Behind The Mask 5
Di dalam mobil yang hening, suara hembusan mesin pendingin ruangan terdengar begitu berisik menemani suasana sunyi yang terjalin diantara Donghae dan Yoona. Sejak masuk ke dalam mobil, baik Yoona maupun Donghae, keduanya belum sedikitpun membuka bibir mereka untuk saling menyapa atau saling menanyakan kabar masing-masing. Keduanya memilih untuk membungkam bibir mereka rapat-rapat tanpa mau mengalah pada ego mereka yang tinggi. Meskipun ada banyak hal yang ingin diucapkan Yoona pada Donghae, namun wanita itu terlalu malas untuk memulai sebuah percakapan. Sekali-sekali ia ingin Donghae yang memulainya. Sekedar membukanya dengan pertanyaan apa kabar atau ucapan salam yang menunjukan jika pria itu peduli padanya. Namun hingga detik-detik berlalu menjadi menit, pria itu tak kunjung membuka bibirnya untuk memulai sebuah percakapan dengannya. Justru dirinya merasa kesal karena terlalu menanti sesuatu yang tidak akan mungkin dilakukan oleh Lee Donghae yang dingin.
"Kau tidak ingin menjelaskan apapun padaku?"
Yoona bertanya dengan nada sinis karena terlalu terbawa emosi dengan gejolak batinya. Hari ini banyak sekali kejutan yang diberikan pria itu padanya hingga ia merasa seperti wanaita bodoh karena tidak mengerti apa-apa ketika pria itu memanggilnya untuk naik ke atas panggung empat jam yang lalu. Namun pria di sebelahnya justru tidak menoleh sedikitpun kearahnya dan hanya menatap jalanan lenggang di depannya dengan penuh konsentrasi.
"Baiklah, bagaimana kabarmu?"
Akhirnya Yoona mengalah. Ia mencoba menanyakan kabar Donghae terlebihdahulu sebelum ia membombardir pria itu dengan pertanyaan-pertanyaan penting seputar rencana pernikahan mereka yang sangat mengejutkannya. Kali ini Donghae menoleh sekilas padanya dan menjawab pertanyaanya dengan jawaban singkat. Sangat singkat!
"Baik."
Yoona rasanya ingin mencubit pipi Donghae dan berteriak di depan wajah pria itu jika ia kesal. Ia sangat kesal pada pria yang selalu bersikap dingin padanya, sementara ia selalu tampak cerewet di depan pria itu. Memangnya apa salahnya menjawab pertanyaanya dengan jawaban yang panjang? Apa pria itu takut dituntut bayaran mahal untuk setiap kalimat yang keluar dari bibirnya?
"Lalu?"
Tidak ada jawaban apapun dari pria itu. Yang terdengar justru helaan napasnya sendiri karena terlalu jengah dengan keheningan yang terjadi diantara mereka.
"Jenderal Lee, bisa kau berikan jawaban yang jelas padaku? Apa kau baik-baik saja selama berada di Kazakistan? Kau terlihat lebih berotot sekarang, dan kau juga terlihat lebih dingin dari saat terakhir kali kita bertemu. Apa saja yang terjadi selama menjalankan tugas?" Tanya Yoona penuh penekanan dengan suara yang sengaja ia tekan seperti desisan ular. Jika ia tidak menekannya, mungkin yang keluar dari bibirnya adalah serentetan kalimat teriakan yang akan merusak pendengaran pria di sebelahnya. Sekarang ia benar-benar membutuhkan sesuatu untuk melampiaskan kemarahannya!
"Apa yang sebenarnya ingin kau tanyakan?"
Yoona rasanya ingin membenturkan kepalanya ke kaca mobil di sebelahnya sekarang karena terlalu kesalnya dengan sikap Donghae yang terlihat menggemaskan untuknya. Yahh.. menggemaskan untuk dicakar dan dipukul hingga pria itu babak belur dan menyerah di bawah kuasanya.
"Aku sedang menanyakan keadaanmu jenderal Lee. Aku merindukanmu. Aku menunggumu selama berbulan-bulan tanpa suatu kepastian kau akan kembali atau tidak, sedangkan tidak ada satupun yang mengetahui bagaimana keadaanmu. Apa kau tidak memiliki ponsel? Bahkan kau sama sekali tidak menghubungi ayah atau ibumu untuk sekedar memberitahu jika kau masih hidup di luar sana. Apa kau tidak pernah sekalipun berpikir jika aku mengkhawatirkanmu? Dan hari ini tiba-tiba kau muncul dengan sebuah kejutan yang luar biasa. Kau melamarku di depan seluruh tamu undangan ayahmu. Tapi aku tidak tahu apakah lamaran itu tulus atau hanya sekedar paksaan karena kau ingin menggantikan posisi Taecyeon untuk menikahiku. Aku tahu, kau pasti merasa terikat dengan janji yang dibuat oleh ayah dan ibumu pada mendiang ibuku. Tapi sejujurnya aku tidak ingin sebuah keterpaksaan. Jika kau memang tidak mencintaiku, tidak ingin menikahiku, dan hanya terpaksa melakukannya, maka batalkan saja. Aku tidak mau menyiksamu dengan cinta sepihak yang kumiliki."
Yoona mengakhiri serangkaian kalimat panjangnya dengan nafas memburu dan aura menggebu-gebu yang masih terlihat disekitar wajahnya. Sedari tadi ia sudah tidak tahan untuk mengeluarkan seluruh emosinya pada pria itu. Dan ketika mereka memiliki kesempatan untuk saling berbicara, pria itu justru diam. Benar-benar diam hingga membuatnya ingin mencekik pria itu.
Tiba-tiba Yoona merasa mobil yang ditumpanginya sedikit melambar. Pria itu menghentikan mobilnya di pinggir ruko-ruko yang sedang tutup lalu menciumnya. Pria itu benar-benar mencium tepat di bibirnya hingga ia hanya bisa mematung sambil membulatkan matanya lebar-lebar tanpa sempat membalas lumatan pria itu di bibirnya yang kini sudah terlepas.
"Aku akan menjelaskannya nanti di rumahku. Sekarang diamlah dan jangan menggangguku menyetir."
Yoona masih mematung di tempatnya setelah beberapa menit yang lalu pria itu menciumnya tanpa permisi. Ia tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Donghae padanya. Pria itu lagi-lagi mencuri ciuman darinya dan membuat jantungnya serasa ingin melompat keluar dadanya. Kini setelah sekian lama mereka menempuh perjalanan dari Blue House ia baru sadar jika mereka benar-benar tidak sedang menuju ke rumahnya, tapi menuju ke rumah pria itu karena mereka sekarang telah berada di jalan tol yang sepi yang mengarah ke luar Seoul. Tapi kemudian Yoona teringat pada ayahnya. Jika Donghae memang akan mengajaknya ke rumah pria itu, lalu bagaimana dengan ayahnya? Ayahnya pasti akan sangat khawatir karena ia tidak pulang malam ini.
"Ayahku... Bagaimana jika ayahku mencariku?"
Yoona memutuskan untuk bertanya pada Donghae. Meskpun pria itu telah melarangnya untuk berbicara, tapi mulutnya terasa gatal untuk bertanya pada pria itu. Ia tak bisa barang sedetikpun mengunci bibirnya rapat-rapat seperti apa yang pria itu lakukan. Ia sudah terbiasa menggunakan bibirnya untuk mengeluarkan berbagai pertanyaan yang mengganggu pikirannya.
"Ayahmu malam ini tidak akan pulang. Ada urusan dengan presiden yang harus diselesaikan ayahmu di Macau."
"Jadi kau menculikku selagi ayahku pergi?" Tanya Yoona dengan nada penuh tuduhan. Donghae mendecih kesal di sebelahnya lantas mengulurkan tangannya ke samping untuk memutar wajah Yoona agar menghadap ke depan.
"Perhatikan saja pemandangan di depan. Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu. Aku risih!"
"Kalau begitu jawab pertanyaanku."
Yoona menoleh lagi ke samping dan langsung dihalangi Donghae dengan tangannya. Pria itu rupanya tidak main-main dengan ucapannya mengenai tatapan Yoona yang membuatnya risih.
"Kali ini aku tidak akan menyakitimu lagi, jadi kau tidak perlu khawatir. Ayahmu tidak akan curiga jika kau tidak pulang malam ini karena kupastikan kondisimu besok akan tetap sama dengan kondisimu saat ini."
"Lalu bagaimana jika para maid mengadu pada ayahku jika aku tidak pulang?"
"Hyukjae sudah kusuruh untuk mengarang cerita pada maidmu."
"Tapi kenapa kita harus ke rumahmu? Bukankah lebih aman bila kita berbicara di rumahku?"
"Bisakah kau diam. Kau membuatku pusing dengan pertanyaanmu." Ucap Donghae kesal. Pria itu mulai tidak sabar dengan sikap cerewet Yoona yang menjengkelkan. Padahal sebentar lagi mereka akan menikah, lalu bagaimana dengan kehidupannya nanti? Mungkin ia akan sering-sering berada di luar rumah untuk menghindari kecerewetan Yoona dan baru benar-benar akan pulang ketika Yoona sudah tertidur pulas. Rasanya ia tidak akan sanggup menghadapi kecerewetan Yoona yang sangat mengerikan itu.
"Apa aku boleh melihat wajahmu sekarang?"
Yoona bertanya dengan bodohnya sambil mencuri-curi pandang kearah Donghae. Pria itu terlihat menggeram kesal sambil menginjak pedal gasnya kuat-kuat untuk menunjukan pada Yoona jika ia sedang kesal pada wanita itu. Tapi bukanya takut dengan aksi kebut-kebutan yang dilakukan Donghae, Yoona justru terlihat girang dan mulai memutar lagu rock yang cukup menghentak untuk melengkapi adrenalinnya yang sedang melonjak naik. Ia kemudian dengan gilanya mulai membuka atap mobil sport milik Donghae dan melompat naik ke atas kursinya untuk menikmati udara malam yang sangat dingin di luar sana.
"Apa yang kau lakukan, turun! Turun sekarang juga dari sana Im Yoona!"
Donghae mendesis penuh peringatan pada Yoona sambil menarik turun kaki Yoona dari kursi mobil mahalnya. Namun bukannya menuruti perintah pria itu, Yoona justru semakin mengeraskan suara musiknya agar ia tidak perlu mendengarkan suara Donghae yang berisik.
"Im Yoona, jika kau tidak turun sekarang juga aku akan menutup atap itu dan membuat kepalamu terjepit."
Donghae rupanya tidak main-main dengan ucapannya. Ia benar-benar menekan tombol close untuk menutup atap mobilnya dan membuat Yoona terkesiap kaget hingga ia langsung menundukan kepalanya karena ia hampir terjepit diantara atap mobil Donghae yang menutup.
"Apa kau gila? Kau ingin memutuskan leherku?" Marah Yoona sambil menghentak-hentakan kakinya kesal. Kini ia sudah kembali duduk di kursinya dan Donghae juga sudah mematikan musik rock berisik yang membuat gendang telinganya hampir pecah.
"Sekali lagi kau bersikap bar-bar seperti itu, bukan hanya lehermu yang akan putus, seluruh tangan dan kakimu juga akan putus."
"Kau bilang kau tidak akan menyakitiku dan mengembalikanku dengan aman ke rumah? Huh omong kosong!" Cibir Yoona kesal. Ia kesal sekali pada pria di sampingnya yang terlalu kaku dan tidak tahu bagaimana cara bersenang-senang. Sebenarnya apa yang dilakukan pria itu selama ini? Apa pria itu juga pernah merasakan masa-masa senior high school yang indah?
"Ngomong-ngomong bagaimana kehidupanmu saat sekolah dulu? Orang-orang sering mengatakan jika masa senior high school adalah masa yang paling indah untuk bersenang-senang. Apa dulu kau juga menghabiskan waktumu dengan bersenang-senang? Ah.. tapi aku tidak yakin. Melihat bagaimana sikapmu yang sangat kaku seperti sekarang, aku yakin dulu kau tidak memiliki teman dan tidak pernah menikmati masa-masa pacaran yang indah. Huh.... jadi merindukan mantan-mantan kekasihku."
Yoona mulai berakting bodoh dengan membayangkan wajah para mantan kekasihnya. Di sebelahnya, Donghae sama sekali tak bereaksi dan hanya menatap lurus jalanan di depannya. Namun tiba-tiba pria itu mengeluarkan komentarnya yang berhasil membungkam bibir Yoona rapat-rapat hingga Yoona tak bisa berkutik.
"Bukankah kau masuk ke sekolah khusus wanita?"
Yoona meruntuki kebodohannya sambil membuang wajahnya ke samping. Ia benar-benar tolol karena ia lupa jika Lee Donghae adalah sahabat Lee Hyukjae. Apa yang Hyukjae ketahui, pria itu pasti juga mengetahuinya. Dan dulu Lee Hyukjae pernah beberapa kali menjemputnya ketika sang supir tiba-tiba sakit atau memiliki keperluan keluarga yang mendadak. Jadi Lee Hyukjae pasti menceritakan pada pria itu jika ia bersekolah di sekolah khusus wanita dan tidak mungkin ada satupun makhluk bernama pria di sana. Pria itu pasti mengiranya mengalami kelainan seksual setelah ini.
"Jadi siapa saja mantan kekasihmu? Kita harus saling terbuka sebelum kita menikah."
Yoona semakin tidak punya nyali untuk berhadapan dengan Donghae. Niat awalnya ingin memojokan Donghae, justru dirinya sendiri yang sekarang terpojok. Pria itu pasti merasa puas karena ia berhasil membungkam bibirnya dalam satu kali serangan telak.
"Eee.. Iitu.. Iiitu bukan mantan kekasihku saat senior high school, tapi saat junior high school. Sekarang katakan padaku siapa saja mantan kekasihmu."
Yoona mencoba mengelak dan mengakhiri kalimatnya dengan kalimat pertanyaan seputar mantan kekasih Donghae. Meskipun pria itu telah berhasil memojokannya, tapi ia tidak akan kalah begitu saja. Sekarang gilirannya untuk menyerang pria itu
"Itu tidak penting. Sekarang turunlah, kita sudah sampai."
Yoona mendengus kesal dan segera keluar dari mobil nyaman milik Donghae. Ia kesal pada Donghae karena pria itu sepertinya masih enggan membagi masa lalunya yang misterius padanya. Padahal sebentar lagi mereka akan menikah. Ia tidak tahu bagaimana kehidupan rumah tangganya kelak bersama Donghae. Mungkinkah mereka akan memiliki keluarga kecil yang bahagia? Atau justru akan berakhir teragis di tengah jalan? Ia tidak tahu.
Donghae membawa Yoona masuk ke dalam rumahnya yang sepi. Ketika melewati pos penjagaan, beberapa tentara dengan pangkat rendah langsung memberi hormat pada Donghae dan Yoona dengan gaya khas tentara yang kaku. Melihat tentara-tentara itu, Yoona mencibir dalam hati. Mereka semua tampak sangat mirip seperti Donghae yang sangat kaku dan tidak memiliki selera humor. Pantas saja rumah Donghae terlihat lebih suram dari rumah-rumah yang lain karena tidak pernah mendapatkan sentuhan hangat dari pemiliknya.
"Duduklah."
Donghae menyuruh Yoona untuk duduk di atas sofa putih yang berada di ruang utama. Ruangan itu masih terlihat sama seperti terakhir kali Yoona datang ke rumah itu lima bulan yang lalu. Tidak ada yang berubah sedikitpun sejak Donghae pergi. Bahkan Yoona tidak menemukan setitik debupun menempel pada sofa itu. Para penjaga di rumah Donghae selalu memastikan semua hal di rumah ini tampak rapi dan teratur sesuai selera Donghae.
"Jadi aku bisa bertanya sekarang?"
"Bertanyalah."
Yoona terlihat tidak sabar untuk mengeluarkan seluruh pertanyaan yang sejak tadi ia simpan di dalam kepalanya. Terlalu banyak misteri yang dibawa oleh pria itu hingga rasanya apapun yang bersangkutan dengan Donghae bisa berubah menjadi sebuah misteri. Seperti rencana pernikahannya dengan Donghae yang justru menjadi misteri besar untuknya karena ia tidak pernah tahu tentang hal itu.
"Kenapa kita harus berbicara di sini? Bukankah di rumahku lebih aman?"
"Ada cctv yang mengawasi setiap gerak gerik kita di sana. Aku tidak bisa mengambil resiko yang berbahaya jika pembicaraan kita ternyata pembicaraan yang rahasia."
Donghae meletakan sekaleng jus di depan Yoona dan ia sendiri meminum bir kaleng yang baru saja ia ambil dari kulkas. Yoona mengambil kaleng jus itu sangsi sambil menatap Donghae tidak terima.
"Kau memberiku jus? Yang benar saja, aku bukan anak kecil lagi."
"Minum!" Perintah Donghae tegas. Pria itu tidak mau mendengar protes apapun dari Yoona karena kepalanya kini sedang pening. Ia merasa terjebak dengan janjinya sendiri. Sekarang ia baru menyadari jika menikahi Yoona tidak akan semudah perkiraannya karena itu berarti ia harus memberikan perlindungan pada Yoona setiap saat. Belum lagi jika ia mendapatkan misi di luar negeri, ia tidak tahu bagaimana nasib Yoona nanti.
"Jadi kenapa tiba-tiba kau ingin menikahiku? Apa rencanamu sebenarnya?"
"Aku merasa bertanggungjawab pada keluargaku. Satu-satunya adik yang kumiliki ternyata tidak bisa memenuhi janji itu. Sedangkan aku hidup selama ini karena mereka, jadi aku merasa harus membalas kebaikan mereka dengan menggantikan Taecyeon untuk menikahimu."
Yoona menghela napas pelan. Sebenarnya ia tidak mau mendengar alasan itu keluar dari bibir tipis Donghae karena ia tahu alasan pria itu akan sangat menyakitkan untuknya. Lebih baik ia hidup dalam kebohongan yang indah daripada kejujuran yang terasa pahit.
"Tidak ada cinta?" Tanya Yoona tidak yakin. Ia meruntuki kebodohannya karena menanyakan hal bodoh itu pada Donghae jika jawabannya sudah sangat jelas berdengung di dalam otaknya.
"Tidak ada. Pernikahan ini tidak dibangun atas dasar cinta, tapi janji dan komitmen yang tinggi. Jadi jangan pernah menanyakan perihal cinta lagi padaku. Aku sudah menunjukan sisi gelapku padamu, dan kau pasti tahu bagaimana hatiku. Tanpa cinta."
"Kau akan tersiksa jika seperti itu. Aku dapat mencari pria lain yang mencintaiku dan dapat melindungiku. Kau tidak perlu memenuhi janji bodoh itu. Lagipula ibuku juga tidak akan menyalahkanmu atas semua ini karena ini juga bukan kehendak kita."
Yoona terlihat lesu. Ia tidak mau memaksa Donghae melakukans sesuatu dengan keterpaksaan karena pria itu pasti akan menderita nantinya.
"Aku tetap akan menikahimu." Ucap Donghae telak. Yoona mendengus kesal dengan sikap Donghae yang selalu memaksanya sesuka pria itu.
"Dan pernikahan ini akan menjadi pernikahan yang benar-benar pernikahan." Tambah Donghae. Yoona menatap pria itu tak mengerti.
"Maksudmu?"
"Pernikahan kita bukan pernikahan main-main. Jadi kau tetap harus menjalankan tugasmu sebagai isteri."
"Termasuk memiliki keturunan?"
Seketika wajah Yoona bersemu merah. Wanita itu telah membayangkan banyak hal di dalam kepalanya hingga membuatnya bergidik ngeri sekaligus malu disaat yang bersamaan.
"Masalah itu, kita lihat saja nanti." Bisik Donghae tepat di depan wajahnya sambil mencondongkan tubuh berototnya kearah Yoona. Yoona mencoba memundurkan wajahnya agar tidak terlalu dekat dengan Donghae karena hembusan napas pria itu terasa menggelitik wajahnya yang mulai terlihat gugup.
"Bbbaiklah. Lalu apa lagi?" Tanya Yoona sambil mengalihkan wajahnya kearah lain. Wajahnya saat ini masih teras panas karena efek wajah Donghae yang terlalu dekat dengannya. Pria itu selalu tahu bagaimana caranya membuatnya tersipu dengan semua sisi misterius pria itu.
"Ini adalah hal yang paling penting, kau harus belajar bela diri. Aku tidak bisa terus melindungimu. Sewaktu-waktu rumahku akan kedatangan tamu yang bisa membahayakanmu, jadi bersiaplah untuk menjalani latihan keras mulai besok."
"Mulai besok? Aku harus menyiapkan segala keperluan pernikahan." Tolak Yoona mentah-mentah. Donghae menatap wanita itu tanpa ekspresi dan mulai mengajukan opsi ke dua.
"Setelah kita menikah, kau harus berlatih bela diri. Dan ini harus, kau tidak boleh menolaknya."
"Jadi aku akan tinggal di sini setelah menikah?"
"Ingat, pernikahan kita bukan pernikahan main-main. Jadi kau harus menghormatiku sebagai suamimu, termasuk tinggal di sini bersamaku."
Yoona meneguk ludahnya gugup. Kedua bola matanya langsung mengitari area rumah Donghae yang sangat minimalis tanpa sentuhan tangan wanita itu. Tinggal di rumah Donghae nantinya akan membuatnya banyak bekerja untuk merombak tampilan kaku di rumah pria itu. Ia pastikan rumah ini akan sama nyamannya dengan rumah milik ayahnya yang sudah ia tinggali selama dua puluh dua tahun hidupnya.
"Kenapa? Kau tidak terbiasa hidup tanpa maid?" Tanya Donghae mencemooh. Yoona menatap sengit Donghae yang meremehkannya dan membalas pria itu dengan wajah angkuh andalannya.
"Kita lihat saja nanti jenderal Lee siapa yang benar-benar bisa menyesuaikan diri, kau atau aku."
Donghae memilih untuk tidak melajutkan pembicaraan mereka. Ia menegak birnya dalam sekali teguk dan meremas kaleng itu kuat-kuat hingga ringsek di dalam genggaman tangannya. Pria itu lalu memilih pergi meninggalkan Yoona untuk melampiaskan semua gejolak batinnya di ruangan senjata miliknya. Sedikit banyak ucapan Yoona mampu mempengaruhi pikirannya. Ia khawatir wanita itu akan menyeretnya ke dalam kehidupan hangatnya yang selama ini selalu ia hindari agar ia tidak terlihat lemah di hadapan musuh-musuhnya. Ia membutuhkan segala ketangguhan dan sikap dingin yang sudah ia pupuk sejak lama di dalam dirinya. Ia harus bisa mempekuat pertahanan dirinya mulai sekarang. Jangan sampai wanita itu membuatnya lemah dan juga rentan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro