Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Story Of Us Part 5

Kesunyian itu melingkupi ruang gawat darurat saat Yuri membuka matanya dan melihat Siwon sedang memasang infus di punggung tangannya.

"Kau kuat."

"Aku tahu." jawab Yuri lirih. Dadanya sedang bergemuruh ribut sekarang, terasa seperti akan lepas dari rongganya seiring dengan pikiran Yuri mengenai reaksi Hyukjae setelah ini.

"Kau akan dipindahkan ke ruang perawatan setelah ini."

"Tunggu!" Yuri langsung mencekal pergelangan tangan Siwon ketika pria itu hampir menutup tirai di sampingnya dan akan berjalan keluar. "Jangan beritahu apapun pada Hyukjae oppa."

"Kau pasti bercanda." balas Siwon mencoba melucu. Ia sedang tersenyum-senyum aneh menggoda Yuri, namun sedetik kemudian ia sadar jika Yuri tidak sedang dalam mode bercanda. "Kau hamil, dan Hyukjae tidak boleh tahu?"

"Aku yang akan mengatakannya setelah dipindahkan ke ruang perawatan."

"Kau yakin?" tanya Siwon sangsi. Sama sekali ia tidak melihat raut bahagia di mata Yuri. Justru wajah tertekan yang terpampang jelas di depannya dengan bekas-bekas air mata yang yang terlihat samar di sepanjang pipi mulus Yuri.

"Sangat yakin."

"Lalu aku harus mengatakan apa pada Hyukjae?" tanya Siwon bodoh. Yuri melemparkan tatapan tajamnya ke arah Siwon.

"Katakan apapun yang bisa kau katakan selain topik tentang kehamilanku."

"Kau galak. Ada apa denganmu, Yul?" Tangan Siwon terangkat untuk membelai rambut Yuri pelan. Hubungan mereka berdua telah seperti sepasang kakak dan adik. Sejak pertama berkenalan dengan Yuri, Siwon menaruh simpati yang besar pada kegigihan Yuri. Dan saat ia melihat Yuri akhirnya menemukan pria yang tepat untuknya, ia sangat senang. Ia berkali-kali mengecup pipi Yuri saat wanita itu memberitahunya jika ia akan menikah dengan seorang pria baik hati yang telah mendonorkan satu matanya untuknya. Sungguh itu adalah berita paling membahagiakan yang pernah didengar Siwon selain tentang berita kelahiran anaknya. Dulu ia pikir Yuri akan hidup sendiri seumur hidupnya tanpa ada seorang pun pria yang meliriknya karena ia buta. Tapi syukurlah Hyukjae bukan pria yang seperti itu. Hyukjae lebih dari mampu untuk melihat kebaikan yang tersembunyi dibalik kecacatan yang dimiliki oleh Yuri.

"Aku memiliki masalah dengan Hyukjae oppa."

"Seserius apa?"

"Sangat serius."

"Ia tidak memperbolehkanmu hamil?"

"Bukan."

"Lalu apa?" tanya Siwon mulai gusar saat melihat Yuri yang sejak tadi menunjukan wajah datar dengan jawaban yang terlalu dingin.

"Aku tidak yakin kau akan percaya jika aku menceritakannya padamu."

"Aku memang tidak percaya padamu. Aku percaya pada Tuhan." tambah Siwon menyebalkan. "Pembicaraan ini benar-benar membuatku jengkel." erang Siwon dengan wajah kesal. Ia mengacak rambutnya kasar di hadapan Yuri, lalu ia segera menjauh dari Yuri untuk meminta perawat memindahkan Yuri ke kamar rawat.

"Beritahu aku jika kau sudah siap."

"Terimakasih."

"Sama-sama."

Sepeninggal Siwon, Yuri memilih untuk memiringkan tubuhnya ke kanan. Dalam keheningan yang melingkupinya, Yuri menatap tembok putih di depannya dalam diam, lalu ia memejamkan matanya sedih dan kembali menangis. Setelah ini Hyukjae pasti akan membencinya. Hal itulah yang terus menari-nari di benak Yuri yang rapuh. Ia masih belum siap untuk mengakui semuanya. Ia merasa sakit membayangkan Hyukjae yang nanti akan menatapnya dengan sorot kekecewaan karena telah berlaku ceroboh hingga menghasilkan sebuah kehidupan di perutnya.

Tanpa sadar Yuri mencengkeram perutnya sendiri dan menggeram marah. Ia membenci bayi itu! Ia ingin bayi itu mati saat ini juga! Dengan perasaan marah, Yuri terus mencengkeram perutnya kuat hingga buku-buku tangannya memutih. Tak ia pedulikan rasa sakit yang semakin mendera perutnya karena desakan dari tangannya sendiri yang begitu berambisi untuk membunuh bayi itu.

"Apa yang kau lakukan, Yul?"

Yuri tersentak kaget dengan suara itu. Dengan gemetar ia melepaskan tangannya dari perutnya dan meletakan tangan itu di samping tangannya yang lain, yang sedang menekuk di dekat kepala. Punggungnya saat ini terasa panas membara akibat tatapan Hyukjae yang dapat ia rasakan meskipun saat ini ia tengah membelakangi pria itu. Lalu helaan napas Hyukjae yang kasar terdengar berhembus berkali-kali di belakangnya. Tanpa Siwon menjelaskanpun, Hyukjae pasti sudah tahu. Ia bukan pria kemarin sore yang bodoh, yang tidak bisa melihat tanda-tanda seorang wanita yang sedang mengandung.

"Sudah sejak kapan?"

Yuri memejamkan matanya berat, lalu membuka lagi dengan perasaan sedih. "Apa?" jawab Yuri parau.

"Kau menyembunyikan ini dariku? Sudah berapa lama?"

Yuri dapat mendengar getar kemarahan dari nada suara Hyukjae yang mengalun berbahaya di belakangnya. Maka dari itu ia tidak mau berbalik. Ia takut melihat kemarahan Hyukjae yang mengerikan.

"Bisa kau jelaskan padaku kenapa kau menyembunyikan ini dariku?"

Hyukjae melemparkan dua buah testpack ke arah Yuri yang masih membelakanginya. Sikapnya yang kasar itu membuat Yuri semakin takut menghadapi Hyukjae. Tapi kemudian ia mulai membesarkan hatinya jika semua ini memang harus dihadapi. Ini resiko yang harus ia terima dari semua kecerobohannya.

"Maaf."

"Aku tidak butuh kata-kata maafmu."

Saat Yuri berbalik, wajah Hyukjae tampak begitu kacau dan berantakan. Ada bercak darah di beberapa sisi piyamanya yang telah kusut di sana sini. Lalu rambutnya yang biasanya tersisir rapi, kini terlihat sangat berantakan dengan sisa-sisa gurat kepanikan yang juga masih tercetak jelas di wajah Hyukjae. Pria itu mengkhawatirkannya. Tapi kemudian ia harus menelan pil pahit karena istrinya sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Aku ingin tahu yang sebenarnya. Kenapa kau bisa hamil, padahal.... padahal...." Hyukjae tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Pria itu justru menangis di hadapan Yuri yang kini terasa begitu sakit melihat kesedihan yang tercetak jelas di wajah Hyukjae.

"Maafkan aku, oppa. Aku tidak bermaksud mengkhianatimu."

"Lalu ini apa? Kau pergi mencari kehangatan dari pria lain karena aku tidak bisa memberikannya padamu, begitu kan!" bentak Hyukjae keras. Yuri hanya mampu menutup matanya rapat. Ia sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana tanggapan dokter dan perawat yang sedang berjaga di meja depan. Mereka pasti dapat mendengar pertengkaran mereka dengan jelas.

"Aku bisa jelaskan. Aku tidak semurahan itu, oppa." cicit Yuri sambil menahan isak tangis yang hampir tumpah.

"Tapi semua ini justru membuktikan betapa murahannya dirimu, Lee Yuri." desis Hyukjae berbahaya bak ular. Pria itu seperti akan memuntahkan lahar panas seperti gunung berapi yang meletus. Rasa marah, sedih, dan terakhianati, semuanya bercampur menjadi satu di dadanya. Ia pikir istrinya adalah wanita polos lugu yang tidak mungkin akan mengkhianatinya, tapi ternyata ia salah. Ia tak benar-benar mengenal istrinya dengan baik selama ini.

"Pelankan suaramu, oppa. Mereka bisa mendengar suara teriakanmu." peringat Yuri penuh nada memohon.

"Persetan dengan mereka. Cepat jelaskan padaku, jalang!"

Yuri merasakan air matanya meleleh saat Hyukjae menghinanya dengan begitu kasar. Tapi ia sendiri tidak bisa berbuat apapun untuk menyelamatkan harga dirinya yang sudah terlanjur koyak karena kecerobohannya di masa lalu. "Ini kecelakaan. Aku tidak sengaja tidur dengan pria lain saat sedang mabuk."

"Bohong! Kau pasti melakukannya saat aku pergi ke kantor. Dan kau tidak pernah meminum alkohol."

"Pernah!" jawab Yuri jengkel. Kemarahan juga mulai menyulut hatinya, dan sekarang ia menjadi lebih sinis pada Hyukjae. "Aku pernah mabuk secara tak sengaja di Miami, apa kau ingat? Pesta perusahaan?" pancing Yuri dengan napas memburu. Ia ingin Hyukjae mengingat peristiwa itu lagi, lalu menyadari kebohongan yang dulu pernah ia gunakan untuk mengelabuhi pria itu.

"Malam itu kau menghilang, dan aku mencarimu ke mana-mana hingga aku lelah dan tertidur di kamar. Kau bilang kau tertidur di ruang sauna. Kau bohong padaku? Kau ternyata pergi bersenang-senang dengan pria lain saat aku sedang sibuk mengkhawatirkanmu." tuduh Hyukjae murka.

Yuri tidak tahu jika alasan konyolnya itu sekarang justru berbalik untuk menyerangnya. Ia pikir janin ini tidak akan tumbuh, jadi ia sengaja mengarang cerita mengenai kebodohannya di hadapan Hyukjae keesokan paginya setelah ia berhasil kabur dari pelukan pria menjijikan itu. Andai ia tahu semuanya akan berjalan buruk, ia tidak akan berani mengataan kebohongan pada Hyukjae. Sebisa mungkin ia akan berterus terang pada Hyukjae dan membuat pria itu percaya padanya jika ia bukan wanita nakal. Ia adalah wanita polos yang telah dijebak oleh pria licik bernama Lee Seungri.

"Aku mabuk dan dijebak hingga aku tidak sadar dengan apa yang kulakukan."

"Dan kau tidak berkata jujur padaku." marah Hyukjae dengan suara menggelegar. "Kau pasti sering bermain api juga di belakangku ketika aku tidak di rumah? Huh, dasar jalang! Kau telah menipu kami semua dengan wajah polosmu yang memuakan itu."

"Aku tidak pernah ingin menipu kalian." balas Yuri membela diri. Ia tidak tahan dengan semua hinaan yang terus dilayangkan Hyukjae padanya karena pria itu emosi. "Aku dijebak oleh Seu..." Yuri refleks menghentikan kalimatnya dan berubah panik saat Hyukjae menatapnya tajam.

"Siapa? Siapa yang telah menjebakmu?"

"Aku tidak tahu. Aku tidak ingat."

"Huh, bohong! Jika kau tidak ingin memberitahunya, aku yang akan mencarinya sendiri. Akan kutanyakan pada pria itu, apakah kau benar dijebak olehnya atau kau memang mengumpankan tubuhmu padanya dengan sukarela." ucap Hyukjae yang terakhir sebelum ia pergi meninggalkan Yuri sendiri dengan isak tangis yang memilukan.

Di tengah-tengah kesunyian ruangan itu, Yuri menggigil sendiri sambil memeluk tubuhnya pilu. Malam ini ia telah mendapatkan amukan dari Hyukjae. Lalu besok? Ia pasti masih akan mendapatkan tatapan sinis dari orang-orang terdekatnya. Siwon, Tiffany, Taeyeon... mereka semua pasti akan membencinya setelah ini.

"Maafkan aku, oppa. Maafkan aku."

-00-

Hyukjae meninju keras setir mobilnya sambil berteriak sekeras yang ia bisa dengan nada yang memilukan. Hatinya teramat sakit mengetahui fakta kehamilan istrinya. Jelas janin itu bukan miliknya. Mereka sudah berbulan-bulan tidak saling menyentuh untuk menyalurkan hasrat mereka yang membara. Lalu tiba-tiba saja Yuri hamil seperti sebuah sihir. Tidak mungkin seorang peri datang di tengah malam, seperti dalam dongeng anak-anak untuk memberikan sebuah bayi di dalam perut istrinya.

"Aahh ya..." Hyukjae bergumam getir pada udara kosong. Yuri baru saja memberitahunya jika ia bertemu dengan seorang pria di Miami. Jelas pria itu yang telah menanamkan benih di rahim istrinya. Tapi siapa? Pertanyaan itu yang masih mengganggu batin Hyukjae sejak tadi. Ia sangat yakin jika Yuri sebenarnya tahu siapa pria itu. Apa seseorang dari Ford Company? Bawahannya? batin Hyukjae getir. Tak bisa ia bayangkan bagaimana puasnya wajah pria itu karena selama ini berhasil mengelabuhinya dengan mudah. Pria itu bermain api bersama istrinya di belakangnya. Lalu mereka bersama-sama menertawakan ketololannya.

"Sial!" umpat Hyukjae marah. Ia lalu segera keluar dari halaman rumah sakit dan menginjak pedal gasnya kuat membelah jalanan sepi Las Vegas. Sekarang ia tahu kemana ia akan pergi. Menemui Leticia. Hanya wanita itu yang bisa membuatnya tenang disaat ia kalut dengan kemelut rumah tangganya yang mengerikan.

"Aku akan datang."

"Wah wah wah... setelah sekian lama kau mengabaikanku, akhirnya kau mendatangiku juga." ucap wanita itu girang. Cepat-cepat ia bangun dari posisi tidurnya dan memoleskan lipstik merah di bibirnya yang pucat. Setelah itu ia segera memilih gaun malam yang paling seksi dari lemari kayu tua di sudut kamarnya.

"Kau jalang sialan, siapkan brendi untukku. Aku ingin semuanya siap saat aku datang."

"Aye aye captain. Apa kau ingin yang lainnya? Caramel popcorn mungkin untuk teman menonton film dewasa." tawar Leticia dengan aksen menggodanya. Diliriknya tumpukan kaset-kaset miliknya yang sangat berantakan di atas meja riasnya. Sudah lama ia tidak menyentuh mereka karena tidak ada teman menonton yang datang ke rumahnya.

"Terserah. Lakukan apapun sesukamu!"

Dan pip, sambungan terputus. Hyukjae segera melajukan mobilnya dengan kencang ke arah apartemen Leticia yang telah ia hafal di luar kepala alamatnya. Tidak ada yang akan mencarinya di sana. Sekalipun Donghae, ia tidak akan tahu kemana ia pergi malam ini.

-00-

"Oppa, bisakah kau tinggal hari ini?"

Yoona mengambil alih dasi yang baru saja dikeluarkan Donghae dari laci lemarinya, lalu ia melingkarkan tangannya dengan manja di pundak Donghae.

"Hari kelahiranmu masih tiga minggu lagi, Yoong. Jangan gunakan alasan itu untuk menahanku di rumah."

Yoona mengerutkan bibirnya cemberut di hadapan Donghae. Dilepaskannya kedua tangan yang sebelumnya mengalung di leher Donghae, kemudian ditariknya paksa tangan kanan Donghae dan ditempelkannya tangan itu di perutnya. "Si kembar sedang bertengkar di dalam sana, berebut untuk keluar lebih dulu dari perut ibunya."

"Aku tidak merasakan apa-apa." seru Donghae jahil, tapi kemudian ia segera mengecup bibir Yoona sekilas dan mengusap lembut perut buncit istrinya. "Apa ini tandanya kau akan segera melahirkan?"

"Entahlah. Bisa iya, bisa juga tidak. Tapi hari ini aku ingin kau di rumah bersamaku. Bisakah, Donghae oppa sayang?" rayu Yoona dengan wajah menggoda. Senyum genitnya ia tunjukan terang-terangan pada Donghae. Dan tangan nakalnya mulai terangkat untuk membelai dada bidang Donghae agar pria itu memilih untuk tinggal di rumah bersamanya.

"Ya ampun, ibu hamil ini." kekeh Donghae geli. "Sisa-sisa jiwa nakalmu ternyata masih berada di dalam sana." ucap Donghae sambil mengecup jari-jari Yoona bergantian. Wanita itu langsung saja bersorak girang karena siasatnya untuk menahan Donghae berhasil. Pria itu langsung melemparkan jasnya asal ke atas ranjang dan segera mencium bibir Yoona penuh hasrat.

"Apakah aku akan segera dapat menyentuhmu lagi."

"Uhum... setelah si kembar ini keluar dari perutku yang hangat ini, kau akan segera bisa memilikiku lagi."

"Kutunggu segera, nyonya Lee."

"Hmm... dan ngomong-ngomong, aku memiliki sesuatu yang ingin kuberitahu padamu."

Yoona tiba-tiba saja melepaskan diri dari Donghae dan bergerak gelisah ke arah meja. Ia mengambil gelas berisi susu hamilnya dengan dahi berkerut, lalu ia segera berbalik ke arah Donghae yang masih setia berdiri di tempatnya.

"Kau terlihat sangat khawatir."

"Tiffany baru saja menghubungiku, katanya semalam Yuri pendarahan."

"Kehamilannya itu? Apa janinnya selamat?"

"Selamat. Siwon menanganinya dengan baik saat kebetulan melihat Hyuk oppa berlari-lari ke dalam ruang gawat darurat."

"Pasti Yuri sangat kecewa dengan hal itu."

Yoona langsung memberikan tatapan tajam ke arah Donghae dan dibalas pria itu dengan cengiran. " Aku tahu apa yang kau pikirkan, tuan Lee."

"Apa? Bukankah itu benar? Lebih baik bagi Yuri untuk membiarkan janin itu tidak selamat."

"Untungnya selama ini Yuri berbicara denganku, bukan denganmu."

"Memangnya kenapa?" Donghae tampak begitu santai berjalan ke arah sofa dan merenggangkan kakinya yang kaku agar ia dapat duduk dengan lebih rileks.

"Kau pasti akan menyarankannya untuk menggugurkan janinnya jika Yuri berbicara padamu."

"Tepat sekali. Daripada ia harus kesulitan menanggung beban psikisnya." jawab Donghae acuh tak acuh. Sekarang pikirannya langsung saja tertuju pada Hyukjae. Bagaimana perasaan pria itu? Apa yang akan ia lakukan setelah ini? Mampukah ia menerima bayi itu sebagai anaknya sendiri? Donghae tak bisa berhenti memikirkan Hyukjae. Ia lalu segera meraih ponselnya di dalam saku celannya dan menghubungi pria itu secepat yang ia bisa.

"Sudah kuduga." gumam Donghae sambil memandangi layar ponselnya.

"Ada apa?"

"Hyukjae tidak bisa dihubungi." jawab Donghae sambil melambai-lambaikan ponselnya ke arah Yoona.

"Kudengar dari Tiffany, semalam mereka bertengkar hebat di ruang gawat darurat."

"Dia dikhianati."

"Tapi Yuri dijebak."

"Itu bukan alasan, Yoong. Tetap saja Hyukjae merasa dikhianati oleh Yuri. Apalagi kondisi pria itu sedang tidak stabil. Ia tertekan dengan keadaannya yang sakit-sakitan."

"Apa Hyuk oppa memiliki penyakit lain selain yang kau beritahu padaku?" tanya Yoona penuh selidik. Ia benar-benar akan meledak jika sampai itu benar, tapi ia tidak pernah diberitahu sama sekali tentang hal itu.

"Bagi seorang pria, kehilangan kejantanannya adalah sesuatu yang sangat fatal. Hyukjae pasti hidup sangat menderita selama berbulan-bulan. Perasaan rendah diri, dan juga marah karena tidak bisa mejadi pria sejati di hadapan istrinya."

"Aku tidak berpikir begitu."

"Tapi kebanyakan pria berpikiran seperti itu. Akupun akan memilih menyendiri atau menjauh dari rumah ini jika hal itu terjadi padaku. Terlalu memalukan."

"Kenapa para pria bisa berpikiran sedangkal itu." ucap Yoona tak mengerti. Ia bahkan tidak sampai berpikir akan marah pada suaminya jika suaminya sakit dan tidak jantan. Sungguh ia justru akan merawat suaminya dengan sebaik mungkin. Bukan malah menjauhinya seperti sebuah wabah.

"Pria memiliki harga diri yang tinggi, Yoong."

"Yeah, harga diri setinggi langit. Oke, kita lanjutkan pembicaraan mengenai Yuri dan Hyukjae oppa." ucap Yoona mencoba mengembalikan arah pembicaraan mereka yang jadi kacau hanya karena topik aneh mengenai kejantanan pria. "Mereka semalam bertengkar hebat..."

"Itu sudah pasti." potong Donghae tiba-tiba yang berhasil membuat Yoona melirk tajam. "Baik baik, young lady. Lanjutkan ceritamu." ucap Donghae tergelak geli.

"Singkat cerita, mereka saling berteriak di dalam ruang gawat darurat. Lalu Hyuk oppa pergi meninggalkan Yuri dengan kamarahan yang meluap-luap dan tidak pulang ke rumahnya. Saat tadi pagi Yuri mengecek ke rumah dengan menghubungi pengasuh Justice, dia mendapatkan laporan jika Hyukjae oppa tidak pulang sejak semalam. Menurutmu kemana perginya Hyukjae oppa?"

"Mari kita tebak, dimana Hyukjae saat ini dalam keadaan kacau?"

"Oppa, kau membuatku takut." gerutu Yoona yang langsung berjalan dengan napas pendek-pendek ke arah Donghae untuk duduk di sebelah pria itu. "Kau tidak akan mengatakan jika ia pergi ke kelab dan tidur dengan wanita lain sebagai pelampiasan kan?"

"Tepat sekali! Kau cerdas, istriku sayang." Donghae menjentikan jarinya semangat di depan wajah istrinya dan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah Yoona yang konyol.

"Kau kira ini lelucon? Rumah tangga sahabatmu sedang diambang kehancuran, oppa!" teriak Yoona kesal. Bisa-bisanya pria itu masih menganggap lucu pertengkaran yang terjadi diantara Yuri dan Hyukjae.

"Aku tahu, Yoong. Tapi apa yang harus kulakukan dalam keadaan seperti ini?"

"Tentu saja mencari Hyukjae oppa!"

"Dia sudah dewasa. Hyukjae bukan anak kecil yang harus diingatkan benar dan salah."

"Tapi dulu dia mencarimu saat kau pergi dari rumah." seru Yoona mengingakan. Setidaknya saat ini Yoona ingin Donghae juga melakukan hal yang sama untuk membuat Yuri lebih tenang di rumah sakit.

"Karena itulah aku tahu bagaimana rasanya."

"Rasa apa?"

"Rasa tidak nyaman karena privasimu diusik oleh orang lain. Dengarkan aku." Donghae menarik tangan Yoona perlahan agar wanita itu bersandar pada dadanya. "Sejak awal aku sudah memperingatkan hal ini akan terjadi. Kemarahan Hyukjae itu hanya bom waktu. Saat waktunya tiba, ia akan meledak dan menyakiti orang-orang di sekitarnya dengan sikap menjengkelkan karena terkhianati. Lebih baik kita biarkan Hyukjae berpikir jernih sampai ia memutuskan untuk kembali pada Yuri."

"Sampai kapan?"

"Aku tidak tahu. Jika aku pergi untuk menyeret pulang Hyukjae, kami hanya akan saling menyakiti satu sama lain."

"Kau dulu juga memukul Hyuk oppa?"

"Hampir. Tapi untungnya aku hanya berhasil mengumpatinya." ucap Donghae terkekeh. Terkadang lucu membayangkan saat-saat ia bersikap kekanakan, padahal usianya sudah jauh dari kata anak-anak. Ia pria dewasa, pria matang yang seharusnya dapat berpikir jernih untuk menyelesaikan masalahnya. Tapi saat semua badai itu datang, otaknya seperti lumpuh mendadak. Yang terbersit di hatinya hanya kemarahan dan perasaan ingin melukai orang lain karena kemarahannya.

"Kalau begitu dimana Hyukjae oppa sekarang menurutmu?"

"Bisa dimana saja. Bisa juga di rumah Leticia."

"Siapa itu Leticia? Ya Tuhan oppa, jangan membuatku takut seperti ini. Apa Hyukjae akan semudah itu berpaling dari Yuri?"

"Mungkin." jawab Donghae misterius. Sebenarnya ia belum benar-benar mencari keberadaan Hyukjae sekarang. Itu semua masih dugaannya. Disaat seperti ini Hyukjae pasti memilih untuk bersembunyi di tempat-tempat yang pria itu pikir tidak terendus olehnya. Tapi bodohnya Hyukjae jika meragukan kecerdikan otaknya. Ia tidak mungkin tidak mengawasi Hyukjae selama ini. Jauh sebelum ia meletakan kepercayaan pada Hyukjae, ia sudah lebih dulu menyelidiki seluk beluk pria itu.

"Kau tenang saja. Hyukjae tidak akan semudah itu berpaling dari Yuri. Ia hanya membutuhkan hiburan sekarang." ucap Donghae santai. Menurutnya tak ada yang perlu dikhawatirkan mengenai Leticia. Hyukjae jelas akan kebal pada godaan wanita itu. Hanya saja, wanita itu mungkin dapat meraba-raba Hyukjae sedikit selama pria itu bersamanya.

"Kuharap kata-katamu ini bukan bualan belaka. Aduh..." Yoona tiba-tiba mengaduh dan memegangi perutnya yang mulai merasakan kontraksi. Ia refleks mencengkeram lengan Donghae sebagai tumpuan untuk rasa sakit yang saat ini sedang dirasakannya.

"Kau harusnya masih tiga minggu lagi. Apa si kembar sudah tidak sabar untuk melihat daddynya yang tampan?"

"Sepertinya begitu. Antar aku ke rumah sakit sekarang!" perintah Yoona telak saat ia mulai merasakan cairan ketubannya merembes dari dress yang ia gunakan. Oh baiklah, sepertinya ia memang harus melahirkan disaat keluarga Yuri sedang berduka atas masalah mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro