Bad Liar Part 8
"Selamat pagi nona."
Yoona melakukan gerakan yang sama seperti beberapa jam sebelumnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali dan segera membuka matanya lebar untuk mengamati hal-hal yang mungkin telah berubah di kamar asing yang ditempatinya sejak semalam. Seorang pelayan berusia setengah abad tersenyum manis di dekat ranjangnya. Wanita itu memiliki kerutan di sekitar mata dan bibirnya yang menunjukan jika wanita itu adalah wanita ramah yang gemar tersenyum sehingga gurang-gurat di wajahnya lebih mudah terbentuk karena sering tertarik. Lalu di kepalanya, wanita itu menyanggul kecil rambutnya yang berwarna pirang dengan sedikit uban yang terselip diantara rambut pirangnya. Secara keseluruhan pelayan itu cantik. Ia juga memiliki senyum ramah yang berhasil membuat Yoona tidak merasa takut sama sekali.
"Saya harap anda tidur dengan nyenyak nona."
"Terimakasih. Aku memang tidur dengan nyenyak. Apalagi setelah menyantap beberapa cemilan." Yoona dengan terang-terangan melirik ke arah piring roti isi yang masih menyisakan satu roti isi di atasnya. Namun sayang roti isi itu kini terlihat semakin tidak layak saat tertimpa cahaya menyilaukan dari jendela besar yang baru saja dibuka oleh sang pelayan. Syukurlah semalam cahaya di kamar itu remang-remang, sehingga Yoona tidak bisa melihat penampakan roti isi itu dengan jelas dan hanya memakannya karena kelaparan.
"Nona mengalami kelelahan dan kelaparan. Setidaknya begitulah yang dikatakan oleh tuan Laiv setelah bercakap-cakap dengan dokter Ricko."
"Laiv?" gumam Yoona penuh tanda tanya. Ia sangat berharap otaknya menyimpan sebuah informasi mengenai Laiv, namun sayangnya otaknya sama sekali tidak memiliki informasi apapun mengenai Laiv. "Boleh kutahu siapa nama lengkapnya?"
"Laiv Birmingham. Apa nona mengenal tuan Laiv? Beliau adalah pemilik jaringan retail di LA."
Dengan bodoh Yoona menggelengkan kepalanya dan meringis kecil. Meskipun selama ini ia sering pergi ke berbagai negara untuk melakukan pemotretan, itu tidak berarti ia dapat mengenal orang-orang di negara itu dengan baik. Seperti Laiv Birmingham, ia berani bersumpah jika nama itu baru kali ini ia dengar.
"Aku belum pernah mengenalnya."
"Saya bisa memaklumi jika anda tidak mengenal tuan Laiv. Anda dan tuan Laiv memiliki usia yang terpaut jauh. Anda mungkin lebih cocok menjadi keponakannya."
"Keponakan..." cicit Yoona kecil. Meskipun ia tidak mengharapkan apapun mengenai penyelamatnya, tapi ia pikir ia akan bertemu dengan seorang pria muda berusia sekitar tiga puluh tahun. Mengingat semalam ia telah jatuh pingsan di dekat sebuah kelab murahan di pinggir kota, ia sangat tak menduga jika pria berumur seperti Laiv Birmingham akan berada di sana untuk bersenang-senang.
"Maaf." Yoona ragu-ragu menatap pada pelayan wanita itu saat ia sedang mengangkat piring dan gelas bekas Yoona semalam. "Apa semalam kau yang menggantikan pakaianku?" tanya Yoona malu. Segera setelah ia mendapatkan atensi dari wanita itu, ia langsung menanyakan pertanyaan yang sangat mengganjalnya sejak semalam. Meskipun hati kecilnya terus meyakinkan kerisauannya itu, namun ia hanya ingin sebuah kejelasan sekarang.
"Tentu saja nona. Tuan Laiv menyuruh saya untuk mengganti pakaian nona dengan pakaian tidur milik mendiang istrinya."
"Apa itu foto mendiang istrinya?"
"Benar sekali nona." jawab pelayan itu riang gembira. Bahkan Yoona merasa heran mengapa pelayan itu begitu antusias pagi ini. Apa ia baru saja mendapatkan lottre?
"Siapa namanya?"
"Sarah Birmingham. Nyonya meninggal dua puluh tahun yang lalu karena melahirkan anak pertama mereka. Padahal selama berbulan-bulan nyonya Sarah selalu membayangkan wajah bayinya dengan tidak sabar. Namun saat waktu kelahiran itu tiba, nyonya justru mendapatkan pendarahan hingga nyawanya tidak terselamatkan." cerita pelayan itu sedih. Yoona sendiri yang mendengarkan semua cerita itu juga tidak bisa tidak merasa prihatin dengan nasib Laiv Birmingham yang harus ditinggalkan oleh istrinya ketika sedang berjuang untuk melahirkan buah hati mereka.
"Lalu anak mereka?"
Si pelayan langsung menunjukan kerutan di wajahnya yang semakin membuat Yoona yakin jika jawaban dari pertanyaannya pasti bukan jawaban yang baik. "Meninggal juga setelah dua jam dokter tidak bisa mengeluarkan cairan rahim yang masuk ke dalam paru-parunya." Pelayan itu begitu menghayati setia kesedihan yang pernah dirasakannya dua puluh tahun yang lalu karena kematian nyonya mudanya. Saat itu ia harus menghadapi wajah murung Laiv Birmingham dalam setiap kesempatan yang ia miliki. Tidak pernah sekalipun ia melihat Laiv menunjukan wajah bahagia selama dua puluh tahun sebelum pagi ini. Secara ajaib hari ini ia melihat Laiv menyunggingkan senyuman saat ia berpapasan dengan pria itu di ujung tangga.
"Itu pasti saat-saat yang sulit." komentar Yoona prihatin.
"Bisa dibilang itu adalah bagian hidup tersulit yang pernah dilalui tuan Laiv. Selama dua puluh tahun setelah kematian istri dan anaknya, tuan Laiv melewati hari-harinya dengan penuh kemuraman."
"Tentu saja. Aku tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Laiv Birmingham setelah kehilangan dua orang yang sangat dicintainya dalam waktu yang bersamaan." Bahkan dirinya sendiri, batin Yoona merana. Ia sendiri juga merasa hancur setelah kematian ibunya dan juga Donghae. Seperti dunianya telah runtuh dan ia benar-benar sendiri di dunia ini.
"Magda, kau sudah selesai dengan urusan membersihkan kamar?"
Suara berat dan sedikit serak itu menyadarkan Yoona dari lamunan sesaatnya. Tiba-tiba saja Yoona merasa beku dan berdebar karena ia akan segera bertemu dengan penyelamatnya yang telah ia pertanyakan bagaimana sosoknya sejak semalam. Namun sedikit tidak sopan, Yoona melirik baju tidur yang sedikit tersembunyi di balik selimut tebal putih super lembut yang dipakaianya. Apakah pantas menemui pria itu dalam keadaan seperti ini, batin Yoona malu. Tapi sebelum Yoona dapat melakukan sesuatu untuk mempersiapkan dirinya, pria itu ternyata telah berdiri menjualang di sebelah ranjang besarnya. Dengan menggunakan stelan kantor rapi, pria itu tampak sangat menawan. Yoona rasanya ingin mengutuk dirinya sendiri yang beberapa menit lalu membayangkan sosok Laiv Birmingham sebagai seorang pria tua dengan kumis tebal dan perut buncit tak terawat karena kesedihan setelah ditinggalkan istri dan anaknya. Namun di luar dugaan, Laiv Birmingham adalah seorang pria bugar yang sangat memukau. Dengan mata berwarna hijau cemerlang yang memikat di balik kacamata berbingkai emas dan tubuh tegap yang begitu kokoh seperti tiang listrik, Laiv Birmingham menatapnya dan tersenyum.
"Selamat pagi Yoona, apa aku mengganggumu?"
Seakan tuli dan berubah menjadi idiot, Yoona hanya diam sambil menatap sosok Laiv dengan sangat tidak sopan. Mulut Yoona tanpa sadar telah menganga untuk beberapa saat, dan ia cepat-cepat menormalkan keterkejutannya dengan deheman kecil yang ia rasa dapat sedikit menyelamatkannya dari image buruk di mata Laiv. Tapi sungguh demi apapun, pria itu terlalu menawan di usianya yang telah menginjak kepala lima.
"Ppa pagi Laiv. Kau sama sekali tidak mengganggu. Justru aku yang seharusnya meminta maaf karena bangun terlalu siang." Yoona melirik jam dinding di kamarnya sekilas, dan langsung meruntuki kebodohannya sendiri. Pukul tujuh! Bodoh sekali kau Yoong, batin Yoona gusar. Padahal tadinya ia berniat untuk bangun pukul enam. Karena ia pikir penghuni rumah baru akan memulai aktivitasnya di pukul tujuh, jadi ia berencana untuk bangun pukul enam dan bersiap-siap sebelum keluar dari kamar itu untuk menemui penyelamatnya di pukul tujuh, saat waktu sarapan dimulai.
"Nampaknya kau tidur dengan nyenyak semalam."
"Kurasa begitu." jawab Yoona kecil. Ia masih merasa malu dan tidak sanggup untuk menghadapi Laiv yang begitu menawan. Dan tiba-tiba saja ia merasa malu dengan pikirannya sendiri. Laiv adalah seorang duda tertampan yang pernah ia temui. Sedangkan dirinya adalah janda muda yang begitu memikat. Bukankah mereka serasi?
"Aku senang jika kau beristirahat dengan baik di mansionku. Atas nama supirku, aku meminta maaf karena semalam ia sepertinya menabrakmu."
"Apa? Menabrak?" tanya Yoona heran. Cepat-cepat ia menggeleng dan mengoreksi kata-kata Laiv. "Tidak sama sekali tuan Birmingham. Semalam aku terlalu lelah dan mabuk karena meminum sedikit alkohol. Jadi kurasa aku pingsan di tengah jalan saat supirmu melintas di dekat jalan kelab itu."
"Benarkah? Jika memang seperti itu, aku sangat bersyukur." ucap Laiv penuh kharisma. Pria itu melipat tangannya di depan dada dengan gaya penuh kuasa, kedua mata hijaunya yang tajam menatap Yoona seperti burung elang yang sedang mengintai mangsanya, membuat Yoona merasa salah tingkah hingga ia ingin menyembunyikan wajahnya segera dibalik selimut yang sedang dicengkeramnya.
"Kuucapkan terimakasih untuk kebaikan anda, tuan Birmingham. Aku merasa beruntung karena tidak ditemukan oleh orang yang... errr..." Yoona tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Mendadak otaknya buntu untuk memilih kata yang tepat di hadapan Laiv.
Sementara itu Laiv tersenyum geli melihat wajah Yoona yang sedang merona karena salah tingkah di depannya. Jika di pikir-pikir, sikapnya pagi ini sedikit tidak etis. Dengan tanpa persiapan apapun, ia mendatangi kamar tamu untuk menyapa Yoona yang baru saja bangun tidur. Praktis wanita itu saat ini masih memakai piyama sutra milik mendiang istrinya, dan masih bersembunyi dengan malu-malu dibalik selimut tebal yang membungkus separuh tubuhnya. "Orang yang jahat maksudmu?" tanya Laiv melanjutkan ucapan Yoona yang terputus. Wanita itu dengan malu-malu menganggukan kepalanya dan kembali memasang wajah menggemaskan saat sedang salah tingkah.
"Yah... kau mesti bersyukur soal itu miss Yoona. Dan sebaiknya kutinggalkan kau untuk bersiap-siap. Sampai jumpa di meja makan, miss Yoona."
Laiv menganggukan kepalanya singkat dan segera melangkah keluar dari kamar tamunya yang pagi ini mendadak begitu hangat. Setelah selama bertahun-tahun kamar tamu itu dingin tanpa penghuni, kini Yoona membuat kamar tamu itu menjadi lebih menakjubkan. Lebih hidup, dan lebih pantas disebut sebagai kamar.
-00-
Yoona akhirnya dapat bernapas lega. Setelah lebih dari lima belas menit ia menghembuskan napas pendek-pendek karena kehadiran Laiv di dekatnya. Pria tua itu sungguh luar biasa, batin Yoona mengerang. Mata hijau cemerlangnya berhasil memikat Yoona hanya dalam hitungan detik. Tapi bukan tanpa alasan Yoona merasa terpikat oleh Laiv Birmingham, mata hijau pria itu mengingatkannya pada Lee Donghae. Pria itu juga memiliki mata berwarna hijau terang yang sampai kapanpun tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Yoona.
Yoona merasa gusar, ditendangnya rongsokan sampah yang jatuh dari lokernya saat ia membuka lokernya lebar-lebar. Seseorang yang lebih dari sekedar iseng, lebih tepatnya keji, pasti telah merencanakan semua ini padanya. Sungguh sebuah kebodohan untuknya karena ia lupa memasang gembok di lacinya. Dan hal inilah yang akan terjadi padanya jika ia lupa menggembok lokernya seperti biasa. Isi dari tempat sampah di sebelah kelasnya mendadak telah berpindah ke dalam lokernya. Belum lagi sepatunya juga sekarang telah hilang entah kemana setelah ia selesai dengan jadwal berenangnya bersama mr. Rutledge dan teman-teman sekelasnya.
Brakk
Dengan kasar Yoona menutup lokernya setelah sebelumnya ia berhasil mengeluarkan sampah-sampah beraroma sedikit busuk itu dari lokernya. Beruntung ia tidak menyimpan banyak hal di dalam sana. Ia hanya menyimpan sandal sederhana dengan warna nyaris pudar yang bisa ia gunakan dalam keadaan genting seperti ini. Mungkin guru mata pelajaran kimia akan memakluminya karena memakai sandal di kelasnya. Semua guru di sini sebenarnya sudah tahu apa yang sering murid-murid sok berkuasa itu lakukan padanya, namun mereka juga tidak bisa berbuat banyak karena hidup mereka juga tergantung pada suntikan dana yang diberikan pada orang-orang kaya itu. Bahkan orang sekelas mr. Anthony yang merupakan kepala sekolah di sini, ia juga tidak bisa melakukan apapun pada murid-murid yang sering menyengsarakan hidup Yoona.
"Bisakah kau menyingkir dari jalanku?" Yoona berseru gusar pada Donghae. Hampir setiap hari pria itu juga menyusahkannya dengan sikapnya yang sama buruknya dengan yang lain. Jika ia tidak ikut andil dalam pencurian sepatunya, pria itu pasti ikut andil dalam pengisian sampah di lokernya.
"Kenapa menggunakan sandal?"
Yoona tertawa mencemooh kearah Donghae yang sedang menatapnya dengan tatapan datar. "Apa kau sebodoh itu sampai harus menanyakan alasan mengapa aku menggunakan sandal siang ini?" Dengan kasar Yoona mendorong dada pria itu supaya ia segera menyingkir dari jalannya. Namun Donghae bukanlah pria yang mudah menyerah. Ia langsung saja mencekal lengannya dan menariknya kuat hingga tubuh mereka bertabrakan.
"Siapa yang berani melakukan hal itu padamu?"
"Tentu saja semua orang yang membenciku di sini." balas Yoona sengit. Mau tidak mau Yoona harus mendongak ke arah Donghae yang wajahnya berjarak beberapa centi di atasnya. Ia akui jika Donghae adalah gambaran pria sempurna, dengan bola mata berwarna hijau cerah dan tatapan setajam elang, ia praktis menjadi pria populer di sekolahnya. Banyak siswi yang mengincar Donghae untuk menjadi kekasih mereka. Beberapa bulan yang lalu Donghae baru saja berkencan dengan ketua cheerleader yang kecantikannya sudah tidak diragukan lagi. Berita mengenai hubungan mereka menjadi buah bibir semua murid di sekolah. Mereka semua membicarakan betapa serasinya Donghae bersama Alice yang merupakan siswi tercantik di sekolah mereka. Namun berita menghebohkan itu datang kemarin siang. Secara terang-terangan Donghae memutuskan Alice di tengah lapangan basket. Dan sebagai gantinya, Donghae langsung menunjuk Yoona sebagai kekasihnya ketika wanita itu tanpa sengaja melintasi lapangan basket untuk pergi ke laboratorium fisika.
"Tidak ada yang boleh menyakiti kekasihku."
"Cih, kau jadi menganggap hal itu sungguhan? Halo tuan Lee yang terhormat, aku sama sekali tidak tertarik untuk menjadi kekasihmu. Kuanggap hal yang kau lakukan kemarin hanyalah salah satu kenakalan yang biasanya kau gunakan untuk mengerjaiku." balas Yoona acuh sambil berusaha melepaskan diri dari cekalan Donghae yang kuat. Tapi tanpa diduga, pria itu justru menyeretnya ke arah kelas tanpa mengindahkan teriakan kesal dari Yoona yang menyuruhnya untuk melepaskan cekalan tangannya. Dan karena hal itu, kini semua mata langsung tertuju padanya ketika mereka melewati lorong-lorong berisi para siswa yang sedang bersiap untuk masuk ke kelas berikutnya.
Saat melintasi lorong ke tiga, mata Yoona tak sengaja bertatapan dengan mata Alice yang dengan terang-terangan menunjukan kilatan kebencian padanya. Jelas saja wanita itu menaruh kebencian padanya, bahkan juga dendam. Selama ini reputasinya sebagai gadis cantik yang pintar dan populer telah mengantarkannya pada kehidupan yang sungguh indah di sekolahnya. Alice memiliki banyak teman dan juga pengikut yang rela menjadi pesuruhnya selama di sekolah. Selain itu Alice juga tidak pernah dipermalukan oleh siapapun. Hanya Donghae satu-satunya orang yang berani mempermalukannya. Dan sebagai gadis yang sangat memuja Donghae, Alice tidak mungkin menumpahkan kesalahan pada Donghae. Tentu saja sasaran dari seluruh kemarahannya adalah Yoona. Gadis yang sejak awal telah menderita itu semakin bertambah menderita karena ulah semena-mena Donghae.
"Kalian semua dengarkan baik-baik!" teriak Donghae lantang di depan kelas. Masih dengan menggandeng pergelangan tangan Yoona, pria itu berkoar-koar di depan kelas, mengancam siapapun yang berani mengusik kehidupan Yoona. Dan dengan galaknya ia menyuruh seseorang mengakui perbuatannya yang telah menyembunyikan sepatu Yoona saat kelas berenang sedang berlangsung. Karena wajah marah Donghae yang mengerikan itulah, akhirnya seorang pria bernama Borris mengaku telah menyembunyikan sepatu milik Yoona yang kini telah disimpannya di bawah meja guru di depan kelas. Dengan wajah ketakutan pria itu mengaku ingin membuat Yoona semakin malu karena sepatunya yang jelek ditemukan di bawah meja guru kimia yang sebentar lagi akan masuk ke dalam kelas mereka.
"Cepat pakai sepatumu." Donghae meletakan sepatu usang itu di depan kaki Yoona yang masih terdiam kaku di depan kelas. Sebenarnya hal seperti ini bukanlah yang pertama, tapi ia sangat terkejut dengan perlakuan Donghae yang sungguh berbeda kepadanya.
"Terimakasih." ucap Yoona pelan sambil meraih sepatunya untuk dipakai di kursinya. Saat ia berjalan ke arah mejanya yang berada di ujung belakang, Yoona masih bisa merasakan tatapan tajam Donghae yang diarahkan tepat padanya. Namun ia sama sekali tidak ingin memikirkan hal itu lebih jauh. Saat ini tatapan aneh dari teman-temannya juga sudah cukup mengusiknya selain tatapan tajam Donghae yang terus mengawasinya hingga ia duduk dengan selamat di kursinya. Dan setelah pria itu melihat dirinya sudah duduk dengan nyaman di kursinya, ia segera keluar dari kelasnya untuk masuk ke dalam kelasnya sendiri yang berjarak dua kelas jauhnya dari kelas Yoona.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro