Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Story Of Us 15

Hii readers!!! Ini sebenarnya udh lama jadi ceritanya, tapi blm smpt up.. Hehehe

Happy reading all!!! =)


Ketika Yuri membuka mata pertama kali di pagi yang sunyi dan dingin ini, ia hanya bisa mendesah keras sambil memandangi langit-langit kamarnya yang bersih, dan akan selalu begitu. Ukiran-ukiran rumit yang ditempatkan di permukaan dinding kamarnya menjadi pemanis yang sangat cantik untuk dipandang setiap pagi. Tapi benarkah ukiran-ukiran itu dapat membuat pagi harinya menjadi lebih indah? Jawabannya tidak.

Tidak ada yang lebih indah di pagi harinya semenjak semua bencana itu terjadi menimpanya bertubi-tubi. Ia bahkan nyaris tak bisa bangkit untuk memulihkan kondisinya pasca kejadian itu.

Seungri yang meninggalkannya dan juga anaknya. Lalu Hyukjae yang berubah lebih kaku saat bersamanya. Pria itu menghindarinya.

Sejauh ini pria itu sudah sangat berbaik hati padanya. Hyukjae sama sekali tidak menceraikannya setelah kejadian menyakitkan itu. Sebaliknya, Hyukjae menerimanya kembali sebagai istrinya, tapi hanya untuk status.

Yeah, pernikahannya dengan Hyukjae tidak lagi sama setelah hari penculikannya yang dilakukan oleh Seungri. Hyukjae bukan lagi suaminya yang dulu. Dia telah berubah menjadi pria pendiam yang kurang hangat dengan keluarganya.

Sedikit banyak ia tahu alasan Hyukjae melakukan hal itu pada mereka— Dia, Justice, dan juga Adam, Hyukjae terluka dengan semua kejadian yang menimpa rumah tangganya. Pria itu masih tidak bisa mempercayai kenyataan yang sedang menamparnya saat ini bahwa istrinya telah membagi cintanya dengan pria lain setelah disekap selama berbulan-bulan di rumahnya.

Padahal sebelumnya ia pikir Hyukjae adalah pria hebat dengan hati sekuat baja yang tidak mudah tersakiti oleh apapun. Namun melihat apa yang telah terjadi pada Hyukjae selama dua bulan terakhir ini membuat Yuri pesimis bahwa Hyukjae adalah pria yang sehebat itu.

Hyukjae tidak pernah sehebat itu. Dia hanya manusia biasa yang bisa merasakan sakit. Hatinya, bagaimanapun bukan terbuat dari baja. Hatinya yang lembut terbuat dari gumpalan darah yang kapanpun bisa saja tergores dan terluka. Dan saat ini Hyukjae sedang merasakan luka yang begitu dahsyat di hatiya karena pengkhianatan istrinya yang tidak bisa menghargai kebaikannya sama sekali.

Sambil merasakan perih di dada yang seakan-akan sedang mencubitnya, Yuri mengelus sisi tempat tidurnya yang selalu kosong. Sisi itu terasa sangat dingin di telapak tangannya yang nyaris beku karena kehampaan yang ia rasakan saat ini. Ia tidak pernah ditemani oleh siapapun sejak ia kembali ke rumah ini. Hyukjae dengan terang-terangan menyatakan diri untuk tidak mendekatinya selama ia masih belum bisa menghilangkan bayang-bayang buruk kehidupan pernikahannya yang kacau. Hyukjae menghindarinya. Hyukjae lebih memilih tidur di kamar tamu yang sekarang telah diklaim sebagai kamar abadinya karena Hyukjae sepertinya tidak berencana untuk pindah ke kamar utama yang saat ini ditempati olehnya bersama Adam.

Betapa sedihnya hatinya setiap kali terbangun tanpa belaian lembut dari Hyukjae atau tanpa senyum manis dari Hyukjae sambil menggumamkan selamat pagi dengan serak. Ia telah kehilangan semua kehangatan itu karena kebodohannya sendiri. Dengan serakah ia menerima Seungri yang saat itu mulai menunjukan rasa cintanya padanya. Ia membiarkan Seungri menikahinnya dan membuat cintanya untuk Hyukjae terbagi dengan sangat menyakitkan.

"Bayimu menangis. Yul?"

Dia berjengit terkejut dengan sentuhan yang terasa seperti tusukan pisau di bahunya. Ia segera menoleh ke arah pria yang mengejutkannya sambil tersenyum getir.

"Maaf, aku... aku sedang agak lelah," jawabnya beralasan.

Hyukjae memberikan tatapan dingin yang membekukan, kemudian ia segera keluar dari bekas kamarnya yang kini terasa sangat dingin tanpa kehangatan darinya.

Setelah Hyukjae menutup pintu kamarnya, ia langsung menelungkupkan kepalanya di atas lututnya yang ia tekuk hingga sebatas dada. Tak peduli pada suara tangis Adam yang menjerit-jerit di dalam baby cribnya, ia tetap saja menangis di kamar itu bersama bayinya yang kini sedang lapar, menunggunya untuk memberi makan.

Ia sudah tidak kuat menahan ini semua. Kedinginan yang ditunjukan Hyukjae selama ini membunuhnya perlahan-lahan. Padahal saat hendak membawanya pulang dari Dallas, Hyukjae berjanji akan menyayanginya dan bayinya tak peduli apa. Tapi sekarang janji itu terasa palsu. Hyukjae tidak pernah menyayanginya lagi seperti dulu. Ia bahkan juga tidak peduli pada Justice.

Gadis kecilnya yang malang telah dibiarkan tumbuh tanpa kasih sayang yang utuh dari orangtuanya. Mungkin gadis itu juga tahu bagaimana kondisi ibunya yang menyedihkan sehingga ia lebih sering pulang ke rumah Yoona selepas pulang sekolah dengan alasan ingin bermain bersama Louise. Padahal ia tahu alasan Justice pulang ke rumah Yoona karena gadis itu lebih merasa diterima di sana daripada di rumahnya sendiri. Justice merasa memiliki orangtua lengkap di sana. Apalagi setelah dia tinggal hampir satu tahun bersama Yoona dan anak-anaknya. Terkadang hal itu membuatnya merasa miris. Anaknya sendiri lebih nyaman bersama orang lain.

"Mommy?"

Yuri tersenyum ke arah Justice yang telah rapi. Pakaiannya yang berupa dress berwarna biru muda mengembang indah di kaki-kakinya yang mungil. Di belakangnya, Jesslyn tersenyum lembut ke arah Yuri sambil ikut melongokan kepalanya melalui celah pintu bersama Justice.

"Hai sayang, kau sudah siap untuk berangkat ke sekolah bersama bibi Jesslyn, hmm?"

"Dia sangat bersemangat pergi ke sekolah, nyonya."

"Hmm tentu saja." Sambil menjepit hidung Justice pelan, Yuri berbisik di depan wajah anaknya yang terkikik-kikik. "Itu pasti karena Louise Lee juga ada di sana. Ckckck, Yoona bilang dia merengek ingin ikut ke sekolah bersama Louise. Ia sampai harus memohon-mohon pada kepala sekolah agar Justice bisa diterima di kelas pre-school. Meskipun dia menjadi murid termuda di sana."

"Mereka sangat kompak sekali, nyonya. Louise kadang menjahili Justice, tapi mereka saling menyayangi."

Yuri tersenyum lembut ke arah pengasuh putrinya. Ia sangat bersyukur Jesslyn sejak dulu selalu ada bersama Justice meskipun Justice tinggal di rumah Yoona. Jesslyn tidak pernah pergi kemanapun dari sisi Justice dan tetap mengasuhnya dengan baik.

"Terimakasih banyak Jess."

"Sama-sama nyonya. Maaf, bayi anda menangis."

Astaga!

Yuri benar-benar lupa pada Adam Ia sudah menangis sejak sepuluh menit yang lalu, tapi ia justru membiarkannya terus menangis sampai suaranya nyaris hilang.

"Mommy, kenapa Adam menangis?"

"Ssshhh... sayang, mommy di sini nak. Adam lapar, Justice," ucap Yuri sambil membelai pipi Adam yang merah dengan perlahan.

Bayi itu menghentak-hentak di dalam gendongan Yuri, menyuarakan protes karena ibunya telah mengabaikannya sejak tadi.

"Kau akan berangkat dengan daddy?"

"Tuan Hyukjae sudah berangkat ke kantor sejak tadi. Sepertinya sangat terburu-buru sampai tidak sempat sarapan."

Yuri mengangguk samar. Ia sudah jarang berada di meja makan bersama Hyukjae untuk sarapan bersama. Mungkin terakhir kali mereka berada di meja yang sama adalah dua bulan yang lalu saat ia baru pertama kali kembali ke rumah Hyukjae.

Saat itu ia masih berperan sebagai istri seperti biasanya. Ia bangun pagi untuk memasak dan menyiapkan segala keperluan Hyukjae dan anak-anaknya. Saat itu ia masih belum menyadari ketidakhadiran Hyukjae di kamarnya sebagai suatu penghindaran karena Hyukjae beberapa kali beralasan jika ia ketiduran di ruang kerjanya selagi mengerjakan tugas-tugas yang diberikan Donghae padanya. Namun setelah seminggu berlalu dan Hyukjae masih tidak ia temukan berada di sisi tempat tidurnya setiap kali ia bangun, ia menjadi curiga.

Suatu pagi ia keluar dari kamar untuk memastikan keberadaan Hyukjae di ruang kerjanya. Ia berjalan sangat pelan di hari yang masih terlalu pagi hingga matahari bahkan belum muncul di atas langit untuk menunjukan sinarnya.

Ia berjalan ke arah ruang kerja Hyukjae di lantai satu. Lalu saat ia membuka ruangan itu, ia agak terkejut dengan suasana ruang kerja Hyukjae yang sangat sunyi. Tidak ada berkas-berkas yang berserakan di atas meja sebagai tanda bahwa Hyukjae selama ini sibuk bekerja hingga ketiduran di tempat itu. Ruang kerja Hyukjae sangat bersih, hanya diisi sebotol Jack Daniels di atas meja yang isinya sudah kosong.

Merasa bahwa selama ini Hyukjae telah berbohong, ia lalu pergi ke kamar tidur tamu yang selama ini jarang digunakan. Namun ketika ia membuka pintu kayu itu, ia melihat Hyukjae sedang berada di atas tempat tidur, lengkap dengan piyamanya yang berwarna abu-abu. Selain itu kamar tamu yang ditempati oleh Hyukjae juga tidak tampak seperti baru ditempati. Kamar itu terlihat seperti sudah lama ditempati karena Hyukjae menggantung jubah tidurnya di dekat lemari.

Karena penasaran, ia lalu membuka lemari di kamar tamu itu lebar-lebar dan menemukan sebagian pakaian Hyukjae tergantung di dalamnya dengan rapi. Pakaian-pakaian yang tidak pernah ia sadari telah hilang dari lemari di kamar mereka, ternyata telah berada di dalam lemari itu.

Hatinya sangat hancur saat mengetahui perbuatan Hyukjae yang sengaja menghindarinya selama ini. Ia pikir Hyukjae benar-benar sedang lembur mengerjakan pekerjaan kantor, ternyata pria itu hanya beralasan untuk menghindarinya.

Lalu saat Hyukjae terbangun dan menemukannya sedang melamun di pinggir tempat tidurnya, pria itu tidak mengatakan apapun. Ia hanya melihatnya sekilas, kemudian meninggalkannya begitu saja untuk pergi kamar mandi dan bersiap-siap menuju kantor.

Hyukjae tahu ia tidak bodoh. Jadi pria itu sama sekali tidak perlu menjelaskan apapun tentang sikapnya karena dia sangat yakin ia pasti tahu apa yang selama ini terjadi pada mereka. Tapi terkadang ia sangat ingin mendengarkan penjelasan dari Hyukjae. Ia ingin tahu apa yang selama ini dirasakan oleh pria itu dan bagaimana ia bisa menebusnya agar mendapatkan maaf dari pria itu.

"Mommy!"

Lagi, dia terkejut karena lamunannya diusik begitu saja. Matanya mengerjap sekali untuk menyesuaikan dengan suasana kamarnya yang sangat hening dan hanya diisi oleh suara teriakan Justice yang terdengar kesal.

"Ada apa sayang?"

"Mommy tidak mendengarkan Justice?"

"Maaf, mommy sedang memikirkan sesuatu. Ada apa?"

Yuri sedikit membenahi letak duduknya dan posisi bayinya yang sedang menyusu. Bibir bayi mungil itu tampak lucu saat menyedot dadanya dengan gerakan aktif. Pantas saja ia mengamuk beberapa saat yang lalu. Ia sangat kelaparan.

"Hari ini mommy Yoona mengajakku pergi ke rumah Hyena."

"Benarkah? Pasti menyenangkan. Kau boleh pergi bersama mommy Yoona, tapi kau harus menjadi gadis yang baik."

"Aye aye mommy. Bye mommy."

Gadis itu berlari-lari kecil dengan kakinya yang mungil. Senyum lebarnya berhasil membuat hati Yuri merasa perih.

Justice terlihat sangat bahagia bersama Yoona. Ia bahkan sangat jarang melihat Justice sebahagia itu saat bersamanya. Meskipun Justice selalu menjadi gadis yang baik dengan membantunya menjaga Adam jika ia sedang sibuk menyiapkan keperluan bayi mungil itu, tapi tetap saja ada sesuatu yang hilang dari diri Justice saat berada bersamanya. Gadis itu kehilangan kebahagiaannya sebagai seorang anak perempuan bersama ibunya.

"Jesslyn tolong jaga Justice dengan baik."

"Saya akan melakukannya nyonya, jangan khawatir. Kalau begitu saya pergi dulu."

Setelah Jesslyn keluar dari kamarnya, ia kembali menangis tersengguk-sengguk di kamarnya yang sunyi.

Satu persatu air matanya menetes di atas permukaan pipi Adam yang sedang menyusu padanya dengan rakus.

Namun seakan menyadari kesedihan yang sedang dirasakan oleh ibunya, Adam merengek pelan di dalam dekapan ibunya lalu menggeliat tidak nyaman beberapa kali selama ibunya menangis.

Melihat itu Yuri segera menghentikan tangisnya dan menepuk-nepuk paha Adam pelan agar bayi mungil itu berhenti rewel.

"Ssshh... mommy baik-baik saja nak. Mommy tidak menangis lagi," bisik Yuri lembut di telinga Adam kemudian mengecup pipinya lembut penuh perasaan.

-00-

Mendaratkan satu kecupan lagi, Donghae kemudian berguling dari atas tubuh Yoona dengan desahan puas. Tak pernah sekalipun ia kecewa dengan tubuh Yoona meskipun sudah bertahun-tahun mereka bersama, baik sebagai partner maupun suami istri. Mungkin benar apa yang dikatakan orang-orang kolot tentang cinta. Jika kau sudah mencintai seseorang, kau tak akan pernah bosan pada orang itu. Seberapa sering kau menghabiskan waktu bersamanya, rasa cinta itu akan tumbuh semakin besar setiap harinya.

Ahh... Dia tidak bisa berhenti bersyukur atas semua kebahagiaan yang ia dapatkan hingga sejauh ini. Hidupnya sudah sangat lengkap dengan Yoona dan juga anak-anaknya yang berharga. Bahkan tak terasa si kembar sebentar lagi akan berusia satu tahun.

Tidak mengizinkan Yoona tertidur, Donghae mengulurkan tangannya dengan posisi miring untu menyingkirkan helai-helai rambutnya yang menempel di kening Yoona yang dipenuhi keringat.

"Apakah sepuas itu?" Donghae bersuara, berniat menggoda Yoona yang mulai bisa bernafas teratur setelah terengah-engah karena ulahnya.

"Oppa, jangan menggodaku. Kupikir malam ini kau agak gila."

"Kau yakin ini malam?"

Sambil menaikan selimutnya hingga sebatas dagu, Yoona melirik ke arah tirai kamarnya yang masih menunjukan siluet gelap dari luar kamar mereka yang berhadapan langsung dengan kebun rumah mereka yang luas.

"Masih gelap di luar sana."

"Ini pukul empat pagi."

"Oh Tuhan! Aku harus tidur kalau begitu. Pekerjaanku masih sangat banyak begitu matahari bersinar terang nanti," Yoona menggerutu sebal.

Jelas sekali Donghae menghalanginya yang baru saja akan memejamkan mata. Padahal jika Donghae sedang sangat lelah, ia tidak pernah mengganggu waktu istirahat pria itu. Sebaliknya, ia membiarkan Donghae tidur dengan nyaman tanpa gangguan dari anak-anaknya yang berisik. Terutama Louise jika ia sudah mulai berulah menggoda Ciara.

"Kau tahu, aku masih sangat merindukanmu, Yoong. Kurasa kau harus ikut aku ke Portugal minggu depan. Ada perjalanan bisnis selama tiga hari."

"Kau tega meninggalkan anak-anak hanya dengan para pelayan? Ck, Lean bahkan sedang sangat rewel saat ini. Dia manja sekali padaku karena giginya tumbuh dan gusinya sakit."

"Aku juga terkadang merasa terlalu sibuk hingga tidak sempat menghabiskan waktu bersama mereka. Apa kata Ciara tentang aku dan kesibukanku?"

"Daddy menyebalkan!"

Donghae tertawa mendengar Yoona menirukan gaya anak sulungnya yang sering melayangkan protes pada ibunya karena ayahnya yang super sibuk. Bulan lalu ia bahkan tidak datang ke pertunjukan drama pertama Ciara di sekolahnya karena kebetulan ia sedang memimpin rapat bersama para aparat penegak hukum untuk menjalankan kampanye anti polusi udara.

"Nanti setelah Louise dan si kembar agak besar, bukan hanya Ciara yang akan melayangkan protes, kau akan didemo oleh keempat anak-anakmu, oppa. Ck, jangan terlalu sibuk, kami membutuhkanmu."

Oh, dia tidak akan bisa tahan bila Yoona mulai menunjukan wajah menggemaskan lengkap dengan belaian lembut di wajahnya. Oh sial! Ia mulai bergairah lagi pada Yoona. Ia ingin memakan wajah menggemaskan Yoona sekarang juga.

"Aku juga membutuhkanmu sayang." Meraih tangan Yoona di wajahnya, ia lalu menundukan wajahnya di depan bibir Yoona lalu menciumnya dengan keras penuh gairah.

"Aku tidak pernah puas denganmu sayang."

Menjawab bisikan Donghae di depan bibirnya yang bengkak, Yoona kemudian menggigit bibir Donghae dengan gigitan menggoda yang dibarengi dengan belaian lidahnya yang ahli. Ia tahu Donghae paling suka dibelai dengan cara yang seksi.

"Yoona, aku bersumpah kau tidak akan pernah tidur selama aku di sini."

"Jangan berani-berani mengusik waktu tidurku."

Yoona mengakhiri belaiannya di bibir Donghae lalu berguling di atas tubuh Donghae. Dengan senyuman nakal ia berbaring di atas tubuh suaminya dan mengabaikan erangan tertahan Donghae yang terdengar menderita. Dalam hati Yoona tersenyum menyaksikan suaminya tersiksa di bawahnya. Ia senang menggoda Donghae seperti itu sekaligus ia juga senang berbaring di atas tubuh Donghae sambil mendengarkan detak jantung Donghae yang merdu.

"Kau sengaja ingin menyiksaku, heh?"

"Hmm..." Dengan gumaman Yoona menjawab sambil meletakan tangannya di atas bibir Donghae untuk membungkam bibir itu dari aksi protes. Namun Donghae dengan nakal justru menjilat telapak tangan Yoona di mulatnya dengan gerakan berputar-putar yang terasa menyenangkan bagi Yoona.

"Begini lebih baik. Aku akan tidur nyenyak."

"Sedangkan aku tidak. Kau menyebalkan kau tahu?"

Suara tawa Yoona terdengar lembut dan menggelitik di atas dadanya. Pria itu menyempatkan diri untuk menundukan kepalanya sekilas ke arah kepala Yoona yang bergerak-gerak di dadanya.

"Oppa, kau tahu tidak?"

"Tidak jika kau tidak mengatakannya."

"Ck, aku serius."

Yoona mengangkat kepalanya dengan gusar hanya untuk melihat wajah Donghae yang menyeringai ke arahnya.

"Aku juga sangat serius ingin memakanmu sekarang."

Tanpa mempedulikan godaan Donghae, Yoona kembali merebahkan kepalanya di atas dada Donghae.

"Bagaimana kabar Hyuk oppa sekarang? Mereka belum berkunjung ke sini sejak bulan lalu. Hanya Justice yang sering datang bersama pengasuhnya."

"Rumah tangganya sedang sangat kacau. Meskipun Hyukjae tidak pernah membicarakannya, tapi dia selalu datang ke kantor dengan wajah kusut."

"Hmm... kurasa juga begitu. Hubungan mereka tidak lagi sama setelah peristiwa itu. Aku sangat bersyukur dengan keadaan kita saat ini. Teman-teman kita sedang memiliki masalah dan kita masih bisa menghabiskan waktu bersama."

"Maksudmu bercinta?" Donghae terkekeh pelan. Ia langsung mengecup bibir Yoona cepat saat wanita itu mengangkat kepalanya untuk memprotes.

"Sshh... kubilang jangan menggodaku oppa. Astaga wajahku merah."

"Sudah kubilang kau itu menggemaskan. Sayang aku ingin memakanmu."

"Aku lelah oppa. Ngomong-ngomong Hyukjae oppa tidak pernah ikut dalam perjalanan bisnis?"

"Dia tidak pernah mau. Aku mengajaknya ke Barcelona dua minggu lalu, dia menolak. Moodnya sangat buruk akhir-akhir ini. Semua karyawan di divisinya mengeluhkan sikap galaknya. Aku sudah berusaha berbicara dengannya, tapi dia selalu berkelit."

"Kurasa Yuri juga begitu. Setiap aku menelponnya dia hanya membalas seadanya dengan malas-malasan. Tidak ada gairah dalam suaranya setiap bicara denganku. Ia terkesan ingin menghindariku. Menurutmu Hyuk oppa bisa menerima bayi itu?"

"Jika aku menjadi dia, aku lebih baik membunuhnya atau membuangnya ke suatu tempat. Apapun asal tidak melihatnya. Itu hanya akan menyakitiku setiap kali melihat ada anak pria lain di rumahku. Kurasa kondisi Hyukjae seperti itu. Dia menghadapi gejolak batin karena kenyataannya dia tidak bisa menerima kehadiran bayi itu seperti apa yang pernah ia katakan dulu."

"Kau benar. Tapi aku bangga padanya karena berusaha untuk mempertahankan hubungan rumah tangganya demi kesejahteraan Justice. Gadis itu yang paling menderita dalam masalah rumah tangga mereka. Karena itu aku selalu senang jika dia berada di sini dan menjadi salah satu dari anak-anakku. Dia terlihat sangat bahagia saat bermain bersama Ciara, Louise, dan si kembar."

"Meskipun aku pria brengsek, aku juga tidak suka bila melihat anak semuda Justice harus menjadi korban dari keegoisan orangtuanya."

"Kalau begitu kita memang sangat diberkati, oppa. Aku bahagia memilikimu dan anak-anak. Kudengar saat ini Tiffany sudah sehat dan beraktivitas lagi sebagai dokter. Tapi akibat dari kecelakaan itu membuat salah satu indung telurnya harus diangkat. Kemungkinan dia memiliki anak lagi akan semakin sulit. Kau tahu, aku menangis saat dia memberitahuku hal itu di telepon. Oh Tuhan, kita diberkati empat orang anak. Bukankah kita sangat beruntung oppa?"

Membalas kata-kata Yoona yang penuh emosi, Donghae menyematkan ciuman lembut dan panjang di puncak kepala Yoona.

Wanita itu bukan satu-satunya yang merasakan diberkati akhir-akhir ini. Sejujurnya dia juga. Apalagi jika melihat kondisi rumah tangga ketiga teman-temannya.

"Kemarin Taeyeon menghubungiku. Kasusnya sudah selesai. Dia memenangkan perkaranya. Tapi..."

"Tapi?" tanya Yoona setengah mengantuk. Matanya sudah terpejam separuh saat Donghae sengaja menggantung kata-katanya.

"Tapi Taeyeon mengalami stress berat karena plagiarisasi itu. Kondisi kesehatannya menurun hingga ia sempat dirawat di rumah sakit. Untungnya sekarang ia telah pulih dari kondisi stressnya setelah berkonsultasi beberapa kali pada psikolog."

"Wanita itu selalu gembira. Maksudku dia jarang memasukan masalah-masalah ke dalam pikirannya karena dia lebih suka mengalihkan perhatiannya pada desain-desain baju yang dibuatnya. Masalah kemarin benar-benar telah mengacaukan hidupnya. Apa pihak yang membuat masalah dengannya bukan orang sembarangan?"

"Bukan. Dia seorang pemilik garment yang telah menjalankan bisnisnya selama bertahun-tahun. Selama ini pria itu licik karena dia merasa memiliki uang untuk melawan para pemilik ide yang biasanya ia curi. Tapi kali ini ia berurusan dengan orang yang salah." Donghae mendengus. Membayangkan sikap keras kepala Taeyeon dan keuletannya, ia yakin Taeyeon pasti akan memenangkan kasus itu.

"Sayangnya mereka berdua memiliki watak yang sama. Taeyeon yang keras kepala mencurahkan terlalu banyak energinya pada kasus itu, sehingga ia dilanda kestresan yang parah. Leeteuk dulu mengatakan padaku bahwa Taeyeon sangat khawatir ia tidak akan menang melawan si keparat licik itu. Dengan senang hati aku akan memberikan bantuan pada mereka. Namun Leeteuk dengan halus menolaknya dengan alasan bahwa ia akan meminta bantuanku sebagai usaha terakhir jika semua usahanya menuai kegagalan. Tapi syukurlah mereka berhasil mengalahkan si keparat jahanam itu."

"Ssshhh... oppa, kau harus memperhatikan kata-katamu." Dengan terkantuk-kantuk Yoona meletakan telapak tangannya di atas permukaan bibir Donghae. "Terutama Louise, ia sedang sangat suka menirukan semua kata-kata yang didengarkannya di dalam rumah ini. Aku tidak ingin dia menirukan kata-kata kasar itu sebelum ia tahu untuk apa kata-kata itu diucapkan. Jadi kumohon perhatikan kata-kata yang terlontar dari bibirmu."

Donghae mengecup jari-jari Yoona lembut penuh perasaan. Inilah wanita yang benar-benar ia inginkan menjadi istrinya. Wanita yang bisa menjaga keluarganya dengan baik dan bukan wanita pesolek yang hanya suka menghambur-hamburkan hartanya.

"Kau tahu Yoong, keberuntunganku yang paling besar adalah memilikimu. Kau telah berhasil mematahkan seluruh keraguanku tentang memiliki keluarga dan kau telah berhasil menghilangkan seluruh traumaku karena ketidak berhasilan orangtuaku dalam menjalankan peran mereka sebagai orangtua. Karena dirimu, aku berhasil menjadi seorang ayah dan seorang suami yang terberkati. Terimakasih Yoong. Terimakasih banyak."

Suara dengkuran halus di dadanya dan gerakan teratur nafas Yoona yang terasa lembut di atas tubuhnya seketika membuat Donghae tertawa kecil. Dengan lembut ia mencium puncak kepala Yoona lalu semakin merapatkan tubuh mereka agar semakin hangat dengan memeluk Yoona erat di dadanya. Kemudian ia ikut memejamkan matanya bersama Yoona dan mulai melepaskan seluruh kepenatan yang memuakan dengan tidur bersama Yoona dalam kedamaian yang membungkus tubuh mereka berdua dengan hangat.

"Good night sweetheart," gumam Donghae

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro