Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

I've No Doubt About It (Sequel Marriage by Accident)

Tiga bulan berlalu dengan cepat untuk Yoona. Tak terasa ia telah hidup bersama Donghae sebagai isterinya selama itu. Tiga bulan bukanlah waktu yang singkat untuk belajar bagaimana cara menjadi isteri yang baik untuk Donghae dan bagaimana cara memahami sifat Donghae yang kadang membuatnya emosi. Tapi meskipun begitu kehidupan rumah tangganya selama tiga bulan ini cukup bisa dikatakan baik-baik saja. Cinta itu perlahan-lahan tumbuh di hatinya untuk Donghae, meskipun terkadang ia masih menyimpan keraguan di hatinya untuk Donghae karena beberapa kali ia melihat mantan kekasih suaminya masih pergi menemui suaminya di kantor. Walaupun Donghae mengatakan jika ia telah mengusir semua mantan kekasihnya dari hidupnya, tapi tetap saja ia selalu was-was dengan hal itu. Bayang-bayang ketika orangtuanya bercerai dan memutuskan untuk hidup masing-masing membuatnya takut. Ia tidak mau gagal seperti orangtuanya. Ia hanya ingin hingga akhir hidupnya nanti suaminya hanya satu, Lee Donghae.

"Yoong, apa kau tahu dimana dasi biruku?" Teriak Donghae dari dalam kamar. Yoona yang sebelumnya sedang melamun di balkon langsung menoleh ke belakang dan menggeleng cepat pada suaminya yang tampak kesal karena tidak bisa menemukan dasi biru kesukaanya di lemari pakaian mereka.

"Pakai saja dasi hitam kotak-kotak oppa, itu juga terlihat bagus." Saran Yoona. Ia lantas berjalan ke dalam kamarnya dan mengambilkan suaminya dasi kotak-kotak yang ia maksud.

"Itu hadiah dari eommonim, aku ingin memakainya."

"Sudahlah, kita cari lagi nanti. Bukankah kau sudah terlambat untuk pergi ke kantor?" Ucap Yoona lembut sambil melilitkan simpul terakhir dasi kotak-kotak ke leher suaminya.

"Kau tidak ke kantor hari ini?" Tanya Donghae heran. Saat ini Yoona masih menggunakan gaun tidurnya lengkap dengan rambut khas acak-acakannya yang terlihat seksi. Selama menikah dengan Yoona, ini adalah pemandangan langka dimana Yoona masih terlihat berantakan di hari Selasa yang merupakan hari aktif bekerja.

"Entahlah, sepertinya tidak. Aku akan di rumah seharian ini dan menyiapkan barang-barang yang akan kita bawa untuk pergi ke Los Angeles besok."

"Ah ya, akhirnya setelah tiga bulan menikah ketika akan pergi berlibur juga. Aku harus berterimakasih pada eommonim yang telah berusaha keras untuk membujukmu yang gila kerja ini." Kekeh Donghae sambil mengacak-acak rambut Yoona. Yoona memukul pelan dada suaminya dan melangkah mundur untuk meraih jas hitam milik suaminya yang terhampar di atas ranjang.

"Bekerjalah dengan baik. Jangan melirik wanita manapun atau aku akan menendang mereka lagi dari kantormu." Ancam Yoona galak. Donghae lagi-lagi hanya terkekeh kecil melihat tingkah Yoona yang semakin lama semakin terlihat manja dan juga menggemaskan. Dulu jika di awal-awal pernikahan mereka Yoona masih terlihat tertutup dan dingin, maka sekarang Yoona justru terlihat lebih manja dan juga kekanakan. Terkadang ia merajuk padanya jika ia tidak menuruti apa keinginan wanita itu. Seperti saat ia memutuskan untuk pergi berlibur ke pulau Phuket yang indah di Tailand. Yoona dengan keras menolak hal itu dan mendiaminya selama dua hari. Pada akhirnya ia memilih untuk mengalah dan menyerahkan semua rencana berlibur mereka pada Yoona. Baginya pergi kemanapun akan tetap menyenangkan, selama itu bersama Yoona. Semenjak ia bertekad untuk menjalankan pernikahan normal bersama Yoona, ia perlahan-lahan mulai mencintai wanita itu. Bersama Yoona semuanya terasa berbeda. Ia yang selama ini selalu bosan terhadap satu wanita, tiba-tiba saja tidak pernah merasakan hal itu lagi. Justru setiap hari ia merasa sangat merindukan Yoona dan selalu dibuat tidak sabar dengan kejutan-kejutan kecil yang akan ditunjukan Yoona padanya.

"Oppa jangan pulang terlalu malam. Besok jadwal penerbangan kita pukul tujuh pagi, jadi malam ini kita harus tidur lebih awal agar kita tidak terlambat bangun."

"Ahh sayang sekali." Desah Donghae kecil. Pria itu tampak kecewa sambil memandangi wajah isterinya yang terlihat bingung.

"Ada apa? Apa kau memiliki jadwal meeting hari ini?"

"Tidak. Tapi... aku ingin menyentuhmu lagi malam ini." Ucap Donghae dengan wajah lesu. Refleks Yoona langsung memukul lengan Donghae keras dan mendorong pria itu keluar dari kamar mereka agar suaminya itu tidak semakin berpikiran kotor.

"Cepatlah pergi dan jangan berpikiran kotor! Jangan harap kau bisa menyentuhku karena aku sedang datang bulan."

Blarr!

Yoona menutup pintu kamarnya keras-keras tanpa mempedulikan ekspresi wajah Donghae yang terlihat kecewa di depan pintu. Sejak ia mengijinkan Donghae untuk menyentuhnya dua bulan yang lalu, pria itu semakin gila dan tak terkendali. Ia pikir Donghae telah terobsesi pada tubuhnya hingga ia tidak bisa melepaskannya barang sedetikpun. Padahal dulu sebelum ia mengijinkan pria itu untuk menyentuhnya, Lee Donghae selalu berhasil mengendalikan dirinya dengan baik tanpa pernah sedikitpun melewati batasan yang ia tetapkan.

Flashback

"Hai, ada apa dengan wajahmu?"

Yoona masuk ke dalam mobil Donghae dan menghempaskan tubuhnya cukup keras pada kursi kulit mahal yang terasa nyaman di belakangnya. Setelah menutup pintu mobil di sampingnya cukup keras, Yoona lantas menoleh pada Donghae dengan wajah kusut yang terlihat memprihatinkan.

"Aku lelah. Investor asing itu benar-benar menguji kesabaranku hari ini." Keluh Yoona kesal sambil memejamkan matanya lelah. Donghae hanya menanggapi serentetan nada keluhan isterinya dengan dahi terangkat. Ia memilih untuk membiarkan Yoona sedikit mengistirahatkan pikirannya selagi ia sedang berkonsentrasi pada jalanan di depannya. Tapi tiba-tiba saja ia berpikir jika kehidupan rumah tangganya selama ini terlalu kaku. Memang setelah insiden terungkapnya semua aib keluarga Yoona, isterinya itu sedikit berubah. Yoona perlahan-lahan mulai menunjukan sisi lembutnya dan juga sisi manjanya yang sangat kekanakan. Sikap dingin wanita itu juga perlahan-lahan mulai berkurang. Tapi meskipun begitu ia masih merasakan adanya dinding tipis yang memisahkan mereka entah karena apa. Sebagai suami ia sendiri ternyata cukup takut pada isterinya. Ia selama ini terlalu menjaga hati rapuh Yoona hingga ia tidak berani melanggar batasan-batasan yang ditetapkan Yoona. Ia seperti mendapatkan karma atas perbuatannya di masa lalu yang sering berbuat semena-mena pada kekasihnya, dan sekarang ia justru dibalas oleh Tuhan karena ia tidak bisa berbuat apapun pada Yoona. Bahkan hanya untuk memeluk Yoona, terkadang ia harus meminta ijin. Ia takut perbuatannya akan mengingatkan Yoona pada keluarganya yang hancur dan menyebabkan luka itu kembali menganga, sehingga ia memilih untuk selalu memperlakukan Yoona sehati-hati mungkin seperti sedang memegang sebuah porselen mahal yang sangat rapuh.

"Bagaimana harimu?"

Donghae melirik Yoona sekilas yang matanya masih terpejam di sebelahnya, namun mulutnya tampak bergerak-gerak kecil menanyakan kegiatannya hari ini.

"Seperti biasa, tidak ada yang istimewa." Jawab Donghae apa adanya. Mulai hari ini ia sudah sepenuhnya menjadi penguasa Lee Corp karena ayahnya telah resmi pensiun di usianya yang menginjak enam puluh dua tahun. Dan mungkin setelah ini ia akan segera memproses rencana awalnya dulu yang akan menggabungkan Lee Corp dan Im Corp menjadi perusahaan adikuasa nomor satu di Korea.

"Aku sudah membuat proposal penggabungan Lee Corp dan Im Corp yang akan segera disahkan oleh notaris dan pengadilan. Bulan depan kita sepertinya harus menggelar pesta untuk merayakannya."

"Haruskah?" Tanya Yoona dengan mata terpejam.

"Tentu saja, ini untuk menunjukan pada semua orang jika perusahaan kita akan menjadi perusahaan adikuasa nomor satu di Korea. Lagipula berita mengenai perceraian kedua orangtuamu belum sepenuhnya hilang. Masih ada beberapa pihak yang membicarakannya dan menambahkan beberapa bumbu kebohongan di dalam cerita mereka. Dengan adanya pesta itu kita akan membungkam mulut para sampah itu dan membuktikan pada mereka jika pernikahan kita benar-benar pernikahan yang nyata, bukan pernikahan main-main seperti yang mereka kira."

Tiba-tiba saja Donghae berubah menjadi lebih emosional dan menggebu-gebu. Gosip yang beredar mengenai pernikahan mereka benar-benar berdampak panjang. Meskipun Jihyun telah ditangkap dan video mengenai pengakuan Jihyun telah disebarkan, tetap saja masyarakat menganggap mereka sebagai penipu. Mereka semua masih mengira jika pernikahan mereka hanyalah pernikahan palsu seperti apa yang dikatakan Jihyun selama ini. Karena beberapa minggu ini Donghae terlalu sibuk mengurus masalah kenaikan tahtanya, ia tidak sempat untuk memikirkan jalan keluar untuk masalah citranya yang terlanjur buruk di masyarakat. Dan sekarang setelah semua masalah kenaikan tahtanya selesai, ia ingin segera membersihkan nama baiknya dan juga nama baik keluarganya dari penilaian buruk masyarakat tentang pernikahannya dan Yoona.

"Kenapa kau menjadi emosi seperti itu? Biarkan saja mereka berpikir sesuka hati mereka. Toh mereka tidak ikut terlibat dalam hubungan pernikahan kita. Dengar oppa, di dalam kehidupan kita hanya ada kau, aku, dan keluarga inti kita. Jadi jangan terlalu mendengarkan apa kata orang di luar sana. Lebih baik kita menyimpan uang pesta itu untuk membangun gedung pencakar langit baru dengan logo perusahaan baru kita setelah digabungkan. Menurutku itu akan jauh lebih bermanfaat daripada membuang-buang uang untuk membungkam mulut orang-orang yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan kehidupan kita."

"Tapi Yoong..."

Donghae menghentikan kalimatnya di udara dan langsung memukul setir kemudinya gusar ketika Yoona mulai meliriknya dengan kedua sorot matanya yang tajam. Entah mengapa ia selalu kehilangan keberaniannya setiap kali Yoona menunjukan sisi dinginnya. Padahal sebelumnya ia yang selalu mendominasi. Dan sekarag semuanya seperti terbalik karena Yoona yang selalu berkuasa atas dirinya.

"Jadi kau setuju dengan ideku?"

"Terserah. Lakukan saja apa yang menurutmu baik. Bukankah aku memang tidak bisa berbuat apapun padamu, seperti apa yang dikatakan orang-orang di luar sana jika aku ini lemah. Yoona refleks membuka matanya. Ia menoleh kearah Donghae dengan dahi berkerut sambil menerka apa yang terjadi pada suaminya hingga berubah menjadi kekanakan seperti itu.

"Ada apa denganmu hari ini? Kau aneh."

"Turunlah, kita sudah sampai."

Donghae terlihat menghindari pertanyaan Yoona dan segera turun dari mobilnya. Entah kenapa hari ini ia cukup uring-uringan karena ia beberapa kali mendengar orang-orang membicarakannya. Membicarakan pernikahan mereka lebih tepatnya karena hingga saat ini desas desus mengenai pernikahan palsunya juga belum sepenuhnya hilang. Mereka masih akan meragukan kebenaran pernikahannya hingga ia dan Yoona memiliki anak. Tapi.... hal itulah yang menjadi masalahnya sekarang, ia tidak pernah menyentuh Yoona. Ia takut akan melukai Yoona dan membuat Yoona menjadi rapuh seperti dulu, sehingga selama ini ia hanya sebatas memeluk Yoona saat tidur. Ia sudah berjanji sejak awal tidak akan melanggar batas-batasnya. Tapi jika pada akhirnya mereka berkomitmen untuk menjalani pernikahan secara sungguh-sungguh, kenapa pula ia masih mematuhi batas-batas itu. Seharusnya ia bisa menyentuh Yoona sesuka hatinya, karena ia suaminya. Bukankah ia memiliki hak itu?

"Hey, ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba seperti ini?"

Yoona menarik lengan Donghae paksa sebelum pria itu membuka pintu kayu kamar mereka di depannya. Dengan sedikit kasar Donghae melepaskan cekalan Yoona dari lengannya dan memohon dengan sangat menggunakan mimik wajahnya agar Yoona tidak mengganggunya untuk malam ini karena ia sedang kacau.

"Jika kau memiliki masalah katakan saja padaku, jangan menyimpannya sendiri. Bukankah kita keluarga?"

Donghae tersenyum miris dan berjalan masuk begitu saja ke dalam kamarnya. Kata-kata keluarga yang diucapkan oleh Yoona terdengar sangat menggoda dan juga menggiurkan. Tapi nyatanya ia tetap saja merasakan adanya tembok tinggi yang memisahkannya antara ia dan Yoona sehingga mereka tidak bisa benar-benar saling terbuka satu sama lain. Ia merasa Yoona masih belum mempercayainya sepenuhnya dan ia merasa jika dirinya terlalu tidak berdaya pada kerapuhan Yoona yang sewaktu-waktu dapat menghancurkan ketegaran wanita itu.

-00-

Keesokan harinya, di siang yang terik dan juga padat di Kota Seoul, Yoona termenung ragu di dalam mobil sambil memandangi gedung pencakar langit Lee Corp di depannya. Sejak lima belas menit yang lalu ia hanya diam di dalam mobil tanpa melakukan apapun sambil sesekali melirik kotak makan siang yang tergletak dengan rapi di sebelahnya. Sejak tadi pagi ia masih memikirkan sikap aneh Donghae yang tiba-tiba terlihat lebih dingin dan juga sensitif. Ia yakin pria itu sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi kali ini ia tidak bisa mendesak pria itu untuk berbicara, karena tiba-tiba saja Donghae seperti memusuhinya. Ia pagi ini bangun lebih pagi dan berangkat ke kantor lebih dulu tanpa menunggunya seperti biasa. Sang ibu yang tadi pagi tidak mendapati menantu kesayangannya berada di meja makan lantas menuduhnya telah melakukan hal-hal buruk hingga menyakiti hati Donghae. Padahal seingatnya ia tidak melakukan apapun. Ia tidak bersikap kasar pada Donghae, ia juga tidak lagi bersikap dingin pada pria itu seperti dulu. Lalu apa yang membuat Lee Donghae berubah?

"Hahhh baiklah!"

Yoona mendesah panjang dan segera menyambar kotak makan siangnya yang akan ia berikan pada Donghae. Sejujurnya ia sedikit tidak percaya diri dengan hasil masakannya karena ia sudah lama tidak membantu ibunya di dapur. Sejak ia menjabat sebagai CEO waktunya benar-benar hanya tercurah untuk perusahaan. Tak jarang ia pulang dalam keadaan kelelahan hingga langsung jatuh tertidur di kamarnya tanpa sempat menyentuh ruangan-ruangan lain di rumahnya. Bahkan setiap harinya ia hanya bertemu ibunya dan juga adiknya saat di meja makan. Selebihnya ia jarang menemui mereka di tempat lain, seperti di ruang santai, taman, ataupun dapur. Jadi jangan harapkan ia akan menginjakan kakinya di dapur, karena selama ini ia hampir tidak memiliki waktu untuk mengunjungi ruangan itu.

"Selamat siang nyonya Lee."

Yoona tersenyum tipis pada Kim Jieun, petugas resepsionis yang selama ini selalu bersikap baik padanya. Sejak awal ia datang ke Lee Corp Jieun selalu menyambutnya dengan ramah, jadi ia sangat menyukai pegawai muda itu dan sering menyapanya dengan ramah pula. Ia tahu jika kebaikan Jieun bukan kebaikan pura-pura seperti kebaikan yang sering ditunjukan beberapa pegawai Donghae yang ditemuinya selama ia berada di Lee Corp.

"Aku ingin bertemu presdir Lee Donghae." Tanya Yoona langsung. Terkadang ia masih terbawa kebiasaan lamanya yang kaku dan terlalu formal jika sedang mencari Donghae di kantornya.

"Ahh kebetulan sekali nyonya, presdir Lee baru saja tiba setelah meninjau pembangunan apartemen di Gangnam."

"Oh baiklah, terimakasih."

Yoona berjalan menjauh dari meja resepsionis dan segera berjalan menuju lift khusus yang akan membawanya ke ruangan Donghae. Namun di tengah jalan ia melihat Donghae sedang berdiri di depan lift bersama seorang wanita berambut sebahu yang terlihat terus mengusik Donghae. Beberapa kali wanita itu menyentuh lengan Donghae dan bergelayut manja di pundak Donghae, meskipun Donghae mengabaikannya. Seketika Yoona merasa marah dan ingin sekali menjambak rambut hitam wanita itu agar tidak coba-coba mendekati suaminya. Namun ia langsung mengurungkan niatnya dan memilih untuk mendekati Donghae secara perlahan. Ia ingin tahu apakah Donghae memang sudah berubah seperti pengakuannya selama ini atau diam-diam pria itu masih bermain-main di belakangnya. Tentu ini adalah saat yang tepat untuk membuktikan seluruh kata-kata manis yang sering Donghae ucapkan di depannya.

"Oppa... aku masih mencintaimu, kembalilah padaku. Tidak masalah aku menjadi isteri ke duamu. Aku pasti bisa memberikan lebih dari apa yang isterimu berikan. Lagipula bukankah isterimu itu galak dan sadis oppa?"

Yoona mengepalkan tangannya kuat-kuat sambil menahan emosinya yang sedang menggeledak di dalam hatinya. Seenaknya saja wanita itu mengolok-olok dirinya di depan Donghae yang notabenenya adalah isterinya sendiri. Ia bersumpah akan membuat hidup wanita itu menderita jika ia berani menggoda Donghae lebih jauh.

"Sooyeon ssi sebaiknya kau pergi. Aku sedang tidak berminat untuk berkencan dengan wanita manapun, bahkan menjadikan wanita manapun sebagai isteri ke duaku. Aku sudah menikah dengan Yoona, dan aku telah bersumpah setia padanya di depan Tuhan." Ucap Donghae sambil menyingkirkan tangan Jung Sooyeon dari lengannya. Namun seperti tidak tahu malu, wanita itu justru melingkarkan tangannya di sekitar pinggang Donghae sambil menyandarkan kepalanya dengan nyaman di perut Donghae. Hal itu tak pelak membuat Yoona naik pitam dan benar-benar ingin maju untuk menjambak rambut wanita itu. Tapi ia masih berusaha bersabar untuk beberapa saat lagi, setidaknya hingga lift yang ia tunggu terbuka di depannya.

"Kalau oppa tidak mau menjadikanku isteri ke dua, aku rela menjadi simpananmu oppa. Dengan menjadi simpananmu kau tidak perlu menikah denganku, tapi kau bebas berkencan denganku kapanpun kau menginginkannya. Bagaimana?"

"Jung Sooyeon ssi sudah kukatakan jika aku tidak berminat untuk berkencan dengan wanita manapun. Sekarang pergilah atau kau ingin isteriku yang menendangmu keluar dari perusahaanku."

Dengan kasar Donghae mendorong Sooyeon dan segera masuk ke dalam lift yang sudah terbuka di depannya. Sementara itu di belakangnya Yoona tampak terkejut karena ternyata Donghae telah menyadari keberadaanya sejak tadi. Ia pun segera memberikan tatapan sinis pada wanita penggoda di depannya dan sedikit menyenggol lengan Sooyeon keras sebagai peringatan agar ia tidak mengusik apa yang telah menjadi miliknya.

"Jika kau berani mengusik suamiku lagi, maka bersiaplah untuk kahancuranmu Jung Sooyeon, aku tahu kebusukanmu selama ini."

Dengan wajah pucat Sooyeon segera menyingkir dan membiarkan Yoona masuk ke dalam lift bersama Donghae. Ia tidak tahu jika sejak tadi yang berdiri di belakangnya adalah Yoona, isteri dari Donghae. Jika ia tahu ia pasti tidak akan berani menggoda Donghae karena ia tahu bagaimana reputasi Yoona selama ini yang tidak pernah main-main pada orang-orang yang telah mengusik apa yang menjadi miliknya.

Perlahan-lahan pintu lift di depan pasangan Lee itu menutup dan menyisakan dua orang yang saling terdiam dalam kebisuan yang membosankan.

"Jadi wanita itu mantan kekasihmu?" Tanya Yoona membuka percakapan setelah mereka terdiam cukup lama. Lampu indikator di atasnya masih menunjukan angka delapan belas, itu berarti ia masih memiliki banyak waktu di dalam lift sebelum mereka tiba di lantai dua puluh lima, tempat dimana ruangan Donghae berada.

"Ya, salah satu mantan kekasihku yang cukup keras kepala. Kuharap kau tidak salah paham dan menuduhku sebagai player lagi. Bukan aku yang merayunya untuk datang ke sini."

"Aku tahu." Jawab Yoona singkat.

Tiba-tiba lift berhenti dan lampu indikator menunjukan angka dua puluh lima. Secara beriringan mereka keluar dari dalam kotak elektronik itu dan berjalan menuju ruangan Donghae yang berada beberapa meter di depan mereka.

"Aku membawakan makan siang untukmu."

"Terimakasih, kebetulan aku belum makan. Letakan saja di sana, aku akan memakannya nanti."

Yoona terlihat geram dan mengernyitkan dahinya. Pria itu sungguh menyebalkan! Sejak kemarin ia mengatakan jika ia tidak apa-apa. Tapi sikapnya yang ia tunjukan sekarang justru menunjukan hal yang sebaliknya.

"Aku yang memasak makanan ini."

"Wah aku tidak tahu jika kau bisa memasak." Komentar Donghae datar sambil membaca laporan-laporannya.

Brak!

Yoona membanting keras kotak bekalnya tepat di depan Donghae dan menatap pria itu tajam.

"Aku ingin kau memakannya sekarang dan mengatakan padaku apa yang sedang terjadi. Sikapmu sangat aneh oppa. Kau jelas sedang menyembunyikan sesuatu meskipun kau mengatakan tidak sedang memiliki masalah apapun." Ucap Yoona geram. Donghae menghentikan aktifitas membaca berkasnya dan mendongak kearah Yoona di depannya.

"Tolong bersikaplah lebih lembut. Saat ini aku sedang tidak nafsu makan, tapi nanti aku akan memakannya."

Yoona mendecih kesal pada Donghae dan segera meninggalkan kotak bekalnya di atas meja kerjanya. Ia lantas pergi dari ruangan suaminya sambil menutup pintu ruangan Donghae keras-keras agar pria itu tahu jika ia sedang kesal padanya. Susah payah ia memasak untuk pria itu dan mengkhawatirkannya, tapi yang didapatkannya justru rasa dongkol yang menyebalkan. Malam ini ia bersumpah akan mendesak pria itu untuk berkata jujur padanya hingga ia benar-benar mengakui semua hal yang membuatnya tampak menyebalkan sejak kemarin.

-00-

Pukul sebelas malam Yoona masih menunggu Donghae pulang. Sejak pertengkaran mereka siang tadi Donghae belum menghubunginya sedikitpun. Bahkan Donghae juga tidak mengatakan padanya jika ia akan terlambat pulang atau lembur di kantor hingga membuatnya khawatir. Setidaknya jika pria itu menghubunginya, ia bisa sedikit tenang karena ia tidak akan berpikiran macam-macam seperti sekarang. Ia tidak bisa tidur jika Donghae belum benar-benar pulang dan memeluknya seperti malam-malam biasanya.

Cklek

Yoona terlonjak kaget dan langsung memejamkan matanya rapat-rapat ketika Donghae pulang. Sedikit perasaan lega tiba-tiba menyusup ke dalam hatinya ketika melihat Donghae pulang malam ini dalam keadaan baik-baik saja. Namun samar-samar ia dapat mencium aroma alkohol yang cukup kuat dari tubuh Donghae. Dan ia pun langsung berpikir jika Donghae pasti sedang memiliki masalah berat hingga pria itu kembali mengunjungi klub dan mabuk-mabukan seperti dulu ketika mereka belum menikah.

"Yoona, maafkan aku."

Yoona merasakan tangan hangat Donghae mengelus puncak kepalanya dan bibir tipis pria itu mengecup keningnya. Lalu tak berapa lama ia merasakan sisi ranjangnya sedikit meringsek dan Donghae dengan hati-hati ikut menyusup ke dalam selimut hangat yang dipakainya. Merasa Donghae telah berbaring nyaman di sebelahnya, Yoona lantas berbalik dan memeluk suaminya erat hingga Donghae sedikit terkejut karena ia pikir isterinya itu sudah tidur.

"Darimana saja?" Gumam Yoona dibalik dada bidang Donghae. Donghae terdiam cukup lama dan hanya bernapas dengan cukup teratur di atas puncak kepala Yoona.

"Minum bersama teman-temanku."

"Kau ada masalah? Kumohon kali ini jangan menghindariku." Peringat Yoona tajam, langsung menembus iris hitam Donghae. Melihat Yoona yang sedang menatapnya membuat Donghae juga balas menatap iris karamel Yoona yang bening. Sepertinya ia memang tidak bisa menghindari Yoona lagi.

"Ya, aku memiliki masalah."

"Ceritakan padaku kalau begitu. Bukankah kita keluarga? Kau suamiku, sudah seharusnya kau berkata jujur padaku apapun yang terjadi padamu."

Donghae terkekeh. Terkekeh getir di depan Yoona dan membuat Yoona semakin tidak mengerti dengan sikap suaminya yang sangat misterius itu. Bisa-bisanya pria itu terkekeh di depannya sedangkan ia sejak tadi sangat mengkhawatirkan keadaannya.

"Kau pikir seperti itu? Kita keluarga dan aku suamimu? Apa kau benar-benar menganggap aku suamimu?"

"Tentu saja. Kita sudah menikah dan kita sudah saling berjanji untuk menjalani pernikahan ini sebagaimana mestinya. Lalu kenapa kau masih mempertanyakannya?"

"Jika kau memang menganggap pernikahan ini sungguh-sungguh seharusnya kau juga menjalankan peranmu dengan baik Yoona. Orang-orang terus membicarakan kita di luar sana, dan aku ingin sekali menyumpal mulut lebar mereka agar mereka tidak terus menerus mengeluarkan gosip tidak benar mengenai pernikahan kita. Aku ingin menyentuhmu. Aku ingin meminta hakku sebagai suamimu."

Yoona menganga. Tidak, lebih tepatnya ia sedang menatap Donghae tak percaya dengan serentetan kalimatnya yang pada akhirnya hanya menjurus pada satu hal, yaitu menuntut haknya sebagai suami. Jadi masalah inikah yang sejak kemarin membuat suaminya uring-uringan dan bersikap sangat aneh padanya seharian ini. Donghae ingin memilikinya!

"Kau ingin marah padaku? Silahkan Yoona. Kurasa aku memang harus mengatakan hal ini, karena aku bukan pria sesabar itu Yoona. Aku memiliki emosi dan aku juga memiliki nafsu. Andai kau tahu, aku selalu menahan napas setiap kau keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk atau saat kau dengan manjanya meringsek masuk ke dalam dada bidangku. Aku pria normal Yoona, dan aku juga jengah menanggapi mulut besar orang-orang di luar sana yang menginginkan bukti dari pernikahan kita. Jika kau mengandung anakku, maka mereka semua akan segera menutup mulut mereka rapat-rapat dan tidak lagi mengusik ketenanganku."

"Oppa aku.... Maafkan aku....."

"Aku tahu, lupakan saja. Anggap saja hal ini tidak pernah terjadi. Aku akan berusaha mengendalikan diriku."

"Oppa dengarkan aku."

"Tidak Yoona, aku tahu aku salah. Aku..."

"Oppa!"

Yoona berteriak geram dan langsung menyumpal bibir Donghae dengan bibirnya. Menunggu suaminya berhenti mengoceh sepertinya memang mustahil karena sejak tadi pria itu sama sekali tak mempedulikan peringatannya. Bahkan Donghae justru semakin membuat dirinya tampak menyedihkan dengan serentetan kalimat bernada frustrasi yang membuat telinga Yoona panas saat mendengarnya.

"Aku tidak apa-apa. Maafkan aku karena tidak pernah menyadari hal itu. Kita sudah menikah lebih dari satu bulan, dan selama itu kau belum menyentuhku. Aku sungguh terharu dengan usahamu itu oppa. Selama ini kau telah membuktikan janjimu padaku dan berusaha untuk tidak berhubungan lagi dengan mantan-mantan kekasihmu, meskipun mereka terkadang masih merayumu. Maaf karena aku tidak memikirkan perasaanmu selama ini, dan terimakasih karena telah menjaga hatiku yang rapuh selama ini. Kau boleh menyentuhku oppa. Kau berhak mendapatkannya karena aku adalah isterimu."

Donghae tersenyum manis pada Yoona dan menangkup kedua pipi Yoona dengan wajah bahagia. Akhirnya kesabarannya selama ini membuahkan hasil. Ia berhasil membuat Yoona mempercayainya dan mempercayakan dirinya seutuhnya padanya. Ia berjanji tidak akan merusak kepercayaan itu. Selamanya ia akan menjaga hubungan mereka tetap kokoh, meskipun akan muncul badai-badai yang mengusik kehidupan mereka.

"Yoona, terimakasih telah mempercayai pria brengsek ini Yoona. Aku janji, aku tidak akan melebihi batas yang kau tentukan."

Flashback end

Yoona mendengus gusar mengingat kenangan dua bulan yang lalu ketika Donghae dengan kekanakannya ingin menyentuhnya, menjadikannya miliknya seutuhnya. Pria itu dulu berjanji tidak akan melebihi batas yang ia tentukan. Tapi tetap saja setelah semuanya berlalu Donghae justru melebihi batas. Menyentuhnya sesuka hati kapanpun ia mau dengan staminanya yang menggila. Ia tiba-tiba tersenyum sumringah sambil mengelus perutnya sendiri. Dan setelah itu ia segera berkutat pada barang-barangnya yang akan ia bawa untuk berlibur ke Los Angeles selama satu minggu ke depan.

-00-

Yoona menurunkan kacamata hitamnya dan perlahan-lahan menuruni tangga pesawat yang cukup penuh bersama penumpang yang lain. Di sebelahnya Donghae dengan sigap menggenggam tangannya agar ia tidak jatuh terdorong oleh penumpang lain yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari mereka. Akhirnya setelah mereka menempuh perjalanan lebih dari dua puluh jam di pesawat, mereka bisa tiba di Los Angeles dengan selamat. Dari kejauhan Yoona dapat melihat pemandangan khas kota Los Angeles yang penuh dengan kerlap kerlip lampu yang indah.

"Kemana tujuan kita setelah ini?"

Donghae bertanya pada Yoona setelah mereka selesai melakukan pengecekan visa dan mengambil kopor milik mereka yang berada di bagian pengambilan kopor. Mereka secara beriringan berjalan menuju pintu keluar bandara internasional LAX yang cukup ramai meskipun ini bukan akhir pekan.

"Kita akan menginap di rumah teman lamaku. Sekaligus aku ingin bertemu teman-teman kuliahku karena dulu aku pernah tinggal di sini selama empat tahun untuk menyelesaikan studiku."

"Kupikir kita akan menginap di sebuah ressort romantis yang berada di pinggir pantai. Kenapa kita harus menginap di rumah temanmu? Apa kita tidak akan merepotkannya?"

"Tentu saja tidak. Dulu saat kuliah aku juga sering menginap di rumahnya, apalagi saat akhir pekan. Kau harus lihat rumahnya nanti oppa, rumahnya tidak kalah dengan ressort-ressort indah yang berada di pinggir pantai karena rumah teman lamaku ini berada di pinggir kota Los Angeles, lebih tepatnya berada di daerah Los Feliz yang suasana daerahnya sangat nyaman untuk ditinggali maupun digunakan untuk berjalan-jalan. Kau pasti akan suka tinggal di sana oppa." Jelas Yoona antusias. Donghae tersenyum kecil melihat gurat-gurat kebahagiaan yang terpancar di wajah Yoona. Selama Yoona bahagia, ia akan mengikuti apapun keinginan Yoona.

"Yoona!"

Yoona melambai pada seorang pria berdarah Korea yang sedang berdiri di dekat pintu kedatangan dengan jaket kulit hitam dan celana ripped jeans biru tua serta sepatu boot yang terlihat maskulin. Pria berwajah oriental itu berlari menghampiri Yoona dan langsung mendekap sahabat lamanya itu antusias tanpa peduli pada tatapan aneh para pengunjung bandara yang sejak tadi melihat kearah mereka.

"Jung Yunho, apa kabar?" Sapa Yoona girang. Donghae yang masih sibuk dengan troli milik mereka hanya mengamati Yoona dari kejauhan yang terlihat begitu girang ketika bertemu teman lamanya. Baru kali ini ia melihat Yoona sebahagia itu dan tertawa lepas pada seorang pria. Namun cepat-cepat ia menyingkirkan pikiran buruk yang bersarang di otaknya karena ia tidak mau merusak liburan honey moon mereka dengan kecemburuannya yang konyol.

"Aku sangat baik Yoona. Kau terlihat lebih menawan setelah kembali ke Korea. Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik. Oh perkenalkan ini suamiku, Lee Donghae."

Yoona menarik pergelangan tangan Donghae dan membawa pria itu agar berdiri sejajar dengannya.

"Jung Yunho. Senang bertemu denganmu dude." Ucap Yunho ramah. Donghae hanya membalas uluran tangan Yunho seadanya dan tersenyum kecil menanggapi salam perkenalan pria itu. Entah mengapa berada di dekat Yunho membuat dirinya merasa terintimidasi. Semua rasa percaya diri yang sebelumnya tampak dominan pada dirinya tiba-tiba menguap begitu saja ketika melihat Yoona terlihat begitu akrab dan nyaman bersama Yunho. Sedangkan dengan dirinya, Yoona terkadang masih terlihat sungkan.

"Kau sudah menikah? Kenapa kau tidak memberitahuku? Aku pasti akan datang jika kau memberitahuku."

"Maaf pernikahan kami memang mendadak saat itu, jadi aku tidak sempat mengundangmu dan teman-teman yang lain."

"Sejak kapan? Jadi ini liburan honey moon kalian?" Goda Yunho jahil. Pipi Yoona langsung bersemu merah dan ia dengan gemas memukul lengan Yunho karena telah menggodanya.

"Kami menikah sejak tiga bulan yang lalu. Dan... karena dulu kami terlalu sibuk, jadi kami tidak sempat mengambil cuti untuk libur. Kau tahu sendiri bagaimana kesibukanku untuk menggantikan posisi ibuku di kantor setelah kedua orangtuaku bercerai."

"Ya, aku mengerti. Ah lebih baik kita segera pulang ke rumahku karena aku sudah menyiapkan jamuan spesial untuk kalian."

Yunho merangkul pundak Yoona menjauh dan meninggalkan Donghae sendiri di belakang yang sejak tadi hanya diam sambil mendengarkan kedua manusia itu berceloteh. Dengan aura yang cukup mendung, Donghae mulai mendorong troli miliknya malas-malasan keluar dari area bandara untuk menyusul Yoona dan Yunho yang telah berjalan cukup jauh di depannya. Ia pikir liburannya kali ini akan berjalan romantis, tapi seketika angan-angan itu hancur ketika melihat Yunho yang sepertinya akan menjadi sosok pengganggu dalam liburannya bersama Yoona. Namun ia sangat berharap jika dugaanya itu salah karena ia tidak mau memulai sebuah pertengkaran dengan Yoona, apalagi ketika mereka sedang berlibur seperti ini.

"Oppa, kau melamun?"

Donghae mendongakan kepalanya dan mendapati Yoona tiba-tiba sudah berada di sampingnya. Pria itu lalu menatap linglung kearah parkiran bandara LAX yang cukup luas karena sejak tadi sepertinya ia terlalu larut dalam prasangka buruknya tentang Yoona dan Yunho.

"Dimana temanmu?"

"Yunho sedang mengambil mobilnya. Kau sepertinya tidak terlalu antusias seperti kemarin, ada apa? Kau kecewa kita akan menginap di rumah Yunho, bukan di sebuah ressort romantis seperti keinginanmu?"

"Tidak."

Donghae mencoba berkelit, menyibukan diri dengan ponselnya yang baru saja ia hidupkan. Tidak mungkin ia mengatakan pada Yoona jika ia cemburu. Reputasinya sebagai lady killer akan hancur dan membuat Yoona merasa di atas angin. Sepertinya setelah ini ia harus lebih menghargai status Yoona sebagai isterinya dan tidak lagi terlalu dekat pada wanita seperti dulu karena ternyata memiliki perasaan cemburu sangat tidak menyenangkan.

"Aku sepertinya sedikit jet lag."

"Jet lag? Aneh, sejak kapan kau mengalami jet lag? Bukankah kau sudah terbiasa pergi menggunakan pesawat."

Sial!

Donghae mengumpat dalam hati dan meruntuki ketajaman pikiran Yoona. Mengelabuhi wanita cerdas seperti Yoona memang sulit. Ia harus lebih kreatif dalam mencari alasan jika ia tidak ingin kecemburuannya diketahui oleh Yoona.

"Ya, tapi kemarin aku sepertinya sedikit tidak enak badan karena akhir-akhir ini aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan di kantor. Yunho sudah datang, ayo kita pulang dan segera beristirahat."

Donghae langsung pergi begitu saja membawa kopor-kopor miliknya dan Yoona menuju mobil SUV putih milik Yunho. Sedangkan Yoona segera masuk ke dalam mobil Yunho dan duduk di kursi penumpang di sebelah Yunho yang sejak tadi sudah menunggunya dengan wajah tak sabar.

"Maaf, aku tidak membantu suamimu untuk memasukan kopor kalian ke bagasi."

"Ah tidak masalah. Donghae oppa bisa memasukannya sendiri. Oya, bagaimana kabar Andrew, Marcus, dan Stella? Sejak lulus, aku jarang menghubungi mereka. Apa mereka masih tinggal di Los Angeles?"

Bukk

Tiba-tiba pintu di belakang mereka berdebum halus dan disusul dengan kemunculan Dongae yang telah masuk ke dalam mobil. Pria itu melihat Yoona sekilas yang sedang duduk bersama Yunho di depan dan tersenyum tipis pada Yunho yang sedang menatapnya melalui kaca spion di depan mereka.

"Ayo kita berangkat." Ucap Donghae aneh. Ia merasa menjadi pihak ke tiga yang mengganggu kebersamaan isterinya dan juga Yunho.

"Jadi dimana mereka sekarang?"

Yoona mengulangi pertanyaanya lagi ketika Yunho tak kunjung menjawabnya dan sedikit terfokus pada jalanan di sekitar bandara LAX yang cukup padat.

"Mereka masih tinggal di LA. Dua hari yang lalu aku menghubungi mereka dan mereka sangat antusias ketika mendengar kabar jika kau akan datang ke LA, setelah sekian lama kau menghilang tanpa kabar di Korea."

Yoona terkekeh pelan sambil membayangkan wajah teman-temannya yang akan sangat terkejut ketika melihatnya datang dengan membawa suami nanti.

"Aku sangat sibuk. Tak lama setelah aku kembali ke Korea, orangtuaku mulai bermasalah. Aku sempat mengalami tekanan batin selama berbulan-bulan lamanya hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengacuhkan semuanya. Menganggap hubungan orangtuaku baik-baik saja dan bersikap dingin pada siapapun. Rasanya lelah melihat mereka terus berseteru di depanku dan Hana. Tapi pada akhirnya aku harus tetap menerima kenyataan jika orangtuaku tidak baik-baik saja dan mereka justru memutuskan untuk bercerai."

Donghae menyimak pembicaraan Yoona dalam diam sambil berpura-pura menyibukan diri pada ponselnya. Selama ini Yoona tidak pernah bercerita padanya jika dulu ia sempat mengalami depresi akibat pertengkaran kedua orangtuanya. Tapi melihat Yoona dapat menceritakannya dengan santai pada temannya membuat Donghae lega karena itu berarti perlahan-lahan Yoona mulai bisa menerima kenyataan pahit itu.

"Aku turut sedih atas berita perceraian orangtuamu. Andai kau mengatakannya padaku sejak dulu, aku pasti akan datang ke Korea dan menghiburmu. Bukankah kita sahabat?"

Yoona tersenyum kecil pada Yunho dan berterimakasih pada pria itu atas rasa simpati yang ditunjukannya.

Setelah itu Yoona dan Yunho mengganti topik pembicaraan mereka seputar hari-hari menyenangkan mereka di bangku kuliah. Berbagai cerita sedih, senang, dan memalukan tak luput dari pembahasan mereka hingga Donghae pada akhirnya mengetahui beberapa hal-hal konyol mengenai Yoona. Sedikit banyak cerita mereka membuatnya tahu jika Yoona tak melulu mengalami kesedihan akibat perceraian kedua orangtuanya, tapi Yoona juga masih memiliki momen-momen menyenangkan bersama teman-temannya yang membuatnya sedikit lega.

-00-

Malam yang hangat di Kota Los Angeles, Donghae berdiri sendiri di balkon rumah Yunho yang sepi. Tiga puluh menit yang lalu ia baru saja menyelesaikan makan malam bersam Yoona dan Yunho. Dan sekarang karena tidak memiliki pekerjaan apapun, ia memilih untuk mengamati pemandangan daerah Los Feliz di malam hari yang tak kalah indahnya dengan hiruk pikuk pusat kota Los Angeles yang dipenuhi dengan kerlap kerlip lampu toko yang tidak pernah tidur.

"Hah.. Ini membosankan."

Donghae mendesah panjang sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana pendek yang dikenakannya. Sejak tadi ia terus diabaikan oleh Yoona karena Yoona lebih sibuk berceloteh bersama Yunho dan mengenang seluruh kisah masa lalunya bersama pria itu. Padahal kemarin ia membayangkan akan menghabiskan liburan romantis bersama Yoona sambil membicarakan masalah anak, karena ia mulai memikirkan mengenai penerus yang harus hadir di tengah-tengah keluarga adikuasa miliknya. Tapi melihat Yoona yang seperti itu membuatnya tidak yakin. Selain itu Yoona adalah wanita karir yang sangat gila kerja. Ia yakin Yoona akan lebih memilih untuk menunda kehamilan daripada harus bersusah payah mengandung di tengah-tengah puncak karirnya seperti ini.

"Oppa.."

Tiba-tiba Donghae merasakan jari-jari lentik Yoona meraba punggungnya dan hembusan napas wanita itu yang menggelitik tengkuknya. Refleks ia berbalik dan menemukan Yoona sedang menatapnya dengan kedua mata cantiknya yang membuatnya terpesona untuk sesaat.

"Apa yang kau lakukan di sini? Aku mencarimu di kamar."

Yoona memeluk leher Donghae mesra sambil memuaskan kedua matanya untuk mengagumi paras suaminya yang terlihat lebih tampan di bawa pantulan cahaya langit LA yang memayungi mereka berdua.

"Merenung. Memikirkan kehidupan kita." Lanjut Donghae.

"Mau berbagi denganku?"

"Sepertinya tidak perlu, karena ini bukanlah pemikiran yang penting. Dimana Yunho?" Ucap Donghae mengganti topik pembicaraan. Yoona mengangkat bahunya acuh tak acuh sambil bersandar pada dada bidang suaminya yang nyaman.

"Mungkin tidur. Aku tidak melihatnya setelah makan malam. Kau terlihat lebih diam, kau menyembunyikan sesuatu lagi dariku?"

"Kau dan Yunho terlihat sangat dekat. Apa ia dulu kekasihmu?"

Yoona mengangguk kecil di dalam pelukan Donghae sambil memejamkan matanya rapat-rapat.

"Kekasihku selama sembilan puluh sembilan hari." Gumam Yoona. Donghae mengernyit heran. Sesungguhnya ia sedang cemburu, tapi ia cukup penasaran dengan kisah cinta Yoona dan Yunho di masa lalu yang ternyata terjalin dengan waktu yang sangat singkat.

"Aku tidak menyangka kau pernah memiliki seorang kekasih. Kukira kau tidak pernah memilikinya. Aww!"

Donghae berteriak pelan ketika Yoona tiba-tiba mencubit pinggangnya. Memang komentarnya sedikit keterlaluan karena ia meremehkan isterinya yang ia pikir tidak pernah menjalin hubungan dengan pria manapun. Tapi ternyata ia salah. Yoona kali ini kembali memiliki hal baru yang terdengar menarik untuk dikuak.

"Mantan kekasihku banyak, bukan hanya kau yang gemar mengoleksi wanita. Meskipun aku galak, tapi banyak pria yang berbondong-bondong mendekatiku. Hanya saja aku memutuskan untuk berhenti bermain-main setelah aku kembali ke Korea. Jadi kau lihat saja besok oppa, aku akan mengenalkanmu pada beberapa mantan kekasihku yang bisa membuatmu semakin menyesal karena telah menuduhku tidak laku selama ini."

Donghae tiba-tiba saja teringat akan pertengkaran mereka dulu ketika ia dan Yoona belum akur seperti saat ini. Dulu ia pernah mengolok-olok Yoona sebagai wanita galak yang tidak pernah dilirik oleh para pria. Dan sekarang ia harus menarik semua kata-kata itu karena ia telah membuktikannya sendiri jika ternyata Yoona bukan wanita yang seburuk itu. Melihat bagaimana cara Yunho menatap Yoona membuatnya yakin jika Yoona adalah wanita yang populer di Los Angeles.

"Kuharap kali ini kau tidak membuatku cemburu Yoong. Kau tahu, aku sudah terlanjur mencintaimu sekarang. Aku tidak bisa melihatmu lebih dekat lagi dengan pria lain setelah hari ini kau terus menempel pada Yunho."

Tanpa sepengetahuan Donghae Yoona sedang menyeringai puas di dalam pelukan pria itu. Bukannya ia tidak tahu jika sedari tadi Donghae tengah menahan kekesalan karena ia terus menempel pada Yunho. Ia hanya ingin menguji sejauh mana kesabaran Donghae ketika melihatnya sedang bersama pria lain. Selama ini ia yang selalu merasakan posisi itu. Dan sekarang ia ingin Donghae juga merasakannya. Kata-kata cinta yang selama ini selalu dilontarkan Donghae padanya belumlah cukup untuk membuktikan cinta pria itu padanya. Ia membutuhkan bukti untuk benar-benar bisa mempercayai Donghae sepenuhnya dan memberikan sebuah kejutan pada pria itu sebagai hadiah dari kesabarannya dalam memperjuangkan cintanya selama ini.

"Kau tahu aku tidak akan melakukan apapun pada Yunho. Aku sudah menganggap Yunho seperti kakakku sendiri karena sejak dulu ia selalu melindungiku. Menghiburku saat aku sedih, dan menjagaku ketika aku sakit, meskipun hubungan kami telah berakhir tapi ia tetap memperlakukanku dengan baik. Itulah alasannya mengapa aku ingin menghabiskan liburan kita di LA. Selain untuk memperkenalkan sebagian masa laluku padamu, aku juga ingin bertemu Yunho dan teman-temanku yang lain di sini."

Donghae mengangguk mengerti. Memahami semua alasan Yoona yang sejak berminggu-minggu yang lalu bersikeras untuk mengajaknya ke LA. Tidak buruk juga sebenarnya berkunjung ke LA dan bertemu dengan salah satu kekasih Yoona. Hanya saja ia harap Yoona tak membuatnya terbakar cemburu lagi jika nanti wanita itu mempertemukannya pada teman-temannya yang lain.

"Sejak kapan kau menjadi penuh kejutan seperti ini sayang?"

"Sejak aku menjadi nyonye Lee. Ahh aku mengantuk, lebih baik kita segera tidur karena besok aku ingin berjalan-jalan ke Hollywood."

"Tunggu."

Donghae menarik tangan Yoona dan membuat Yoona kembali menabrak dada bidangnya.

"Apa malam ini aku bisa menyentuhmu?" Tanya Donghae dengan kerlingan genit. Refleks Yoona langsung memukul dada Donghae dan meronta menjauh dari pelukan Donghae.

"Kau tidak akan mendapatkannya karena aku sedang datang bulan." Ucap Yoona galak. Donghae langsung mendengus gusar dan membiarkan Yoona berjalan terlebihdulu menuju kamar mereka. Pupus sudah harapannya untuk menghabiskan malam romantis di LA. Sekarang kedatangan mereka ke LA benar-benar akan menjadi liburan biasa yang pastinya akan terasa sangat membosankan untuknya.

-00-

Tok tok tok

"Yoong, kau sudah bangun? Sarapan sudah siap di bawah."

Yoona menggeliat-geliat kecil dan segera melepaskan pelukan Donghae yang sejak semalam membelit tubuhnya hingga ia tidak bisa bergerak. Dengan mata yang masih sedikit terpejam, Yoona mencoba bangkit dan mengikat asal rambutnya yang cukup berantakan.

"Jangan pergi, biarkan saja dia."

Donghae kembali merengkuh tubuh Yoona ke dalam pelukannya dengan mata terpejam yang membuat Yoona gemas.

"Bangunlah oppa, ini sudah pagi."

Tok tok tok

Bunyi ketukan itu lagi-lagi terdengar dan membuat Yoona segera melepaskan lilitan tangan Donghae di pinggangnya.

"Ahh dasar penganggu!" Runtuk Donghae kesal sambil berbalik arah memunggungi Yoona. Yoona berdecak kecil pada Donghae dan ia segera berjalan terburu-buru menuju pintu untuk menghentikan ketukan Yunho yang memang cukup berisik.

"Hai, aku sudah bangun."

Yoona tersenyum manis pada Yunho yang juga sedang tersenyum manis kearahnya.

"Maaf jika aku mengganggumu. Tapi hari ini kita akan pergi pukul delapan. Kau tidak lupa kan jika jarak Los Feliz dan Hollywood cukup jauh, jadi kita harus berangkat lebih pagi sebelum kita terkena macet di jalan. Aku akan menunggumu di meja makan, dan pastikan juga suamimu segera bangun jika ia tidak ingin kita meninggalkannya sendirian di rumah." Ucap Yunho jenaka sambil melirik kearah punggung Donghae yang masih tidur dengan nyaman di atas ranjang. Yoona mengangguk mengerti, lalu ia kembali menutup pintu kamarnya sebelum ia berjalan menuju kearah ranjang untuk membangunkan Donghae yang tiba-tiba menjadi tuan pemalas semenjak mereka berada di LA.

"Kau dengar apa kata Yunho, kau harus bangun sekarang karena kita membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk tiba di Hollywood. Aku tidak mau terjebak macet di jalan oppa." Rengek Yoona sambil menarik-narik tangan Donghae. Donghae menggeram kesal pada Yoona dan sedikit menjauhkan tangan Yoona dari lengannya. Entah sejak kapan Yoona gemar merengek-rengek seperti itu, karena seingatnya Yoona lebih suka bersikap tegas dibandingkan menunjukan sisi manjanya yang berlebihan.

"Aku akan bangun lima menit lagi."

"Tidak ada lima menit oppa. Kau harus bangun sekarang!"

Yoona kembali menarik tangan Donghae dan menyingkirkan selimut tebal yang membungkus setengah tubuh suaminya dengan hangat. Akhirnya dengan malas Donghae bangkit berdiri dengan seluruh wajahnya yang menampakan wajah tidak ikhlas untuk meninggalkan ranjang nyamannya.

"Aku akan mandi setelah kau selesai mandi." Gumam Donghae dengan mata setengah terpejam. Yoona tersenyum manis kearah suaminya lalu menghadiahi sebuah kecupan ringan di pipi suaminya yang tampan.

"Aku ingin di bibir juga."

Yoona memutar bola matanya malas, namun akhirnya ia memberikan juga kecupan singkat di bibir Donghae yang langsung disambut Donghae dengan antusias dan lebih menggebu-gebu.

"Nah sekarang kau baru benar-benar bangun setelah mendapatkan morning kiss." Cibir Yoona kesal sambil meraih handuknya di dalam kopor. Donghae mengedikan bahunya acuh lantas beranjak dari ranjangnya untuk melakukan perenggangan.

"Apa kita tidak bisa pergi ke Hollywood sendiri?" Tanya Donghae sedikit keras di luar kamar mandi. Pria itu merasa tidak nyaman jika Yunho juga akan ikut dalam perjalanan liburan mereka ke Hollywood. Pasalanya ia hanya ingin menghabiskan waktu berdua bersama Yoona tanpa gangguan dari siapapun. Jika Yunho ikut ia jelas akan diabaikan oleh Yoona lagi dan ia akan kehilangan momen romantis mereka karena ia jelas tidak bisa bermanja-manja dengan Yoona jika Yunho berada diantara mereka.

"Yunho akan tetap ikut karena hari ini aku akan bertemu dengan beberapa teman kuliahku."

Donghae mendecih kesal di luar kamar mandi dan langsung terlihat bad mood. Liburan mereka hari ini jelas akan berakhir buruk karena Yoona akan lebih sibuk bersama teman-temannya. Sedangkan ia akan menjadi suami paling kesepian karena ia sama sekali tidak memiliki kenalan di LA. Teman-temannya lebih banyak tinggal di New York dan Colombia yang merupakan pusat bisnis terbesar di Amerika. Ia tiba-tiba saja menyesali keputusannya untuk menyerahkan semua urusan liburan pada Yoona, karena pada akhirnya wanita itu hanya memanfaatkan waktu liburan mereka untuk melakukan reuni bersama teman-temannya.

-00-

Pukul sebelas siang mereka bertiga tiba di Hollywood dengan selamat. Tempat pertama yang mereka tuju setelah menempuh perjalanan jauh adalah perbukitan Hollywood yang sangat fenomenal dan merupakan pusat destinasi wisata di Hollywood.

"Kau ingin berfoto?" Tawar Donghae sambil menunjukan kamera digitalnya kearah Yoona.

"Sepertinya bagus. Ayo, kita bisa meminta Yunho untuk mengambil gambar kita. Yunho, bisakah kau memotret kami?"

"Tentu."

Yunho meraih kamera digital milik Donghae dan mulai membidikan lensa kamera itu pada pasangan suami isteri yang terlihat cukup canggung di depan kamera.

"Ahh kenapa kita kaku sekali." Komentar Yoona lebih pada dirinya sendiri. Donghae yang berada di sebelahnya lantas merangkul pundak Yoona dan berpose sedikit lebih rileks daripada pose mereka yang sebelumnya.

"Kita hanya belum terbiasa. Masih ada banyak waktu untuk membiasakannya." Ucap Donghae.

Setelah lima kali berpose dengan gaya yang cukup kaku, Yoona akhirnya menjauhkan tubuhnya dari Donghae dan berjalan menuju Yunho yang sedang menunggu mereka untuk pergi ke sebuah kafe yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat mereka memarkirkan mobil.

"Marcus dan Stella sudah datang. Mereka sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu." Ucap Yunho sambil menunjukan layar ponselnya yang berisi sederet pesan dari Stella. Yoonapun dengan langkah lebar-lebar segera berjalan beriringan bersama Yunho dan meninggalkan Donghae lagi di belakangnya dengan kebisuan karena tidak memiliki teman mengobrol. Pria itu terlihat begitu pasrah ketika apa yang diprediksinya sejak tadi akhirnya menjadi nyata. Yoona lagi-lagi sibuk dengan teman-temannya dan melupakan keberadaanya yang hanya sebagai pelengkap dalam liburan mereka kali ini.

"Oppa kemarilah, kenapa kau berjalan sangat lambat di belakang?"

Yoona menoleh ke belakang sambil terus berjalan ke depan tanpa memperhatikan banyaknya lalu lalang pejalan kaki yang sedang berjalan di depannya. Tiba-tiba tubuh kecilnya menabrak tubuh besar seorang pria hingga membuatnya terhuyung ke belakang dan hampir saja jatuh di atas aspal. Untung saja pria yang ditabraknya dengan sigap segera menahan pinggangnya agar ia tidak mendarat dengan memalukan di atas aspal.

"Maaf, aku tidak terlalu memperhatikan langkahku."

"Yoona kau baik-baik saja?"

Donghae berlari tergesa-gesa menghampiri Yoona yang masih berusaha menormalkan keterkejutannya dari peristiwa tak terduga yang baru saja terjadi padanya.

"Yoona? Kau Im Yoona?"

"Dannis?"

Yoona mematung di tempat untuk beberapa saat ketika pria yang saat ini sedang berdiri di depannya sambil menatap wajahnya dengan senyuman hangat itu adalah Dannis, salah satu teman kuliahnya yang dulu pernah memiliki hubungan dekat dengannya.

"Hai, apa kabar? Suatu kebetulan kita bisa bertemu di sini."

Dannis langsung memeluk tubuh Yoona hangat dan mengabaikan tatapan sengit Donghae yang sejak tadi terus memperhatikan reaksi Yoona dan pria bernama Dannis yang saat ini sedang memeluk tubuhnya.

"Ya, aku baik. Kau sepertinya juga begitu."

"Yoona! Stella dan yang lainnya sudah menunggu."

Tiba-tiba Yunho berseru keras dari pintu kafe sambil melambai-lambaikan tangannya pada Yoona agar segera masuk ke dalam kafe.

"Kau bersama Yunho? Wah pasti menyenangkan memiliki waktu mengobrol bersama mereka, apa aku boleh bergabung?"

"Te tentu. Tentu saja boleh."

Donghae mengamati setiap gerak gerik Yoona yang mulai terlihat aneh di depannya. Tiba-tiba saja ekspresi wajah Yoona berubah menjadi gugup setelah bertemu dengan Dannis. Sepertinya Yoona sedang menyembunyikan sesuatu darinya atau wanita itu hanya belum sempat menceritakan masa lalunya yang lain padanya.

"Dannis, ini suamiku Lee Donghae."

Dannis menoleh cepat ke belakang dan ia tidak bisa menyembunyikan senyum sinisnya ketika Donghae mengulurkan tangannya untuk mengajaknya berjabat tangan. Hal itu sebenarnya tak luput sedikitpun dari kedua netra Donghae yang sejak tadi terus mengamati setiap ekspresi wajah yang ditunjukan Dannis, namun Donghae berusaha mengabaikannya dan menganggap hal itu hanya sebagai angin lalu.

"Lee Donghae, aku suami Yoona. Senang bertemu denganmu."

Entah mendapat dorongan darimana, tiba-tiba saja Donghae merasa perlu untuk mengklaim Yoona sebagai miliknya di depan pria berambut coklat bernama Dannis itu. Hatinya mengatakan jika Dannis akan lebih berbahaya daripada Yunho yang bahkan sejak kemarin terus menunjukan gelagat menyebalkan ketika bersama Yoona.

"Oh, aku tidak menyangka Yoona telah menikah. Padahal dulu kami sudah merencanakan hal itu jika Yoona tidak tiba-tiba menghilang dan kembali ke Korea."

Masalah pertama muncul dan itu membuat Yoona semakin gugup. Sejak tadi ia sudah gelisah dengan hal ini, dan akhirnya apa yang ia takutkan terjadi. Tapi di sisi lain ia bisa saja membuat suasana canggung ini menjadi lebih menyenangkan dengan menganggapnya sebagai ajang pembuktian cinta Donghae padanya. Seharusnya pria itu menunjukan gelgat kecemburuan atau tidak suka ketika mendengar Dannis mengatakan hal itu. Yoona lalu mendapatkan ide untuk membiarkan semuanya berjalan dengan natural tanpa berniat untuk memperbaiki sedikit kesalahpahaman yang mungkin akan tercipta setelah ini dianatara dirinya, Donghae, dan juga Dannis.

"Ah benarkah? Sayangnya aku yang lebih beruntung karena berhasil mendapatkan Yoona." Jawab Donghae dengan nada dongkol yang sedikit ia samarkan dengan kekehan. Yoona memuji dalam hati kepiawaian Donghae dalam mengendalikan emosinya dan pengendalian pria itu pada suasana canggung yang terjadi di sekitarnya. Ia yakin sebenarnya Donghae sangatlah tidak nyaman dengan liburan mereka yang berakhir dengan acara reuni dengan teman-temannya ini.

"Yoona! Kau tidak ingin memelukku?"

Stella berdiri menyambut Yoona dan langsung merentangkan tangannya lebar-lebar. Dengan hangat Yoona memeluk Stella lalu bergantian memeluk Marcus dan Andrew.

"Kalian ternyata tidak terlalu banyak berubah."

"Kau juga, justru kau semakin cantik dengan aura dewasa yang kau pancarkan. Jadi, kau benar-benar sudah menikah?" Tanya Marcus yang tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraanya ketika melihat Donghae duduk menempel di sebelah Yoona. Pria itu kini menjadi lebih protektif setelah bertemu dengan pria-pria saingannya yang berpeluang untuk mendekati Yoona lagi jika ia tidak memberikan pagar tinggi untuk membatasi interaksi Yoona dengan mereka.

"Kalian pasti terkejut. Aku juga." Imbuh Yoona. Ia benar-benar mengatakan hal yang sangat jujur pada rekan-rekannya jika ia sendiri juga terkejut pada keputusannya untuk menerima pernikahannya dengan Lee Donghae. Semuanya terasa sangat cepat sebenarnya menurut Yoona hingga ia tidak menyangka jika kehidupannya yang dulunya suram karena perceraian kedua orangtuanya berangsur-angsur mulai membaik dengan adanya Donghae.

"Pernikahan kami terjadi begitu saja setelah..."

Yoona melirik Donghae sebentar di sebelahnya sebelum kembali melanjutkan kalimatnya dengan senyum paling manis yang pernah dilihat Donghae.

"Setelah beberapa kali kami terlibat pertengkaran sengit."

"Klise."

"Memang, hal klise itu yang justru menghantarkan kami pada kebahagiaan yang abadi." Komentar Donghae kesal ketika Dannis mulai menanggapi kalimat Yoona dengan nada sinis.

"Lalu bagaimana dengan kalian? Stella, kau masih menjalin hubungan bersama James?"

"Ahh itu... tidak." Ucap Stella malu-malu sambil melirik Andrew di sebelahnya.

"Mereka sudah bertunangan Yoona, Andrew dan Stella." Komentar Marcus sambil melirik jahil pada pasangan kasmaran di sebelahnya.

"Oh ya ampun, itu sungguh berita yang sangat mengejutkan! Jadi kapan kalian akan menikah?" Tanya Yoona antusias. Sungguh ia merasa bahagia ketika melihat sahabat-sahabatnya juga merasa bahagia dengan kehidupan mereka.

"Mungkin saat musim gugur nanti karena Stella ingin suasana yang sedikit syahdu di hari pernikahan kami."

"Kalian benar-benar sangat detail dalam mempersiapkannya. Kami justru menikah di awal musim panas tanpa memikirkan banyak pertimbangan seperti kalian." Komentar Donghae geli ketika mengingat hari pernikahannya yang serba mendadak dan terburu-buru.

"Jadi diantara kita hanya Yunho yang belum memiliki pasangan?"

Tiba-tiba Marcus berseru jahil dan membuat Yunho menggeram kesal. Ia dengan sadis memukul punggung Marcus yang kebetulan duduk di sebelahnya.

"Aku hanya sedang menunggu wanita yang tepat."

"Dan wanita yang kau tunggu ternyata sudah menikah."

Donghae menatap kedua sahabat Yoona dengan tatapan tak habis pikir. Bagaimana mungkin mereka bisa membicarakan masalah perasaan dengan sangat santai ketika ia berada di sana, di tengah-tengah mereka, dan dengan sangat jelas mengetahui siapa wanita yang sedang mereka bicarakan.

"Tidak. Apa kau pikir aku menyukai Yoona?"

"Apa aku mengatakan jika wanita itu Yoona?"

Marcus semakin terlihat menyebalkan di mata Yunho karena sejak tadi pria jahil itu terus menjebaknya dengan kata-katanya yang mengandung makna ambigu. Dalam hati ia bersumpah akan membuat perhitungan pada pria itu saat mereka pulang nanti.

"Lalu bagaimana denganmu Dannis? Kau sudah memiliki pasangan sekarang? Atau kau justru sudah menikah?"

Yoona beralih pada Dannis yang duduk tepat di seberang mejanya. Sejak tadi pria itu hanya diam dan tidak mengucapkan sepatah katapun karena ia memang bukan bagian dari kelompok konyol mereka. Dannis dulu hanya salah satu dari beberapa pria yang pernah membuat hari-harinya menjadi lebih berwarna di LA.

"Belum, aku mencarimu Yoong. Kau tiba-tiba menghilang di malam kelulusanku dan tidak pernah muncul lagi. Dan disaat aku menemukanmu, kau telah menikah dengan pria lain."

"Dannis, kurasa itu hanya masa lalu yang tak perlu kau ungkit-ungkit lagi. Lihatlah, Donghae pasti tidak nyaman dengan topik pembicaraanmu itu." Peringat Andrew yang merupakan pria paling bijak diantara mereka semua. Donghae kali ini menaruh simpati pada Andrew dan berjanji akan memperlakukan Andrew dengan lebih baik daripada teman-teman isterinya yang lain.

"Lebih baik kita bicarakan masalah lain saja. Aku mual dengan kisah cinta masa lalu kalian yang berakhir menyedihkan." Cibir Stella.

Akhirnya sepanjang siang itu mereka hanya saling membicarakan masalah keseharian mereka dan kehidupan mereka selama lima tahun terakhir pasca mereka lulus dari universitas tempat mereka menimba ilmu. Tidak ada lagi cerita mengenai kisah cinta masa lalu atau kegiatan saling sindir seperti sebelum-sebelumnya yang bisa saja menyakiti salah satu pihak yang sejak tadi terus merangkul pundak Yoona dengan posesif, menunjukan pada semua orang jika ia adalah satu-satunya orang yang paling berhak atas Yoona karena Yoona adalah isterinya.

Dan dibalik sikap Donghae yang cukup posesif itu, terbersit perasaan hangat yang tiba-tiba menyusup kedalam hati Yoona. Ia tahu jika Donghae saat ini sedang terbakar api cemburu karena perbuatan Dannis atau Yunho, tapi ia senang karena Donghae sekarang tidak menggunakan arogansinya seperti dulu yang akan dengan mudah terbakar emosi dan merusak segalanya. Perlahan-lahan ia melihat jika Donghae juga banyak belajar dari kehidupan pernikahan mereka yang sebelumnya hanya diawali karena sebuah perjanjian belaka.

-00-

Brukk

Donghae menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi telentang sambil memejamkan matanya damai. Seharian menemani Yoona pergi kesana kemari membuatnya merasa lelah fisik maupun batin. Fisiknya lelah karena Yoona sejak tadi sangat aktif mengajaknya pergi dari satu toko ke toko lain untuk mencari pernak pernik lucu. Sedangkan batinnya lelah karena sejak tadi kedua mantan kekasih Yoona tak henti-hentinya membuat rusuh dengan mengungkit-ungkit kisah cinta masa lalu mereka yang jelas-jelas sudah berakhir. Sekarang Yoona adalah miliknya, dan itu mutlak! Tidak ada yang boleh mengusik apa yang telah menjadi milik Lee Donghae.

"Oppa.."

Yoona memeluk leher Donghae erat dan bermanja-manja di atas tubuh suaminya yang refleks langsung membuka matanya ketika merasakan tubuh kecil Yoona menindih seluruh tubuhnya.

"Hmm, ada apa? Kenapa akhir-akhir ini kau semakin manja?" Tanya Donghae heran. Sebenarna ia senang melihat perubahan sikap Yoona yang telah berubah menjadi lebih hangat daripada sebelumnya yang sangat dingin. Namun perubahan tiba-tiba itu tak pelak membuatnya penasaran juga dan ingin mengetahui alasannya dari sang isteri.

"Apa itu tidak boleh?" Tanya Yoona sambil mengecup singkat bibir Donghae.

"Bukan, hanya merasa ini sedikit aneh."

"Jadi kau lebih suka melihatku dengan sifat dingin dan galak?"

"Sesekali ya, untuk mengusir pria-pria tak tahu diri yang hendak merebutmu dariku."

Yoona terkekeh. Ia menjepit hidung Donghae gemas dan memberikan kecupan singkat setelah ia membuat hidung mancung itu memerah karena kelakuannya.

"Apa aku berat?"

"Sedikit. Tapi itu tidak masalah."

Donghae semakin merapatkan tubuh Yoona di atasnya dengan melingkarkan tangannya di sekitar pinggul Yoona.

"Besok kita akan pergi dari sini." Beritahu Yoona. Donghae mengangkat alisnya heran sambil menatap Yoona tidak mengerti.

"Kenapa? Kita masih memiliki waktu enam hari untuk bersenang-senang di LA."

"Karena kau tidak suka. Sebaiknya kita memang mencari penginapan sendiri dan menghabiskan waktu liburan kita dengan romantis."

"Kau serius?"

"Ya, aku serius. Aku tahu kau tidak nyaman dengan Yunho maupun Dannis. Yah.. mereka berdua memang bagian dari masa laluku, tapi percayalah jika aku tidak memiliki perasaan lagi untuk mereka."

"Aku lebih mencintaimu." Gumam Yoona kecil yang disusul dengan semburat merah di wajahnya. Donghae terkekeh geli melihat wajah tersipu Yoona dan tingkah manja Yoona yang dari hari ke hari semakin jelas kentara.

"Aku juga. Jadi kau sudah benar-benar mempercayakan hatimu padaku?"

"Eehem.. sudah. Aku sangat yakin sekarang. Terlebih melihatmu yang mampu bersikap dewasa ketika menanggapi sikap menyebalkan Dannis atau Yunho, aku jadi semakin yakin jika kau memang takdirku. Emm... dan ada satu hal yang membuatku tidak akan pernah bisa lepas darimu."

"Apa? Jangan membuatku semakin penasaran dengan ekspresi wajahmu itu Yoong, kau justru membuatku ingin memakanmu."

"Aku terikat pada Tuhan. Kita menikah di hadapan Tuhan bukan, dan kita juga sudah bersumpah setia padaNya."

Donghae mendesah. Ia pikir Yoona akan mengatakan sesuatu yang tidak berhubungan dengan Tuhan atau janji pernikahan mereka tiga bulan yang lalu karena itu memang sudah menjadi kewajiban mereka untuk menepatinya. Ia berharap Yoona mengatakan hal lain seperti ia akan terus terikat dengannya karena mereka telah terikat dengan benang merah Tuhan, atau hal-hal lain yang sekiranya lebih romantis.

"Kau benar. Jadi kita memang tidak pernah memiliki kesempatan untuk mundur ataupun berpisah karena kita sudah berjanji pada Tuhan untuk saling menjaga satu sama lain."

"Oya, aku ingin memberimu hadiah. Tungguh sebentar."

Yoona beranjak berdiri dan berjalan menuju kopornya yang berada di sudut ruangan. Tak lama kemudian ia kembali berjalan menuju ranjang sambil membawa sebuah kotak pink berpita hitam di atasnya.

"Hadiah untukmu. Setelah kupikir-pikir aku selama ini belum memberikan apapun untukmu. Sedangkan kau telah memberikan banyak hal untukku. Perhiasan yang cantik, kasih sayang, dan cinta yang sangat besar untukku. Terimakasih oppa atas seluruh kesabaran yang kau miliki untukku."

"Hey, itu memang kewajibanku. Kau seharusnya tidak perlu repot-repot memberiku hadiah seperti ini."

"Bukalah oppa. Semoga kau menyukainya."

Yoona tersenyum manis di depan Donghae dan tampak tidak sabar menunggu reaksi Donghae saat melihat kado spesial yang telah ia siapkan sejak jauh-jauh hari untuk pria paling spesial dalam hidupnya. Ia rasa setelah berbulan-bulan bersabar dengan segala sikap menyebalkannya atau suasana yang tidak kondusif di rumahnya, Donghae pantas menerima hadiah itu. Sebuah hadiah yang nilainya sebanding dengan seluruh cinta yang pria itu berikan padanya.

"Yoong, kau hamil?"

Donghae melihat test pack di tangannya sambil menatap wajah Yoona tidak percaya. Ia lalu merengkuh Yoona ke dalam pelukannya dan menciumi setiap inci wajah Yoona yang bisa dijangkaunya.

"Berapa usianya?" Tanya Donghae dengan luapan kebahagiaan yang membuncah di hatinya.

"Lima minggu."

"Apa? Kau sudah menyembunyikannya selama itu? Pantas akhir-akhir ini kau semakin manja. Dan kau juga menipuku dengan mengatakan jika kau sedang datang bulan. Apa kau sengaja melakukannya?" Tanya Donghae gusar, namun tetap saja pria itu tidak bisa menyembunyikan perasaan gembira yang membuncah di hatinya. Disaat-saat seperti ini ia tentu tidak bisa menunjukan rasa kesalnya pada Yoona meskipun ia cukup kesal karena selama ini Yoona telah menyembunyikan berita bahagia itu darinya.

"Maaf, aku hanya sedang menunggu saat yang tepat untuk mengatakannya. Sejujurnya aku juga berat untuk merahasiakan hal ini darimu, tapi aku perlu waktu untuk meyakinkan hatiku jika rasa cintamu padaku nyata. Kita tidak lagi sedang menjalankan sandiwara, tapi semua ini memang nyata dan benar-benar terjadi. Apa kau marah padaku? Kumohon jangan marah padaku."

Kedua mata Yoona mulai terlihat berkaca-kaca. Dan ia sepertinya benar-benar akan menumpahkan air matanya jika Donghae tidak segera memeluknya dan menenangkan wanita itu jika ia sama sekali tidak marah.

"Hey, aku tidak marah. Sungguh. Aku justru sedang bahagia sekarang. Kau telah memberiku hadiah paling indah yang pernah kuterima selama hidupku. Terimakasih banyak Yoong, kau telah mempercayaiku untuk menjaga hatimu dan memilikimu seutuhnya. Kupastikan padamu bahwa janjiku padamu dulu untuk mewujudkan keluarga bahagia milik kita akan benar-benar terwujud."

Yoona menyeka setitik bening yang meluncur dari bola mata indahnya, lalu menubruk Donghae dengan pelukan erat yang membuat Donghae menjadi benar-benar kewalahan karena gerakan tiba-tiba Yoona.

"Hey kau sedang mengandung, jangan bergerak tiba-tiba seperti ini."

"Oppa aku janji tidak akan meragukanmu lagi. Aku bahagia hidup bersamamu." Bisik Yoona parau dengan bulir-bulir air mata yang tak bisa ditahannya lagi.

Akhirnya Yoona berhasil mendapatkan jawaban dari setiap keraguan hatinya. Kini ia tidak lagi meragukan cinta Donghae yang benar-benar tulus untuknya. Begitu juga dengan Donghae yang akhirnya mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan setelah bersabar cukup lama dengan ego maupun sikap dingin Yoona. Cinta adalah sebuah anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap makhluk ciptanya. Meskipun terkadang perlu sedikit usaha untuk mendapatkannya, namun percayalah jika cinta akan selalu mendatangkan akhir yang bahagia untuk setiap manusia yang berusaha keras untuk mendapatkannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro