Bad Liar Part 18
Laiv terpaksa meninggalkan pengantinnya di rumah pantainya di Balboa saat sebuah panggilan penting dari perusahaan retailnya di San Diego menuai masalah. Ada seseorang yang dilaporkan telah menggelapkan sejumlah dana perusahaan setelah ia menyelundupkan seorang mata-mata di dalam kantor itu. Bingo! Laiv merasa senang karena usahanya untuk menjerat tikus itu berhasil. Sayangnya waktu penangkapan itu sedikit tidak tepat karena kabar itu datang ketika ia sedang bergumul bersama pengantinnya.
"Scotish telah melakukan hal itu sejak satu tahun yang lalu."
"Aku tak heran jika laporan keuangan di kantor San Diego selalu terlihat ganjil."
Laiv menyesap kopinya tenang sambil berbicara dengan mata-matanya di San Diego, Pieter Smuggler. Sebenarnya Laiv sudah menaruh curiga pada Scotish sejak sepuluh bulan yang lalu. Namun ia tidak mau gegabah dengan menangkap Scotish ketika bukti yang ia miliki belumlah kuat, sehingga ia membiarkan pria itu terus berkeliaran dengan santai di perusahaannya dengan asumsi jika dirinya aman. Atau dengan asumsi jika ia dapat membodohi si tua Laiv yang kesepian. Tapi siapa sangka jika Laiv tidak pernah setumpul itu. Meskipun tua, Laiv masih memiliki insting yang tajam seperti ketika dirinya masih berada di masa kejayaannya dulu.
"Kami berhasil menangkapnya saat ia tertangkap basah mendesak sekretaris di bagian keuangan, ms. Betty, untuk memalsukan laporan keungan bulan ini. Sebelum kami menangkapnya, ms. Betty terus memohon padanya sambil menangis jika ia sudah tidak ingin membantunya lagi. Wanita itu ketakutan tiap kali membuat laporan palsu untuk dikirimkan padamu. Dan saat kami menangkap basahnya sedang menangis di depan Scotish, ia langsung berubah pucat."
"Tentu saja. Ia pasti berpikir jika karirnya akan hancur."
"Kami menonaktifkan ms. Betty sementara demi kebaikan. Apa anda ingin memecat ms. Betty?"
Laiv berpikir sambil menatap keramaian yang terjadi di luar kafe tempatnya sedang berbicara dengan Pieter. Musim panas di San Diego memang akan mendatangkan banyak turis. Ia jadi berpikir untuk membawa Yoona ke sini setelah mereka menghabiskan beberapa hari di Balboa. Tapi untuk sekarang ia harus menyelesaikan dulu permasalahan di perusahaannya di San Diego agar waktu liburannya bersama Yoona tidak terinterupsi lagi. "Tidak bijak jika aku langsung memecat ms. Betty. Meskipun begitu, ms. Betty tetap bersalah dalam kasus ini. Jadi sudah kuputuskan untuk menurunkan jabatannya sebagai petugas administrasi biasa di front office. Anggap saja itu sebagai hukuman atas tindakannya membantu Scotish, walaupun itu dilakukan dalam keterpaksaan. Jika ia tidak tahan dengan jabatan barunya, ia bisa mengundurkan diri dari perusahaan. Dengan begitu perusahaan kita tidak akan dicap buruk karena tidak memberikan pengampunan pada karyawan yang berada di posisi terancam."
"Kurasa itu ide paling bagus dan bijaksana. Ngomong-ngomong selamat untuk pernikahan anda."
"Terimakasih." jawab Laiv pendek. Kopi di cangkirnya kini telah habis. Namun ia memutuskan untuk duduk beberapa saat lagi di kafe sampai ia merasa bosan memandangi jalanan ramai di luar kafe.
"Maaf karena mengganggu waktu anda bersama pengantin anda, mr. Birmingham."
"Sebenarnya ini memang cukup mengganggu. Tapi penangkapan Scotish juga penting untuk segera diurus. Liburanku bersama istriku masih bisa ditunda untuk beberapa saat."
"Istri anda sangat mengagumkan sir, bagaimana anda bisa bertemu dengan mrs. Yoona?" tanya Pieter terlihat sangat berminat. Meskipun mencampuri urusan orang lain bukanlah favoritnya, namun ia hanya ingin bertanya langsung pada Laiv agar ia tidak terpengaruh dengan gosip miring di luar sana. Banyak orang berspekulasi jika Laiv sengaja menikahi wanita muda untuk menghasilkan ahli waris. Bagaimanapun pria kaya sepertinya pasti menginginkan seorang ahli waris untuk mewarisi seluruh hartanya kelak ketika ia tidak ada. Dan menikahi wanita muda adalah salah satu cara agar dapat mewujudkan hal itu.
"Hanya sebuah cerita klise. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama." jawab Laiv santai. Ia tak peduli apakah Pieter percaya pada kata-katanya, namun kenyataannya ia memang telah jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat Yoona tergletak di dalam mobilnya. Wajah lembut Yoona yang manis dan memancarkan aura hangat berhasil menghipnotis Laiv yang kala itu sedang dilanda kegusaran karena supirnya yang lamban.
"Itu bagus. Saya berharap akan segera hadir bayi-bayi yang lucu di tengah kehidupan pernikahan anda."
"Tentu saja. Aku berpikir pewaris itu harus ada untuk mewarisi semua harta kekayaan milikku. Dan tidak ada satupun yang salah dari rumor itu, Piete. Aku memang menikah untuk pewaris, tapi itu bukan berarti aku tidak mencintai wanitaku."
Pieter tersenyum hambar menanggapi ucapan Laiv. Pria itu rupanya tahu jika ia hanya sekedar memancing pembicaraan itu untuk membuktikan berbagai rumor di luar sana. Tapi setidaknya berita miring itu berhasil ditepis oleh Laiv dengan jawaban diplomatis dan juga mematikan. Sekarang orang-orang tidak ada alasan lagi untuk memojokannya atau menganggapnya sebagai pria pedofil karena menikahi seorang wanita muda yang usianya terpaut jauh darinya.
-00-
Aiden menatap pantulan dirinya di depan cermin kamar mandi. Wajahnya yang baru saja mandi terlihat begitu segar dan menawan. Air dari rambut coklat basahnya menetes-netes dramatis di atas bahunya yang kokoh. Penampilan Aiden sehabis mandi adalah sebuah pemandangan yang begitu sayang untuk dilewatkan. Puluhan wanita di luar sana jelas rela membayar mahal demi melihat penampilan seksi Aiden setelah mandi. Sayangnya pria itu sudah lama menutup diri dari wanita. Lima tahun ia menghindari kontak fisik apapun dengan wanita. Jika hanya sebatas bersalaman atau memegang pundak, itu tidak termasuk kontak fisik yang dihindari Aiden. Tapi lebih dari itu, Aiden selalu mengusir mereka dengan cara halus hingga kasar jika mereka adalah tipe yang sulit untuk diberitahu dengan kelembutan. Bagi Aiden hidup ini tidak lagi menggairahkan sejak kecelakaan itu terjadi. Kehilangan fungsinya sebagai pria sejati adalah sesuatu yang memalukan untuknya. Baru-baru ini ia mendapatkan skandal dari seorang reporter sialan tak bertanggungjawab yang tiba-tiba menuliskan artikel di surat kabarnya jika dirinya gay. Yeah, semua orang kemudian memakan umpan itu dan mulai berspekulasi jika Aiden Straight, pemilik agensi The Star yang terkenal dipuja-puja wanita itu adalah seorang gay karena jarangnya ia terlihat berhubungan intim dengan wanita manapun. Tapi andai saja ia bisa, ia pasti sudah membabat habis puluhan wanita itu untuk diseret ke ranjangnya secara bergantian. Sayangnya ia tidak bisa. Tidak akan pernah bisa!
Bosan meratapi keputusasaannya, Aiden memilih untuk mencukur jambang yang telah tumbuh di dagunya. Hari ini ia harus tampil bersih dan fresh di liburannya yang menakjubkan. Bisa dikatakan ini adalah salah satu cara untuk menghindari skandal memuakannya di LA. Untuk beberapa hari ia akan menghilang, lalu muncul kembali disaat berita itu sudah mulai menghilang ke dasar lautan karena ia tidak pernah memberikan konfirmasi apapun terkait berita itu. Biarlah orang-orang berspekulasi dengan pikiran mereka masing-masing. Yang jelas saat ini Aiden tidak ingin liburan musim panasnya tidak nyaman karena skandal murahan yang dikeluarkan oleh seorang reporter miskin di LA. Berita terkait dirinya gay ternyata dihargai cukup tinggi oleh salah satu majalah gossip ternama di sana. Apalagi reporter itu juga menunjukan foto-fotonya saat bersama manajer di bagian pelaksana, George Wellington di berbagai kesempatan, membuat skandal itu mau tidak mau terlihat begitu nyata di mata masyarakat LA.
Selesai bercukur, Aiden segera melangkah ke kamarnya untuk mengganti handuk yang melilit di sekitar pinggangnya dengan sebuah celana pendek berbahan katun yang nyaman dan sebuah kaos tanpa lengan yang akan membuat lengan coklatnya yang berotot terekspos sempurna. Penampilannya pagi ini pasti akan mengundang decakan dari wanita-wanita pantai yang lapar hingga liur mereka menetes-netes. Tapi Aiden tak peduli, baginya liburan ini harus sempurna dan berjalan lancar sesuai yang diinginkannya.
Aiden menatap pantulan dirinya sekali lagi di cermin setinggi tubuhnya yang terletak di sudut kamarnya. Penampilannya sempurna! Dengan rambut basah yang ia biarkan acak-acakan dan kaos tanpa lengan yang menampilkan kemaskulinannya, Aiden terlihat seperti pria pantai yang panas. Setelah itu ia segera menyambar dompet dan kacamata hitam yang tergletak di atas ranjang, dan setelah itu berjalan ke pintu depan untuk memakai sepatu yang nyaman di kakinya. Pagi ini ia akan menikmati udara hangat Balboa dengan berjalan-jalan di sekitar pantai. Meskipun di musim yang seindah ini, Balboa akan sangat ramai, tapi ia sama sekali tidak keberatan untuk ikut berdesak-desakan dengan pejalan kaki lain. Baginya hal-hal seperti ini adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa ia temukan jika ia telah kembali ke LA dan kembali menekuni pekerjaannya yang memuakan.
"Selamat pagi, mr. Straight."
Seorang petugas hotel menyapa Aiden saat ia hendak menitipkan kunci kamarnya di bagian recepsionist. Satu hal yang tidak pernah ia mau jika sedang bersenang-senang, membawa kunci hotel! Membawa sebuah kunci hotel yang rawan hilang saat ia tengah berdesak-desakan dengan pejalan kaki yang lain, sehingga ia memilih tindakan yang aman dengan menitipkan kunci hotelnya yang berbentuk kartu kepada petugas recepsionist yang terlihat genit itu.
"Tolong jaga ini untukku, ms. Hayley." Aiden langsung menunjukan kebolehannya sebagai seorang cassanova dengan bersikap manis di hadapan petugas recepsionist yang namanya berhasil ia baca dari nametag tang tersemat di dada kirinya. Dengan berseri-seri wanita itu menerima card key dari Aiden, dan membalas senyuman pria itu dengan lebih antusias dari yang seharusnya. Dalam hati Aiden tahu jika wanita itu pasti berharap jika nanti malam ia akan kembali sambil melemparkan rayuan untuk bersenang-senang di kamarnya yang indah. Well, tapi wanita itu harus kecewa karena ia tidak akan mengajak wanita manapun di Balboa untuk menginjakan kaki di kamarnya.
"Mungkin malam nanti aku baru akan kembali. Terimakasih, cantik." ucap Aiden manis sebelum melangkah pergi dari loby hotel yang megah itu. Gerakan tangannya saat memasang kacamata membuat beberapa pengunjung wanita berhenti sejenak untuk menatapnya. Decakan kagum jelas terdengar untuk menanggapi penampilan seksinya pagi ini. Namun Aiden sama sekali tak peduli pada hal itu. Ia hanya terus berjalan meninggalkan loby menuju pantai yang jaraknya sangat dekat dari hotel.
Sekitar lima ratus meter dari pintu utama hotel, Aiden sudah dapat menemukan pasir pantai yang menjadi pembatas antara jalanan beraspal dan juga bibir pantai yang eksotis. Pemandangan pohon-pohon palm yang melambai karena tertiup angin adalah pemandangan pertama yang Aiden lihat setelah memasuki kawasan Pantai Balboa yang indah. Setelah itu, Aiden dapat melihat berbagai macam turis dari berbagai negara sedang berjemur atau sedang bersenda gurau di sekitar alas sewaan yang dijajakan penduduk lokal untuk turis yang ingin berjemur atau sekedar mengobrol sambil menikmati makanan ringan yang mereka beli di sekitar pantai. Sekilas Aiden membayangkan jika hal-hal seperti itu pasti akan menyenangkan jika ia melakukannya bersama seseorang yang ia cintai. Seorang wanita mungkin. Sayangnya Aiden terlalu gusar untuk melanjutkan bayangannya karena semua itu pada akhirnya hanya akan menyakitinya. Seorang wanita? batin Aiden getir. Tidak akan ada wanita dalam hidupnya. Tidak akan pernah ada hingga ia membusuk di dalam tanah dalam keabadian.
Bruk
Aiden menatap sangsi seorang wanita berambut coklat yang baru saja menabraknya. Wanita itu kini terduduk di atas pasir pantai yang coklat dengan seluruh rambut yang jatuh berantakan di seluruh wajahnya hingga ia tidak bisa mengenali wajah wanita itu. Sekilas kejadian ini mengingatkan Aiden pada kejadian beberapa minggu yang lalu saat wanita itu menabraknya dan membuat kopi yang digenggamnya tumpah. Yoona. Mengingat nama itu membuatnya berpikir jika ia sudah lama tidak melihat wanita itu.
"Kau tidak apa-apa?"
Aiden hanya sekedar berbasa-basi untuk membuat citranya lebih baik setelah menabrak seorang wanita. Tapi apakah benar dirinya yang menabrak wanita itu? Bukan sebaliknya? Perlahan-lahan wanita itu mendongak sambil memberishkan sisa-sisa pasir yang menempel di betisnya. Sebuah pemandangan yang indah terlihat jelas di depan Aiden hingga pria itu merasa ingin meneteskan liurnya.
"Im Yoona, apa kau baik-baik saja?"
Keterkejutan sama sekali tak disembunyikan Yoona saat melihat sosok penabraknya yang kini telah melepaskan kacamata hitam dari mata hijaunya. Dengan canggung Yoona mencoba berdiri dibantu oleh Aiden yang tidak ingin terlihat semakin buruk di mata Yoona. Mereka berdua sudah sering bertengkar selama di LA. Dan dengan dipertemukannya mereka di Balboa dalam situasi yang lagi-lagi tidak menyenangkan, Aiden tidak ingin Yoona semakin mem-black list namanya di benak wanita itu.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Sebuah pertanyaan bodoh terlontar begitu saja dari bibir Aiden. Secepat kilat ia menyadari kebodohannya, dan ia menutupi kebodohan itu dengan membenarkan letak kacamata yang ia tekuk di depan kerah kaosnya.
"Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?"
Setelah tidak bertemu beberapa hari, mungkin nyaris satu minggu lebih, Yoona nyatanya masih sama. Wanita itu masih bersikap sinis di depannya dan juga masih bersikap angkuh dengan keangkuhan yang tidak bisa dimengerti oleh Aiden.
"Berlibur. Sesekali aku harus menghabiskan musim panas dengan berjemur di bawah matahari dan membuat kulitku menjadi kecoklatan."
Yoona refleks mengarahkan matanya ke arah tubuh berotot Aiden yang baru kali ini ia lihat karena selama ini pria itu selalu menggunakan jas, celana panjang yang disetrika licin, juga kemeja yang selalu digunakan pria itu untuk menutupi tubuhnya yang memukau. Menurut Yoona kulit Aiden sudah coklat. Dan pria itu pagi ini sudah terlihat lebih panas dari matahari sekalipun dengan gaya rambutnya yang acak-acakan. Ya Tuhan! Yoona mengumpati dirinya sendiri atas kelancangan yang ia lakukan. Di hari ke tiga ia menjadi istri Laiv, ia sudah berani melihat pria lain dengan tatapan menjijikan seperti ini. Yoona sungguh ingin memukuli kepala bodohnya sekarang juga.
"Kau sendiri, apa yang kau lakukan di sini?" Aiden masih dengan gaya yang sama, acuh tanpa benar-benar memandang Yoona. Meskipun tertutup oleh kacamata, Yoona dapat melihat jelas kemana arah pandangan Aiden saat ini.
"Bulan madu. Seharusnya seperti itu." jawab Yoona dengan desahan kecil. Bagaimana hal ini bisa dikatakan sebagai bulan madu jika mempelai prianya saja pergi meninggalkannya untuk berlibur sendiri.
"Kau menikah?"
"Yeah, tiga hari yang lalu."
"Tanpa mengundangku?" tanya Aiden sedikit berkilat-kilat. Ada nada kesal di suaranya. Dan Yoona entah mengapa merasa bersalah pada pria itu karena tidak mengundangnya.
"Kau pergi." jawab Yoona beralasan. Untung saja otaknya lebih cepat menemukan jawaban atas sikapnya yang tidak mengundang Aiden di acara pernikahannya. "Aku tidak melihatmu sebelum aku menikah. Jadi aku tidak memberimu undangan."
"Oke, itu jawaban yang masuk akal dan cukup bisa dimaafkan. Siapa pria sial yang menikahimu?"
Entah kenpa Yoona sangat tidak suka dengan selera humor Aiden. Pria itu jelas sedang melemparkan lelucon padanya, namun wajahnya yang keras itu justru menunjukan hal sebaliknya.
"Tunggu!" ucap Aiden tiba-tiba saat Yoona hampir membuka bibirnya untuk memberikan jawaban. "Aku tahu siapa pria itu. Laiv Birmingham?" tanya Aiden penuh kemenangan. Ia merasa begitu brilian karena berhasil menebak nama suami Yoona dengan tepat. Terbukti dari mimik wajah Yoona yang tidak menunjukan keterkejutan, ia yakin jika tebakannya memang benar.
"Kau pintar sekali, tuan Aiden Straight. Aku memang menikah dengan Laiv tiga hari yang lalu."
"Apa kau mengandung anaknya terlebihdulu?" tanya Aiden menyebalkan. Rasanya Yoona ingin memukul kepala pria itu dengan bongkahan batang kelapa yang tumbuh subur di sepanjang jalan.
"Menurutmu? Ck, lebih baik aku pergi saja. Semoga liburanmu menyenangkan."
Dengan wajah cemberut Yoona berjalan pergi meninggalkan Aiden yang masih setia berdiri di tempatnya. Sementara itu Aiden mulai sadar jika candaannya itu sedikit keterlaluan untuk seorang pengantin baru seperti Yoona. Maka dengan penuh tekad, Aiden segera menyusul Yoona dan menahan bahu wanita itu untuk membuat Yoona menghentikan langkahnya.
"Ada apa lagi?"
"Kulihat kau sendiri." ucap Aiden menelisik. Dilihatnya tidak ada siapapun yang mengekori Yoona seperti yang seharusnya terjadi. Lagipula Aiden belum lupa dengan wajah Laiv yang khas. Jelas saat ini pria itu tidak ada di sekitar Yoona.
"Memang. Laiv pergi ke San Diego kemarin untuk mengurusi sedikit masalah di kantornya di sana."
"Kalau begitu kau memang sendiri. Ingin sarapan bersama?"
Tawaran Aiden itu sedikit menggelitik ego Yoona. Bagaimanapun hari ini ia sedang kesal karena harus menikmati waktu liburannya sendiri. Dan ajakan yang ditawarkan Aiden itu cukup menggiurkan. Setidaknya ia tidak perlu berjalan kesana kemari seorang diri seperti wanita kesepian yang rawan digoda oleh pria-pria pantai.
"Baiklah. Itu lebih baik daripada aku makan sendiri. Dimana kita akan sarapan?"
"Bagaimana jika di kafe di sebelah sana." tunjuk Aiden pada kafe bertuliskan The Paradise yang plangnya dipasang lebih tinggi dari plang kafe yang lain. Sekilas kafe itu terlihat sama seperti kafe yang lain, namun pengunjung yang keluar masuk dari kafe itu sedikit lebih banyak dari kafe yang lain, membuat Yoona merasa penasaran dengan makanan yang dijual di kafe itu.
"Bukan ide yang buruk. Ayo!" Yoona memimpin jalan untuk pergi ke kafe itu. Sedangkan Aiden tampak begitu tenang berada di belakangnya seperti seorang body guard.
"Kemana saja kau selama ini?" tanya Yoona diantara deru angin di sekitarnya. Awalnya Aiden tidak mendengar pertanyaann Yoona, namun wanita itu tiba-tiba menoleh dan memberikan tatapan tajam ke arahnya.
"Apa ada masalah?"
"Aku bertanya padamu."
"Apa?"
"Sudahlah, itu tidak penting!" balas Yoona ketus. Ia merasa bodoh saat berhadapan dengan Aiden yang begitu tenang. Moodnya memang sudah tidak bagus sejak pagi karena ia merasa menjadi seorang pengantin malang yang ditinggalkan oleh suaminya.
"Aku tidak mendengar suaramu, bisa kau ulangi pertanyaannya?" tanya Aiden berusaha mensjajarkan langkah mereka. Suara Aiden yang mengalun lembut sedikit meluluhkan hati Yoona yang semula dongkol. Ia lalu berpikir untuk sedikit lebih ramah pada bosnya itu.
"Kau kemana saja selama ini?"
Aiden terkekeh mendengar pertanyaan yang dilontarkan Yoona. "Kau lucu. Seperti sedang menanyakan kekasihmu yang sudah lama pergi."
Astaga! Yoona terbengong-bengong di tempatnya mendengarkan penuturan Aiden. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu yang sungguh menyimpang. "Bagaimana mungkin kau bisa mengartikannya seperti itu? Tapi terserah, aku tidak peduli."
"Ck, kau benar-benar wanita pemarah ya. Aku pergi ke Chicago." jawab Aiden akhirnya setelah merasa dirinya sudah cukup bermain-main dengan Yoona. Saat mereka akan menyeberang, refleks Aiden menggandeng tangan Yoona sambil mengamati lalu lalang kendaraan yang melintas di depan mereka. Ketenangan yang ditunjukan Aiden membuat Yoona gugup seketika. Telapak tangan Aiden terasa begitu panas di telapak tangannya yang dingin karena gugup.
"Kau pergi untuk mengurus agensi milik Donghae?"
"Yah begitulah."
Saat mereka memasuki kafe The Paradise, tangan mereka masih saling bergandengan satu sama lain. Hal itu sama sekali tidak disadari Yoona hingga Aiden melepaskannya karena pria itu perlu menyugar rambutnya yang sedikit mengganggu mata saat ia hendak memesan makanan di meja pemesanan.
"Kau ingin apa?"
Menu-menu yang dijual di kafe di tulis besar-besar di dinding di atas meja pemesanan. Konsep pemesanannya mirip dengan McDonalds. Ada berbagai macam burger yang ditawarkan oleh The Paradise. Yoona sendiri merasa kebingungan untuk memilih satu diantara beberapa gambar burger yang terlihat menggiurkan.
"Apa menu andalan di sini?"
"Burger pina collada dan pizza spesial yang dimasak dengan saus khas kafe kami."
"Kalau begitu berikan aku itu dan jus nanas." ucap Yoona masih sambil menatap jajaran menu yang ditawarkan oleh kafe The Paradise. Sementara itu Aiden langsung menjatuhkan pilihannya pada pancake berry ukuran large dan juga segelas es americano untuk menjadi menu sarapannya. Setelah itu mereka segera mencari tempat yang tidak terlalu berisik oleh suara kumpulan anak muda yang sedang bermain truth or dare di meja besar di tengah kafe.
"Well, sejauh ini Balboa memiliki tempat yang sangat indah. Persis seperti yang selama ini kulihat di tv." ucap Yoona membuka percakapan diantara mereka. Rasanya aneh jika sepanjang sarapan mereka hanya diam, atau melemparkan serangan seperti biasa. Ini musim panas, waktunya untuk berlibur dan meletakan seluruh senjata untuk menikmati waktu bersantai yang langka.
"Jadi itu alasanmu memilih Balboa sebagai tempat untuk berbulan madu?"
"Yah... dari dulu aku sangat ingin pergi, tapi aku belum menemukan waktu yang tepat untuk datang ke sini."
"Kalau begitu kau menjatuhkan pilihan yang tepat karena Balboa menyimpan banyak tempat eksotis untuk dihabiskan bersama pasangan."
Saat mendengar ucapan Aiden, Yoona justru merasa sedih dan seperti diingatkan pada Laiv yang seharusnya berada di sini untuk menikmati romansa yang ditawarkan Balboa. Sayangnya pria itu memiliki urusan mendadak, dan ia tidak tahu kapan Laiv akan datang. Belum ada kabar apapun yang ia dengar dari Laiv hingga sejauh ini. Lagipula ia juga meninggalkan ponselnya di rumah pantai karena ia merasa kesal dengan Laiv.
"Maaf, aku tidak bermaksud menyinggungmu."
Keduanya kemudian sama-sama terdiam sambil mengamati keseruan para pemuda yang sedang sibuk menghukum teman mereka yang mendapatkan dare dari permainan yang mereka mainkan. Ingin rasanya Yoona bergabung bersama mereka, merasakan keseruan bermainan permainan yang selama ini belum perna ia lakukan. Dulu saat senior high school ia sering melihat teman-temannya memainkan permainan itu. Tapi dirinya yang malang tentu saja tidak pernah diikutsertakan dalam permainan. Alih-alih mendapatkan kesempatan untuk bermain, ia justru lebih sering dipermainkan oleh teman-temannya.
"Teringat masa lalu, huh?" tanya Aiden tiba-tiba. Yoona yang sebelumnya sedang terhanyut pada keseruan para pemuda itu menjadi tidak lagi fokus dan menoleh ke arah Aiden yang ternyata juga sedang menatapnya.
"Sedikit."
"Masa mudamu pasti menyenangkan. Kau pernah bermain itu juga?"
Yoona tertawa hambar menanggapi ucapan Aiden. "Sama sekali tidak pernah."
"Wow, aku terkejut. Itu permainan yang cukup populer."
"Yeah, tapi aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk bermain bersama teman-temanku."
"Kau dikucilkan?" tebak Aiden asal.
"Lebih dari itu. Aku dikucilkan dan diabaikan oleh seluruh penghuni sekolah."
"Kedengarannya itu berlebihan." Aiden menolehkan kepalanya sebentar ke arah pelayan yang tiba-tiba datang untuk mengantarkan pesanan mereka. Seporsi burger dengan hiasan nanas dan dua beef yang menyembul di tengah roti membuat Yoona seketika melotot.
"Ini porsi yang sangat besar ternyata." gumam Yoona menyesal. Ia masih memiliki sepiring pizza yang ukurannya tak kalah jumbo dari burger yang ia pesan. Tidak mungkin ia dapat menghabiskan keduanya dalam sekali makan.
"Kau benar, ini memang berlebihan."
"Apa?"
"Bukanya tadi kau bilang berlebihan?"
"Maksudku penilaianmu terhadap teman-temanmu di senior high school. Tidak mungkin kau benar-benar diacuhkan oleh mereka."
"Apa kau ingin bertaruh seratus ribu dollar denganku? Aku memang diacuhkan, asal kau tahu. Dan aku juga tidak peduli pada mereka."
"Benarkah?" tanya Aiden sangsi sambil memotong pancakenya dengan gerakan kalem. Sejak tadi matanya tak luput dari wajah pucat Yoona yang tampak ragu dengan makanan pesananya. Model seperti Yoona jelas tidak bisa makan dengan porsi sebanyak ini.
"Tidak perlu khawatir. Kau tidak harus memakan semuanya."
"Tapi ini sudah terlanjur dipesan." jawab Yoona lesu.
"Kita bisa membungkusnya nanti. Terkadang aku berpikir jika kau sering berpikiran terlalu rumit untuk suatu hal yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan mudah."
"Itu karena masa laluku tidak menyenangkan."
"Seperti apa?"
"Apa kau sengaja ingin mengorek masa laluku?" delik Yoona dengan mata menyipit. Ia tidak bisa tidak berprasangka buruk pada Aiden yang tiba-tiba menjadi lebih jinak dari biasanya.
"Bagaimana jika kita bermain truth or dare seperti mereka? Bukankah kau belum pernah memainkannya selama ini?"
Tawaran yang diberikan Aiden terdengar menggiurkan. Apa salahnya jika ia memainkan permainan itu sekali-sekali supaya ia tahu bagaimana rasanya memainkan permainan itu. Selama ini ia melihat orang-orang berhasil tertawa terbahak-bahak dengan suara keras saat memainkannya.
"Kau yakin? Kedengarannya tidak buruk."
Aiden langsung melemparkan senyuman penuh arti dibalik wajah tenangnya yang sedang mengunyah potongan pancake. "Baiklah. Karena kita tidak punya botol untuk memutar giliran menjawab, kita gunakan kacamata ini untuk menentukan giliran." Aiden melepas kacamata hitamnya dari kerah kausnya dan meletakan benda itu di atas meja dalam posisi miring. Setelah itu ia mulai memutarnya sekali dengan gerakan cepat hingga kini ujung kacamata itu berhenti tepat di depan Yoona.
"Kau curang!" sembur Yoona saat ia yang mendapatkan kesempatan pertama untuk menjawab pertanyaan atau tantangan. Tadinya ia pikir Aiden dulu yang harus melakukannya, tapi ternyata justru dirinya yang pertama kali kena.
"Dimana letak kecurangannya? Aku bermain sportif, Yoong." jawab Aiden santai. Namun setelah itu Aiden meletakan garpunya dan mulai menatap Yoona dengan sungguh-sungguh. "Truth or dare?"
"Truth! Tapi ingat, jangan bertanya aneh-aneh." peringat Yoona galak.
"Huh, tentu saja kau tidak memiliki hak untuk mengaturku, nona. Sekarang dengarkan baik-baik pertanyannya, apa kau menikmati Laiv di ranjang?"
"Ap apa?" tanya Yoona tergagap. Untuk sebuah pertanyaan pertama, pertanyaan itu sangat mematikan. Dan Yoona kesal dengan wajah tanpa dosa Aiden yang sedag sibuk mengunyah pancake dengan nikmat.
"Mungkin kau kurang jelas. Apa kau menikmati Laiv di ranjang? Bisakah pria setua itu memuaskanmu?"
Seketika pipi Yoona merona. Ia sekarang menjadi malu setengah mati dan tidak ingin melanjutkan memakan sarapannya yang masih tersisa cukup banyak. Tentang kepuasan yang ditanyakan Aiden, ia sendiri tidak tahu. Yang jelas ia cukup menikmati permainan ranjang yang dilakukan Laiv meskipun dalam keadaan gelap.
"Lumayan." jawab Yoona malu-malu. Ia sengaja menjawabnya dengan jawaban singkat yang terkesan netral agar pria itu tidak lagi bertanya macam-macam. Ia sudah hampir meraih kacamata Aiden untuk diputar, namun gerakannya segera dihentikan Aiden yang ternyata belum puas dengan jawabannya.
"Dalam permainan ini pihak yang mendapatkan giliran memberikan pertanyaan atau tantangan berhak mengajukan pertanyaan lain jika si penjawab tidak menjawab dengan jawaban yang memuaskan."
"Sialan! Kau ingin membuatku semakin malu dengan menanyakan urusan ranjangku?"
"Apa aku terdengar seperti itu? Aku hanya bertanya apakah Laiv bisa memuaskanmu?"
"Bisa! Puas kau? Sejauh ini Laiv tidak setua itu karena ia memiliki tubuh yang bugar dan sehat."
"Ahh... aku tahu. Dia pasti memiliki jam terbang yang sangat tinggi hingga ia mampu membuatmu puas. Kau bisa gunakan kesempatanmu sekarang."
Yoona benar-benar lega saat akhirnya Aiden memberinya izin untuk memutar kacamata hitam itu seperti yang dilakukan Aiden sebelumnya.
"Kau ingin kejujuran atau tantangan?"
"Karena aku seorang pria, maka aku memilih tantangan."
"Ahh ya, pria memang sulit untuk mengatakan kejujuran. Tantanganku, kau habiskan pizza ini dalam waktu sepuluh menit."
Aiden sama sekali tidak keberatan dengan tantangan yang diberikan Yoona. Ia adalah seorang pria dewasa. Tentu saja ia memiliki perut yang lebih besar dari Yoona untuk menampung makanan yang telah terlanjur dipesan oleh wanita itu.
"Tantangan yang terlalu mudah." ucap Aiden sambil menjilati jari-jarinya yang tadi terkena sedikit saus dan juga mayo dari pizza yang ia makan.
"Untuk permulaan hanya itu tantangan yang kuberikan padamu. Tapi lihat saja nanti." ucap Yoona penuh percaya diri.
Sepanjang pagi hingga menjelang siang pukul setengah dua belas, Aiden dan Yoona hanya duduk di kafe itu sambil memainkan permainan truth or dare. Semakin lama permainan itu semakin menarik untuk Yoona karena ia maupun Aiden berhasil memberikan tantangan atau pertanyaan yang semakin sulit. Salah satu tantangan yang baru saja diberikan Yoona untuk Aiden adalah pria itu harus menyatakan cinta di hadapan seorang gadis yang sedang makan dengan berisik bersama lima temannya. Tentu saja hal itu bisa dilakukan Aiden dengan mudah, mengingat reputasi playernya di masa lalu. Yoona sendiri yang melihat dari tempatnya duduk tidak bisa tidak tertawa hingga air matanya meleleh kemana-mana karena ekspresi pria itu sungguh meyakinkan. Belum lagi tatapan terpana dari lima gadis yang tiba-tiba didatangi oleh seorang pria seksi berambut coklat yang matanya sehijau daun yang baru saja tumbuh. Mereka berlima tidak ada yang tidak meleleh saat ditatap oleh Aiden dengan mata hijaunya. Dan salah satu dari kelima gadis yang menjadi sasaran Aiden menjadi semakin tak kuasa menahan gemetar di kakinya saat pria itu merayunya sambil mengecup punggung tangannya dengan mesra. Jika saja gadis itu tidak sedang duduk di kursinya, ia pasti sudah jatuh saat ini juga di atas tanah karena kakinya yang terlalu lemas untuk menopang berat tubuhnya sendiri.
"Aksi yang bagus. Jika kau berada di sana lima menit lagi, mereka pasti akan kejang-kejang karena pesonamu."
"Secara tidak langsung kau memujiku?" tanya Aiden bangga.
"Aku hanya mengatakan apa adanya." balas Yoona sambil lalu.
"Sekarang giliranku!"
"Silahkah, tuan Straight."
"Aku ingin kau melakukan tantangan. Sejak tadi kau terus memilih truth, dan aku sudah bosan mendengar semua kejujuranmu."
"Baiklah, apa yang kau inginkan?"
"Menemaniku selama suamimu belum kembali dari San Diego." ucap Aiden sambil menunjukan seringaiannya yang entah mengapa membuat Yoona berdebar seketika.
"Tantangan macam apa itu? Sore ini mungkin suamiku akan kembali."
Aiden mengendikan bahunya acuh tak acuh. "Jika suamimu tidak kembali..." ucap Aiden lambat-lambat sambil mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah wajah Yoona yang kaku. "Malam ini kau makan malam bersamaku. Pukul tujuh aku menunggumu di dekat jalan utama, di pintu masuk pantai." lanjut Aiden sambil berdiri dan melangkah pergi menuju kasir. Sementara itu Yoona hanya terdiam di tempatnya sambil memikirkan hatinya yang mendadak aneh. Apa aku baru saja berharap Laiv tidak pulang?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro