Don't Leave Me Part 2
Donghae berjalan terburu-buru memasuki ruangannya sambil sesekali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Hari ini ia ada meeting dengan salah satu investor asing dari China, tapi sayangnya ia melupakan berkas penting yang tertinggal di atas mejanya. Jadi ia harus segera mengambil berkas itu sebelum sang investor berubah pikiran dan memutuskan untuk membatalkan kontrak kerja mereka.
Sambil tetap berlari, Donghae meminta sekretarisnya untuk pergi terlebihdahulu ke ruang rapat di lantai dua belas dan menenagkan sang investor yang mungkin sudah gelisah karena terlalu lama menunggunya.
"Jikyung, kau temani investor kita sebentar. Alihkan perhatiaanya selagi aku mengambil berkas-berkas yang tertinggal di dalam ruanganku."
Jikyung menangguk patuh dan segera melesat pergi meninggalkan Donghae yang sedang kesulitan untuk membuka pintu karena tangannya diperban.
"Ck, kenapa aku tidak memintanya untuk membukakan pintu terlebihdahulu." Decak Donghae kesal pada dirinya sendiri. Ia pun mencoba menekan kenop pintu di depannya dengan lengannya karena tangan kanannya masih sedikit nyeri akibat terserempet mobil kemarin.
Cklek
Akhirnya setelah berkali-kali mencoba, Donghae dapat membuka pintu kayu itu dan segera masuk ke dalam. Namun, ketika ia berada di dalam, ia menemukan sahabat baiknya sedang duduk santai sambil menikmati secangkir kopi dengan nikmat.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kau masuk ke dalam ruanganku tanpa ijin." Marah Donghae pada Hyukjae sambil melangkah kesana kemari untuk mengumpulkan berkas-berkas penting yang akan ia presentasikan setelah ini.
"Aku menunggumu dan... Hae, ada apa dengan tanganmu?"
Lee Hyukjae menatap heran pada pergelangan tangan kiri Donghae yang diperban. Padahal kemarin sahabatnya itu baru saja terserempet mobil hingga menyebabkan tangan kanannya terluka, tapi sekarang pria itu sudah memiliki luka baru lagi di tangan kirinya.
"Kau mendapatkan amukan lagi dari Yoona?"
Donghae menatap sekilas Hyukjae dari meja kerjanya, lalu ia kembali berkutat pada berkas-berkasnya yang masih berserakan di atas meja.
"Bukankah Yoona memang sering mengamuk? Jadi jawaban dari pertanyaanmu itu adalah ya."
"Ck, mantan isterimu itu memang buas Hae, kemarin ia juga hendak mencelakakanku di jalan. Kenapa kau masih gigih untuk mendapatkannya jika perilakunya sangat mengerikan seperti itu?" Tanya Hyukjae ingin tahu, namun terselip nada cibiran di dalamnya. Donghae menatap tajam Hyukjae sambil tetap mengfokuskan dirinya pada berkas-berkas yang sedang ia rapikan.
"Kau tidak tahu bagaimana rasanya Hyuk karena kau belum pernah menikah dan merasakan perceraian. Jika nanti kau sudah menikah, jadilah suami yang baik, dan jangan seperti sahabatmu yang brengsek ini."
Hyukjae terpaku ditempat dengan jawaban Donghae yang sangat diluar perkiraannya itu. Ia pikir Donghae akan membalas candaanya dengan candaan pula, tapi sebaliknya, Donghae sepertinya terlalu terhanyut pada perasaan bersalahnya pada Yoona selama ini.
"Hae? Sepertinya kau mulai sakit. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Hyukjae prihatin sambil mengulurkan tangannya untuk meraba dahi Donghae, tapi Donghae langsung menyingkirkan tangan itu cepat dari wajahnya karena ia harus segera menemui investornya di ruang rapat.
"Jangan coba-coba menyentuh wajahku, tanganmu itu kotor dan tidak steril!"
"Yakk, enak saja kau. Tanganku ini masih suci, belum terkontaminasi tubuh wanita sepertimu. Dasar duda menyedihkan!" Balas Hyukjae tak mau kalah. Lee Donghae memilih untuk tidak menanggapi ucapan Hyukjae yang menyakitkan itu. Saat ini investornya jauh lebih penting daripada sekedar cibiran Hyukjae yang tidak berguna itu.
"Terserah apa katamu, aku tidak peduli."
Blarr
Donghae menutup pintu ruangannya keras-keras dan segera berlari menuju lift terdekat yang berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri. Sedangkan Hyukjae terlihat begitu syok mendengar suara gedebum pintu yang sangat keras itu. Padahal selama ini ia pikir jika Lee Donghae adalah pria baik yang tidak akan melakukan aksi anarki seperti itu setelah ia mengoloknya dengan kata-kata yang cukup menyakitkan.
Sepeninggal Donghae, Hyukjae langsung membuka ponselnya untuk mengusir rasa bosan yang menderanya. Niatnya datang ke kantor Donghae adalah untuk membicarakan masalah strategi yang akan digunakan oleh Donghae untuk menaklukan Yoona, tapi sayangnya sahabatnya itu sedang sibuk mengurus investor baru dan juga proyek baru yang mungkin akan jatuh ke perusahaannya, sehingga ia harus sedikit bersabar untuk menunggu Donghae menyelesaikan rapatnya.
Drt drt drt
Tiba-tiba Hyukjae merasakan ponselnya bergetar pelan di atas tangannya. Dengan penuh ingin tahu, Hyukjae langsung membuka ponselnya untuk membaca pesan baru yang baru saja masuk ke dalam kotak masuknya. Dan ketika pesan itu telah terbuka sempurna, Hyukjae langsung tersenyum tipis membaca setiap deret kalimat yang tertera di layar ponselnya.
Apakah ia sudah tiba di kantornya dengan selamat Tadi ia sempat terjatuh karena ulahku. Tolong ingatkan dia untuk mengganti perbannya setiap pagi. Aku mempercayaimu Lee Hyukjae-ssi.
"Hmm, rupanya dia tidak semengerikan yang kupikirkan." Gumam Hyukjae geli sambil membayangkan wajah sang pengirim pesan.
-00-
Malam hari yang dingin, angin berhembus kencang menerbangkan dedaunan kering hingga berserakan di atas aspal. Gemuruh petir yang saling bersahut-sahutan menggema di langit, menandakan jika sebentar lagi titik-titik hujan akan turun membasahi bumi yang gersang. Yoona, sang wanita yang saat ini sedang berdiri di pinggir trotoar terlihat cemas sambil mengamati jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangannya. Sore ini saat ia akan pulang, tiba-tiba mobil kesayangannya mogok karena ia lupa mengganti oli di bengkel langganannya. Kemudian ia harus menunggu petugas bengkel hingga pada akhirnya ia menjadi kemalaman untuk pulang ke apartemennya. Padahal tadi Yuri sempat menawarkan tumpangan untuknya. Tapi ia merasa tidak enak pada Yuri karena rumah Yuri dan apartemennya tidak searah. Apalagi Yuri memiliki bayi di rumah yang baru berusia tiga bulan, jika Yuri harus mengantarnya terlebidahulu, ia khawatir anak Yuri akan terlalu lama menunggu Yuri pulang. Akhirnya ia berasalan pada Yur jika ia akan menggunakan taksi untuk pulang. Tapi hingga langit berubah menjadi gelap dan suara petir bersahut-sahutan di sekitarnya, tak ada satupun taksi yang lewat dan bersedia untuk memberikannya tumpangan hingga ke apartemennya. Yoona kemudian kembali memikirkan alternatif lain untuk pulang ke rumah. Satu-satunya cara selain menggunakan taksi adalah dengan menggunakan bus, jadi mau tidak mau sekarang ia harus segera menyebrang dan menemukan halte bus terdekat dari tempatnya berdiri.
Ting
Lampu lalu lintas tiba-tiba berubah menjadi hijau. Seluruh pejalan kaki yang semula berdiri di sebelahnya langsung berjalan tergesa-gesa menyebrangi jalan raya yang padat. Titik-titik hujan yang semula belum turun, kini mulai menetes sedikit demi sedikit ke bumi dan menyebabkan sedikit kepanikan dari para pejalan kaki yang tidak membawa payung.
"Ahh, aku lupa membawa payung." Gerutu Yoona kesal. Wanita itu cepat-cepat berjalan di sepanjang emperan toko agar bajunya tidak basah oleh rintik-rintik hujan yang semakin deras.
Yoona berdiri di pinggir sebuah toko tas sambil menatap kesal pada hujan lebat yang saat ini sedang terjadi di depannya. Andai saja ia tidak lupa untuk mengganti oli mobilnya, pasti ia tidak akan terjebak di emperan toko, dan ditengah hujan deras seperti ini. Tapi sepertinya penyesalan itu tidak akan berguna dan tidak akan membawa apapun untuknya. Dengan pasrah Yoona mulai mendudukan dirinya di salah satu kursi yang kosong sambil menatap lalu lalang kendaraan bermotor dan juga para pejalan kaki yang sedang berjalan di bawah payung besar bersama teman-temannya. Sekilas Yoona tampak tertarik dengan sepasang kekasih yang sedang bertengkar tak jauh dari tempatnya duduk dengan sang wanita yang sedang menatap kesal pada sang pria yang juga tampak sama kesalnya dengan sang wanita. Samar-samar Yoona mendengar suara sang wanita yang sedang menyalahkan kekasihnya lantaran mereka tidak membawa payung, sedangkan mobil sang kekasih berada di seberang jalan yang jaraknya cukup jauh. Yoona tersenyum kecil melihat pertengkaran kecil itu yang terlihat cukup konyol untuknya.
Dulu ia juga pernah mengalaminya.....
Flashback
Yoona sedang berdiri sendiri di depan toko bunga sambil menendang-nendang kerikil dengan kesal. Lima belas menit yang lalu kekasihnya mengirimkan pesan jika ia sudah tiba dan sedang mencari tempat parkir. Tapi hingga lima belas menit lamanya ia menunggu, sang kekasih tak juga memunculkan batang hidungnya di tempat yang telah mereka sepakati sebelumnya. Yoona kemudian segera mengambil ponselnya untuk menghubungi sang kekasih lagi karema ia sudah bosan dan terlalu lelah untuk menunggu sang kekasih yang selalu terlambat disaat mereka berkencan.
Yoona menempelkan benda persegi itu cukup lama di telinganya sambil berdecak kesal berkali-kali. Selain terlambat, sang kekasih juga tidak bisa dihubungi. Jika sudah seperti ini moodnya sudah benar-benar hancur dan ia ingin segera pulang ke rumahnya.
"Aishh, dimana Donghae oppa. Dasar pria karet, selalu saja terlambat." Gerutu Yoona kesal. Wanita itu menjejalkan ponselnya dengan kesal ke dalam tasnya dan memutuskan untuk pergi dari tempatnya berdiri. Namun belum sempat kakinya melangkah, tiba-tiba lengan kanannya ditarik oleh seseorang dan sebuah buket bunga mawar yang cantik muncul tepat di depannya, membuatnya tidak bisa melihat wajah sang pemberi bunga. Namun ketika Yoona memiringkan wajahnya ke samping, Yoona dapat melihat kekasihnya, Lee Donghae sedang tersenyum aneh sambil menatap manik mata Yoona dengan wajah memelas.
"Sayang, maafkan aku."
"Ck."
Yoona berdecak kesal sambil menghalau buket bunga itu dari wajahnya. Meskipun ia sangat menyukai bunga mawar, dan sangat menginginkan bunga itu, tapi kali ini ia ingin memberi sedikit pelajaran pada Donghae. Selama ini Donghae selalu termlambat disetiap kencan mereka. Dan karena ia terlalu baik, ia selalu memaafkan begitu saja sikap menyebalkan Donghae itu, tapi kali ini ia tidak akan bersikap lunak pada Donghae. Kekasihnya itu harus diberi sedikit pelajaran.
"Kau terlambat lebih dari satu jam. Dan kau juga berbohong padaku, kau bilang kau sudah sampai, tapi ini sudah lima belas lamanya sejak kau mengatakan jika kau sudah sampai. Kau ini sebenarnya kemana saja? Bukankah kau yang mengajakku untuk berkencan karena sudah lama kita tidak saling bertemu karena kesibukan kita masing-masing, tapi kenap kau justru terlambat?" Marah Yoona kesal. Lee Donghe menghembuskan nafasnya pelan dengan pundak melorot yang terkesan menyedihkan. Sebenarnya hari ini ia sudah berusaha untuk cepat dan datang lebih awal. Tapi tiba-tiba ia mendapatkan tugas untuk merekap data keuangan bulan ini karena data tersebut digunakan untuk mencairkan dana perusahaan. Akhirnya dengan panik ia langsung mengerjakan data-data itu agar ia bisa segera pergi menemui sang kekasih. Tapi sayangnya waktu yang ia gunakan untuk merekap data-data itu memang lama. Lalu saat ia datang seluruh parkiran mobil yang tersedia sedang penuh. Sehingga ia harus mencari tempat parkir lain yang lebih jauh.
"Maafkan aku Yoong, atasanku tiba-tiba memberikan banyak tugas padaku. Padahal sebelumnya aku sudah meminta ijin untuk pulang cepat karena aku akan pergi berkencan denganmu, tapi sayangnya aku tidak bisa berkutik dengan perintah dari atasanku. Tolong maafkan aku Yoong."
Yoona melirik kesal pada Donghae. Namun dalam hatinya ia merasa begitu terenyuh dengan kegigihan Donghae dalam bekerja. Sejak awal ia memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Donghae, ia tahu jika Donghae bukanlah pria yang berasal dari golongan atas. Ayah dan ibu Donghae adalah orang biasa, sehingga Donghae sejak lulus kuliah langsung berusaha mandiri dan mencari pekerjaan sendiri sebagai staff di bagian keuangan. Lalu sedikit demi sedikit jabatan Donghae mulai naik karena Donghae adalah pria yang cerdas. Selain itu Donghae juga tekun, sehingga perusahaannya memberikan kenaikan jabatan dan juga mobil kantor untuknya. Tapi yang Yoona tidak suka dari Donghae adalah sikap tidak tepat waktunya. Terkadang Donghae sengaja tidak memberitahunya jika ia akan datang terlambat karena ia masih ingin melanjutkan acara kencan mereka, sehingga ia yang harus selalu menunggu hingga hampir mati kebosanan disetiap acara kencan mereka.
"Selalu saja seperti itu. Tapi sekarang aku ingin pulang, moodku hari ini sudah terlanjur rusak karena menunggumu. Lebih baik kita mengganti kencan kita di hari lain."
Donghae menatap pasrah pada Yoona dan tampak tak kuasa untuk membantah permintaan sang kekasih. Percuma saja ia memohon-mohon pada Yoona untuk melanjutkan acara kencan mereka jika mood wanita itu sedang buruk.
"Baiklah, aku akan mengambil mobilku dulu, kau tunggulah di sini." Ucap Donghae lembut sambil mendudukan Yoona di sebuah kursi yang berada di teras toko. Pria itu tersenyum manis pada Yoona dan berusaha untuk membuat wanitanya tersenyum juga. Lalu setelah Yoona benar-benar terlihat lebih baik, Donghae memutuskan untuk mengambil mobilnya. Tapi belum sempat ia melangkah pergi, tiba-tiba hujan turun dengan deras di sekitar mereka. Para pejalan kaki yang sebelumnya tenang, langsung berubah ribut untuk mencari tempat berteduh. Yoona yang melihat Donghae hanya berdiri mematung di tempatnya langsung berubah sebal karena pria itu tidak jadi pergi mengambil mobilnya, padahal ia ingin segera pulang.
"Oppa, kau tidak mengambil mobilmu?"
"Hujan Yoong. Tunggulah sebenar hingga hujan ini sedikit mereda, dan aku akan segera mengambil mobilku."
"Kalau begitu kita pergi bersama ke sana. Dimana kau memarkirkan mobilmmu oppa?"
"Tidak usah, aku akan segera mengambil mobilku. Kau tunggulah di sini." Ucap Donghae akhirnya. Ia hari ini sedang malas untuk berdebat lagi dengan Yoona. Apalagi suasana hati wanitanya itu sedang sangat buruk. Ia tidak mau mengambil resiko diamuk lagi oleh kekasihnya yang cantik.
"Kita mengambilnya bersama oppa, kau memarkirnya tidak terlalu jauh bukan?"
Lee Donghae hanya diam dan tampak bingung untuk menjawab pertanyaan Yoona. Sejujurnya hari ini ia mendapatkan tempat parkir yang cukup jauh. Kira-kira membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit untuk mencapainya. Dan ia yakin, Yoona pasti akan semakin mengamuk setelah ini.
"Sejujurnya aku mendapatkan tempat parkir yang cukup jauh, selain itu aku juga tidak membawa payung, jadi kau akan basah kuyup jika memaksakan diri untuk mengambil mobil bersamaku."
"Aishhh, dasar menyebalkan! Kenapa oppa bisa mendapatkan tempat parkir yang sangat jauh. Kalau begini aku lebih baik pulang dengan taksi." Marah Yoona sambil berjalan ke pinggir untuk menyetop sebuah taksi yang kebetulan lewat di depannya. Lee Donghae berusaha mengejar langkah kekasihnya yang lebar-lebar itu dengan susah payah sambil menahan malu karena banyak orang yang melihat aksi picisan mereka. Tapi Yoona sepertinya tak ingin ambil pusing dengan itu semua, sehingga ia sama sekali tidak peduli tentang tanggapan orang mengenai dirinya.
"Yoong, tolong berhentilah. Aku akan mengambil mobilku, kau tidak perlu pulang dengan taksi."
"Oppa lepaskan! Aku sedang marah denganmu, jadi jangan coba-coba untuk membujukku karena aku tidak akan terpengaruh."
Yoona menyentak tangan Donghae kasar dan segera menutup pintu taksi itu keras-keras hingga menimbulkan suara gedebum yang nyaring. Orang-orang yang melihat wajah memelas Donghae yang sedang menatap nanar pada taksi kuning yang ditumpangi Yoona hanya mampu menatap iba sambil bergumam prihatin pada Donghae dengan nasib sial pria itu. Dan ketika taksi yang ditumpangi oleh Yoona hilang dari pandangan, Donghae langsung berjalan gontai di tengah hujan lebat sambil menundukan kepalanya kecewa.
Flashback
"Yoona.... Im Yoona... Hey, apa kau mendengarku? Im Yoona!"
Yoona menatap linglung pada seseorang yang sedang berdiri di depannya dengan pakaian basah. Yoona kemudian mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali untuk memanggil kesadarannya kembali yang sudah cukup lama menghilang. Setelah itu ia kembali beralih pada seseorang yang kini sedang menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Sejak kapan kau berdiri di sana? Oh, kau basah." Pekik Yoona tertahan sambil menarik tangan pria itu agar berteduh di sebelahnya. Lee Donghae mendudukan dirinya sedikit jauh dari tempat Yoona duduk agar bajunya yang basah tidak ikut membasahi baju Yoona.
"Aku datang sekitar lima menit yang lalu. Kebetulan aku lewat dan melihatmu sedang melamun sendirian di sini. Kemana mobilmu? Kenap kau berada di sini?"
"Mobilku rusak, aku lupa mengganti olinya."
Donghae terkekeh dengan jawaban Yoona sambil menerawang jauh pada jalanan basah di depannya.
"Ternyata sikap pelupamu itu tidak berubah. Dulu aku yang selalu mengingatkanmu untuk mengganti oli di bengkel setiap tiga bulan sekali."
Yoona tampak cemberut sambil menatap sebal pada Donghae. Dulu Donghae adalah alarm berjalan untuknya. Setiap tiga bulan sekali Donghae akan mengingatkannya untuk pergi ke bengkel dan mengganti oli mobilnya. Lalu Donghae juga yang akan mengingatkannya untuk makan siang jika ia terlalu sibuk dengan pasien-pasiennya. Tapi itu dulu, sekarang ia sudah berubah untuk menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Meskipun kebiasaan lupanya itu memang sulit untuk dihilangkan.
"Kurasa sekarang aku sudah lebih baik." Ucap Yoona sedikit keras. Tiba-tiba keheningan melanda mereka ketika Donghae ternyata sama sekali tak menanggapi ucapannya. Yoona yang merasa gerah dengan suasana aneh itu akhirnya memberanikan diri untuk menoleh ke arah Donghae yang berada di sebelahnya.
"Maaf, mungkin aku terlalu keras." Ucap Yoona menyesal. Donghae tersenyum manis ke arah Yoona dan menggeleng pelan.
"Tidak, kau memang lebih baik sekarang. Aku hanya.... aku hanya tidak tahu apa yang harus kukatakan sekarang."
"Oh, jadi kau baru saja pulang dari kantor?" Tanya Yoona membuka percakapan.
"Yah begitulah, aku baru saja menyelesaikan meeting dengan investor kami dari China. Kau sendiri, kenapa kau baru pulang?"
"Hari ini aku memiliki banyak pasien dan ada beberapa hal yang harus kukerjakan."
Keheningan kembali melanda mereka setelah Yoona menyelesaikan kalimatnya. Entah mengapa kali ini Lee Donghae terlihat lebih diam dibandingkan hari-hari sebelumnya atau siang tadi saat pria itu datang untuk mengantarkan makan siang.
"Emm, apa kau ingin pulang bersamaku? Mobilku terparkir di sana, jadi kau tidak perlu berjalan terlalu jauh."
Yoona mengikuti arah telunjuk Donghae yang sedang menunjuk pada sebuah mobil SUV putih yang tampak terpakir sempurna di depannya. Wanita itu kemudian berpikir jika sekarang Donghae telah benar-benar berubah. Dulu pria itu tidak pernah memiliki mobil semewah itu karena ia hanya mendapatkan mobil dari perusahaanya. Tapi kini pria itu sudah terlihat jauh lebih mapan dan sukses. Ternyata perceraian mereka membawa perubahan yang begitu besar pada diri seorang Lee Donghae.
"Jika kau tidak keberatan."
"Tentu saja, ayo aku akan mengantarkanmu pulang dengan aman."
Yoona mengikuti langkah lebar Donghae sambil menutup kepalanya dengan tas yang ia bawa. Donghe kemudian berbalik sebentar sambil menepuk jidatnya karena ia lupa membawa payung dan harus membuat Yoona sedikit basah karena air hujan.
"Tidak apa-apa. Hanya basah sedikit." Ucap Yoona menenangkan. Donghae cepat-cepat berlari ke arah mobilnya dan langsung membukakan kursi penumpang untuk Yoona, sedangkan ia sendiri sudah basah kuyup sejak tadi.
"Donghae op..pa, kau basah kuyup." Ucap Yoona canggung di depan Donghae. Donghae mengendikan bahunya ringan dan tampak tak peduli dengan kemejanya yang memang sudah basah kuyup.
"Tidak masalah, aku ini adalah pria. Tubuhku sudah pasti jauh lebih kuat daripada tubuhmu." Ucap Donghae sombong. Yoona mencibir pelan sikap Donghae yang sepertinya telah kembali seperti semula. Padahal sebelumnya pria itu tampak lebih kalem.
"Ck, dasar. Cepatlah masuk sebelum pakaianmu semakin basah."
"Siap nyonya."
Donghae berpura-pura melakukan hormat pada Yoona sebelum menutup pintu mobilnya keras dan berlari memutar menuju kursi kemudi.
"Im Yoona aku pasti akan mendapatkanmu kembali." Gumam Donghae senang sebelum ia membuka pintu kemudi mobilnya dan bersiap untuk mengantarkan Yoona ke apartemennya.
-00-
"Ini, cepat ganti bajumu sekarang."
Yoona melemparkan sebuah kemeja berwarna biru kotak-kotak ke arah Donghae. Dengan sigap Donghae langsung menangkapnya sambil tersenyum-senyum aneh pada Yoona.
"Apa?"
"Kau masih menyimpannya?" Tanya Donghae takjub dengan kemeja biru yang berada di tangannya. Yoona memutar bola matanya malas dan segera masuk ke dapur untuk membuatkan minuman hangat untuk Donghae.
"Saat itu kau pergi begitu saja tanpa mengambil barang-barangmu. Tapi sebenarnya aku telah memberikan sebagian barang-barangmu pada petugas pindahan rumah. Tapi karena beberapa bajumu adalah pemberian dariku, dan aku membelinya dengan uangku, maka aku memutuskan untuk membawanya karena baju-baju mahal itu terlalu sayang untuk diberikan pada petugas pindahan rumah." Jawab Yoona sakarstik. Lee Donghae berjalan masuk ke dalam dapur sambil menciumi bajunya berkali-kali. Entah apa yang dipikirkan pria aneh itu sekarang, yang jelas ia terlihat semakin aneh dengan tingkahnya yang menjemukan untuk Yoona.
"Kenapa kau masih di sini, cepat ganti bajumu."
"Oh Yoong, terimakasih.. Kau masih menyelamatkan salah satu kemeja favoritku, dan terimakasih juga karena dulu kau memberikannya disaat ulangtahunku yang ke dua puluh sembilan."
"Huh, itu tidak masalah. Ya ampun, kau mengotori lantai apartemenku dengan pakaianmu yang basah. Lee Donghae, sebaiknya kau cepat mengganti pakaianmu sekarang." Ucap Yoona sedikit kesal sambil mengelap lantai apartemennya yang kini mulai digenangi air karena ulah Donghae. Donghae meringis kecil pada Yoona dan hendak berjalan menuju kamar mandi, namun lagi-lagi pria itu kembali pada Yoona sambil menanyakan dimana celananya.
"Kau tidak memberiku celana?"
"Ck, aku akan mengambilkannya setelah ini. Lebih baik kau segera mengganti pakaianmu dengan pakaian yang kering agar kau tidak kedinginan dan sakit."
"Kau akan masuk ke dalam kamar mandi?"
"Please, jangan memulainya lagi." Geram Yoona kesal. Namun sepertinya Lee Donghae ingin sedikit bermain-main dengan kemarahan Yoona yang membara. Pria itu dengan wajah bodoh mulai mempermainkan Yoona lagi dengan kata-katanya yang menyebalkan.
"Tapi kupikir kau bisa masuk, bukannya kau sudah pernah melihatnya, dan..."
"BERISIK! CEPAT MASUK DAN JANGAN BANYAK BICARA LAGI!" Teriak Yoona menggelegar sambil mendorong tubuh Donghae untuk masuk ke dalam kamar mandi. Sementara itu, Lee Donghae sedang tertawa terbahak-bahak di dalam kamar mandi, menertawakan reaksi Yoona yang menurutnya lucu.
"Arghh, dasar pria sialan! Apa-apaan itu, dia dengan terang-terangan menggodaku dan mengingatkanku pada masa lalu yang sudah susah payah kukubur rapat-rapat. Aishh, dasar menyebalkan!"
Yoona terus menggerutu di dalam kamarnya sambil mencari-cari celana panjang Donghae yang dulu pernah ia bawa dari rumah mereka yang lama. Sebagai seorang wanita saat itu ia tetap memikirkan nilai ekonomis barang-barang milik Donghae yang ia tinggalkan, sehingga ia memutuskan untuk membawanya. Lagipula saat itu ia berpikir akan segera bertemu dengan Donghae, sehingga ia bisa memberikan semua barang-barang itu pada mantan suaminya. Tapi ternyata sang mantan tak kunjung muncul juga hinga berbulan-bulan lamanya, membuatnya kemudian lupa akan baju-baju milik Donghae yang telah ia selamatkan dari rumah mereka yang dulu.
"Yoong, mana celanaku?"
Yoona mendengar suara teriakan Donghae yang cukup nyaring dari arah kamar mandi. Dengan malas ia mulai membereskan lemarinya dan segera menarik salah satu celananya yang sekiranya cocok untuk Donghae.
Tok tok tok
Yoona mengetuk tiga kali pintu kamar mandi dan menunggu Donghae membukakan pintu untuknya.
"Ini celanamu, lain kali tidak perlu berteriak karena aku sudah mendengarnya." Peringat Yoona galak. Lee Donghae hanya tersenyum tanpa dosa menanggapi peringatan dari Yoona sambil membawa masuk celana panjangnya ke dalam kamar mandi.
"Sekali lagi terimakasih karena kau sudah membawanya ikut serta bersamamu." Teriak Donghae dari dalam kamar mandi seperti orang bar-bar. Yoona menatap pintu kamar mandi yang ditempati Donghae sekilas sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
-00-
Yoona terlihat sibuk menata beberapa piring di atas meja. Di luar hujan masih turun dengan deras dan terlihat semakin menakutkan dengan suara petir yang bergemuruh serta hembusan angin yang begitu kencang menerbangkan daun-daun dan juga ranting-ranting ke udara. Sementara itu, Donghae sedang duduk manis di atas kursi dapur sambil membuka beberapa email yang masuk ke dalam ponselnya. Malam ini Yoona sengaja memintanya untuk tinggal sebentar dan makan malam karena ia merasa berhutang budi pada Donghae. Andai saja Donghae tidak datang, ia mungkin akan tetap terjebak di emperan toko itu hingga larut malam seperti ini.
"Makanlah, dan simpan ponselmu hingga kau selesai makan." Ucap Yoona galak. Lee Donghae melirik sekilas wajah Yoona sambil memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. Mata sendunya yang beberapa saat lalu sempat mengantuk, kini langsung terbuka sempurna ketika ia melihat beberapa hidangan yang disajikan Yoona di depannya.
"Kau memasak semua ini? Hmm, kelihatannya enak." Ucap Donghae dengan wajah yang sudah tidak sabar untuk melahap seluruh makanan itu. Yoona mengangsurkan sebuah sumpit dan juga sendok untuk memakan sup tofu yang dibuatnya. Dan setelah semua hidangan telah ia tata di atas meja, Yoona mulai mengambil tempat di depan Donghae sambil bersiap untuk memakan hasil masakannya.
"Apa aku boleh memakannya sekarang?"
"Tentu saja, memangnya aku pernah melarangmu untuk makan?" Tanya Yoona sedikit ketus. Merasa mendapatkan ijin, Donghae langsung mencicipi sup tofu buatan Yoona dengan lahap. Dan ketika kuah sup itu telah berada di dalam mulut Donghae, Yoona tampak menunggu reaksinya dengan perasaan berdebar-debar. Meskipun ia yakin jika masakan buatannya akan enak, tapi entah mengapa ketika melihat Donghae akan memakan masakan buatannya, ia merasa gugup.
"Hmm, ini enak. Sungguh ini enak. Aku merasa seperti kembali ke masa lalu." Ucap Donghae ringan. Yoona memilih untuk berkonsentrasi pada makanannya dan mengabaikan Donghae. Ia yakin saat ini Lee Donghae sedang memancingnya untuk kembali mengingat masa lalu mereka yang telah lama ia lupakan. Keheningan tiba-tiba menyelimuti mereka dan suasana diantara mereka hanya diisi dengan bunyi dentingan sendok dan sumpit. Kali ini Donghae juga memilih untuk diam karena ia melihat Yoona sedang tidak ingin membahas masa lalu mereka yang memang sedikit berkonflik. Namun sejujurnya ia sangat ingin membahas sedikit masa lalu mereka karena ia memiliki beberapa hal yang harus ia luruskan dan harus ia ketahui. Tapi, apakah Yoona akan siap untuk membahasnya?
"Yoona.... Eeee..."
Yoona mendongakan wajahnya sambil menatap Donghae penuh tanda tanya. Sedangkan lelaki yang sejak tadi menjadi objek pandangan Yoona hanya mampu tersenyum aneh dengan kalimatnya yang menggantung di udara.
"Ada apa? Jika kau memang tidak memiliki suatu topik yang perlu dibahas, maka kau tidak perlu mengeluarkan suara."
Donghae meringis kecil dengan kebodohannya dan kembali melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda. Ia pikir menaklukan Yoona sekarang benar-benar sulit. Padahal ia dulu merasa mudah saat akan meminta Yoona untuk menjadi kekasihnya dan juga isterinya.
"Yoona... boleh aku menanyakan sesuatu padamu?"
Yoona menatap Donghae dalam diam dan setelahnya ia mengangguk, mengizinkan Donghae untuk menanyakan apapun padanya. Donghae yang melihat Yoona telah memberikan persetujuan, langsung bersorak riang dalam hati karena akhirnya ia dapat menanyakan satu pertanyaan yang sejak dulu selalu mengganjal di benaknya.
"Kau yakin?"
Lee Donghae berusaha meyakinkan Yoona lagi sebelum wanita itu akan mendengar pertanyaan darinya. Meskipun pertanyaan yang akan ia lontarkan tidak akan semengerikan soal matematika atau fisika, tapi ia tidak yakin jika Yoona akan beranggapan demikian, karena pertanyaan ini berhubungan dengan..... sesuatu yang berharga dalam hidup mereka dulu.
"Apa? Apa yang ingin kau tanyakan dariku?"
"Begini, sebenarnya ini mengenai masa lalu kita yang.... kuakui tidak menyenangkan. Tapi sejak dulu aku sangat ingin menanyakan hal ini padamu, berbulan-bulan aku hidup jauh darimu dan aku selalu terbayang-bayang tentang dia. Jadi sebenarnya berapa bulan usia kandunganmu saat kau keguguran?"
Yoona tiba-tiba merasa menyesal dengan keputusannya untuk menjawab pertanyaan dari pria menyebalkan yang ada di depannya itu. Tapi sayangnya ia telah berjanji dan tidak mungkin akan mengingkarinya. Jadi.... sekarang ia benar-benar tidak memiliki pilihan lain selain menjawabnya.
"Empat bulan." Jawab Yoona singkat tanpa memandang wajah Donghae. Donghae yang melihat Yoona yang tampak terganggu dengan pertanyaannya, langsung menghentikan kegiatan makannya sambil mencoba menenagkan Yoona dengan menyentuh tangan wanita itu. Namun dengan kasar Yoona langsung menepisnya dan menyembunyikan tangannya yang bebas di bawah meja.
"Maaf, aku tidak bermaksud membuka luka lama. Hanya saja aku terus memikirkannya selama ini dan aku merasa menjadi seorang calon ayah yang paling buruk. Betapa ia pasti sangat membenciku karena saat itu aku menelantarkan ibunya dan juga dirinya. Yoong, aku tahu jika seribu maafpun tidak akan pernah cukup untuk menebus semua kesalahanku di masa lalu, tapi tolong ijinkan aku untuk memperbaiki semuanya. Tolong berikan aku kesempatan untuk menunjukan padamu jika aku benar-benar menyesal dengan semua hal yang telah kulakukan di masa lalu. Aku masih mencintaimu Yoong, aku tidak bisa mencari wanita lain di luar sana untuk menggantikan posisimu, karena selamanya kau adalah isteriku dan ibu dari anak-anakku."
Takkk!
Yoona membanting sumpitnya ke atas meja dan menatap Donghae dengan tajam. Sebulir air mata tampak meluruh turun dari mata beningnya yang rapuh. Terlihat jelas bahwa selama ini Yoona telah menahan kesakitan yang cukup banyak di dalam hatinya. Meskipun ia sudah berusaha menutupinya dengan sikapnya yang cuek dan terlihat galak, tapi sebenarnya ia rapuh. Ia menyembunyikan banyak kesedihan di dalam dirinya yang tidak bisa ia bagi dengan orang lain.
"Selamanya? Kau pikir aku akan semudah itu kembali kepadamu setelah apa yang kau lakukan padaku dulu? Kau membuangku Lee, dulu kau mengabaikanku dan lebih mementingkan karirmu agar kau dapat membuktikan pada paman dan bibiku jika kau adalah pria mapan yang sukses. Kenapa, kau terkejut? Kau terkejut karena aku mengetahui semua hal yang selama ini kau sembunyikan dariku? Sejak awal paman dan bibiku sudah mengatakannya padaku, mereka hanya ingin mengujimu sebelum kau diberikan separuh aset milik keluargaku untuk kau kelola, tapi kau justru bersikap tidak sesuai dengan harapan kami. Asal kau tahu, paman dan bibiku tidak pernah mempermasalahkan statusmu yang berasal dari keluarga sederhana atau pekerjaanmu yang hanya seorang staff. Yang mereka cari adalah pria baik yang perhatian dan juga bertanggungjawab pada keponakannya, tapi hanya karena ejekan dari mereka sedikit saja kau langsung berubah menjadi pria asing yang sama sekali tak kukenal. Aku stress dan keguguran karena terus memikirkanmu sepanjang hari. Aku memikirkanmu yang terlalu haus akan materi dan kehormatan. Memangnya apa gunanya kehormatan jika kau tidak bahagia? Apa kau bahagia dengan semua ini? Jawab aku Lee Donghae! Jawab!"
Yoona terengah-engah di sela-sela tangisannya yang memilukan. Sementara itu Lee Donghae sedang berusaha mengontrol emosinya setelah ia mendengar semua hal yang selama ini tak diketahuinya. Andai saja ia dulu tidak terlalu termakan oleh omongan paman dan bibi Yoona, mungkin ia akan hidup bahagia bersama Yoona dan calon anaknya. Tapi menurutnya semua ini tetap buah dari kesalahan Paman dan bibi Yoona karena mereka memiliki pikiran yang begitu kolot hanya untuk membuktikan jika ia pria yang baik dan juga bertanggungjawab.
"Aku memang tidak bahagia setelah aku mendapatkan semua materi dan kehormatan ini, tapi kau tidak bisa menyalahkanku begitu saja atas semua hal yang terjadi di masa lalu, sedikit banyak paman dan bibimu juga turut andil dalam kehancuran rumah tangga kita. Seandainya mereka tidak memancing kesabaranku dengan kata-kata menyakitkan mereka, aku tidak akan mungkin bersikap seperti itu. Coba kau bayangkan bagaimana sakitnya hatiku saat mereka dengan seenaknya menginjak-injak harga diriku. Kau pikir aku adalah pria lemah yang akan dengan pasrah membiarkan orang lain menginjak-injak harga diriku? Jika aku memiliki kesempatan untuk menyelamatkan harga diriku, aku pasti akan maju untuk menyelamatkannya."
"Kau memang pria egois. Disaat semua bukti kesalahanmu telah terpampang di depan mata, kau masih ingin mengelak dan justru menyalahkan orang lain? Kau picik Lee, kau pria jahat dan pria paling egois yang pernah kukenal." Ucap Yoona penuh emosi sambil bangkit berdiri meninggalkan Donghae dengan emosinya yang meluap-luap.
Brakk
Suara pintu yang dibanting keras, terdengar tak lama setelah Yoona memutuskan untuk keluar dari ruangan makan. Sedangkan Donghae yang masih tersisa di sana tampak begitu kacau dan ingin menumpahkan seluruh kemarahannya dengan memukul meja yang ada di depannya. Tapi untung saja ia masih memiliki akal sehat yang bersarang di kepalanya, sehingga ia langsung memutuskan untuk pergi setelah ia berteriak dengan nyaring di depan kamar wanita itu.
"Sampai kapanpun aku tidak akan menyerah untuk mendapatkanmu kembali. Meskipun aku harus bermain kotor, aku tidak peduli!"
-00-
Dua hari kemudian setelah insiden kemarahan yang terjadi di apartemen Yoona, Donghae sama sekali tidak pernah datang untuk menemui Yoona atau sekedar mengganggu Yoona seperti dulu. Kini hidup Yoona menjadi sedikit lebih tenang dan ia dapat mulai melupakan kehadiran sang mantan suami yang selama inu selalu mengganggu hidupnya. Tapi tidak bisa dipungkiri, Yoona sedikit mengkhawatirkan pria itu. Ia merasa dirinya juga salah karena turut menyalahkan Donghae yang ingin membela harga dirinya dan menyelamatkan kehormatannya. Yah.. jadi sedikit banyak sekarang ia merasa turut andil dalam perceraian mereka dulu.
"Yoong, apa kau baik-baik saja? Kau memintaku untuk bertemu di sini, dan sekarang kau justru melamun seperti mayat hidup, ada apa denganmu?"
Yoona mendongakan wajahnya dan tersenyum kecil pada pria yang saat ini sedang menatapnya dengan prihatin.
"Hyukjae oppa, bagaimana kabarmu?" Tanya Yoona berbasa-basi. Hyukjae mencibir sikap Yoona yang tiba-tiba menyapanya dengan mimik wajah yang ia buat-buat.
"Ck, wajahmu tidak bisa berbohong Yoong, kau sedang memiliki masalah dengan si bodoh itu bukan?" Ucap Hyukjae mencibir. Yoona terkekeh pelan dengan rekasi Hyukjae yang tepat sasaran. Dua hari ini ia memang merasa bersalah dengan Donghae, namun ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk meredakan perasaan tidak enak itu, sehingga pada akhirnya ia memutuskan untuk menemui Hyukjae. Lagipula sejak dulu Hyukjae adalah satu-satunya sahabat dekat Donghae dan juga satu-satunya oppa yang ia percaya untuk mengetahui rahasianya.
"Hmm, kau memang oppa yang sangat peka. Sebenarnya akhir-akhir ini aku jarang melihatnya. Padahal biasanya.... oppa tahu sendiri kan bagaimana sikapnya yang berisik dan suka mengacau itu. Tapi entah mengapa dua hari ini ia tiba-tiba menghilang dan tidak pernah memunculkan batang hidungnya. Sebenarnya aku sangat senang karena tidak ada lagi pria gila yang mengacaukan hidupku, hanya saja ini bertepatan dengan pertengkaran kami dua hari yang lalu. Aku takut... ia akan melakukan hal-hal bodoh karena pertengkaran kami kemarin."
"Kalian bertengkar? Kenapa aku tidak mengetahuinya? Sebenarnya aku juga sudah lama tidak melihatnya, hari ini ia juga tidak ke kantor. Memangnya apa yang menyebabkan kalian bertengkar? Kukira setelah kalian resmi bercerai kalian sudah tidak memiliki masalah yang perlu diributkan."
Yoona menghembuskan nafasnya pelan sambil memandang Hyukjae frustasi. Apa yang terjadi padanya dan juga Donghae dua hari yang lalu menurutnya adalah karena emosi sesaat. Ia pikir Donghae tidak akan memikirkannya dan kembali bersikap gila keesokan harinya, tapi nyatanya pria itu tidak pernah muncul sama sekali setelah pertengkaran mereka. Ia takut Donghae akan salah paham dan semakin berbuat gila. Apalagi sebelum pergi Donghae sempat berteriak keras di depan pintu kamarnya jika ia akan menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkannya, dan itu cukup membuatnya terganggu dengan kalimat janji yang penuh kesungguhan itu.
"Kami membahas mengenai masa lalu, dan saat aku mengeluarkan seluruh kemarahanku mengenai perbuatannya dan juga rencana yang dilakukan oleh paman, ia menjadi marah. Ia mengatakan padaku jika semua masalah yang terjadi pada kami adalah kesalahan dari paman dan bibiku. Sepertinya ia sangat terpukul dengan fakta baru yang selama ini tidak diketahuinya. Dan setelah kupikir-pikir, aku juga salah. Aku membiarkan Donghae berpikir jika paman dan bibiku adalah orang jahat dengan kesalahpahamannya. Menurutmu apakah tindakanku selama ini salah?" Tanya Yoona dengan wajah frustasi. Hyukjae tampak mengamati wajah Yoona lekat-lekat sambil memikirkan jawaban yang tepat untuk wanita yang sedang gundah itu. Dulu sebenarnya ia cukup terkejut dengan sikap Yoona yang langsung mengambil langkah perceraian setelah Donghae menghilang cukup lama di luar negeri. Lalu saat Donghae kembali, ia sempat memukul pria itu terkait dengan sikapnya yang tidak bertanggungjawab dan juga pengecut itu. Tapi Donghae tetap saja bersikap dingin padanya dan tidak ingin mengubah keputusanya. Saat itu sebenarnya Donghae juga sangat terpukul dengan berita kegugurannya Yoona, padahal sebelum-sebelumnya pria itu sangat bangga menceritakan padanya jika ia akan menjadi seorang ayah. Jadi dapat ia simpulkan jika apa yang mereka lakukan di masa lalu adalah sebuah emosi sesaat yang berujung pada masalah yang pelik ini. Meskipun mereka selama ini terlihat sudah melupakan semuanya, namun kenyataannya mereka masih berkubang di tempat yang sama sambil meratapi nasib mereka yang menyedihkan. Dan perihal sikap Yoona yang selama ini mencoba untuk mencari pria lain untuk menggantikan Donghae di sisinya, ia tidak tahu apakah itu murni perasaan cinta atau hanya bagian dari cara Yoona untuk mengubur cintanya yang begitu besar pada Donghae? Yang jelas selama ini ia selalu bersyukur karena Donghae selalu berhasil menggagalkan rencana pernikahan Yoona, karena jika Yoona sampai menikah, ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada rumah tangganya. Mungkin rumah tangganya akan berakhir sama dengan rumah tangganya terdahulu karena Yoona membangunnya dengan kepalsuan cinta yang sarat akan ambisi untuk segera membuang Donghae dari hati dan juga pikirannya.
"Jadi begitu. Kupikir Donghae tidak akan marah hingga berlarut-larut seperti ini, itu sama sekali bukan sifatnya. Ini, lebih baik kau datang ke apartemen Donghae dan pastikan sendiri bagaimana keadaan pria itu. Mungkin saja saat ini ia sedang sibuk atau semacamnya." Ucap Hyukjae sambil mengangsurkan secarik kertas yang berisi alamat Donghae. Yoona tampak ragu untuk mengambilnya hingga akhirnya Hyukjae sendiri yang menjejalkan kertas itu ke dalam tangannya.
"Ck, kalian ini memang aneh. Jelas-jelas kalian berdua masih saling mencintai, kenapa kau tak berdamai saja dengan masa lalumu dan biarkan Donghae membuktikan kata-katanya, bukankan hal itu akan jauh lebih baik daripada kalian menghabiskan waktu kalian untuk bertengkar dan berteriak-teriak tidak penting di depan umum. Sebagai sahabat aku cukup malu melihatnya."
"Enak saja oppa mengatakan hal itu padaku. Kehidupan rumah tangga itu tak semudah yang oppa bayangkan. Selain itu aku juga belum yakin dengan sikapnya saat ini. Mungkin saja ia akan mengulangi kesalahan yang sama setelah aku memberikannya kesempatan untuk kembali padaku. Lagipula saat ini aku sedang dekat dengan seorang pria." Ucap Yoona malu-malu. Lee Hyukjae melebarkan matanya tak percaya sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Lagi? Kukira kau akan menyerah setelah Donghae selalu menggagalkan pernikahanmu. Memangnya pria mana lagi yang saat ini dekat denganmu?"
"Namanya Hong Jonghyun, dia adalah dokter baru dari Busan. Sebenarnya kami belum memiliki hubungan yang terlalu jauh, hanya saja aku merasa nyaman saat berbicara dengannya. Selain itu ia juga sangat lembut pada wanita, dan kemarin malam ia rela menemaniku lembur di rumah sakit hingga pukul satu malam. Oppa, menurutmu apakah aku harus memberikan kesempatan pada Jonghyun?"
Hyukjae mengendikan bahunya tak mengerti sambil bersandar pada sandaran kursi dengan wajah acuh. Untuk yang satu ini sepertinya ia tidak mau lagi ikut campur dan ingin membiarkan Yoona melakukan sendiri sesuai kata hatinya.
"Itu terserah padamu, aku tidak ingin terlibat lagi dalam urusan percintaanmu yang rumit itu. Tapi jika Donghae tahu, mungkin hubunganmu dengan pria itu tidak akan bertahan lama."
"Kalau begitu jangan katakan apapun pada Donghae oppa, oppa jangan sekali-kali membantunya untuk melakukan hal-hal gila padaku. Karena kali ini aku ingin hidup tenang dengan keputusanku sendiri."
"Sudah kubilang itu terserah padamu. Kali ini aku tidak akan ikut campur dalam masalahmu atau Donghae. Sudah saatnya kalian menyelesaikan masalah ini tanpa melibatkanku." Ucap Hyukjae sambil mengangkat kedua tangannya di atas kepala, menandakan bahwa ia tidak akan ikut campur apapun terkait masalah dua manusia aneh itu.
"Jangan lupa untuk datang ke apartemen Donghae, pastikan jika ia baik-baik saja dan berbaikanlah dengannya. Jika kau memang tidak ingin kembali bersama Donghae, katakan sejujurnya padanya. Jangan biarkan ia terus menerus bersikap gila dengan ambisinya untuk mendapatkanmu. Terkadang aku juga merasa kasihan dengannya yang selalu bersikap baik-baik saja, meskipun aku tahu ia selama ini selalu menyembunyikan rasa sedihnya. Tapi akan jauh lebih baik jika kalian kembali bersama seperti dulu. Aku sendiri merasa kalian masih saling mencintai satu sama lain, hanya saja kau mungkin terlalu takut dengan kisah pahitmu di masa lalu, jadi kau selalu mengelak perasaanmu sendiri pada Donghae."
"Huh, kau seperti seorang pakar cinta. Padahal hingga setua ini kau belum mendapatkan pasangan." Cibir Yoona kejam. Hyukjae mendengus kesal pada Yoona kemudian ia terlihat bersiap-siap untuk pergi.
"Setelah ini aku pasti akan mendapatkan pasanganku sendiri. Oya, aku harus pergi sekarang, ada banyak pekerjaan yang menungguku di kantor. Sampai jumpa, semoga masalahmu dengan Donghae segera terselesaikan. Ah.. dan jangan sekali-kali melakukan tindakan gegabah dengan menerima perhatian dari pria tidak jelas yang sedang mendekatimu, mereka semua belum tentu lebih baik dari Donghae. Jadi saranku, lebih baik kau kembali pada Donghae."
"Yakk, saranmu itu juga tidak lebih baik dari pria-pria yang mendekatimu. Tapi, aku cukup menghargai saranmu oppa. Semoga kau segera mendapatkan wanita yang sesuai dengan sifatmu yang aneh ini." Canda Yoona sambil merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Hyukjae. Kedua manusia itu pun saling memeluk satu sama lain sebagai seorang adik dan kakak. Dan setelah itu Hyukjae benar-benar meninggalkannya sendiri dengan kebimbangan hatinya untuk datang ke apartemen Donghae.
-00-
Donghae membuka matanya perlahan sambil mengerang pelan. Dua hari ini ia terserang demam dan juga flu parah karena ia kehujanan saat mengantar Yoona pulang. Dengan langkah berat Donghae beranjak dari ranjangnya untuk mencuci muka di kamar mandi. Sudah dua hari ini ia hanya berbaring di atas ranjang karena kepalanya yang terasa berputar-putar. Meskipun rasanya ia malas, tapi ia merasa perlu mencuci mukanya agar setidaknya ia merasa lebih segar. Sungguh rasanya ia hanya ingin tidur, tidur dan tidur. Tapi jika ia terlalu lama sakit, semua pekerjaannya tidak akan selesai. Apalagi ia belum mengecek laporan keuangan bulan ini. Mengingat hal itu kepalanya justru semakin berputar hingga ia harus berpegangan pada pinggiran wastafel agar tubuhnya tidak limbung.
"Hah, ini sangat menyiksa." Desah Donghae lemah. Diputarnya keran air yang berada di depanya, dan tanpa pikir panjang ia langsung membasuh wajahnya dengan air dingin. Untuk sesaat Donghae terlihat menggigil karena dinginnya air yang mengalir di wajahnya. Tapi sedetik kemudian ia kembali memantapkan hatinya untuk membasuk wajahnya lagi. Setidaknya hari ini ia ingin mengerjakan sedikit tugas kantornya, sehingga ia harus lebih segar dari sebelumnya.
"Hoshh hosh hosh.... Ya Tuhan, ini sangat dingin. Andai saja aku memiliki seseorang yang akan merawatku saat aku sakit." Gumam Donghae menyedihkan. Ia kemudian meraih handuk yang berada di sebelahnya untuk mengeringkan wajahnya yang basah. Setelah itu ia langsung melangkah keluar dari kamar mandinya dengan keadaan yang tidak lebih baik dari sebelumnya. Ia kemudian memutuskan untuk berbaring sebentar sebelum mengerjakan tugas-tugasnya yang terbengkalai belakangan ini.
Ting tong
Baru saja ia akan menyelimuti tubuhnya dengan selimut, tiba-tiba suara bel pintu apartemennya berbunyi nyaring dan mengangganggu pendengarannya. Dengan enggan Donghae menyingkap selimut yang digunakannya dan segera melangkah keluar untuk membukakan sang tamu. Namun dalam hati Donghae sungguh meruntuki tamunya yang menyebalkan itu. Bahkan ia bertekad akan langsung mengusir tamunya itu jika sekiranya mereka hanya ingin mengganggunya.
Cklek
Donghae membuka pintu apartemennya lebar-lebar sambil mengernyitkan dahinya bingung.
"Ada perlu apa?"
"Maaf tuan, kami hanya ingin mengantarkan bukti pembayaran listrik pada tuan." Ucap petugas apartemen itu sopan. Donghae menggangguk pelan dan segera mengambil kertas kuning itu dari tangan sang petugas apartemen. Dan setelah itu ia langsung menutup pintu apartemennya tanpa mengatakan sepatah kata apapun.
"Arghh.. benar-benar mengganggu." Erang Donghae sambil memegang kepalanya yang semakin berputar. Namun ketika ia akan memasuki kamarnya, tiba-tiba bel apartemennya berbunyi nyaring, membuat Donghae mengeluh kesal sambil berjalan gontai menuju pintu depan.
"Ada apa lagi? Apa masih ada kuitansi lain yang perlu kau antar?" Teriak Donghae gusar. Namun sedetik kemudian pria itu langsung menutup bibirnya rapat-rapat sambil menatap tak percaya pada tamunya.
"Ada apa denganmu? Aku datang ke sini bukan untuk mengantar kuitansi apapun." Jawab Yoona galak. Donghae yang masih tidak percaya dengan kehadiran Yoona hanya mampu terpaku di tempat sambil mengucek-ucek matanya tidak yakin.
"Yyyona, apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja, tapi sepertinya kau sedang tidak baik-baik saja."
Tiba-tiba Yoona mengulurkan tangannya untuk menyentuh kening Donghae yang panas. Dan ketika ia merasakan suhu tubuh Donghe yang sangat tinggi, Yoona langsung mendorong Donghae untuk masuk dan menutup pintu apartemen Donghae rapat-rapat.
"Kau harus segera minum obat dan beristirahat. Apa kau sudah makan?"
Donghae menggeleng pelan seperti seorang anak umur lima tahun dengan wajah polos. Yoona menghembuskan nafas kasar dan segera mendorong Donghae untuk berbaring di kamarnya.
"Selagi aku menyiapkan makanan untukmu, kau berbaringlah terlebihdahulu. Aku akan membangunkanmu jika masakanku sudah matang."
Dengan patuh Donghe langsung berbaring di atas ranjangnya sambil menaikan selimut tinggi-tinggi hingga sebatas dada. Yoona yang melihat hal itu tampak tersenyum puas sambil memuji Donghae yang hari ini terlihat lebih penurut.
"Nah, jadilah anak baik untuk hari ini agar sakitmu segera sembuh. Beristirahatlah op..pa."
Dan setelah itu Donghae langsung memejamkan matanya dengan senyum manis yang terkembang di wajahnya. Ia yakin, siang ini tidurnya pasti akan sangat nyenyak.
-00-
Yoona memandangi foto-foto yang dipajang Donghae di dalam kamarnya dengan sedih. Ternyata meskipun sudah lama mereka bercerai, Donghae masih saja menyimpan foto kenangan milik mereka. Yoona menatap sendu pada Donghae yang sedang tertidur pulas di atas ranjang. Ia kemudian berjalan menuju ranjang bersar yang ditempati Donghae sambil mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala pria itu.
"Kenapa kau tidak mencari wanita lain? Kenapa kau masih mengharapkanku? Oppa, aku bukan wanita yang baik untukmu, aku bukan wanita yang sempurna. Meskipun kita sudah bercerai, tapi aku memang tidak bisa melupakanmu. Ada sesuatu dalam dirimu yang tidak bisa kutemukan pada pria lain. Oppa, maafkan aku."
Yoona mencondongkan tubuhnya dan mencium kening Donghae lama dan lembut. Setetes air mata tanpa sadar jatuh di atas kelopak mata Donghae. Sembari memejamkan mata, Yoona berdoa dalam hati agar Donghae segera mendapatkan seorang wanita yang cocok untuknya. Ia tidak mau menjadi bayang-bayang Donghae dan membuat pria itu membuang-buang waktu hanya untuk wanita sepertinya.
"Cepatlah sembuh oppa, aku sudah menyiapkan obat dan makan siangmu di meja makan." Bisik Yoona lembut sebelum ia bangkit dari ranjang dan meninggalkan Donghae sendiri untuk beristirahat.
Setelah Yoona menutup pintu kamarnya, Donghae langsung membuka matanya sambil menatap nyalang pada langit-langit kamarnya. Sebelah tangannya terangkat untuk mengusap kelopak matanya yang basah karena air mata Yoona. Tak menyangka jika sebenarnya Yoona juga masih memiliki perasaan untuknya, tapi sayangnya wanita itu terlalu naif untuk menerimanya. Sekarang ia merasa yakin jika tindakannya selama ini benar, ia harus segera membawa Yoona kembali ke dalam pelukannya sebelum wanita itu semakin bertindak bodoh dengan ambisinya untuk melupakannya.
-00-
"Hei, apa kau menungguku cukup lama?"
"Dokter Im, oh tidak. Aku baru saja datang. Jadi kau menerima tawaranku untuk makan siang bersama?"
"Kupikir tidak ada salahnya menerima niatan baik dari seorang dokter tampan sepertimu, jadi sampai kapan kau akan berdiri di sana dokter Hong?" Tanya Yoona sambil mengerling nakal pada Jonghyun. Pria itu terkekeh pelan dan langsung menarik tangan Yoona menuju pintu mobilnya.
"Baiklah, jadi apa yang ingin kau makan hari ini?" Tanya Jonghyun dari balik setir kemudinya. Yoona tampak berpikir sejenak sambil menimbang-nimbang makanan apa yang hari ini ingin ia makan. Sejujurnya ia masih sedikit kenyang karena ia baru saja memasakan makanan untuk Donghae, dan itu berarti ia sudah terlalu banyak mencicipi masakan buatannya.
"Apa saja, kurasa aku bukan wanita yang suka memilih-milih makanan." Jawab Yoona sambil mengendikan bahu ringan. Jonghyun tersenyum riang sambil menolehkan wajahnya sekilas.
"Dokter Im, apa temanmu sudah benar-benar sembuh? Maksudmu kau mengatakan padaku jika beberapa saat yang lalu kau sedang merawat temanmu yang sakit, lalu sedetik kemudian kau berubah pikiran dengan menerima ajakan makan siangku, apa temanmu tidak apa-apa?"
"Oh.. dia baik-baik saja. Dia hanya terserang demam biasa, aku sudah memberikan obat dan juga memasakannya makan siang, jadi ia akan baik-baik saja." Jawab Yoona sedikit kikuk. Jonghyun mengangguk-anggukan kepalanya mengerti dan hanya tersenyum sekilas pada Yoona.
Setelah itu tidak ada percakapan lagi diantara mereka. Yoona lebih memilih untuk melihat kepadatan kota Seoul di siang hari yang panas. Di dalam kepalanya saat ini terus menerus muncul wajah Donghae yang sedang menatapnya dengan tatapan sendu. Tapi ia tidak bisa membiarkan perasaan itu menang. Ia harus melawannya dan mencoba membuka hatinya lagi untuk pria lain, meskipun ia tidak tahu apakah Donghae akan membiarkannya bersama dengan pria lain atau ia akan bersikap seperti biasanya dan mengacaukan kebahagiaannya.
Kuharap aku bisa segera melupakanmu oppa....
-00-
Blarr!!
Yoona menutup telinganya rapat-rapat sambil memandang lelah pada pemandangan jalanan Seoul yang tampak mengerikan. Hari ini ia dan Jonghyun menghabiskan waktu dengan berkaraoke dan makan siang bersama di salah satu restoran Prancis kesukaan Jonghyun. Meskipun hari ini Yoona cukup senang menghabiskan waktu bersama Jonghyun, namun hujan yang turun di luar sana kembali mengingatkannya pada Donghae yang sedang terbaring lemah di dalam apartemenya yang dingin.
"Yoona, apa kau lelah? Maaf, aku sudah mengajakmu pergi terlalu lama."
"Apa? Sama sekali tidak, aku justru sangat berterimakasih padamu karena kau hari ini mengajakku untuk pergi bersenang-senang. Terimakasih banyak Jonghyun." Ucap Yoona tulus. Jonghyun membalas senyuman Yoona dan tersenyum lembut ke arah Yoona.
"Sama-sama dokter Im, lain kali kita harus pergi ke tempat yang lebih menyenangkan lagi karena aku memiliki sebuah villa di daerah jeju, mungkin kapan-kapan kau ingin pergi ke sana."
"Benarkah? Tentu saja aku mau, kau harus mengajakku ke sana lain kali." Ucap Yoona antusias.
Jonghyun membelokan mobilnya ke dalam apartemen Yoona dan menghentikannya tepat di depan pintu masuk apartemen Yoona yang beratap.
"Kau sengaja menurunkanku di sini?" Tanya Yoona terkekeh. Padahal menurutnya tak masalah jika ia harus sedikit kehujanan karena ia memang sedang ingin merasakan guyuran hujan di luar sana.
"Aku tidak ingin kau kehujanan dokter Im."
"Baiklah, terimakasih dokter Hong. Selamat malam."
Yoona berbalik dan hendak membuka pintu yang berada di sebelahnya, tapi tiba-tiba Jonghyun menahan lengannya dan membuat Yoona harus berbalik dan berhadapan dengan dokter muda itu lagi.
"Ada apa?"
"Kau lupa melepas sabuk pengamanmu."
"Oh Ya Tuhan, aku memang bodoh. Maafkan aku dokter Hong, mungkin aku terlalu lelah dan tidak berkonsentrasi."
Jonghyun mencondongkan tubuhnya dan menahan tangan Yoona yang hendak membuka sabuk pengamannya. Pria itu tersenyum lembut pada Yoona dan meminta ijin pada Yoona untuk melepaskan sabuk pengaman yang melilit pinggang Yoona.
"Biar aku saja dokter Im."
Yoona menahan nafasnya sambil menatap tidak nyaman pada wajah Jonghyun yang berada sangat dekat dengan wajahnya. Dapat ia dengar suara detak jantungnya berdegup sangat kencang. Yoona kemudian mensugesti dirinya sendiri agar tidak terlalu gugup, karena Jonghyun mungkin dapat mendengar suara detak jantungnya yang berisik itu.
"Aku sudah melepaskannya dokter Im, kau bisa turun sekarag." Bisik Jonghyun tepat di depan wajah Yoona. Yoona menatap wajah Jongyun dengan gugup sambil berdeham pelan untuk menyadarkan Jonghyun jika pria itu masih berada di depannya dan menghalangi tubuhnya untuk turun.
"Ehem, kau menghalangiku untuk turun.." Ucap Yoona gugup. Jonghyun tersenyum kecil pada Yoona dan langsung menyingkirkan tubuhnya tanpa kata.
"Sampai jumpa."
Yoona cepat-cepat membuka pintu mobil milik Jonghyun setelah pria itu menyingkirkan wajahnya. Tapi belum sempat ia melangkah turun, Jonghyun sudah terlebihdahulu menarik tangannya dan langsung menciumnya tepat di pipi kanannya.
"Selamat malam dokter Im." Ucap Jonghyun ringan. Yoona langsung terpaku di tempat dan tampak tak bisa berkata-kata. Baru kali ini ia mendapatkan ciuman dari seorang pria yang baru dikenalnya, biasanya ia sangat protektif pada dirinya sendiri dan tidak mengijinkan pria manapun menyentuhnya sebelum mereka benar-benar menjadi suaminya.
"Sse selamat malam dokter Hong." Ucap Yoona terbata-bata setelah ia sudah benar-benar turun dari mobil merah milik Jonghyun.
Sepeninggal Jonghyun, Yoona segera masuk ke dalam apartementnya dan memilih untuk tidak terlalu ambil pusing dengan ciuman Jonghyun. Ia terus mengatakan pada dirinya sendiri jika Jonghyun adalah pria yang baik, sehingga ia yakin jika Jonghyun tidak akan memiliki pikiran yang macam-macam terkait kelancangan pria itu saat mencium pipinya.
Yoona langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofanya yang nyaman sambil memejamkan kedua matanya yang lelah. Bayang-bayang Donghae yang hari ini telah ia lupakan tiba-tiba kembali muncul dan menari-nari di dalam kepalanya, membuatnya merasa kesal dan juga jengah disaat yang bersamaan. Yooan kemudian memutuskan untuk berendam di dalam bathtube dengan lilim aromaterapi agar kepalanya yang tidak beres itu segera normal kembali setelah menghirup aroma menenagkan dari lilin cantik itu.
Ting tong
Belum sempat Yoona melangkah menuju kamar mandinya, suara bel apartemen yang nyaring sudah lebih dulu menginterupsinya. Dengan malas Yoona mulai berjalan menuju pintu depan untuk membukakan pintu dari sang tamu.
"Dokter Hong, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Yoona terkejut. Wanita itu tampak tidak menyangka jika Jonghyun akan naik menuju apartemennya.
"Tiba-tiba aku berpikir untuk berkunjung sebentar, bolehkah aku masuk ke dalam?"
"Oh tentu, masuklah."
Yoona memberikan Jonghyun jalan dan mempersilahkan pria itu untuk duduk di sofanya yang empuk. Yoona kemudian meminta ijin sebentar untuk mengambil minuman untuk Jonghyun, namun pria itu menolaknya dengan halus dan justru menarik tangan Yoona untuk duduk di sebelahnya.
"Tidak perlu dokter Im, aku tidak membutuhkan minuman, aku hanya..... membutuhkanmu."
Tiba-tiba Jonghyun langsung mendorong tubuh Yoona ke atas sofa dan mencoba untuk mencium Yoona. Sekuat tenaga Yoona melawan tubuh Jonghyun yang menekan tubuhnya agar ia bisa segera terbebas dari pria brengsek itu.
"Lepaskan! Apa yang kau lakukan Jonghyun!" Teriak Yoona meronta-ronta. Jonghyun tersenyum miring pada Yoona sambil mencekik leher Yoona agar Yoona tak banyak bergerak.
"Dokter Im, malam ini kau harus jadi milikku."
"Brengsek kau! Lepaskan aku! Jangan macam-macam padaku atau akau akan berteriak." Ancam Yoona dengan wajah garang. Keringat dingin tampak bercucuran di sekitar kening Yoona dan wajahnya kini sudah mulai berubah pucat. Tak dapat dipungkiri jika sebenarnya ia sedang ketakutan sekarang!
"Sssttt, jadilah gadis yang baik sayang.. Tapi, sepertinya kau bukan seorang gadis lagi, jadi seharusnya kau tidak perlu setakut ini padaku."
Jonghyun mulai memajukan wajahnya dan ia berhasil memberikan kiss mark di cerukan leher Yoona. Sekuat tenaga Yoona mendorong tubuh Jonghyun sambil menendang-nendang apapun yang ada di depannya, berharap tendangannya akan melukai Jonghyun, tapi yang ia dapatkan justru hanya udara kosong yang dingin.
"Ahh... lepaaskan!"
Yoona berteriak jijik ketika tangan Jonghyun mulai meraba wajahnya dan turun hingga bibirnya. Kedua mata pria itu terlihat berkabut dan sudah siap untuk melahap bibir merah Yoona yang menggoda.
"Sudah lama aku ingin mencicipi bibir merah ini, dokter Im bolehkah aku mencicipinya?"
Tanpa menunggu jawaban dari Yoona, Jonghyun langsung melumat bibir itu tanpa ampun sambil menahan tangan Yoona yang sejak tadi terus menerus memukul punggungnya.
"Mmpphh... le...phhh.. Jongmmphhhh."
Jonghyun terus membungkam bibir Yoona yang terus berteriak-teriak dengan berisik. Ia sangat tidak suka jika kegiatan intimnya harus diganggu dengan suara berisik yang memuakan itu.
Bughhh
Suara hantaman yang begitu keras menyadarkan Yoona dari ketakutannya yang sejak tadi terus melingkupinya. Dengan tubuh bergetar, Yoona berusaha bangkit dari sofanya yang nyaman untuk melihat apa yang sedang terjadi di sekitarnya.
"Siapa kau! Apa yang kau lakukan di apartemen kekasihku?" Teriak Jonghyun marah sambil menyeka tetesan darah yang mengalir di hidungnya. Donghae menatap sinis pada Jonghyun dan langsung menghantam pria itu lagi dengan tinjuannya yang keras. Hari ini ia sedang sangat marah dan ingin menyalurkan rasa marahnya dengan memukul orang-orang yang telah menyakiti Yoona, dan jika Jonghyun tidak segera pergi, maka ia bisa saja mati di tangan Donghae.
"Huh, kekasihmu? Yang benar saja, dasar brengsek!"
Bughh
Donghae kembali menghajar Jonghyun dan membuat pria itu pingsan seketika dengan pukulannya yang ia arahkan diperutnya. Cepat-cepat Donghae menghampiri Yoona yang sedang melamun di atas sofa dengan tubuh bergetar.
"Yoona... Yoona apa kau baik-baik saja? Yoona.. hei sadarlah, ini aku Lee Donghae. Yoona..."
Donghae mengguncang-guncangkan tubuh Yoona berkali-kali agar wanita itu segera tersadar dari lamunannya. Dan setelah cukup lama Donghae mengguncang bahu kecil itu, tiba-tiba Yoona mendapatkan kesadarannya kembali dan langusng memeluknya.
"Donghae.. Oppa.."
Yoona menangis tersedu-sedu di pundak Donghe sambil memeluk tubuh Donghe erat-erat. Kejadian malam ini telah menorehkan trauma yang cukup mendalam di ingatan Yoona, sehingga wanita itu sangat ketakutan dan enggan utnuk melepaskan pelukannya dari Donghae karena ia takut akan berhadapan lagi dengan Jonghyun.
"Ssshhhh.... tenanglah Yoong, pria itu tidak akan menyakitimu lagi, aku sudah menghajarnya hingga pingsan." Ucap Donghae menenangkan. Namun sepertinya jiwa Yoona masih terguncang sehingga ia langsung menolak permintaan Donghae untuk melepaskan pelukannya.
"Oppa... aku takut. Aku tidak mau berada di sini. Oppa aku takut.." Racau Yoona berkali-kali. Donghae mencoba untuk menenangkan Yoona sambil mengelus pelan puncak kepala mantan isterinya. Hari ini Donghae benar-benar merasa bersyukur karena ia tidak sengaja melihat Yoona sedang berjalan-jalan dengan Jonghyun saat ia hendak membeli vitamin di apotek terdekat. Karena merasa curiga dengan Jonghyun, akhirnya Donghae memutuskan untuk mengikuti Jonghyun. Dan ternyata dugaannya memang benar, Jonghyun hari ini ingin memperkosa dan menyakiti Yoona.
"Oppa bawa aku pergi, aku tidak mau di sini. Oppa aku mohon, bawa aku pergi..." Mohon Yoona dengan wajah menyedihkan yang dipenuhi air mata. Merasa tidak tega, akhirnya Donghae mengiyakan permintaan Yoona dan membawa pergi Yoona dari apartemennya.
"Ssshhh tenanglah, aku akan membawamu sejauh-jauhnya dari apartemenmu. Kau percaya padaku bukan?"
Yoona menganggukan kepalanya lemah sambil bersandar pada dada bidang Donghae yang nyaman. Dongae pun segera mengangkat Yoona untuk pergi dari apartementnya, sedangkan Jonghyun, mereka langsung meninggalkannya begitu saja di depan pintu masuk dengan darah yang mulai mengering dari lubang hidungnya.
-00-
Keesokan harinya Yoona tampak melamun di atas ranjang milik Donghae sambil menatap nanar pada pemandangan kota Seoul yang mendung. Sedangkan Donghae tampak begitu prihatin memperhatikan kondisi Yoona yang terlihat kacau. Perlahan-lahan Donghae mencoba untuk menyentuh pundak Yoona dan menyadarkan wanita itu dari lamunannya, namun yang terjadi setelahnya Yoona justru menangis tersedu-sedu dengan memilukan di pundak Donghae.
"Op..pa, aku tidak bisa menghilangkan bayangan pria brengsek itu dari kepalaku. Aku merasa masih mendengar suaranya yang menjijikan di dalam sana... Oppa... kumohon tolong aku." Isak Yoona lirih dengan air mata yang terus menganak sungai tanpa henti. Donghae mencoba menangkan Yoona dengan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Tapi ia merasa usahanya itu sia-sia saja karena isak tangis Yoona justru terdengar semakin keras.
"Yoona kumohon tenanglah, beritahu aku apa yang harus kulakukan agar kau tidak terus menerus seperti ini, aku sakit melihatmu yang seperti mayat hidup."
Yoona mendongakan wajahnya sambil menatap Donghae dalam. Dan tanpa diduga, Yoona langsung melumat bibir Donghae dan membuat Donghae terjatuh ke belakang.
"Aku tidak mau memiliki bekas pria brengsek itu di tubuhku, aku tidak mau! Oppa, kumohon bantu aku. Bantu aku membersihkan semua bekasnya di tubuhku, kumohon oppa... aku tidak mau mengingatnya lagi, aku tidak mau."
Donghae manatap wajah Yoona dalam, dan setelah itu ia langsung melumat bibir Yoona penuh nafsu. Sudah lama ia tidak merasakan sentuhan bibir Yoona di bibirnya. Dan saat Yoona menciumnya untuk pertama kali, ia merasa seperti disengat oleh aliran listrik berkekuatan tinggi. Ia ingin merasakan bibir itu lagi dan lagi.
"Mmphhh... Oppahhh maafkan aku."
Disela-sela ciumannya Yoona masih sempat menyelipkan permintaan maafnya pada Donghae, karena ia sudah pernah memaki-maki Donghae dan menyakiti pria itu, padahal Donghae selama ini sudah berusaha untuk memperbaiki semuanya. Dan sekarang saat ia sedang tertimpa sial, Donghae lah satu-satunya pria yang datang untuknya. Ia pikir apa yang dikatakan oleh Hyukjae memang benar, Donghae adalah satu-satunya pria yang tepat untuknya. Tidak ada pria lain yang mengerti dirinya melebihi sikap Donghae padanya selama ini. Tapi meskipun begitu ia masih merasa takut untuk melangkah kembali ke sana, ia takut memasuki kehidupan itu bersama Donghae. Setidaknya ia perlu waktu untuk menata hatinya dan menyiapkan segala hal untuk menghadapi kehidupan rumah tangganya lagi bersama Donghae.
"Yoona, apa kau...."
Belum sempat Donghae menyelesaikan kalimatnya, Yoona sudah terlebihdahulu menarik tengkuk Donghae dan menghisap bibir itu kuat-kuat. Suara decapan khas yang meramaikan medan pertempuran terdengar saling bersahut-sahutan satu sama lain. Sepertinya pagi ini Yoona sedang kehilangan kewarasannya dengan mengumpankan dirinya pada singa kelaparan yang sangat buas.
"Lakukan apapun untuk meluluhkanku, dan aku akan mempertimbangkan untuk kembali padamu." Ucap Yoona disela-sela kegiatan intim mereka. Lee Donghae tersenyum sinis pada Yoona sambil membelai bibir Yoona yang bengkak.
"Baiklah itu tidak masalah. Kau pasti akan luluh dengan kegilaanku." Ucap Donghae sungguh-sungguh sebelum tangan kekarnya menarik tubuh Yoona untuk meraup bibir merah seksi yang sejak tadi terus memanggilnya.
Hari ini Lee Donghae mungkin belum mendapatkan hati Yoona seutuhnya. Namun cepat atau lambat ia pasti akan mendapatkannya dengan semua kegilaan yang bersarang di dalam kepala cerdasnya.
Im Yoona kau pasti akan kembali padaku...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro