Story Of Us Part 13
"Sejak awal kau sudah tahu! Tapi kenapa kau hanya diam, oppa?"
Yoona menunjukan tatapan berkilat-kilat pada Donghae yang baru saja masuk ke dalam kamar mereka dan membawa sebuah kabar yang mengejutkan untuknya.
"Mereka sudah menikah, lalu untuk apa kita meributkannya lagi, sayang?"
"Kau selalu tahu dimana keberadaan Yuri, tapi kau tetap menjadi penonton tanpa bergerak untuk menangkapnya. Dan sekarang Yuri bahkan telah menjadi istri sah Seungri, hal gila macam apa lagi ini?" jerit Yoona frustrasi. Ia tidak menyangka jika semua kerumitan ini masih ada hubungannya dengan Donghae. Suaminya yang penuh kuasa itu memegang kunci penting atas kehancuran rumah tangga Hyukjae yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
"Jadi kau menyalahkan aku?" desis Donghae mulai kesal. Ia menjadi terpancing setelah Yoona lebih dulu meneriakinya dengan wajah penuh tuduhan yang begitu memuakan. "Aku hanya mengikuti saranmu, jika kau lupa, Yoong."
Yoona tentu saja tidak lupa dengan nasihat yang ia berikan pada Donghae agar pria itu tidak perlu ikut campur terlalu jauh dalam masalah keluarga Hyukjae. Namun jika kenyataannya Donghae sudah mengetahuinya sejak awal, seharusnya pria itu tidak perlu berpura-pura tidak tahu dan hanya menjadi penonton.
"Ya, tapi itu jika kau tidak pernah mengetahui apapun. Sekarang Yuri sudah terlalu nyaman berada di dalam pelukan Seungri, apa kau tidak bisa memikirkan bagaimana perasaan Hyukjae oppa?"
"Dia baik-baik saja jika itu yang kau khawatirkan." jelas Donghae geram. Menurutnya Yoona terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan kondisi Hyukjae yang notabenenya masih baik-baik saja saat ini.
"Lagipula ini adalah sisi lain dari Yuri yang perlu kau ketahui, ia tidak sepolos itu. Hatinya begitu mudah goyah saat ia mendapatkan kenyamanan dari pria lain. Murahan." dengus Donghae mencemooh. Pria itu memilih duduk santai di sofa kamarnya sambil mengangkat satu kakinya untuk ditumpukan pada kaki yang lain. Jika Yoona ingin mengajaknya berdebat, jujur ia tidak mau. Yang diinginkannya saat ini adalah memberitahu semuanya pada Yoona. Sebentar lagi drama kesukaannya akan berakhir, dan ia ingin melihat akhir dari drama itu bersama Yoona.
"Ini mengejutkanku." cicit Yoona lemah. Tak bisa ia bayangkan seorang wanita polos seperti Yuri ternyata mampu berpaling dengan mudah dari suaminya.
"Itulah sebabnya mengapa aku tidak pernah membiarkanmu terlalu akrab dengan teman-teman priamu di luar sana. Kita tidak pernah tahu godaan apa yang menghampiri kita. Meskipun pada awalnya kita menolak, tapi semakin lama kita akan semakin tergoda untuk mencicipinya jika godaan itu terlalu menggiurkan untuk diabaikan."
"Setidaknya kau memberikan peringatan pada Hyukjae oppa."
Donghae tertawa hambar menanggapi ucapan istrinya. "Sudah sejak lama. Jauh sebelum Hyukjae menikahi Yuri, aku memberinya nasihat untuk tidak terburu-buru melangkah. Tapi ia tidak mendengarkanku. Dan aku sendiri bukan seseorang yang suka menghambat kebahagiaan orang lain. Saat mereka memutuskan untuk menikah, aku hanya berperan sebagai teman yang baik untuk mereka. Aku mempermudah semua persiapan pernikahan mereka, dan aku memberikan semua kelonggaran untuk Hyukjae agar ia menikmati pernikahannya. Tapi nyatanya pernikahan itu tidak mudah. Harus ada banyak pengorbanan di dalamnya, dan juga air mata."
"Aku kasihan pada Justice." ucap Yoona setelah ia merasa tidak bisa mendebat Donghae lebih jauh lagi.
"Akupun juga. Ingat tentang penilaianmu padaku soal family man, kuakui aku memang sekarang berubah. Aku lebih penyayang pada anak kecil, dan aku memikirkan masa depan Justice sama bersungguh-sungguhnya dengan keempat anakku. Nanti saat dewasa ia pasti akan menanyakan asal usul adiknya dan bagaimana kehidupan orangtuanya yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Gadis itu harus selalu diawasi agar tidak muncul benih permusuhan di hatinya yang cantik."
Yoona mengangguk setuju dengan usulan Donghae. Bagaimanapun Justice adalah korban dari keegoisan kedua orangtuanya. Bahkan sekarang Yoona merasa jika Hyukjae mulai mencampakan putrinya sendiri dengan jarang datang untuk berkunjung.
"Sekarang kita tahu apa yang telah disimpan Yuri di balik punggungnya."
"Mungkin saja ia terpaksa melakukannya karena dipaksa."
"Omong kosong." bantah Donghae mencemooh. "Apa kau lupa jika kau sudah lusinan kali masuk ke dalam pelukan pria yang berbeda, namun pada akhirnya kau hanya memberikan hak-hak istimewa itu padaku. Kau tidak membiarkan pria lain menyentuhmu dan memiliki cintamu. Semua itu tentu saja terjadi bukan karena suatu keterpaksaan, tapi komitmen. Saat kau memiliki komitmen, maka kau tidak akan mudah untuk tergoyahkan. Namun jika kau tidak memilikinya, kau akan mudah sekali berbelok ke dalam pelukan pria lain yang menawarkan kenyamanan padamu."
"Itu karena aku mencintaimu." balas Yoona gusar. Tak menyangka jika Donghae akan mengungkit kehidupan masa lalunya yang kerap bergonta ganti pasangan hanya demi menyakiti ego kekanakan Donghae.
"Tepat sekali. Kau mencintaiku dengan sangat besar, sedangkan Yuri tidak mencintai Hyukjae dengan sangat besar. Kurasa sekarang kita mulai bisa melihat perbedaan antara cinta dan rasa balas budi."
"Sepertinya begitu." balas Yoona melemah. Tubuhnya mendadak terasa dingin karena gugup dan rasa tidak percaya yang berkali-kali disangkalnya. Seorang Yuri tega mengkhianati Hyukjae dengan menikahi penculiknya, itu sungguh konyol dan tak masuk akal untuk Yoona. Selama ini ia selalu membayangkan hal-hal baik dalam diri Yuri yang didukung dengan kelembutan wajahnya yang sangat menenangkan. Sekarang setelah semua ini terjadi, Yoona khawatir ia tidak akan bisa lagi memandang Yuri secara objektif.
"Jangan terlalu dipikirkan, sayang. Mereka sudah sama-sama dewasa, mereka tahu mana benar dan mana salah dengan jelas. Lebih baik kita lihat saja akhir yang akan disuguhkan dari drama ini, apakah Yuri memilih Hyukjae dan Justice atau memilih Seungri dan anaknya."
"Peluk aku kalau begitu. Aku takut."
"Kemarilah."
Yoona langsung meringsek masuk ke dalam pelukan Donghae dan membenamkan kepalanya sedalam-dalamnya di atas dada bidang Donghae yang nyaman.
"Bagaimana jika kau goyah juga seperti Yuri?"
"Tidak akan mungkin, kau mencintaiku. Dan aku tidak akan pernah membiarkan orang lain mendapatkan cintamu. Hanya aku, Yoona. Hanya aku!" bisik Donghae penuh ketegasan dan janji.
-00-
"Dokter tolong, ada seorang ibu hamil yang mengalami kecelakaan." teriak seorang perawat yang sedang mendorong sebuah blangkar yang baru saja diturunkan dari dalam ambulans. Dokter jaga itu dengan sigap langsung mengikuti perawat itu ke dalam ruang UGD untuk memberikan pertolongan pertama pada ibu hamil itu. Tak berapa lama, sebuah mobil ambulans dengan logo polisi datang dengan seorang pria yang mengalami luka tembak di dada sebelah kirinya.
"Tolong berikan pertolongan untuk pria ini, ia mengalami luka tembak di dada kirinya." teriak petugas polisi itu sedikit panik. Perawat yang awalnya sedang menangani Yuri langsung bergegas untuk membawa pria malang itu ke dalam ruang UGD. Malam ini suasana di dalam rumah sakit Texas begitu mencekam dan ribut, di dalam sana terdapat tiga orang manusia yang sedang berusaha untuk bertahan hidup, Yuri, Seungri, dan anak mereka yang belum merasakan bagaimana kejamnya dunia.
"Suster, kita harus mengeluarkan bayi ini segera. Persiapkan ruang operasi sekarang!"
"Baik dokter."
Perawat itu dan beberapa perawat yang lain segera mendorong blangkar yang berisi Yuri di atasnya untuk dibawa ke ruang operasi. Sedangkan perawat yang lain dan seorang dokter ahli bedah segera membawa tubuh Seungri yang bersimbah darah menuju ruang operasi yang lain untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di dada kiri pria itu. Dua blangkar yang awalnya saling beriringan itu akhirnya harus berpisah di persimpangan jalan. Tubuh Yuri dibawa ke dalam ruang operasi yang berada di sayap kanan, sedangkan tubuh Seungri dibawa ke dalam ruang operasi yang berada di sayap kiri. Dua jiwa yang awalnya bersatu, kini harus dipisahkan secara paksa satu sama lain karena sebuah keegoisan dan dendam. Dua jiwa itu kini harus berada di ambang kematian hanya karena seorang manusia yang telah dibutakan oleh obsesinya. Dan dua jiwa itu, kini saling berjuang satu sama lain untuk sebuah kehidupan yang layak bagi putra mereka.
-00-
Tiit tiit tiit
Suara kardiograf itu begitu nyaring di tengah suasana senyap dan sunyi yang tercipta di kamar yang dihuni oleh Yuri. Sudah dua minggu sejak insiden itu terjadi, tapi selama itu Yuri sama sekali belum membuka matanya dan tidak ada tanda-tanda akan membuka matanya. Beberapa perawat yang datang ke kamarnya untuk mengganti infus dan melihat kondisinya terus mendesah iba melihat kondisi Yuri yang sangat menyedihkan itu. Pagi ini pun seorang perawat yang datang ke kamarnya untuk mengecek kondisi Yuri kembali mendesah iba sambil memandang Yuri penuh prihatin. Dua minggu yang lalu dokter telah berhasil mengeluarkan bayi itu dari rahim Yuri dan melakukan operasi untuk menyelamatkan keduanya, namun hingga detik ini Yuri masih betah menutup matanya, sedangkan sang malaikat kecil sudah bergerak aktif di dalam ruang bayi, menunggu ayah dan ibunya datang untuk menjemput.
"Bagaimana keadaanya?"
"Kondisinya normal dok. Ia mengalami kemajuan yang cukup signifikan selama dua minggu ini, tapi entah mengapa pasien ini belum juga membuka matanya." ucap perawat itu memberitahu. Dokter tua yang dua minggu lalu mengoperasi Yuri hanya mampu menatap Yuri dengan tatapan iba sambil mengalunkan doa di hatinya agar pasiennya itu segera membuka matanya.
"Kasihan sekali pasien ini, tidak ada sanak keluarga yang mencarinya. Bayinya juga sudah menunggunya di ruang bayi, apa wanita ini tidak memiliki suami?"
"Entahlah dok. Polisi sedang mencoba menyelidikinya. Seminggu yang lalu saya sudah meminta bantuan pada polisi yang berjaga di ruangan sebelah, tapi hingga saat ini polisi belum memberitahukan apapun mengenai keluarga wanita ini." jelas perawat itu pada sang dokter. Dokter tua itu sedikit tertarik dengan ucapan perawat muda itu dan langsung menanyakan masalah pasien yang berada di ruang sebelah.
"Sebenarnya apa yang terjadi pada pria itu, mengapa banyak sekali polisi yang berjaga di ruang perawatannya." tanya dokter itu heran. Sang perawat kemudian menceritakan semua yang ia tahu pada dokter itu, perihal pria misterius yang saat ini tengah mengalami koma karena luka tembak di dada kirinya.
"Mereka bilang pria itu adalah korban dari pembunuhan berencana yang akan dilakukan oleh Cirus Donahue, pemilik Donahue grup. Dan mereka terus menjaga ruangan itu karena mereka membutuhkan keterangan pria itu untuk memproses hukuman yang akan dijatuhkan pada Cirus Donahue."
"Begitukah? Kasihan sekali pria itu, kudengar ia juga tidak memiliki keluarga."
"Ya, sepertinya begitu. Semoga saja Tuhan segera memberikan keajaiban untuk mereka." tutup perawat itu sebelum ia berjalan keluar meninggalkan Yuri sendiri dengan kesunyian yang begitu mencekam di ruangan itu.
-00-
Oeekk oeekkk
"Sshhh, tolong ambilkan susunya. Dia sepertinya lapar." perintah seorang perawat sambil terus menimang-nimang bayi mungil yang saat ini tengah menjerit kuat di dalam dekapan perawat itu.
"Ini susunya. Mengapa ia menangis seperti itu, apa ia sakit?" tanya suster muda bernama Annabeth khawatir. Suster senior yang sedang menimang bayi laki-laki itu menggeleng tidak tahu sambil memberikan susu formula pada bayi mungil itu, tapi bayi itu langsung menolaknya dan terus menangis keras hingga wajahnya memerah.
"Ssshhh, sshhhh,, sshhh."
"Mungkin ia merindukan ibunya." komentar Annabeth yang masih setia berdiri di dekat suster Price. Suster itu menganggukan kepalanya setuju dan langsung membawa bayi itu ke dalam ruang perawatan ibunya, meskipun sang ibu hingga saat ini belum membuka matanya dan masih terbaring koma dengan berbagai macam alat penunjang kehidupan di tubuhnya.
"Sebenarnya siapa ayah dari bayi ini, mengapa tidak ada satupun sanak keluarganya yang mencari ibu dan juga bayi ini?" tanya suster Price itu pada Annabeth sambil sesekali menggoyangk-goyangkan lengannya untuk menenangkan sang bayi yang masih setia menangis di dalam dekapannya.
"Apa suster tidak mendengar kabar yang beredar di rumah sakit ini?"
"Kabar apa? Aku tidak mendengar kabar apapun." ucap suster Price dengan dahi berkerut. Annabeth yang mendengar hal itu langsung menggelengkan kepalanya tak habis pikir pada suster Price yang terlalu acuh pada keadaan di sekitarnya. Padahal berita mengenai ibu bayi itu begitu menggemparkan dan membuat siapapun yang mendengarnya menaruh iba pada bayi mungil yang saat ini masih menangis di dalam dekapan suster Price.
"Polisi telah melacak status wanita itu, dan ternyata wanita itu adalah istri dari pria yang sedang terbaring koma di kamar sebelah. Tapi selain itu." lanjut suster Anna terlihat mengerutkan wajahnya, "Ia juga istri dari tangan kanan pemilik Ford Company, Lee Hyukjae."
"Jadi maksudmu bayi ini memiliki dua ayah, dan kedua orangtua bayi ini sama-sama sedang terbaring koma? Ya Tuhan, kasihan sekali bayi ini. Semoga Tuhan memberkati kehidupannya kelak." doa suster Price tulus.
Saat mereka telah sampai di ruangan Yuri, mereka melihat banyak dokter dan perawat yang sedang berbondong-bondong berlari ke dalam ruangan Seungri. Mereka semua tampak begitu panik dan pucat, membuat Annabeth dan suster Price langsung mengerutkan dahinya heran.
"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?" Tanya Annabeth pada salah satu perawat yang hendak masuk ke dalam ruang perawatan Seungri.
"Pria itu mengalami serangan. Ayah bayi ini tiba-tiba mengalami kejang." beritahu perawat itu dengan panik sambil setengah berlari menuju kamar perawatan Seungri. Annabeth yang mendengar berita mengejutkan itu hanya mampu menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil berdoa kepada Tuhan untuk ayah dari bayi malang yang saat ini sedang berada di dalam dekapan suster Price.
"Semoga Tuhan melindungi ayah dari bayi ini." gumam Annabeth prihatin. Mereka kemudian segera masuk ke dalam ruang perawatan Yuri untuk melihat kondisi Yuri dan untuk menenangkan bayi mungil yang sejak tadi terus menangis keras di dalam dekapan suster Price.
"Suster, aku khawatir. Mungkinkah bayi ini menangis karena..."
Tiiiiiiiiiiiittt
"Suster, apa yang terjadi?"
Tiba dua perawat itu dikejutkan dengan bunyi kardiograf yang begitu nyaring dengan garis lurus yang telah terpampang jelas di layar monitor berwarna hijau itu. Dengan sigap suster Price langsung menekan tombol bantuan yang berada di sebelah ranjang Yuri sambil berkomat-kamit ketakutan dengan peristiwa yang tiba-tiba terjadi di hadapannya.
Oeek oeek
Bunyi kardiograf dan suara tangis bayi itu saling bersahut-sahutan satu sama lain membuat suasana di dalam ruangan itu menjadi mencekam dan semakin menambah panik para suster dan dokter yang langsung menyerbu masuk ke dalam untuk melihat kondisi Yuri yang tiba-tiba menurun.
"Suster Price, lebih baik kita menunggu di luar." ajak Annabeth sambil menarik tangan perawat senior itu keluar dari dalam ruangan Yuri yang mencekam.
-00-
"Aku hanya mencoba membantu."
Hyukjae menatap Donghae tajam. "Aku tidak perlu bantuanmu." Wajah Hyukjae kini merah padam dan terlihat begitu kacau. Baru saja ia mendapatkan kabar mengenai kecelakaan yang menimpa Yuri di Texs. Selain itu, berita mengejutkan lainnya yang ia dapat adalah Seungri tertembak oleh anak buah Donghae. Ini gila, dan Hyukjae sungguh tidak tahu bagaimana caranya bereaksi pada Donghae.
"Kau akan membunuhnya."
"Untuk menolongmu. Kedudukanmu sebagai suami Yuri terancam."
"Tapi aku tidak pernah menyuruhmu untuk melakukannya."
"Sudah saatnya aku mengambil tindakan." balas Donghae tajam. Ternyata menjadi penonton tidaklah semenyenangkan yang dipikirkannya. Semakin lama ia justru semakin gemas dengan para pemain drama kesukaannya yang justru berubah pasif dan tidak lagi membuat dadanya bergemuruh penuh kesenangan saat menonton adegan demi adegan yang disuguhkan.
"Pergilah ke Dallas sekarang, temui Yuri. Ia sudah sadar."
"Sudah kuduga jika sikap santaimu itu ganjil. Sudah berapa lama kau mengikuti Yuri?"
Hyukjae mendesah lelah di atas kursi putar yang ia gerak-gerakan dengan gelisah. Bertemu Yuri dalam keadaan seperti ini lalu berpura-pura bodoh tentang semua peristiwa yang terjadi, itu memuakan! Bagaimanapun ia menghormati Donghae sebagai sahabatnya yang hanya ingin menolong. Sejak dulu Donghae tidak pernah membiarkannya menderita. Bahkan pria itu rela melakukan cara-cara kotor seperti menumpahkan darah demi melihatnya terus baik-baik saja. Mr Crowford adalah orang pertama yang ditembak Donghae karena membelanya. Saat Donghae melihatnya dipukuli, pria itu langsung saja menarik pistol dari laci mobilnya untuk menyingkirkan mr. Crowford dari kehidupan Hyukjae. Dan setelah itu Donghae akan terus bertindak nekat jika hal itu memang diperlukan untuk menolong orang-orang terdekatnya.
"Sejak lama. Sebelum wanita itu berubah haluan dan mencintai Seungri. Lagipula Seungri juga tidak akan selamat dari tuntutan keluarga Donahue jika aku membeberkan bukti-bukti kejahatannya selama ini ke kejaksaan. Cepat atau lambat ia tetap akan menerima hukumannya."
Hyukjae mengusap wajahnya kasar, merasa frustrasi dengan semua hal yang tiba-tiba memporak-porandakan kehidupan bahagianya. "Lalu bayinya?"
"Selamat dan sehat. Yuri sempat mengalami koma, tapi sekarang ia sudah sadar."
"Kupikir membiarkannya untuk sementara bersama Seungri adalah pilihan yang tepat. Sudah lama aku tidak mengirimkan seseorang untuk mengikutinya. Jadi apa yang menyebabkan ia kecelakaan?"
"Berlari dengan gegabah ke tengah jalan tanpa memperhatikan keadaan jalan yang ramai. Tampaknya ia terlalu emosi setelah kembali dari kantor untuk menemuimu."
"Jadi kecelakaan itu sudah terjadi selama itu?"
Donghae menganggukan kepalanya sambil bersedekap di depan meja Hyukjae. Tak mengherankan jika Hyukjae tidak tahu, sore hari setelah Yuri memberikan pukulan telak di hatinya, Hyukjae langsung mengambil penerbangan pulang menuju Las Vegas dan terus menenggelamkan diri pada pekerjaan tanpa mempedulikan hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Bahkan anaknya, Hyukjae seperti lupa pada Justice. Dua minggu ini Hyukjae tidak datang ke rumah Donghae untuk mengunjungi putrinya. Dan jika Donghae menanyakan alasannya, Hyukjae selalu menjawab jika Justice hanya mengingatkannya pada Yuri dan kesalahannya.
"Pergilah segera ke Dallas. Ini masih belum terlambat untuk memperbaiki semua kesalahanmu."
Drrt drrt
Donghae merasakan ponselnya bergetar, dengan gerakan cepat ia segera mengangkat panggilan itu dan mendengarkan dengan penuh perhatian laporan dari anak buahnya.
"Pria itu sudah mati."
"Seungri?" tanya Hyukjae mencoba memastikan.
"Jantungnya tidak bisa diselamatkan dari peluru yang berhasil menggores dinding selaputnya. Koma selama beberapa hari, dan akhirnya ia tidak selamat." beritahu Donghae tenang. Namun bukanya Hyukjae terlihat senang, pria itu justru memincingkan matanya curiga ke arah Donghae yang lagi-lagi dinilainya terlalu tenang.
"Ini bagian dari rencanamu?"
"Rencanaku, dia seharusnya mati tanpa harus mengalami koma. Sniper itu meleset saat melepaskan pelurunya. Sangat disayangkan." desah Donghae pura-pura kecewa. Tadinya jika Seungri berhasil selamat dari masa komanya, Donghae akan meminta orang-orangnya untuk melakukan pembunuhan dengan obat yang disuntikan di cairan infusnya. Namun karena Seungri telah mati dengan sendirinya, maka Donghae merasa tidak perlu mengotori tangannya terlalu jauh.
"Entahlah, apakah aku harus mengucapkan terimakasih padamu atau mengumpatimu. Kau memang selalu bergerak impulsif. Aku tidak bisa menyalahkanmu atas tindakan ini."
"Memang tidak. Aku hanya menjaga supaya tatanan di keluargaku tetap sama. Kau dan Yuri harus berbahagia setelah ini karena kalian telah mendapatkan bayi baru yang akan menjadi anggota keluargamu. Kuyakin kau bisa membujuk Yuri agar menjadi wanita manis seperti dulu dengan menjaga dua anak yang dianugerahkan padanya. Lagipula aku juga tidak bisa membuat Yoonaku bersedih atas nasib rumah tangga kalian yang hancur." tambah Donghae dengan alis mengerut karena memikirkan pertengkarannya dengan Yoona. Tak akan ia biarkan Yoona bersedih lagi, karena ia telah menjajikan itu dalam sumpah pernikahannya di hadapan Tuhan.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Kuhargai kebaikanmu, Hae."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro