan Hae?" Rengek Hyukjae seperti anak kecil. Donghae terkekeh geli melihat kondisi Hyukjae yang benar-benar mengenaskan di depannya, namun entah mengapa terlihat lucu di matanya. Tidak pernah ia melihat Hyukjae setakut ini hanya karena sebuah pernikahan. Dan ngomong-ngomong, pernikahan sepertinya tidak terlalu buruk juga. Dulu ia juga menganggap kehidupan pernikahan adalah kehidupan yang rumit. Penuh intrik dan berbagai macam kerumitan yang tidak mudah untuk dipecahkan. Namun setelah ia menikah dengan Yoona, semuanya terasa berbeda. Kehidupan pernikahan ternyata tidak seburuk yang ia pikirkan. Dengan menikah, ia bisa merasakan sebuah perasaan rumit yang ia sendiri tidak bisa menjelaskannya, namun terasa sangat indah untuknya.
"Menikahlah, tidak ada yang buruk dengan pernikahan."
Hyukjae menatap Donghae tak percaya sambil menunjukan wajah frustrasinya yang menyedihkan. Pria itu tampak tidak percaya dengan indera pendengarannya sendiri setelah mendengar Donghae yang justru menyuruhnya menikah dengan nada santai.
"Pernikahan tidak seburuk yang kau fikirkan Hyuk. Apa yang dilakukan ibumu benar. Kau memang sudah sepantasnya menikah di usiamu yang sudah menginjak tiga puluh dua tahun ini." Nasihat Donghae bijak. Hyukjae semakin frustrasi mendengarkan nasihat dari sahabatnya yang sangat tidak menolong itu. Niatnya memanggil Donghae ke apartementnya adalah agar membantunya keluar dari masalah perjodohan kolot yang direncanakan ibunya, tapi nyatanya, ia justru mendapatkan jalan buntu dengan memanggil Donghae ke apartementnya.
"Aku belum siap."
"Bahkan hingga sepuluh tahun yang akan datangpun kau tetap akan mengatakan hal yang sama. Tidak ada jalan lain selain menuruti keinginan ibumu dan merasakan sendiri bagaimana kehidupan pernikahan sebenarnya. Percayalah jika itu tidak seburuk yang kau pikirkan."
"Huh, apa ini karena Yoona? Apa kau tidak sadar jika kata-katamu itu seperti kau sedang menjilat ludahmu sendiri. Dulu kau dengan terang-terangan membenci Yoona, menolak Yoona, dan berusaha mengusir Yoona jauh-jauh dari hidupmu. Tapi apa yang kulihat sekarang? Kau sepertinya mulai mencintai Yoona dan menyukai pernikahan kalian." Cibir Hyukjae telak. Donghae diam. Ia tidak berusaha menyangkal tuduhan yang diberikan Hyukjae padanya karena itu memang benar. Perlahan-lahan ia mulai menyukai kehidupan pernikahannya dan mulai bisa berdamai dengan masa lalunya. Yoona membuatnya merasa menjadi seseorang yang berharga dan juga dicintai. Sekarang setiap saat ia merasa keberadaannya di dunia ini berarti. Dan itu semua karena Yoona.
"Kau benar. Aku memang sedang menjilat ludahku sendiri. Dulu aku sangat membenci Yoona dan ingin ia menjauh dari hidupku. Tapi semakin aku mengenalnya, aku justru semakin tidak bisa jauh darinya. Yoona seperti magnet untukku, ia menarikku untuk mendekat padanya dan ia juga membanjiriku dengan banyak cinta yang selama ini tidak pernah kudapatkan. Memang keluarga angkatku memperlakukanku dengan baik, tapi aku merasa perasaan cinta yang diberikan Yoona padaku jauh berbeda dari perasaan cinta yang diberikan keluarga angkatku. Yoona mengingatkanku pada ibuku yang selalu bersikap lembut padaku meskipun aku adalah anak yang sangat sulit diatur. Dan setelah aku kehilangan ibuku, aku tidak mau mengulangi hal yang sama. Aku tidak mau berkubang dalam penyesalan karena menyia-nyiakan Yoona seperti aku menyia-nyiakan ibuku dulu."
"Wow."
Hyukjae bergumam pelan dan tampak tak bisa berkata-kata. Semua kata-kata Donghae siang ini membuktikan padanya jika sosok jenderal Lee yang selama ini terkenal dingin dan kejam telah menghilang. Kini Donghae telah berubah menjadi pria normal dengan sisi kemanusiaannya yang mulai tumbuh.
"Menurutku kau harus mengikuti keinginan ibumu. Tidak ada salahnya keluar dari zona nyaman dan mencoba hal baru karena kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak mencoba masuk ke dalamnya. Lagipula ibumu pasti telah memilihkan yang terbaik. Tidak ada orangtua yang ingin melihat anaknya menderita."
Prok prok prok prok
"Hyukjae bertepuk tangan heboh dan menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir dengan sisi baru Donghae yang sangat tidak terduga. Yoona benar-benar memberikan pengaruh yang besar pada seorang Lee Donghae. Tapi melihat sahabatnya yang berubah menjadi bijak seperti ini, apakah suatu saat ia juga akan mengalaminya? Apakah ia juga akan berubah menjadi pria yang bijak setelah menikah dengan seorang wanita yang tidak pernah dikenalnya selama ini?
"Siapa nama gadis yang akan dijodohkan denganmu?"
Hyukjae mengerjapkan matanya sekali dan mulai kembali pada dunia nyata yang sempat ditinggalkannya untuk berkhayal. Dengan wajah sendu pria bergusi pink itu menatap Donghae sambil menyebutkan nama sang gadis yang sebentar lagi akan menjadi pasangan seumur hidupnya.
"Kim Hyoyeon."
-00-
Brukk
Yoona melemparkan tubuh lelahnya sedikit keras pada sandaran kursi penumpang di samping Donghae. Di tangannya sudah tersaji tumpukan buku-buku yang akan menjadi amunisinya dalam mengerjalan tugas akhir program masternya.
"Kau terlihat pucat."
Donghae menatap Yoona dari samping dan melihat wajah isterinya sedikit pucat dan juga berkeringat. Tanpa mengatakan apapun Donghae meraih selembar tisu dari kotak tisu di sampingnya dan perlahan-lahan mulai mengelap tetesan keringat yang membanjiri wajah cantik isterinya.
"Kita harus ke dokter, kau sedikit demam." Ucap Donghae. Yoona menyingkirkan tangan Donghae yang masih mengelap keringat di dahinya lalu menggeleng lemah.
"Aku baik-baik saja. Ini hanya bagian dari trimester pertama kehamilan. Jenderal Lee, aku hamil."
Hening. Tiba-tiba suasana diantara mereka menjadi hening dan terasa mencekam. Yoona yang awalnya cukup cemas menanti reaksi yang akan ditunjukan Donghae terlihat semakin cemas karena Donghae tak kunjung mengatakan apapun dan justru segera melajukan mobilnya tanpa berkomentar apapun. Yoona lalu mengalihkan wajahnya kearah lain sambil mengamati pemandangan lalu lalang kendaraan dengan perasaan pedih. Ia pikir Donghae akan senang mengetahui berita kehamilannya, tapi pria itu justru bersikap dingin setelah mendengar kabar gembira yang ia berikan. Apakah salah jika ia mengandung? Tuhan telah memberikan kepercayaan padanya untuk menjadi ibu di usia pernikahannya yang baru menginjak empat bulan. Meskipun itu memang terlalu cepat, tapi itu bukanlah sebuah alasan untuk bersikap dingin seperti itu. Ia seharusnya bahagia. Disaat pasangan lain memohon-mohon untuk mendapatkan seorang anak, mereka justru langsung mendapatkannya dengan sangat mudah. Bahkan di tengah-tengah kerepotannya yang sedang mengerjakan tugas akhir program masternya, itu berarti Tuhan memang telah menganggapnya mampu untuk mengemban tanggungjawab sebagai orangtua.
"Maaf jika ini terlalu mendadak dan membuatmu terkejut."
Yoona berucap dengan suara tercekat yang sangat kentara di setiap kalimatnya. Namun Donghae tetap saja diam dan hanya memandang lurus ke depan. Setelah mendengar berita yang cukup mengejutkan itu, entah kenapa ia merasa... bingung. Memiliki seorang anak bukanlah rencananya dalam waktu dekat ini. Ia masih harus menata hidupnya agar lebih baik dan dapat memberikan lingkungan yang kondusif untuk calon anaknya. Dan sekarang jika tiba-tiba Tuhan memberikan mereka anak, apa yang harus ia lakukan padanya kelak? Ia bukanlah calon ayah yang baik. Ia seorang psycopath. Seorang pembunuh berdarah dingin yang memiliki banyak musuh. Bagaimana jika suatu saat ia membahayakan anaknya? Sungguh ia tidak sanggup memikirkan berbagai macam kemungkinan buruk yang terus berlomba-lomba masuk ke dalam otaknya. Andai ia bisa meminta, ia ingin Tuhan tidak perlu memberikannya keturuna agar ia tidak perlu was-was dengan nasib keturunannya kelak atau bagaimana jika keturunannya memiliki sifat psycopathnya yang mengerikan. Ia tidak mau anaknya kelak bernasib sama sepertinya, karena ia sangat tahu bagaimana getirnya masa-masa menyedihkan itu.
"Sudah berapa lama?"
Akhirnya Donghae memilih buka suara untuk menetralkan suasana tegang yang menyergap mereka beberapa saat yang lalu. Dengan suara serak yang dipaksakan, Yoona mencoba menjawab pertanyaan yang dilontarkan Donghae meskipun tenggorokannya terasa benar-benar sakit saat ini.
"Sekitar dua minggu. Kehamilan ini masih sangat awal, jadi apapun bisa terjadi. Jika kau tidak menginginkannya, kita bisa menggugurkannya."
Donghae tanpa sadar meremas setir kemudinya kuat-kuat dan menggertakan rahangnya marah lantaran kata-kata Yoona yang terlalu sadis untuknya. Sungguh ia tidak suka dengan kata-kata Yoona yang terdengar sangat kejam untuk ukuran seorang calon ibu. Yoona pasti telah salah paham mengartikan kebisuaannya. Bukan itu yang sebenarnya ia inginkan. Ia hanya tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya.
"Jangan pernah mengambil kesimpulan sepihak jika kau tidak benar-benar memahaminya. Dan jangan pernah berpikiran untuk melenyapkannya karena ia tidak bersalah."
Yoona membuang wajahnya ke samping dan terlihat enggan untuk menatap Donghae lagi. Kata-kata yang dilontarkan Donghae benar-benar tidak memperbaiki apapun, justru Donghae semakin memperkeruh hatinya yang sudah keruh. Kini ia benar-benar merasa kesal pada Donghae dan ingin pulang ke rumah ayahnya. Percuma saja tinggal di rumah bersama Donghae jika suaminya itu sama sekali tidak menyayanginya dan juga kehamilannya. Donghae hanya menyukai tubuhnya, tapi pria itu tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya yang selama ini selalu menidurinya. Andai ia tahu akan sesakit ini rasanya, ia pasti memilih untuk diam dan tidak memberitahu pada pria itu jika ia tengah mengandung anaknya.
-00-
Seminggu berlalu dengan begitu cepat. Hubungan Yoona dan Donghae belum sepenuhnya membaik sejak kejadian sore itu. Donghae masih bersikap dingin dan selalu berusaha menghindari topik pembicaraan seputar bayi. Sementara itu, Yoona memilih untuk membesarkan janin itu sendiri. Berjuang sendiri dengan segala perasaan tidak enak yang terkadang menghinggapinya karena ia sedang dilanda morning sickness. Bahkan beberapa hari yang lalu Yoona juga pergi ke dokter kandungan sendiri karena ia sudah tidak kuat dengan gejala morning sickness yang dialaminya.
"Nak, tumben kau datang?"
Tuan Im Jaehyuk mengernyit heran ketika suatu malam Donghae mendatangi kantornya dengan wajah kusut yang tercetak jelas di wajahnya. Dengan langkah yang sangat kaku, Donghae berjalan mendekati ayahnya dan membungkuk sedikit di depan sang mertua sebelum memutuskan untuk duduk di depan meja kerja mertuanya.
"Selamat malam ayah." Sapa Donghae kaku. Tuan Im menganggukan sedikit kepalanya dan mencoba menerka-nerka apa yang sedang terjadi pada menantunya. Tidak biasanya Lee Donghae datang menemuinya karena selama ini mereka tidak terlalu cocok. Dulu mungkin ia masih bisa sedikit berbasa basi dengan Donghae karena pria itu beberapa kali ditugaskan untuk mengawalnya atau mengawal putrinya. Tapi sekarang, rasanya sangat aneh jika harus berbasa basi dengan Donghae setelah pria itu berubah status menjadi menantunya.
"Kau tampak kusut, ada apa? Apa kau datang bersama Yoona?"
"Tidak, aku hanya sendiri. Yoona sedang berada di rumah, mengerjakan tugas-tugas kuliahnya yang cukup menyita perhatiannya akhir-akhir ini."
"Apa ia baik-baik saja dengan itu? Aku jadi mengkhawatirkan kesehatannya."
Donghae mengamati setiap perubahan ekspresi yang ditunjukan ayah mertuanya.
Seperti itukah perasaan seorang ayah pada putrinya? Apa aku juga akan seperti itu?
Donghae terus berimajinasi dengan pikirannya sendiri hingga tuan Im berdeham dan membuat kesadarannya kembali ke dunia nyata.
"Yoona saat ini sedang hamil." Beritahu Donghae. Tuan Im tampak tidak terkejut. Melihat itu Donghae langsung berasumsi jika dirinya adalah orang terakhir yang mengetahui berita mengenai kehamilan Yoona.
"Yoona pasti sudah mengatakannya pada ayah."
"Ya. Ia memberitahukannya kemarin."
Donghae tampak terkejut. Ternyata ia bukan orang terakhir yang diberitahu Yoona mengenai kehamilannya. Dan betapa jahatnya ia karena hingga sejauh ini ia belum memberikan respon apapun terkait berita membahagiakan itu.
"Kemarin malam ia menghubungiku dengan suara ceria yang terdengar sangat bahagia. Tapi setelah melihat penampilanmu hari ini, kurasa kau tidak sebahagia Yoona. Ada apa? Bukankah itu juga anakmu."
Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Donghae kebingungan dan tidak bisa menjawab apapun. Jika biasanya ia selalu tampil percaya diri memimpin seluruh anak buahnya di medan perang, sekarang ia justru merasa seperti seorang pengecut yang telah kehilangan seluruh kepercayaan dirinya.
"Aku hanya tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku sudah lupa bagaimana rasanya kasih sayang antara orangtua dan anak. Meskipun aku mendapatkan kasih sayang dari orangtua angkatku, tapi aku tetap tidak bisa merasakannya. Sedangkan rasa kasih sayang yang diberikan oleh kedua orangtuaku, aku sudah lupa bagaimana rasanya. Apa Yoona pernah mengatakan jika aku ini adalah seorang psychopath?"
Tuan Im mengernyitkan dahinya dan terlihat tidak mengerti. Selama ini Yoona tidak pernah menceritakan apapun perihal Donghae. Apapun yang diceritakan Yoona padanya selalu berisi hal-hal baik yang kerap Donghae lakukan. Mengenai psychopath, Yoona tidak pernah mengatakannya. Jika Donghae benar-benar seorang psychopath, ia pasti tidak akan menyetujui permintaan sahabatnya untuk menikahkan Yoona dengan Donghae sebagai ganti Taecyeon.
"Aku ini adalah seorang psychopath dan pembunuh berdarah dingin. Sejak kecil aku memiliki kelainan psikologis karena aku pernah mendapatkan perlakuan buruk dari pamanku. Setelah ia membunuh kedua orangtuaku dengan sadis dan merampas seluruh harta ayahku, ia membuangku ke sebuah panti asuhan yang sama buruknya. Di panti asuhan itu setiap anak dipekerjakan oleh pemilik panti untuk menopang kehidupannya yang gemar berfoya-foya. Karena tidak tahan dengan semua penderitaan yang kualami, aku mulai melarikannya ke hal-hal lain. Aku sering berkelahi dengan teman-temanku yang mencari masalah denganku dan menyiksa mereka. Setiap kesakitan yang mereka tunjukan selalu membuatku merasa puas dan bahagia. Sejak saat itu aku mulai menyukai dunia hitam pembunuhan. Dan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, aku berusaha keras agar aku bisa diterima segagai anggota militer karena aku bisa menyalurkan ambisiku untuk membunuh dengan menangkap penjahat-penjahat yang telah merugikan negara. Namun terkadang keinginan itu muncul di saat aku tidak memiliki mangsa. Jika keinginan itu sudah membuncah di dadaku, aku harus segera memuaskannya dengan melukai seseorang dan melihat darah orang itu menetes-netes di depanku. Salah satu orang yang pernah menjadi korban dari keganasanku adalah Yoona. Aku..."
Donghae menghentikan ceritanya sejenak dan melirik buku-buku tangan ayah mertuanya yang mulai memutih karena terlalu kuat mengepalkan tangannya. Ia lalu tersenyum getir dan kembali melanjutkan ceritanya. Cepat atau lambat ia memang harus menceritakan ini pada tuan Im karena ia tidak mau lagi hidup di balik topeng. Ia ingin semua orang bisa menerimanya apa adanya, seperti Yoona yang selalu bisa menerima sisi kelamnya.
"Aku pernah menyiksanya. Menggores wajahnya dengan pisau dan mencekiknya hingga ia hampir mati. Tapi..."
"KURANGAJAR! Jika aku tahu bagaimana sikapmu yang sesungguhnya, aku tidak akan pernah mengijinkan Yoona menikahi monster sepertimu!" Maki tuan Im berang. Donghae lagi-lagi hanya tersenyum tipis dan kembali melanjutkan ceritanya dengan santai.
"Tapi sebanyak apapun aku menyakitinya, Yoona tetap bersikeras untuk bertahan bersamaku. Bahkan saat aku memberinya kesempatan untuk mengakhiri semua pernikahan ini, ia dengan berurai air mata justru memelukku dan bersumpah akan tetap mempertahankan janji suci yang telah kami buat di hadapan Tuhan. Putrimu... benar-benar menyadarkanku ayah. Yoona telah menyadarkanku dari semua kebodohan yang selama ini melingkupiku. Selama ini aku selalu berpikir jika hidupku ini tidak berharga. Bahkan aku tidak pernah peduli jika aku akan mati saat sedang menjalankan misi karena aku tidak pernah berharap banyak pada hidupku. Tapi Yoona membuatku sadar jika hidupku sangat berharga. Dan ia adalah wanita pertama yang memberikan cinta yang sangat tulus padaku. Nah, sekarang silahkan ayah memakiku sepuasnya, aku tidak akan melawan. Tapi sebelumnya aku ingin meminta maaf karena aku bukanlah menantu yang baik seperti harapan ayah selama ini."
Tuan Im terlihat kehilangan kata untuk memaki-maki Donghae. Seluruh amarah yang telah membuncah di dadanya hilang begitu saja ketika ia membayangkan wajah Yoona yang pasti akan sedih bila ia melukai suami tercintanya ini. Lagipula semuanya telah berlalu. Meluapkan seluruh amarah dan kekecewaannya saat ini bukanlah tindakan yang bijak. Terlebih lagi saat ini Yoona sedang mengandung anak dari pria monster di depannya. Ini sudah benar-benar sangat terlambat untuk memberi pelajaran pada Lee Donghae. Namun satu hal yang membuatnya bangga pada menantunya adalah, ia berani mengungkapkan semua keburukannya tanpa rasa takut sedikitpun.
"Jadi apa yang kau inginkan saat ini?"
Hanya itu satu kalimat yang berhasil ia keluarkan untuk Donghae. Selebihnya ia tidak tahu apa yang harus ia katakan.
"Aku ingin tahu bagaimana perasaan ayah setelah mengetahui putri ayah kusakiti. Sebentar lagi aku akan menjadi ayah, dan aku tidak tahu bagaimana caranya menempatkan diri sebagai seorang ayah yang baik." Desah Donghae frustrasi. Tuan Im tersenyum lebar melihat menantunya yang rupanya sedang dilema karena sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Wajar memang hal itu terjadi pada Donghae. Tapi rasanya benar-benar akan sangat mengerikan bila ia tidak memiliki siapapun untuk berbagi keluh kesah.
"Kau ingin tahu bagaimana menjadi ayah yang baik? Kau datang pada orang yang tepat nak." Seringai tuan Im misterius yang langsung disambut Donghae ikut tersenyum dengan senyum separuh andalannya yang terlihat menawan. Mulai malam ini ia akan belajar pada ayah mertuanya bagaimana cara menjadi orangtua yang baik karena semua buku yang telah ia pelajari seminggu ini benar-benar tidak berguna. Ia justru semakin dibuat pusing dengan cara-cara aneh yang disarankan oleh penulis yang menurutnya sangat tidak sesuai dengannya. Dan pada akhirnya mendatangi sang ayah mertua menjadi pilihan terakhirnya karena ia sudah terlalu kalut dengan semua momok menjadi ayah. Baginya persiapan untuk menjadi ayah beribu ribu kali lebih sulit daripada harus berdiri di barisan paling depan dalam sebuah peperangan.
-00-
"Bagaimana keadaanmu?"
Donghae mengelus puncak kepala Yoona lembut ketika Yoona baru saja keluar dari toilet setelah merasakan mual akibat morning sicknessnya. Dengan penuh perhatian Donghae mengangsurkan segelas air putih pada Yoona dan memberikan obat dari dokter yang harus diminum Yoona untuk mengurangi serangan morning sicknessnya.
"Tidak lebih baik dari kemarin." Jawab Yoona ketus. Wanita itu masih terlihat sebal pada Donghae yang tidak bisa menjadi suami idaman yang sering ia lihat di rumah sakit ketika ia sedang memeriksakan kandungannya. Melihat para ibu muda yang datang ke rumah sakit diantar oleh suami mereka membuat Yoona iri dan hanya bisa menggigit jarinya seperti orang bodoh.
"Apa kita perlu ke rumah sakit untuk memeriksa keadaanya?"
"Dokter mengatakan ini tidak apa-apa. Setelah meminum obat dan beristirahat aku akan baik-baik saja."
Yoona berjalan pergi meninggalkan Donghae untuk keluar dari kamar mereka. Tapi langkahnya segera ditahan Donghae hingga membuatnya harus kembali menatap mata teduh Donghae yang selalu berhasil membuatnya luluh.
"Hari ini ibu mengundang kita untuk makan malam di rumah karena kebetulan Taecyeon baru saja kembali dari Kanada."
"Tumben." Ucap Yoona mencibir. Tidak biasanya Donghae mengajaknya pergi menemui keluarganya. Apalagi Taecyeon ada di sana. Sejak mereka menikah, ia belum pernah bertemu Taecyeon. Padahal menurut kabar sebenarnya Taecyeon beberapa kali pulang ke Korea. Tapi sepertinya Donghae memang sengaja menjauhkannya dari Taecyeon karena pria itu dulu pernah melakukan suatu hal menjijikan hingga membuat pernikahan mereka dibatalakan. Selain itu Donghae juga tidak pernah mau mengantarnya berkunjung ke rumah orangtua angkatnya. Selama ini ia selalu pergi sendiri tanpa pernah ditemani oleh Donghae karena pria itu selalu memiliki seribu satu alasan untuk menolaknya.
"Kita akan menginap di sana malam ini. Lagipula mereka juga keluargaku, sudah sepantasnya aku mendekatkan diri pada mereka."
"Ya ampun."
Yoona tiba-tiba memekik keras sambil menempelkan kedua telapak tangannya di sekitar wajah Donghae. Wanita itu terlihat mengontrol suhu tubuh Donghae dengan membandingkan suhu tubuhnya yang normal dengan milik pria itu.
"Apa sisi lain dari dirimu sedang muncul jenderal? Hari ini kau terlihat aneh, tapi suhu tubuhmu normal." Ucap Yoona dengan gaya polos yang menyebalkan. Donghae menyingkirkan tangan-tangan Yoona dari wajahnya lalu mendengus gusar karena sikap isterinya yang justru terlihat menyebalkan disaat ia sedang berusaha untuk berubah.
"Apa kau tidak suka melihatku dekat dengan keluargaku?"
"Tentu saja aku menyukainya." Jawab Yoona cepat. Ia langsung mengangkup wajah datar Donghae dengan kedua telapak tangannya yang lembut, lalu memberikan satu kecupan singkat di bibir pria itu.
"Jangan marah. Kau terlihat jelek." Goda Yoona.
"Jangan menggodakku, kau terlihat aneh." Balas Donghae. Yoona langsung menunjukan wajah cemberutnya sambil menghentak-hentakan kakinya kesal.
"Sssttt... Aku tidak suka memiliki isteri manja yang suka merajuk."
Donghae menghentikan aksi kekanakan Yoona dengan menahan pinggang Yoona dan merapatkan tubuh Yoona kearahnya. Mendengar hal itu membuat Yoona teringat akan kejadian beberapa bulan silam ketika Donghae masih suka memperlakukannya seperti tentara junior di markas. Untungnya sekarang kebiasaan buruk Donghae itu sudah menghilang. Donghae tidak pernah menyuruhnya untuk berlatih keras seperti dulu. Hanya sesekali mengajaknya untuk berolahraga bersama atau menemaninya berlatih di ruang senjata milik pria itu di bawah.
"Yoona... sebenarnya aku sangat bahagia dengan berita kehamilanmu. Bahkan aku teramat sangat bahagia hingga membuatku khawatir dan bingung. Selama ini aku selalu hidup dengan kelainan psikis yang membuat diriku berbeda, aku takut akan menyakiti anak kita. Tapi sejujurnya aku benar-benar bahagia. Aku ingin terus melindungimu dan calon anak kita. Jadi aku berusaha keras agar aku bisa menjadi ayah yang layak untuk anak kita. Aku membaca berbagai macam buku dan berbagai macam artikel di internet. Tapi semuanya benar-benar tidak memberikan jalan keluar untukku. Justru aku bertambah kesal karena ternyata aku benar-benar buruk. Tidak ada satupun tips dari mereka yang cocok denganku. Akhirnya aku mendatangi orang terakhir yang bisa memberian jalan keluar untuk masalahku. Aku mendatangi ayahmu dan menceritakan semua sisi burukku padanya. Aku mengaku pernah menyakitimu dan hampir membunuhmu beberapa kali. Aku ingin tahu bagaimana sikap ayahmu ketika melihat anaknya disakiti agar suatu saat aku juga bisa menjadi ayah yang baik seperti ayahmu. Tapi ayahmu tidak melakukan apapun padaku. Ayahmu memaafkanku dan justru mengajarkan banyak hal terkait bagaimana cara menjadi ayah yang baik."
"Oppa..."
Yoona mulai terlihat berkaca-kaca sambil menutup mulutnya tak percaya. Selama ini ia selalu berburuk sangka pada Doghae dan menganggap Donghae tak menginginkan bayi yang sedang dikandungnya. Ia pikir selamanya Donghae tidak akan pernah menerima janin itu dan tetap hidup seperti Lee Donghae yang keras dan juga kaku. Tapi... apa yang ia dengar sekarang dari Donghae telah membuktikan jika semua prasangkanya selama ini salah. Ia telah salah menilai Donghae hingga sekarang ia benar-benar menyesal.
"Maafkan aku oppa, aku pernah berburuk sangka padamu."
"Ssshhh.. jangan menangis, aku tidak suka melihat air matamu. Setelah ini kita akan mengatakan pada semua orang mengenai berita kehamilanmu. Kali ini aku ingin seluruh rakyat Korea turut berbahagia atas kebahagiaan kita. Yoona, mungkin ini sedikit terlambat, tapi terimakasih atas segala hal yang telah kau berikan padaku. Bahkan nyawaku pun tidak akan cukup untuk membalas seluruh ketulusan yang telah kau berikan padaku."
Cup
"Jangan pernah merasa berhutang budi padaku karena kau memang pantas untuk mendapatkannya oppa."
Donghae melumat bibir Yoona lembut dan mencecapi setiap rasa manis yang dipancarkan Yoona dari setiap inci tubuhnya. Bersama Yoona kini ia akan memulai semuanya dari awal. Perlahan-lahan ia akan menghapus semua kenangan buruknya di masa lalu dan menggantinya dengan kenangan baru yang akan ia ciptakan bersama Yoona. Dan tentu saja juga bersama anak-anaknya kelak.
FIN
Yeayy, aq sengaja ngebut ngepostnya karena mau up FF baru.. Stay tunned yaah
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro