Lovesick Fool 3
Dan sandiwara yang mereka rencanakan akhirnya benar-benar dimulai. Pertama Donghae mengantarkan Yoona ke kediaman menteri Im sambil membawa bukti mayat korbannya yang hari ini ia siksa. Donghae mengambinghitamkan orang itu sebagai penyerang Yoona. Lalu ia dengan penuh ketenangan menceritakan pada tuan Im jika ia berhasil menyelamatkan Yoona setelah menerima laporan dari Lee Hyukjae jika Yoona menghilang. Dan dengan penuh terimakasih tuan Im merangkul tubuh Donghae dan mengajak Donghae masuk ke dalam rumahnya. Malam ini, pria yang merupakan sociopat itu telah menjadi seorang super hero bagi menteri Im. Dan semua itu juga berkat kemampuan akting Yoona yang berhasil meyakinkan menteri Im jika ia telah diculik dan disiksa hingga pipinya tergores lalu diselematkan oleh Donghae.
"Ayah, jenderal Lee malam ini telah melindungiku dengan baik. Bahkan ia juga mengobati luka-lukaku sebelum aku diantarkan pulang ke rumah." Ucap Yoona sungguh-sungguh. Apa yang Yoona katakan adalah sebuah kebenaran karena yang mengobati luka-lukanya adalah Lee Donghae sendiri. Meskipun pria itu juga yang telah menyakitinya.
"Jenderal Lee, aku benar-benar berterimakasih padamu. Kau telah membawa putriku kembali padaku. Aku sungguh tidak bisa membayangkan jika penjahat itu berhasil melukai putriku lebih jauh, aku pasti tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri."
"Itu memang sudah menjadi tugasku." Jawab Donghae karismatik. Ketenangan dan kepiawaian Donghae dalam memikat orang lain membuat semua orang tidak akan pernah menyangka jika Donghae adalah seorang sociopat yang sangat berbahaya. Semua gerak gerik yang ditunjukan oleh Donghae selalu bersih dan rapi, sehingga kegialaan yang selama ini ia tutupi dengan wajah angkuhnya itu tidak akan pernah diketahui oleh siapapun. Termasuk keluarga angkatnya sendiri.
"Ayah, tapi aku benar-benar takut. Bagaimana jika orang-orang yang menyerangku itu muncul lagi?" Tanya Yoona sambil melirik Donghae. Wanita itu sengaja memancing ayahnya untuk memberikan penjagaan ekstra padanya agar ia bisa menjerat pria itu ke dalam sandiwaranya sendiri.
"Tenanglah sayang, ayah tidak akan membiarkan siapapun menyentuhmu lagi. Ayah akan meminta pasukan khusus untuk terus mengawalmu."
"Tapi ayah..."
Yoona lagi-lagi melirik Donghae untuk melihat reaksi pria itu yang masih tetap dingin. Namun dibalik ekspresi dingin itu, Yoona tahu jika Donghae sebenarnya sedang mengintimidasinya.
"Ya, ada apa?"
"Aku tidak suka diikuti oleh banyak orang. Itu akan terlihat sangat mencolok dan seakan-akan aku adalah putri dari orang penting. Lebih baik ayah meminta jenderal Lee untuk menjadi pengawalku. Bukankah jenderal Lee adalah jenderal terhebat yang dimiliki Korea Selatan? Ia pasti bisa menjagaku tanpa perlu melibatkan banyak pasukan."
Yoona tersenyum penuh kemenangan sambil melirik Donghae yang saat ini sedang menahan amarahnya sambil memberikan tatapan dingin yang sangat menusuk padanya. Ia tahu jika pria itu akan berusaha untuk menghindarinya setelah kejadian ini dan ia akan kehilangan kesempatan untuk membuat Lee Donghae mencintainya. Jadi ia sengaja meminta ayahya untuk menjadikan Lee Donghae sebagai pengawalnya agar pria itu tidak bisa menghindarinya atau menjauh darinya.
Sekarang kau masuk ke dalam perangkapku jenderal Lee
"Baiklah jika itu maumu. Jenderal Lee, mulai sekarang jadilah pengawal untuk putriku. Aku akan meminta ijin pada presiden Kang dan menyuruhnya untuk membuatkan surat perintah secara resmi."
Donghae terlihat tidak bisa menolak perintah dari menteri Im. Apa yang diminta oleh menteri Im merupakan bagian dari tugasnya. Jika ia menolak permintaan itu di depan seluruh anak buahnya, maka ia akan kehilangan harga dirinya sebagai jenderal. Karena jenderal yang baik adalah jenderal yang mau melakukan apapun demia kebaikan dan keselamatan warga sipil.
"Baik menteri Im, saya akan menjadi pengawal untuk putri anda."
-00-
Dua minggu setelah kejadian itu, kini Donghae benar-benar menjadi pengawal Yoona. Setiap hari pria itu mengikuti kemanapun Yoona pergi. Bahkan ia juga harus mengikuti Yoona ketika wanita itu sedang berkencan dengan Taecyeon. Kemanapun Yoona melangkah, Donghae pasti selalu berada di belakangnya. Tapi meskipun begitu sikap Donghae pada Yoona tidak pernah berubah. Pria itu tetap menunjukan sikap dinginnya pada Yoona setiap Yoona mencoba mendekati pria itu. Tapi hal itu tidak pernah menjadi masalah untuk Yoona, karena ia yakin suatu saat perjuangannya pasti tidak akan sia-sia.
"Yoona, kenapa kau terus meminta Donghae hyung menjadi pengawalmu? Bukankah semuanya baik-baik saja?"
Taecyeon suatu saat bertanya pada Yoona ketika mereka sedang makan siang di sebuah restoran cepat saji di pusat perbelanjaan Seoul. Dua meja di belakang mereka, duduk Lee Donghae sendiri dengan kaca mata hitam yang membingkai iris tegasnya. Pria itu tampak begitu kaku sambil mengamati gerak gerik Yoona dari jauh. Dan disaat yang bersamaan Yoona juga tengah melirik pria itu sambil menyunggingkan senyum penuh makna yang hanya dipahami oleh Donghae.
"Biarkan saja, bukankah itu memang tugasnya?" Jawab Yoona acuh tak acuh. Donghae mengarahkan tatapan tajamnya kearah Yoona karena pria itu dapat mendengar dengan jelas setiap pembicaraan yang tengah dilakukan oleh Yoona dan juga adiknya. Sejak awal ia sadar jika semua ini adalah akal-akalan Yoona untuk membalasnya. Untungnya hingga sejauh ini Yoona tidak membuat kesabarannya habis seperti dulu, sehingga semuanya berjalan lancar selama ia menjadi pengawal wanita manja itu.
"Oppa, apa kau pernah memiliki kekasih?"
"Kenapa tiba-tiba kau menanyakan hal itu?"
Taecyeon tampak kikuk dengan pertanyaan Yoona seputar kekasih. Ia sejauh ini belum memiliki kekasih. Tapi ia menjalani kehidupan percintaan yang bebas di Kanada karena ia tetaplah pria normal yang membutuhkan wanita di sisinya.
"Hanya ingin bertanya. Aku tidak mau pernikahan kita hancur karena wanita lain. Jadi aku ingin oppa jujur padaku sekarang, apa oppa memiliki kekasih atau seorang wanita yang dekat dengan oppa?"
Taecyeon tampak ragu untuk menjawabnya. Ia takut Yoona akan marah jika ia mengatakan hal yang sejujurnya.
"Hanya teman dekat. Tapi dia bukan kekasihku, jadi kau tenang saja Yoong."
Yoona mengangguk-anggukan kepalanya mengerti dan tampak tak berminat untuk mengorek informasi lebih lanjut mengenai wanita itu. Ia justru lebih tertarik pada Donghae yang tiba-tiba sudah didekati oleh dua orang wanita cantik yang ingin bergabung bersamanya di mejanya yang kosong.
"Hyung memang populer." Komentar Taecyeon ketika ia mengikuti arah pandang Yoona. Yoona yang semula tidak fokus, kembali terfokus pada Taecyeon dan bertanya pada pria itu.
"Apa? Kau mengatakan apa?" Ulang Yoona seperti orang bodoh. Taecyeon terkekeh pelan sambil mencubit pipi Yoona gemas.
"Hyungku memang populer. Lihat, ia sudah mendapatkan dua wanita di sisinya. Andai ia bukan pria kaku dan dingin, ia pasti sudah memiliki kekasih. Sayangnya ia memang memilih untuk sendiri. Ia terlalu mencintai pekerjaanya daripada wanita." Ucap Taecyeon sambil tertawa kecil. Yoona menatap Donghae dalam diam sambil terus memperhatikan sikap Donghae yang tampak tidak nyaman dengan kehadiran dua wanita di sampingnya. Terlebih lagi mereka terlihat sangat agresif dengan terus menanyai Donghae ini itu hingga membuat Donghae ingin melempar mereka jauh-jauh dari kursi yang mereka duduki. Merasa kasihan, akhirnya Yoona memilih mendekati Donghae dan merangkul lengan pria itu.
"Sayang, ayo kita pergi. Aku mendadak ingin makan di tempat lain."
Donghae tak berkomentar apapun dan segera pergi meninggalkan dua wanita berisik yang tadi terus mengganggunya. Mereka kemudian menghampiri Taecyeon dan berpamitan pada pria itu dengan alasan masih memiliki banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan.
"Oppa, aku sepertinya harus pergi sekarang. Aku masih memiliki banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan."
"Baiklah, kalau begitu hati-hati. Oya, jangan lupa untuk melakukan fitting baju besok pagi supaya pemilik butik itu memiliki waktu untuk memperbaiki gaunmu jika kau merasa kurang nyaman atau kau merasa kurang bagus. Seminggu lagi resepsi pernikahan kita akan segera dilangsungkan. Jangan sampai sesuatu yang buruk terjadi padamu lagi Yoong."
Taecyeon menarik Yoona mendekat dan mencium kening wanita itu mesra. Sedangkan Yoona tampak begitu pasrah sambil melirik gugup pada Donghae. Ia ingin tahu bagaimana reaksi pria itu melihat kemesraanya dengan sang adik. Tapi sayangnya apa yang diinginkan Yoona tidak terjadi. Lee Donghae tampak baik-baik saja dan sama sekali tidak terganggu dengan kemesraan yang terjadi antara dirinya dan juga Taecyeon.
Setelah cukup lama mencium kening Yoona, Taecyeon melangkah mundur dan tersenyum manis kearah Yoona.
"Hati-hati di jalan. Hyung, tolong jaga calon isteriku dengan baik."
Donghae mengangguk sekilas pada Taecyeon dan segera berjalan pergi mengikuti langkah Yoona yang menjauh.
Selama di perjalanan tak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan kata-kata. Yoona yang biasanya selalu cerewet, memilih untuk membungkam bibirnya rapat-rapat sambil menatap jalanan di depannya dengan tatapan kosong.
Seminggu lagi ia dan Taecyeon akan melangsungkan pernikahan mereka. Ia belum berhasil membuat Donghae mencintainya. Padahal ia sudah berusaha menggoda pria itu agar tertarik padanya. Namun semuanya sama sekali tidak membuahkan hasil. Lee Donghae tetap saja bersikap dingin padanya dan juga acuh tak acuh, seperti tidak ada hal spesial yang terjadi diantara mereka. Padahal Yoona ingin sekali saja pria itu membalas perasaannya.
"Aku ingin ke rumahmu."
Tidak ada jawaban apapun dari Donghae. Pria itu seakan-akan menulikan pendengarannya dan tetap melajukan mobilnya kearah kediaman menteri Im.
"Kubilang aku ingin ke rumahmu, apa kau tidak mendengarnya!"
Yoona berteriak jengkel di samping Donghae sambil menatap pria itu tajam. Hari ini ia merasa lebih frustrasi dan ingin melampiaskannya dengan melakukan sesuatu. Dan ia rasa ia bisa melakukan sesuatu yang menyenangkan di rumah Donghae yang sangat mengerikan namun menyimpan daya tarik sendiri untuk dirinya.
"Rumahku tidak terbuka untuk umum." Ucap Donghae dingin. Ia tidak akan pernah membiarkan Yoona kembali ke rumahnya karena ia bisa saja kehilangan kendali seperti dulu.
"Tapi aku ingin pergi ke rumahmu. Aku ingin belajar menggunakan pisau. Aku sedang frustrasi hari ini."
Yoona mendesah pelan sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi penumpang yang didudukinya. Ia yakin, Donghae pasti tidak akan mau membawanya ke rumahnya yang penuh dengan senjata-senjata mengerikan itu. Tapi tiba-tiba Donghae memutar laju mobilnya dan membawa Yoona keluar dari area Seoul.
"Kita mau kemana?"
"Ke rumahku."
"Kau mau membawaku ke rumahmu? Ahhh.. terimakasih jenderal Lee!"
Yoona berteriak girang dan refleks memeluk Donghae dari samping. Mendapat pelukan dari Yoona, Donghae hanya diam. Ia tak benar-benar menyukai pelukan itu, tapi ia juga tak bereaksi apapun agar Yoona menyingkirkan lengannya yang mengganggu dari tubuhnya. Ia benar-benar hanya diam sambil berkonsentrasi pada jalanan lenggang di depannya.
"Kenapa kau memilih menjauhi keluargamu?"
"Karena keluarga hanya akan membuatmu lemah."
Yoona tertegun dengan jawaban Donghae. Pria itu jelas memiliki masa lalu yang buruk tentang keluarganya, hingga pria itu terlihat begitu antipati dan enggan mendekati kehidupan nyaman presiden Kang. Yoona mencoba membaca raut wajah Donghae yang tampak pias. Ia yakin, disetiap wajah dingin Donghae, pasti selalu tersembunyi sebuah ekspresi yang berusaha disembunyikan oleh pria itu.
"Aku menyukai keluargaku. Meskipun aku hanya memiliki ayah, tapi aku benar-benar mensyukurinya. Dulu aku pernah merasa kesal, kenapa Tuhan sangat kejam padaku. Tuhan mengambil ibuku ketika aku baru saja lahir ke dunia. Tapi semakin dewasa aku semakin sadar jika semua ini adalah bagian dari kehidupan. Aku memang tidak sebahagia teman-temanku yang memiliki orangtua lengkap, tapi aku bisa merasa bahagia dengan cara lain."
"Cara seperti apa yang bisa membuatmu bahagia?"
Yoona menyunggingkan senyum cerah ketika Donghae terlihat tertarik dengan ceritanya.
"Banyak hal. Salah satunya aku bisa mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dan juga harta yang berlimpah dari ayah. Sedangkan temanku yang memiliki keluarga lengkap tidak memiliki keberuntungan finansial yang sama denganku. Lalu bagaimana denganmu jenderal?"
"Kau tidak perlu mengetahuinya."
"Kenapa? Aku sudah menceritakan masa laluku, seharusnya kau juga melakukannya?"
"Huh, aku tidak sama sepertimu."
Yoona mulai menyerah untuk memaksa Donghae bercerita padanya. Pria itu terlalu tertutup hingga rasanya sangat sulit untuk menembus lapisan tebal itu. Tapi bukan berarti ia tidak bisa melakukannya. Suatu saat nanti ia pasti bisa melakukannya.
"Turunlah, kita sudah sampai."
Yoona menatap bangunan megah di depannya sambil bergidik ngeri. Masih segar diingatannya bagaimana dulu Donghae memperlakukannya dengan kasar di rumah itu. Namun ia sudah bertekad pada dirinya sendiri untuk melawan semua ketakutan itu. Selama ini ia hanya berpura-pura terlihat baik-baik saja di depan semua orang, termasuk Donghae. Tapi sebenarnya ia menyembunyikan trauma yang begitu besar di kepalanya. Terkadang ia mengalami mimpi buruk dan melihat Donghae membunuhnya dengan keji. Dan mimpi itu benar-benar membuatnya tidak bisa tidur nyenyak akhir-akhir ini.
"Kau... tidak akan mencekikku lagi kan?"
Donghae menatap Yoona sekilas dan memberikan wanita itu seringaian mengerikan yang sering ia tunjukan pada musuh-musuhnya.
"Kita lihat saja nanti."
Yoona mencoba tenang dengan menghembuskan napasnya kuat-kuat dari rongga dadanya. Ia harus bisa melawan rasa traumanya.
"Jenderal Lee, kenapa kau memilih rumah ini sebagai tempat tinggalmu?"
Yoona tak bisa menahan rasa ingin tahunya ketika mereka mulai masuk ke dalam rumah Donghae. Kali ini mereka masuk secara baik-baik melalui pintu utama, tidak melalui pintu basement yang tampak suram di belakang rumah Donghae.
"Rumah ini terasa cocok untukku."
Yoona mengamati isi rumah Donghae yang tampak polos tanpa sentuhan apapun di dalamnya. Pria itu bahkan hanya meletakan satu sofa putih di tengah-tengah ruang tamu yang luas dan juga sebuah meja sederhana di tengahnya. Namun menurut Yoona sofa dan meja itu tidak pernah digunakan, hanya sering dibersihkan sekali dalam seminggu karena sofa itu terlihat sangat bersih, seperti tidak pernah diduduki.
"Siapa saja yang pernah datang ke rumah ini?"
"Hyukjae dan beberapa anak buahku."
"Kau tidak pernah mengundang wanita ke sini?" Tanya Yoona berniat menggoda. Namun rupanya Donghae menanggapi serius pertanyaan itu.
"Satu-satunya wanita yang pernah menerobos masuk ke dalam rumahku adalah kau. Beruntung aku tidak membunuhmu saat itu karena aku tidak pernah suka jika orang lain mengganggu wilayah teritoriku."
"Rumahmu bagus, untuk ukuran seorang sociopat sepertimu. Kenapa kau menyembunyikannya dari orang lain? Apa karena rumah ini juga kau gunakan untuk mengeksekusi korban-korbanmu?"
Yoona kini berada di dalam ruang baca milik Donghae. Ia tak menyangka jika Donghae memiliki ruang baca yang cukup nyaman dan juga koleksi buku-buku yang lumayan banyak. Yoona menggunakan kesempatan itu untuk mencari buku-buku yang sekiranya menarik minatnya. Tapi daripada melihat buku-buku itu, Yoona sejujurnya lebih tertarik pada pemiliknya.
"Rumah ini kubangun bukan untuk kupamerkan tapi untuk meredam sisi gilaku. Kau sendiri cukup tahu jika aku bukanlah pria normal seperti pria-pria yang kau temui selama ini. Aku adalah pembunuh."
Yoona cukup miris dengan ucapan pria itu. Secara tak langsung Donghae telah merendahkan dirinya sendiri sebagai pembunuh. Padahal pria itu tak seburuk itu. Donghae masih memiliki sisi positif yang tidak pernah disadari oleh pria itu.
"Jangan menganggap rendah dirimu sendiri jenderal, kau tidak seburuk itu."
Entah memiliki keberanian darimana, tapi saat ini Yoona sedang memeluk tubuh tegap Donghae dari belakang. Yoona menyandarkan kepalanya untuk beberapa saat di punggung tegap itu sebelum Donghae melepaskan belitan lengannya dan berjalan menjauhinya.
"Ayo kutunjukan bagaimana cara mengatasi rasa frustrasimu."
Yoona mengikuti langkah Donghae menuju ruang bawah tanah yang dulu digunakan untuk menyiksa korbannya. Ketika Yoona mulai menuruni undakan gelap di depannya, ia merasa bulu kuduknya sedikit merinding. Dulu ia pernah melihat orang lain terluka di tempat itu dan ia juga pernah terluka di sana. Rasanya ia ingin berhenti berjalan dan kembali ke ruanga baca yang nyaman di lantai dua. Tapi ia sudah bertekad untuk menyembuhkan ketakutannya, sehingga ia terus berusaha melangkahkan kakinya ke bawah, mengikuti lengkah lebar Donghae yang sudah lebih dulu sampai di ujung tangga.
"Jjjenderal, kenapa gelap sekali? Aku tidak bisa melihat apapun di sini. Ahhh..."
Yoona hampir saja terpeleset undakan batu licin yang dipijaknya. Beruntung Donghae dengan sigap berhasil menarik lengannya dan menjaganya agar tidak jatuh berguling-guling di atas undakan batu yang keras.
"Kecerobohanmu bisa membuatmu merenggang nyawa nona Im."
Yoona mendengus kesal. Selalu saja pria itu memberi peringatan dengan kalimat-kalimat mengerikan yang sangat tidak ingin ia dengar. Sesekali ia ingin mendengar Donghae mengucapkan sesuatu yang romantis padanya dan membuatnya melambung dengan sikap lembutnya.
"Bisakah sekali saja kau bersikap lembut? Pantas kau tidak memiliki kekasih. Tidak akan ada wanita yang mau mendekatimu jika kau terus bersikap dingin seperti ini."
"Aku tidak berniat untuk memiliki kekasih. Jadi aku tidak perlu bepura-pura lembut untuk menjerat mereka. Bahkan tanpa aku bersikap romantispun seorang wanita bodoh justru mengumpankan dirinya sendiri padaku."
Yoona menganga tak percaya dengan jawaban Donghae yang sarat akan sindiran itu. Ia tahu siapa wanita bodoh yang dimaksud oleh pria itu karena ia tidak bodoh untuk mengartikan setiap makna yang tersirat dari kalimat-kalimat itu.
"Ajari aku bermain pisau."
"Seperti ini?"
Slap
Yoona berjengit di tempat ketika sebuah pisau tiba-tiba melayang ke sampingnya. Namun kali ini pisau itu tidak mengenainya karena Donghae memang tidak mengarahkan pisau itu kearahnya. Tapi ia cukup terkejut dengan kemunculan pisau itu yang tiba-tiba.
"Terakhir kali kau berdiri di sana, aku melukai wajahmu yang berharga itu. Apa kau tahu, kau memiliki darah yang sangat manis."
Yoona tahu itu bukan kalimat godaan yang ditunjukan oleh seorang pria pada kekasihnya. Namun Yoona merasakan pipinya tiba-tiba memanas ketika Donghae mengatakan hal itu padanya.
"Kau suka mencicipi rasa darah? Benar-benar aneh!"
"Tidak juga. Kutunjukan bagaimana cara mencicipi darah yang sesungguhnya."
"Aaaahh.."
Yoona memekik terkejut ketika Donghae menarik tangannya dan mencium bibirnya penuh nafsu. Pria itu menggerakan bibirnya brutal hingga Yoona tidak bisa mengimbangi ciumannya yang sangat gila. Ditengah-tengah ciuman mereka yang penuh nafsu, Yoona tiba-tiba merasakan rasa asin di dalam mulutnya. Semakin lama rasa asin itu semakin kuat hingga ia merasa seperti baru saja menelan garam. Namun ia segera menyadarinya jika rasa asin yang baru saja dicecapnya adalah rasa darah. Pria itu tanpa ia sadari telah melukai bibirnya.
Jadi inikah kesakitan yang tertutupi oleh kenikmatan?
"Rasa darahmu masih tetap sama, manis."
Donghae menyeka sudut bibirnya yang terkena sedikit noda darah dari bibir Yoona yang digigitnya. Ia kemudian menjulurkan tangannya dan mengelus sudut bibir Yoona yang masih mengeluarkan sedikit darah karena luka gigitan yang ia berikan. Tapi hebatnya ia berhasil melukai wanita itu tanpa membuat wanita itu kesakitan. Justru Yoona terhanyut dalam permainannya yang penuh tipu muslihat itu.
"Perhatiakan musuhmu Yoona, jika kau tidak waspada kau akan dikalahkan dengan mudah."
"Aku tidak menganggapmu musuhku, jadi jangan mengatakan seolah-olah aku ini wanita bodoh yang berhasil kau perdaya dengan ciuman penuh nafsumu. Kau pasti bohong jika kau mengatakan tidak pernah berdekatan dengan wanita. Caramu menciumku menunjukan jika kau adalah seorang pencium yang handal."
"Yahh... tidak terlihat dekat dengan wanita bukan berarti tidak pernah mencicipinya Yoona." Jawab Donghae santai dengan smirk andalannya. Yoona menganga tak percaya sambil menatap pria itu sungguh-sungguh untuk meminta kepastian. Sayangnya Donghae terlihat tak mau melanjutkan obrolan mereka seputar wanita dan justru memberinya sebuah pisau berukuran sedang yang tampak begitu runcing.
"Cobalah untuk melempar tepat di titik sasaran itu."
"Huh, ini mudah. Aku pasti bisa melakukannya." Ucap Yoona sombong sambil mengayunkan tangan kanannya untuk melempar benda runcing itu. Dan apa yang terjadi sungguh di luar dugaan Yoona karena pisau itu ternyata meleset.
"Ahh, ini pasti karena pisaumu yang tidak tajam. Aku akan mencobanya sekali lagi."
Yoona mengambil sebuah pisau yang berukuran lebih besar dari pisau pertama. Ia pun mulai mengayunkan tangan kanannya dan mengarahkan seluruh energinya pada benda runcing yang digenggamnya. Ia tidak boleh terlihat bodoh di depan Lee Donghae. Tapi, lagi-lagi ia meleset. Pisau ke dua justru melesat jauh dari titik sasaran dan berakhir jatuh di atas tanah dengan bunyi klontang yang cukup nyaring. Yoona mengambil lagi pisau ke tiga. Ia seperti terlalu bernafsu untuk terlihat hebat di depan Donghae hingga ia terlalu terburu-buru dan mengesampingkan tekhnik.
"Hentikan!"
Donghae merebut pisau ke tiga dari Yoona dan melemparnya tepat mengenai titik sasaran. Yoona mendengus gusar dan menatap Donghae kesal.
"Baiklah, kau menang. Kau hebat, dan aku bodoh!"
"Sombong!" Balas Donghae sakarstik. Pria itu mengambil sebuah pisau dari kotak pisau di depannya, lalu menggenggamkan benda runcing itu di tangan Yoona. Setelah itu ia mulai mengajari Yoona bagaimana cara memegang pisau yang benar dan juga bagaimana ancang-ancang yang pas supaya pisau itu dapat melesat jauh dan menancap dengan tepat di tengah-tengah titik sasaran.
Ketika Donghae membungkuk di sisi wajahnya, Yoona merasa jantungnya benar-benar akan melompat dari rongganya. Ia merasa wajah Donghae begitu dekat dan gerakan pria itu di sampingnya begitu intim, padahal mereka hanya sedang belajar melempar pisau. Tapi tetap saja Yoona merasa itu bukan hanya sekedar berlatih karena ia sama sekali tidak fokus dengan instruksi yang diberikan oleh Donghae.
Slap
Yoona berjengit kaget ketika pisau itu tiba-tiba sudah melesat jauh di depannya. Sejak tadi ia terlalu sibuk mengagumi wajah Donghae hingga ia tidak sadar jika pisau itu sudah terlempar jauh dari tangannya dan menancap sempurna pada titik sasaran.
"Kau tidak memperhatikannya bukan?"
"Aap apa? Tidak, aku memperhatikannya." Jawab Yoona tergagap. Donghae terkekeh di depannya dan membuat Yoona seketika terpana. Ini adalah kali pertama ia melihat Donghae tertawa di depannya, meskipun bukan jenis tawa yang keras, tapi ia merasa itu adalah sebuah kemajuan untuk Lee Donghae.
"Kau tertawa?" Tanya Yoona terpana. Donghae menghentikan kekehannya dan menatap Yoona aneh.
"Aku tetaplah manusia biasa."
Jawaban singkat Donghae membuat Yoona sadar jika Donghae sebenarnya tidak sekaku itu. Selama ini ia hanya belum menemukan obyek yang lucu yang bisa membuatnya tertawa.
Jadi apakah aku lucu? Aku rela terlihat bodoh di depanmu jika itu bisa membuatmu tertawa jenderal Lee..
Yoona tertegun cukup lama dengan pikirannya sendiri. Ia ingin membuat Donghae terus tertawa di depannya dan menjadikan pria itu pria normal yang benar-benar normal tanpa kesakitan dari masa lalu. Sayangnya ia hampir kehabisan waktu. Seminggu lagi ia akan menikah dengan Taecyeon. Dan hingga sejauh ini ia hanya mampu membuat perubahan kecil pada diri Lee Donghae. Apa lagi yang harus ia lakukan pada pria itu setelah ini?
"Sejak kapan kau suka bermain pisau?"
"Sejak aku berada di camp pelatihan. Pelatihku yang mengajarinya karena ia tahu aku memiliki hal lain yang tidak sama seperti rekan-rekanku."
"Kapan pertama kali kau membunuh orang?"
Yoona merasa seperti seorang polisi yang sedang mengintrogasi tahanannya. Namun ia benar-benar penasaran dengan masa lalu pria itu. Terlalu banyak yang disembunyikan hingga ingin mengorek informasi itu satu persatu agar ia bisa memahami Donghae lebih jauh.
"Ketika aku berumur sembilan belas tahun. Kenapa, kau takut?"
Yoona menggeleng. Yoona sama sekali tidak takut. Ia justru merasa bangga karena Donghae mau berkata jujur padanya. Sangat sulit menemukan pria yang benar-benar akan jujur di depan seorang wanita. Terlebih pria itu memiliki cerita yang kelam di masa lalu.
"Apa kau mencintai keluarga angkatmu?"
"Tentu saja. Aku sangat bersyukur karena dulu aku diadopsi oleh presiden Kang. Jika aku saat itu tidak berusaha kabur dari panti asuhan dan menabrak presiden Kang dan isterinya yang sedang berjalan-jalan, mungkin aku akan menjadi Lee Donghae yang lebih mengerikan dari ini. Panti asuhan tempat aku tinggal dulu tidak memperlakukan kami dengan baik. Mereka memaksa anak-anak untuk bekerja demi menunjang kehidupan mewah pemilik panti. Berada di sana rasanya seperti berada di Neraka. Ditambah lagi aku memiliki pengalaman buruk dengan keluargaku, ayah dan ibuku dibunuh oleh pamanku sendiri karena keserakahan pamanku. Tapi ayahku memang terlalu bodoh. Ia terlalu mengagung-agungkan ikatan keluarganya hingga ia tidak sadar jika selama itu ia selalu ditipu oleh pamanku. Dan puncaknya ketika ayahku akhirnya menyadari perbuatan pamanku. Ayahku akan melaporkan paman pada polisi karena telah menggelapkan banyak uang perusahaan untuk kesenangan pribadi. Namun sebelum ayahku melaporkannya, ayah dan ibuku sudah lebihdulu dibunuh oleh pamanku. Lalu aku dikirim ke panti asuhan mengerikan itu dan ditinggalkan begitu saja tanpa sepeser uang, bahkan baju. Dan hari itu semuanya dimulai. Aku yang masih sangat kecil, sudah memendam banyak luka di dalam diriku. Aku menjadi paranoid dengan ikatan keluarga dan aku tidak pernah benar-benar mempercayakan sesuatu pada orang lain. Jika kau bertanya pada presiden Kang mengenai masa laluku, dia pasti tidak akan bisa menceritakannya dengan pasti karena ia sendiri tidak tahu bagaimana diriku yang sesungguhnya. Aku selalu memasang topeng di depannya dan juga di depan ibuku. Yang mereka tahu adalah sosok diriku yang penuh prestasi dan ketangguhan. Tapi mereka tidak tahu sisi kelamku. Kau adalah orang pertama yang mengetahui semuanya. Dan kau harus mendengarkan ini baik-baik."
Yoona menanti kata-kata Donghae berikutnya dengan perasaan gugup. Ia tidak menyangka jika pria itu akhirnya memilih terbuka padanya, setelah sekian lama ia melakukan banyak cara untuk membuat pria itu terbuka.
"Terimakasih karena telah mencintaiku, tapi aku tidak bisa membalasnya. Kau harus menikah dengan Taecyeon dan hidup bahagia bersamanya. Meskipun Taecyeon bukan pria sempurna, karena ia sebenarnya juga sama menyedihkannya sepertiku. Sejak kecil Taecyeon terlalu banyak mendapatkan tekanan dari ayah kami hingga ia tumbuh menjadi pria dewasa yang tidak bahagia. Tapi aku melihat ia sangat bahagia saat bersamamu, jadi bahagiakanlah dia. Dia adalah satu-satunya adik yang kumiliki. Jika dia bahagia, aku pasti juga akan bahagia."
Yoona tanpa sadar telah menitikan air matanya. Ini adalah sebuah pembicaraan paling emosional yang pernah ia lakukan. Bagaimana mungkin seorang pria dingin dan sociopat seperti Donghae masih memikirkan kebahagiaan orang lain. Seharusnya pria itu bersikap egois dan tidak memikirkan kebahagiaan keluarganya. Nyatanya Lee Donghae tidak seperti itu. Ia masihlah memiliki hati nurani yang sangat bersih di dalam hatinya yang paling dalam yang selama ini selalu tertutupi oleh sikap kejamnya yang ternyata adalah bentuk dari sebuah kesakitan di masa lalu. Yoona masih terisak-isak sendiri dengan pikirannya tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun pada Donghae. Sedangkan Donghae hanya membiarkan Yoona menangis, tanpa berniat untuk menghentikannya.
"Kenapa kau masih memikirkan kebahagiaan orang lain? Apa kau tidak ingin bahagia?"
"Bagiku melihat keluargaku bahagia, itu sudah cukup. Aku tidak perlu lagi memikirkan kebahagiaan untukku sendiri. Itu..."
"Lalu bagaimana dengan kebahagiaanku? Kau tidak memikirkannya?" Sela Yoona cepat. Wanita itu masih mengeluarkan air matanya di depan Donghae tanpa berniat untuk mencegah air mata itu menetes. Entah kenapa hari ini ia terlalu emosional. Semua hal yang diceritakan oleh Donghae dan perasaanya yang tak terbalas memicu semua air mata itu tumpah dari rongga matanya. Jika dipikir-pikir pria itu kejam. Ia memastikan keluarganya sendiri bahagia, tapi ia tidak memastikan kebahagiaan Yoona.
"Kau pasti akan bahagia suatu saat nanti."
"Bagaimana mungkin aku akan bahagia jika aku menikahi orang yang tidak kucintai. Kau terus saja memikirkan perasaan keluargamu tapi kau tidak memikirkan perasaanku. Pernikahan tanpa cinta itu sama saja dengan hidup di neraka. Kau sendiri tahu bagaimana rasanya hidup seperti di neraka, tapi kau justru mendorongku untuk masuk ke dalam neraka. Apa kau tidak bisa sedikit saja membalas perasaanku?"
"Tidak, aku tidak bisa. Kau bukan bagian dari keluargaku, jadi aku tidak perlu memikirkan kebahagiaanmu."
Donghae berucap sinis dan segera berjalan pergi meninggalkan Yoona. Kini pria itu telah kembali menjadi Lee Donghae yang dingin dan angkuh. Semua kelembutan yang ditunjukan pria itu tadi seakan telah menguap dari dirinya dan digantikan dengan sosok Lee Donghae yang sesungguhnya.
Yoona menangis sesenggukan di dalam basement itu sambil menekan dadanya yang terasa sakit. Kisah cintanya benar-benar akan berakhir tragis. Ia menyesal telah menyukai Lee Donghae sejak ia masih duduk di bangku high school. Jika ia bisa meminta pada Tuhan, ia ingin mencintai pria lain yang benar-benar akan membalas cintanya daripada mencintai seorang pria dingin dan tak berperasaan seperti Donghae. Hatinya benar-benar sakit, dan ia merasa tidak sanggup menatap masa depannya. Ia telah benar-benar hancur menjadi serpihan debu yang hanya tinggal menunggu angin untuk menerbangkannya.
-00-
Keesokan harinya Yoona tak pernah lagi melihat Donghae. Pria itu dengan teganya pergi setelah menghancurkan hatinya menjadi serpihan debu. Tanpa mengatakan padanya, Lee Donghae menerima tugas untuk menjadi duta perdamaian di negara perang di daerah timur tengah, dan tugas pria itu untuk menjadi pengawalnya telah digantikan oleh orang lain. Namun Yoona telah meminta pada ayahnya untuk menghentikan pengawalan itu karena ia yakin ia akan terus baik-baik saja tanpa adanya pengawalan seperti sebelumnya. Toh orang yang menyakitinya telah pergi, untuk apa lagi ia dilindungi. Sejak awal mereka hanya bersandiwara untuk menutupi kegilaan Donghae yang sangat mengerikan. Jadi Yoona yakin jika ia akan baik-baik saja tanpa adanya pengawal disekitarnya.
"Aku tidak perlu pengawal lagi ayah. Lagipula aku juga ingin fokus dengan pernikahanku tiga hari lagi. Jadi aku akan menghabiskan banyak waktu bersama teman-temanku hingga malam pernikahanku. Ayah tidak perlu khawatir, aku akan baik-baik saja."
"Tapi ayah tidak mau mengambil resiko seperti dulu. Ayah tidak mau putri ayah terluka."
"Ayah, percayalah padaku. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kali ini aku benar-benar akan baik-baik saja." Mohon Yoona sungguh-sungguh. Menteri Im tidak bisa berkata tidak bila putrinya telah memberikan tatapan penuh permohonan padanya. Ia pun dengan berat hati menganggukan kepala dan mengijinkan Yoona untuk terbebas dari pengawalnya.
"Baiklah, kau tidak akan diikuti oleh pengawal lagi. Tapi kau harus berhati-hati dan jangan membuat ayah khawatir."
"Aku janji ayah. Aku tidak akan membuat ayah terkena serangan jantung lagi." Canda Yoona sambil terkekeh pelan. Im Jaehyuk menatap putri semata wayangnya tak habis pikir sambil menggelengkan kepalanya jenaka. Tapi ada satu hal yang mengganggu dirinya sejak beberapa hari yang lalu. Ia merasa putrinya sedikit berbeda semenjak Donghae mengundurkan diri sebagai pengawalnya karena presiden memberikan perintah untuk menjadi pemimpin pasukan elit dalam misi perdamaian. Sekarang Yoona terlihat lebih pemurung dan tidak bersemangat. Padahal selama ini ia melihat anak gadisnya selalu menggebu-gebu dan penuh dengan ambisi yang ingin ia lakukan di masa depan. Tapi kini Yoona terlihat lebih penurut. Ia tidak banyak membantah keinginannya untuk mempercepat hari pernikahannya dengan Taecyeon dan Yoona lebih sering menghabiskan waktunya di rumah jika ia sedang tidak memiliki pekerjaan di kampus. Padahal dulu hampir setiap hari Yoona mengekorinya kemanapun ia pergi. Entah ia akan pergi ke Blue House atau menghadiri acara-acara kenegaraan yang lain, Yoona pasti akan bersikeras untuk ikut dengan alasan ingin menambah relasi. Tapi semenjak Donghae pergi, Yoona berubah. Putrinya menjadi lebih pendiam dan seperti tidak memiliki semangat hidup. Apa ini karena jenderal Lee? Ia sempat berpikir jika Yoona menyukai jenderal dingin dan angkuh itu. Namun ia segera menepis pikirannya sendiri karena ia tidak mau semakin membebani Yoona yang tampak lebih pemurung itu.
-00-
H-1 sebelum pernikahan mewah Yoona dan Taecyeon dilangsungkan. Sejak pagi kediaman keluarga Kang telah ramai dengan petugas dekorasi dan juga petugas katering yang hendak menyempurnakan hari besar pasangan Yoona dan Taecyeon besok. Karangan bunga dari berbagai pihak terus datang silih berganti hingga memadati halaman luas rumah mewah Kang Hyunjeong. Presiden yang masih berada di Blue Housepun terus menerima berbagai macam ucapan selamat dari berbagai duta negara atas pernikahan putra bungsunya dengan putri menteri Im yang akan dilangsungkan besok pagi. Selain itu hari ini presiden juga tampak berbahagia karena pasukan perdamaian yang dipimpin oleh Donghae berhasil melakukan misi dengan baik. Mereka berhasil menjadi perantara perdamaian antar dua negara yang berseteru dan kini pasukan yang dipimpin Donghae sedang memantau proses pemulihan infrastruktur dua negara yang sangat kacau semenjak terjadinya perang. Namun setidaknya dua negara tersebut sudah berdamai dan warganya mulai bergotong royong untuk membangun negaranya agar menjadi lebih baik dibantu oleh para tentara dari Korea Selatan.
"Jun Shinjung, tolong beritahu supirku untuk menjemput Donghae di bandara. Hari ini ia telah kembali dari Kazakistan."
"Baik tuan. Apa jenderal Lee sengaja pulang untuk menghadiri pesta pernikahan adiknya?"
"Sepertinya begitu. Meskipun selama ini ia selalu terlihat dingin dan tak peduli, tapi ia sangat menyayangi keluarganya. Aku bisa merasakannya dari setiap perbuatan yang ia lakukan. Ia benar-benar tidak pernah mengecewakanku." Ucap Kang Hyungjeong bangga. Asisten Jun hanya mengangguk-anggukan kepala dan segera pamit undur diri untuk meminta supir pribadi presiden Kang menjemput Donghae di bandara.
-00-
Siang ini Yoona tampak tak bersemangat. Besok adalah hari pernikahannya, tapi ia justru memikirkan Donghae dan berharap pria itu tiba-tiba akan muncul di hadapannya untuk mencegah semua mimpi buruk yang akan terjadi padanya.
Yoona menelungkupkan tubunya di atas kasur tanpa beniat untuk turun ke bawah dan bergabung bersama para maidnya yang tengah sibuk memasak dan mendekorasi rumahnya agar terlihat cantik di hari penikahannya besok.
Semenjak Donghae pergi, Yoona merasa hampa. Pria itu telah meninggalkan banyak hal untuknya. Kesedihan, kesakitan, dan kebahagiaan. Melalui Donghae, ia menjadi sadar jika di luar sana banyak sekali orang-orang yang tak seberuntung dirinya. Mereka terlihat kuat, namun di dalamnya begitu rapuh. Karena Donghae kini ia memiliki tujuan yang jelas. Jika dulu ia selalu bimbang untuk memilih menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga, kini dengan mantap ia akan memilih untuk menjadi wanita karir. Ia ingin membantu orang-orang yang bernasib sama seperti Donghae agar mereka tidak lagi terpuruk. Ia ingin orang-orang itu bahagia, sama seperti ia ingin Donghae bahagia dan terbebas dari masa lalunya yang menyakitkan.
"Nona, kiriman gaun pengantin anda sudah datang."
Seorang maid masuk ke dalam kamarnya dan meletakan sebuah kotak besar yang berisi gaun pernikahannya. Ia terlihat tak begitu berminat dengan gaun itu dan hanya membiarkannya teronggok di atas lantai. Baginya gaun itu tidak ada artinya jika ia sama sekali tidak bahagia dengan hari pernikahannya besok. Gaun itu terasa tidak akan pernah sempurna tanpa kebahagiaan dari sang pemakainya.
"Huh.. Jenderal Lee.."
Yoona mendesah pelan sambil membayangkan wajah Donghae yang setiap hari terus menari-nari di dalam otaknya.
"Kenapa kau tega menyakitiku?"
Lagi-lagi Yoona menumpahkan air matanya setiap ia mengingat Donghae dan pembicaraan terakhir mereka di rumah pria itu. Perasaan sesak yang menyeruak di dalam hatinya tidak bisa ia tahan dan membuatnya selalu menitikan air mata setiap ia mengingat perkataan Donghae untuk bahagia. Sampai kapanpun ia tidak akan pernah bahagia jika bukan pria itu yang menjadi sumber kebahagiaanya. Setelah ini ia mungkin hanya akan hidup sebagai cangkang kosong yang hanya terlihat indah di luar, namun didalamnya ia telah mati.
-00-
Donghae berjalan masuk ke dalam rumah mewah yang sudah lama tak ia kunjungi. Pria itu dengan wajah dingin seperti biasa melewati para penjaga yang berjaga di depan rumah ayah angkatnya yang tampak menunduk hormat ketika melihatnya datang.
"Taecyeon di dalam?" Tanya Donghae pada salah satu penjaga. Penjaga itu menganggukan kepalanya.
"Tuan Taecyeon baru saja datang, sepertinya ia baru saja melakukan pesta bujang bersama teman-temannya. Sedangkan tuan Kang dan nyonya Kang pergi ke Blue House untuk menyambut para tamu dari berbagai negara yang akan menghadiri pesta pernikahan tuan Taecyeon besok pagi."
Donghae mengangguk mengerti dan segera berjalan ke dalam rumah untuk bertemu adik bungsunya. Ia ingin mengucapkan selamat padanya sebagai seorang kakak. Selama ini ia sadar, ia tidak bisa menjadi sosok hyung yang baik dan tidak pernah ada di saat adiknya membutuhkan dirinya. Jadi hari ini ia menyempatkan datang ke rumah ayah angkatnya khusus untuk memberikan selamat pada Taecyeon dan juga meminta maaf karena ia tidak bisa hadir di acara pernikahan adiknya besok. Pasukannya membutuhkan kehadirannya untuk memimpin misi perdamaian yang belum sepenuhnya selesai.
Suara langkah kakinya yang cukup nyaring mulai memenuhi setiap sudut ruangan yang tampak sepi itu. Di ruang tamu Donghae melihat banyak sekali karangan bunga yang dikirimkan untuk menyambut pernikahan adiknya. Seketika Donghae teringat Yoona. Bagaimana kabar wanita itu saat ini? Dan apakah wanita itu bahagia? Kira-kira seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yang bersarang di benak Donghae. Namun Donghae tak mau memikirkannya lebih jauh. Ia tidak boleh membiarkan akal sehatnya dikuasai oleh Yoona, karena ia tidak boleh mencintai wanita itu.
Donghae tiba di depan kamar adiknya dan hendak membuka pintu kayu itu untuk memberikan kejutan pada adiknya. Namun ia justru dikejutkan dengan suara-suara aneh yang berasal dari kamar adiknya. Logikanya mulai berpikir keras untuk menyangkal hal-hal negatif yang mulai berkeliaran di dalam kepalanya. Tapi ia bukan pria polos yang tidak tahu jenis suara apa yang sedang terdengar dari kamar adiknya. Dengan perasaan yang memburu, Donghae langsung mendobrak pintu kamar yang terkunci itu dengan kakinya dan ia menemukan Taecyeon sedang melakukan perbuatan yang sangat menjijikan dengan salah satu maid yang bekerja di rumah ayah angkatnya.
"Kau keluar dan ambil seluruh barang-barangmu sebelum aku melaporkan perbuatanmu pada ayahku dan membunuhmu!"
Wanita itu bergetar ketakutan dan segera memunguti pakaiannya yang tercecer di atas lantai kamar Taecyeon. Sementara itu Taecyeon tampak terkejut dan langsung menyambar pakaiannya untuk menjelaskan pada Donghae apa yang sebenarnya terjadi. Namun seluruh tubuh Donghae telah dipenuhi oleh aura kemarahan yang begitu pekat hingga tanpa pikir panjang Donghae langsung menghujani wajah Taecyeon dengan pukulan bertubi-tubi yang membuat Taecyeon kewalahan dan jatuh tersungkur di atas lantai dengan darah yang menets dari hidung serta bibirnya yang sobek.
"Perbuatanmu benar-benar seperti binatang! Ayah pasti akan kecewa melihatmu seperti ini."
Taecyeon tidak pernah mengira jika perbuatan bejatnya akan diketahui oleh sang kakak. Terlebih lagi sang kakak memergokinya di malam pernikahannya sendiri. Ia pasti akan mendapatkan masalah karena perbuatannya malam ini.
"Batalkan pernikahanmu dengan Yoona. Ia tidak pantas menikah dengan pria binatang sepertimu!"
Donghae terlihat benar-benar marah dan juga kecewa pada Taecyeon. Apa yang ia pikirkan selama ini tentang adiknya ternyata salah besar. Taecyeon bukanlah adiknya yang polos lagi. Kebebasan selama di Kanada dan banyaknya tekanan dari sang ayah membuat Taecyeon menjadi pria bejat yang tak bermoral. Ia merasa menyesal karena pernah menyuruh Yoona untuk berbahagia bersama Taecyeon karena pada kenyataanya wanita itu justru akan merasakan neraka dunia jika menikah dengan adiknya.
"Hyung... aku bisa jelaskan."
"Aku tidak mau mendengarkan apapun darimu. Aku akan mengatakan pada ayah untuk membatalkan pernikahanmu dengan Yoona. Yoona tidak pantas mendapatkan pria bejat sepertimu!"
Setelah puas memaki-maki Taecyeon, Donghae segera pergi dari rumah itu dengan wajah marah yang belum sepenuhnya hilang dari dirinya. Ia kemudian menghubungi ayahnya dan meminta pada ayahnya untuk membatalkan pernikahan Taecyeon dengan Yoona karena ia akan menjadi orang yang sangat berdosa bila membiarkan hal itu terjadi. Ia terlalu banyak menyakiti Yoona selama ini, dan ia tidak akan membiarkan Yoona tersakiti lebih dalam lagi.
"Kenapa tiba-tiba kau ingin membatalkan pernikahan adikmu? Ayah akan sangat malu jika pesta itu dibatalkan."
"Ayah..."
Kang Hyunjeong tertegun. Ini adalah panggilan ayah yang sudah lama tidak diucapkan Donghae padanya. Sejak pria itu menjadi bagian dari anggota militer, putranya itu lebih sering memanggilnya dengan panggilan formal dan tidak pernah lagi memanggilnya ayah. Apa saat ini Donghae sedang mengajaknya berbicara sebagai anak dan ayah?
"Jika ayah tetap membiarkan Taecyeon menikahi Yoona, Yoona akan tersakiti. Taecyeon telah berbuat hal yang tidak pantas dengan salah satu maid di rumah. Ayah harus membatalkan rencana penikahan itu atau ayah akan menyesal karena tidak menuruti kata-kataku."
"Lalu bagaimana dengan pernikahan itu? Ayah dan ibumu sudah berjanji pada mendiang ibu Yoona untuk menikahkan Yoona dengan salah satu anak ayah agar Yoona memiliki pelindung yang tepat jika kedua orangtuanya telah pergi. Ayah tidak bisa mengingkari janji ayah."
Donghae mendengar adanya nada frustrasi dari suara ayahnya. Membuat janji memang sangat sulit. Dan ia merasa bertanggungjawab juga dengan janji itu karena ia yang meminta ayahnya membatalkan pernikahan adiknya dengan Yoona.
"Apa ayah masih mengaggapku sebagai anak ayah?"
"Tentu saja. Kau selamanya akan menjadi putra sulung Kang Hyunjeong meskipun kau menolak mengganti margamu menjadi marga ayah, tapi kau tetap putra ayah."
"Kalau begitu aku yang akan menggantikan Taecyeon, setelah aku menyelesaikan misiku."
"Baiklah."
Donghae mengakhiri sambungan ponselnya dan segera mematikan benda persegi itu sebelum ia melangkah masuk ke dalam bandara. Malam ini juga ia harus terbang ke Kazakistan untuk menyelesaikan misinya. Tapi ia cukup merasa lega karena ia telah menyelamatkan masa depan Yoona sebelum wanita itu hancur bersama adiknya. Kini ia berharap semoga Yoona masih bersedia menunggunya hingga ia benar-benar menyelesaikan tugasnya di negara yang sedang berkonflik itu. Tapi jika Yoona memutuskan untuk menikah dengan pria lain jika ia belum kembali, maka ia akan menerima keputusan wanita itu.
-00-
Pagi itu udara Seoul tampak begitu cerah dan indah. Sejak pagi-pagi sekali kediaman menteri Im sudah disibukan dengan persiapan pesta pernikahan Yoona yang akan diadakan beberapa jam lagi.
Di dalam kamarnya, Yoona sedang mempersiapkan diri untuk menghadiri upacara pemberkatan di sebuah gereja paling bersejarah di Seoul. Sambil mematut di depan cermin, Yoona melihat bayangan dirinya yang tampak sangat menawan menggunakan gaun pengantin panjang yang didesain khusus untuknya. Pagi ini akhirnya tiba, beberapa jam lagi ia akan resmi menjadi isteri dari Kang Taecyeon.
"Hhhuhhh..."
Yoona menghela napas panjang sekali lagi dan mencoba menguatkan dirinya agar ia tidak berpikir untuk kabur sebelum upacara pemberkatannya dimulai. Ini adalah keinginan Donghae. Pria itu akan bahagia jika adiknya bahagia. Maka ia akan berusaha membahagiakan pria itu melalui adiknya. Tak peduli jika saat ini hatinya tengah menahan perih, tapi ia harus tetap berusaha demi kebahagiaan Lee Donghae.
"Kau sudah siap?"
Tuan Im melongokan kepalanya dari ujung pintu sambil menatap putrinya penuh haru. Akhirnya ia bisa menepati janjinya pada mendiang isterinya untuk mengantarkan Yoona menuju kehidupan baru yang akan membawa lebih banyak kebahagiaan untuk Yoona. Meski rasanya berat melepaskan satu-satunya putri yang ia miliki, tapi merasa cukup lega karena ia akan menyerahkan Yoona pada orang yang tepat.
"Ayo, kita sudah hampir terlambat."
"Tuan, presiden Kang ingin bertemu anda di bawah."
Tiba-tiba seorang pelayan datang dan menginterupsi suasana haru yang terjadi di tengah-tengah ayah dan anak itu. Dengan sedikit bingung, Im Jaehyuk segera turun ke bawah untuk menemui calon besannya.
Sementara itu Yoona memilih mengintip dari lantai atas karena gaunnya terasa berat untuk digunakan berjalan.
"Ada apa Hyunjeong-ah? Kami baru saja akan berangkat menuju gereja."
"Jaehyuk-ah maafkan aku."
Presiden Kang terlihat begitu menyesal dengan berita yang akan ia sampaikan. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain selain mengatakannya karena ini demi kebaikan putri sahabatnya.
"Kami membatalkan pernikahan Yoona dan Taecyeon."
"Kenapa mendadak seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi?"
Yoona tak bisa mendengar lagi apa yang dikatakan oleh calon mertuanya dan juga ayahnya di bawah sana karena saat ini ia sedang menangis karena bahagia. Rasanya perasaan lega itu mulai menyusup ke dalam hatinya sedikit demi sedikit dan membuatnya hampir tidak bisa bernafas karena luapan bahagia yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Beberapa maid yang melihat hal itu merasa prihatin karena mereka mengira Yoona sedang menangisi nasib pernikahannya yang dibatalkan. Padahal sejujurnya wanita itu sedang menangis bahagia karena akhirnya Tuhan mengabulkan doanya.
"Nona, sabarlah."
"Aku bahagia." Jawab Yoona tak peduli dan segera berjalan menuju kamarnya untuk melepaskan gaun berat yang menyiksa tubuhnya. Namun meskipun begitu kebahagiaan yang dirasakan Yoona masihlah belum lengkap karena wanita itu belum bisa mendapatkan hati Donghae.
"Jenderal.... dimanapun kau berada sekarang, aku tetap akan menunggumu...."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro