Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bad Liar Part 16

Lebih dari tiga puluh menit Yoona menunggu Donghae di ruang tamu sambil terkantuk-kantuk. Rasanya matanya sudah sangat berat, dan ia juga lapar. Ditambah lagi bajunya yang lembab terasa tidak nyaman di tubuhnya, membuat Yoona merasa sangat marah pada Donghae yang telah dengan seenaknya menculiknya, lalu mengacuhkannya. Yoona merasa menggigil berada di ruang tamu itu sendirian sejak tadi. Tidak ada satupun orang di sana yang melintas. Bahkan pelayan sekalipun, tidak ada yang muncul hanya untuk sekedar menyapa Yoona seperti biasanya. Di ruang tamu yang besar itu Yoona hanya ditemani beberapa foto dengan ukuran besar yang keseluruhannya memasang ekspresi wajah yang tidak ramah. Semua foto yang tertempel di dinding itu adalah para leluhur Donghae. Di baris terakhir jejeran foto itu, Yoona dapat melihat potret wajah Donghae saat ini yang sedang menatap ke arah kamera dengan tatapan tajam dan angkuh. Sungguh memuakan! batin Yoona kesal. Pantas saja Donghae menjadi liar seperti itu. Ia pasti merasa bosan tinggal di rumahnya yang mewah, namun dingin. Jika ibunya tidak ada, Donghae pasti kesepian dan merasa hampa.

"Kupikir kau kabur."

Suara langkah kaki yang mendekat dan suara Donghae yang terdengar dari ruangan lain menyadarkan Yoona dari rasa kantuknya. Batinnya langsung bersorak girang saat melihat Donghae muncul dengan rambut basah setelah mandi, kaos hitam sederhana, dan juga celana santai selutut yang membuat penampilan Donghae menjadi lebih menawan. Namun sekarang bukan saatnya untuk mengagumi Donghae! Yoona langsung saja bangkit berdiri dan menghampiri Donghae yang saat ini sedang berdiri santai di dekat vas bunga besar dengan lukisan kuno.

"Antarkan aku pulang sekarang."

"Tidak. Kau harus makan malam bersamaku."

"Kenapa? Aku lelah." balas Yoona lunglai. Ia sudah tidak memiliki tenaga untuk mendebat Donghae. Dalam keadaan perut lapar dan tubuh lelah, manusia mana yang bisa berteriak-teriak garang?

"Kau bisa istirahat di sini. Aku memiliki banyak kamar yang kosong."

"Tapi aku ingin pulang. Ibu pasti menkhawatirkanku di rumah."

"Aku akan mengantarmu pulang setelah kau makan malam denganku. Hari ini ibuku pergi ke luar kota bersama kakek, Siwon hyung tidak pulang. Aku hanya sendiri di rumah yang sebesar ini."

Rasa iba menggelayuti Yoona saat melihat wajah sendu Donghae yang menyedihkan. Ia tidak tega melihat Donghae yang terlihat mengiba di depannya dengan wajah setengah memohon agar ia menemaninya makan malam. Dengan pasrah akhirnya Yoona menyetujui ajakan Donghae untuk makan malam bersama pria itu. Namun sebelum makan malam, Donghae menyarankan Yoona untuk mandi terlebihdahulu agar tubuhnya lebih segar. Sembari menunggu makanan dihidangkan oleh pelayannya, Donghae memberinya gagasan dan terus mendesak Yoona untuk mandi di salah satu kamar tamunya yang kosong.

"Baiklah. Tunjukan dimana kamarnya."

Yoona rasanya sudah terlalu lelah untuk melayani berbagai macam perdebatan yang akan ditimbulkan Hae. Lebih baik ia segera menuruti permintaan pria itu agar ia bisa lebih cepat pulang ke rumahnya.

"Kau bisa menggunakan pakaian di lemari itu." tunjuk Hae pada lemari kayu di dekat pintu masuk kamar mandi.

"Ada baju siapa di sana?"

"Entahlah. Tapi ibuku mengizinkan siapapun memakai baju yang tersedia di dalam sana. Kau bisa memilih sendiri yang sesuai denganmu." jelas Donghae acuh tak acuh.

"Baiklah, Hae. Kau bisa tunggu aku di meja makan. Aku tidak akan lama." balas Yoona malas-malasan dan segera menutup pintu kayu di depannya. Tak lupa ia mengunci pintunya untuk mengantisipasi sikap jahil Donghae. Bisa saja pria itu menyelinap masuk saat ia sedang mandi, lalu menggodanya habis-habisan seperti biasanya. Tidak! Yoona tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

-00-

Lima belas menit kemudian Yoona telah selesai dan terlihat lebih segar untuk turun ke ruang makan. Sebuah dress berwarna biru selutu dengan gambar bunga-bunga yang manis menjadi pilihan Yoona untuk dikenakan karena hanya itulah satu-satunya pakaian yang menurut Yoona tidak terlihat berlebihan. Padahal daripada sebuah dress, Yoona lebih suka menggunakan pakaian santai, seperti celana jeans dan juga kaos. Tapi sayangnya di lemari itu sama sekali tidak ada kaos dan celana. Hampir seluruh isi lemari itu adalah dress dan gaun dengan harga yang tidak bisa dikatakan murah.

"Kau terlihat lebih segar dan...."

"Dan apa?" tanya Yoona malas sambil menarik kursi di depan Donghae duduk.

"Dan cantik. Seharusnya kau lebih sering menggerai rambutmu dan menggunakan dress. Kau terlihat lebih mempesona."

Yoona merasa tidak perlu menanggapi celotehan Donghae yang tidak penting. Sudah menjadi kebiasaan Donghae untuk menggodanya hingga ia tersipu malu. Dan sejujurnya saat ini ia sedang menyembunyikan rasa malunya dibalik wajah datar yang ia tunjukan pada Donghae.

"Apa menu makan malam hari ini?"

"Salmon panggang, sosis, pasta, dan aku baru saja meminta pelayanku membuatkanmu sup. Aku tahu kau menyukai makanan yang berkuah untuk makan malam."

"Hmm... terimakasih. Kau sangat tahu seleraku." Yoona segera meraih mangkuk supnya dan menyeruput sedikit kuahnya yang hangat. Lidahnya saat ini benar-benar menari di dalam rongga mulutnya karena dimanjakan oleh kuah sup yang begitu hangat dan gurih khas rempah-rempah. Sup itu dapat membuat tubuhnya yang semula dingin menjadi hangat karena kuahnya yang kaya akan rempah-rempah. Selain itu pelayan Donghae juga menambahkan potongan jamur dan daging sapi yang begitu lembut di dalam supnya. Sangat sempurna! sorak Yoona dalam hati.

"Kau sepertinya menyukai supnya."

"Sangat! Ini enak. Cepat habiskan makanmu, dan antar aku pulang!" perintah Yoona sambil memakan supnya cepat. Ia sengaja tidak mengambil sosis berukuran jumbo yang terlihat menggiurkan ataupun salmon panggang yang sausnya berhasil membuat Yoona menahan diri agar ludahnya tidak menetes-netes seperti anjing yang menginginkan tulang. Semua makanan yang dihidangkan oleh pelayan Donghae memang luar biasa. Sayang ia tidak berada di waktu yang tepat untuk menikmati semua hidangan itu.

"Puddin mangga, Yoong."

Donghae mendorong sepiring pudding dengan potongan buah mangga segar dan juga saus krim susu berwarna putih yang terlihat menggiurkan. Embun es yang menempel di atas pudding itu membuat Yoona meneguk ludah gugup dan akhirnya memutuskan menyerah pada godaan dessert yang menggiurkan itu.

"Baiklah, sepotong pudding sebelum pulang tidak masalah." ucap Yoona sambil mengendikan bahu. Ia lalu segera memakan pudding buah itu lahap tanpa menyisakan sedikitpun di piringnya dari potongan kecil pudding yang ia ambil. Ia akui pudding itu enak. Dan ia sebenarnya masih menyimpan cukup banyak ruang di perutnya untuk makan lebih banyak pudding. Tapi ia sudah merasa gelisah sejak tadi. Jelas ibunya pasti mengkhawatirkannya di rumah karena ia belum juga pulang dari sekolah.

"Kenapa kau berduaan dengann mr. James?"

"Apa?"

"Kenapa kau berduaan dengan mr. James? Di tempat yang gelap dan sepi dalam suasana hujan." tambah Donghae tajam. Yoona rasanya tak mengerti dengan topik percakapan yang sedang dibicarakan pria itu. Mr. James? Memangnya ada masalah apa pria itu pada mr. James?

"Mr. James berbaik hati akan mengantarku pulang. Seharusnya tadi aku memilih pulang bersama mr. James saja jika tahu kau akan membawaku ke rumahmu." gerutu Yoona tanpa memperhatikan raut wajah Donghae yang berubah menggelap. Pria itu dengan tatapan dingin berjalan menghampiri Yoona dan tiba-tiba mencengkeram rahang bawah Yoona keras.

"Aku tidak suka melihat kekasihku berduaan dengan guru sok pintar itu!"

"Hae, sakit! Apa-apaan kau ini." geram Yoona mencoba melepaskan cekalan tangan Donghae di dagunya. Namun semakin ia berusaha, Donghae justru semakin mencengkeramnya dengan kuat.

"Selama berbulan-bulan aku berusaha memahamimu. Aku bersikap baik padamu, melindungimu dari tikus-tikus pengganggu itu dan melimpahimu dengan perhatian yang tidak pernah kuberikan pada gadis manapun di luar sana! Dengan semua kebaikan sebanyak itu, kau masih saja bersikap kasar padaku, tapi kau justru bersikap manis pada pria yang jelas-jelas terartik padamu."

"Hentikan, Hae! Aku tidak mengerti apa yang kau katakan." teriak Yoona berang. Kesabarannya untuk menghadapi Donghae telah habis. Dan ia mulai memiliki ide untuk mengambil sendok perak di belakang tubuh Donghae untuk memukul mundur pria itu agar melepaskan cengkeramannya yang menyakitkan.

Prang

"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, Yoona sayang?" bisik Donghae lambat-lambat. Pria itu langsung saja melempar piring beserta sendok yang berada di atas meja hingga kini piring itu sudah pecah berkeping-keping di atas lantai. Sedangkan sendok itu telah terlempar jauh hingga membentur tembok.

"Donghae please, lepaskan aku. Mr. James tidak pernah tertarik padaku. Ia hanya ingin mengantarku pulang karena hujan deras dan sudah tidak ada siapapun lagi di gedung sekolah."

"Aku tidak peduli! Kau menyembunyikan kecantikan luar biasa dibalik wajah nerdmu ini." tunjuk Donghae pada dahi Yoona. Telunjuk itu kemudian perlahan-lahan bergerak menyusuri kening Yoona, hidung, dan yang terakhir bibir. Jari panas Donghae berhenti cukup lama di atas bibir Yoona sambil menekannya kuat saat Yoona mulai berteriak-teriak lagi. "Aku seharusnya mengklaim dirimu sebelum orang lain mendapatkanmu." bisik Donghae berbahaya dan langsung melumat bibir Yoona tanpa ampun. Pria itu menggunakan sedikit tenaganya untuk menahan tangan Yoona di atas kepalanya, sedangkan tubuhnya yang kuat terus menekan tubuh kecil Yoona di atas kursi kayu yang hampir terguling jatuh karena gerakan kasar Yoona.

"Mmppffhh... Hae... mpffhh..."

Donghae terus membungkam bibir Yoona dengan ciumannya yang ahli tanpa membiarkan Yoona lepas sedikitpun dari jangkauannya. Dalam hati Donghae bersumpah jika Yoona harus menjadi miliknya. Tubuh maupun hatinya.

"Kau milikku, Yoona sayang..."

Yoona tersentak saat merasakan sentuhan lembut Laiv di pipinya. Ruangan tempatnya tidur terlihat begitu gelap dan hanya disinari oleh cahaya bulan yang terlihat samar-sama dari balik gorden. Malam pertama yang akan dihabiskan Yoona dengan Laiv terasa begitu mencekam dan dingin karena Laiv mematikan semua lampu tidur di kamar mereka. Yang saat ini terlihat di mata Yoona hanyalah mata hijau Laiv yang bersinar terang dibalik kegelapan bagaikan mata kucing yang lapar. Meskipun Yoona tidak bisa melihat apapun dengan jelas, namun ia masih bisa merasakan sentuhan Laiv yang seringan bulu dan juga memabukan, membuat setiap inci kulit Yoona menggigil penuh damba. Ini adalah pria yang kunikahi, Laiv adalah suamiku. Yoona terus menanamkan hal itu di kepalanya untuk mengahalau setiap rasa aneh yang tiba-tiba menyusup di hatinya. Sentuhan Laiv di kulitnya terasa memabukan, dan Yoona merasa takut jika semua itu akan menjadi sebuah dosa untuknya. Ia merasa berdosa karena belum mencintai sepenuhnya.

"Kuharap kau menikmati malam ini, sayang." bisik Laiv lembut di telinganya. Sesekali pria itu menggigit telinga Yoona mesra dan membuat Yoona menggeliat tidak nyaman karena perasaan aneh yang menyusup di benaknya.

"Kenapa kau tidak membiarkanku melihat setiap inci tubuhmu di bawah sinar lampu, Laiv?"

"Karena aku menginginkan sesuatu yang berbeda. Kau di bawahku, dalam kegelapan, terlihat lebih menggairahkan, sayang." balas Laiv serak sebelum ia meninggelamkan bibirnya di atas bibir ranum Yoona yang terlihat berkilau tertimpa cahaya bulan dari sela-sela gorden kamar mereka yang beriak kecil tertiup angin. Malam ini Laiv ingin mengkalim Yoona sebagai miliknya. Yoona harus menjadi miliknya. Satu-satunya wanita yang akan terus bersamanya meskipun rentang usia mereka kerap menjadi perbincangan orang lain.

"Aku tidak peduli pada kata-kata orang lain. Dan kuharap kau juga begitu, sayang."

"Aku milikmu, Laiv. Aku akan selalu mengikutimu."

-00-

Keesokan harinya cahaya silau keemasan menerobos masuk dari celah gorden yang terbuka, membuat Yoona yang masih tertidur segera membuka matanya sambil mengerang pelan karena merasakan tubuhnya yang terasa sakit. Ini adalah pagi pertamanya sebagai pengantin baru. Yoona telah membayangkan hal-hal romantis yang akan ia lakukan bersama Laiv di pagi hari sebelum mereka melakukan rutinitas masing-masing. Namun Yoona merasa kosong saat tangannya mulai meraba sisi ranjangnya yang semalam diisi oleh Laiv. Dengan perasaan setengah tak percaya, Yoona segera membuka matanya dan melihat sendiri ke arah sisi kanannya yang memang kosong.

"Laiv?" panggil Yoona keras. Tapi hanya keheningan yang didapatkan Yoona di dalam kamar luas milik Laiv yang hanya meninggalkan sedikit kekacauan, yaitu di atas tempat tidur yang digunakan Yoona. Sambil mendesah kecewa, Yoona menekuk lututnya sebatas dagu dan menelungkupkan kepalanya di atas lututnya. Ini bukan pernikahan yang ia inginkan. Bayang-bayang pernikahannya yang hancur bersama Siwon kembali menghantuinya dan membuat Yoona sesak. Hari pertama setelah menjadi istri Laiv, ia kehilangan pria itu di atas ranjang. Bahkan semalam mereka bercinta dalam keadaan lampu padam hingga ia tidak bisa melihat apapun selain mata berkilat-kilat Laiv yang menunjukan kepuasaan. Sedikit kegetiran menyusup masuk ke dalam hati Yoona hingga menimbulkan setitik air mata di sudut mata wanita itu. Ia pernah berada di posisi ini. Jauh sebelum bertemu Siwon maupun Laiv.

Tidak ada yang tersisa dari pergulatan yang ia lakukan semalam. Nyatanya pria itu telah berhasil merampas segalanya. Semua yang ia miliki! Kesuciannya! Bertahun-tahun ia menjaga hal itu seperti wanita kolot agar kelak suaminya memiliki kebanggaan yang luar biasa besar pada dirinya. Namun semua angan-angan itu kini hanya tinggal kenangan. Pria picik itu semalam telah menyentuhnya. Memaksanya untuk melayani nafsu binatangnya yang menjijikan, lalu ia dicampakan begitu saja di atas ranjangnya dengan seluruh rasa hancur yang melingkupinya.

Yoona menangis terisak-isak di atas ranjang sambil memeluk lututnya. Setelah ia membersihkan diri dan berpakaian, Yoona kembali jatuh ke atas ranjang dengan seluruh perasaan bersalah dan berdosa. Memangnya apa yang telah ia perbuat hingga pria itu tega menghancurkan masa depannya. Hanya karena ia akan pulang bersama mr. James, Donghae menjadi marah dan menciumnya membabi buta dengan kasar. Pria itu lalu mendorongnya keras hingga ia terjatuh ke atas lantai, dan setelah itu Donghae memperlakukannya seperti sebuah benda tak berharga yang bisa dikoyak dan dirusak tanpa ampun.

"Tidak perlu menangis. Hal seperti ini sudah biasa terjadi."

Dengan wajah berkilat-kilat marah, Yoona menatap Donghae tajam sambil mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. "Kau pria sialan menjijikan! Kau merusak masa depanku!" tuding Yoona marah. Napasnya langsung bergerak naik turun tak beraturan karena emosi yang meluap-luap di hatinya. Semalam ia pingsan setelah Donghae mendapatkan kepuasaan dari tubuhnya. Dan ia tidak tahu lagi apa yang dilakukan pria itu selain bukti rasa sakit yang saat ini ia dapatkan. Mungkin pria itu masih terus melanjutkan permainannya saat ia tak sadarkan diri hingga pria itu kelelahan dan jatuh tertidur di sebelahnya.

"Tenanglah, Yoong. Tidak akan terjadi apapun padamu. Aku menggunakan pengaman."

"Bukan itu, sialan!" maki Yoona marah. Ia tak peduli apakah Donghae menggunakan pengaman atau tidak. Baginya itu tetap sama saja. Ia telah dinodai oleh seorang pria yang akhir-akhir ini telah mendapatkan sedikit hatinya.

"Kupikir kau berbeda dari yang lainnya. Kupikir kau memang peduli padaku." ucap Yoona bergetar. Saat mengatakan hal itu, hanya kesakitan yang dirasakan Yoona. Kebaikan yang diberikan pria itu nyatanya palsu.

"Aku memang berbeda. Tidak ada pria baik sepertiku yang ingin bersusah payah untuk menaklukanmu. Sudah sepantasnya kau membayar kesabaranku selama ini dengan milikmu yang berharga." balas Donghae santai tanpa ada penyesalan yang tercetak sedikitpun di wajahnya. Melihat itu, rasanya Yoona benar-benar muak dan jijik. Ia benci Lee Donghae. Dan ia ingin pria itu mati untuk menebus semua dosa-dosanya.

"Selamat pagi, nyonya Birmingham."

Setetes air mata lolos begitu saja dari mata Yoona. Bayangan itu sampai kapanpun akan selalu menghantuinya dan membuat perasaannya sakit.

"Yoong? Kau baik-baik saja?"

Laiv mendekati istrinya yang tampak bergetar sambil mengernyit bingung. Beberapa menit yang lalu ia sengaja keluar dari kamar mereka untuk menyiapkan sarapan untuk Yoona. Sebuah kejutan kecil untuk istri barunya ia pikir akan membuat Yoona semakin mencintainya. Namun saat ia kembali ke kamar mereka dengan senampan makanan, ia justru dikejutkan dengan tetesan air mata yang turun perlahan-lahan dari kedua mata Yoona.

"Laiv!"

Setelah Laiv meletakan nampan di nakas ranjang mereka, Yoona langsung menubruknya erat dengan tubuh bergetar. Suara isakan kemudian semakin terdengar dari bibir wanita itu saat ia menyandarkan kepalanya di pudaknya yang kokoh.

"Apa aku menyakitimu, sayang?"

Yoona menggeleng kaut di atas pundaknya. "Aku takut kehilanganmu. Kupikir kau.... kau..." Yoona seperti kehilangan kekuatan untuk melanjutkan kata-katanya karena suaranya tercekat di tenggorokan.

"Ssshh... aku tidak pergi kemana-mana. Aku hanya turun untuk menyiapkan sarapan." Yoona sedikit terkesiap saat melirik senampan makanan yang telah ditata rapi di atas ranjangnya dan juga setangkai mawar pink yang terlihat manis. Pria ini sungguh tahu bagaimana cara memperlakukan wanita, batin Yoona terharu.

"Maaf. Kupikir aku memang terlalu ketakutan dengan segala pikiran buruk yang bersarang di kepalaku."

"Tidak apa-apa. Aku justru menyukainya. Itu berarti kau sangat takut kehilanganku dan kau sangat mencintaiku."

"Laiv..." panggil Yoona dengan rona merah di wajahnya. Dengan perlahan ia mendorong tubuh Laiv menjauh, lalu melirik ke arah sarapannya yang begitu menggiurkan. "Apa kau tak keberatan jika aku memakan hasil masakanmu?"

"Tentu. Aku memang menyiapkannya untuk dimakan, sayang. Tapi sebelum kau memakannya, aku ingin meluruskan sesuatu."

"Apa?"

Laiv tergelak saat melihat raut serius yang tercetak di wajah istrinya. Kasihan sekali wanita itu. Ia menjadi tegang dan dilingkupi ketakutan karena pikirannya yang buruk. "Ini bukan masakanku. Aku hanya ingin memberitahumu jika semua ini tetap masakan juru masakku. Tapi aku yang meminta mereka menyiapkan menu ini."

"Tidak masalah. Bagiku itu sama saja. Telur setengah matang adalah favoritku dengan roti gandum yang dipanggang kering hingga coklat eksotis. Darimana kau tahu, Laiv?"

"Aku suamimu." jawab Laiv kalem. Tepat seperti dugaan Yoona jika Laiv begitu penyayang dan juga dewasa. Apapun yang dilakukan Laiv selalu terlihat menenangkan untuknya. Jawaban-jawaban yang diberikan Laiv selama ini jarang mengandung provokasi atau sesuatu yang berhubungan dengan pertengkaran. Laiv memiliki pengendalian diri yang baik. Dan Yoona sangat berharap jika pria itu dapat memaklumi kondisinya jika suatu saat ia berubah buas dan galak seperti induk singa.

"Kau suami yang luar biasa." puji Yoona sambil mengecup pipi Laiv ringan. Ia lalu langsung melahap menu sarapannya seperti wanita kelaparan yang tidak makan berminggi-minggu. Nafsu makan Yoona sangat lahap, dan itu membuat Laiv terkekeh geli.

"Kau seperti tidak pernah makan berminggu-minggu."

"Memang tidak." balas Yoona cuek. Mulutnya terlihat aktif mengunyah roti gandum, lalu telur setengah matang, lalu kembali mengunyah roti gandum dengan wajah puas yang tercetak jelas di wajahnya. Wanita itu jelas terlihat sangat menikmati sarapan paginya sebagai seorang pengantin baru. "Sebelum pernikahan aku memiliki jadwal pemotretan yang perlu kuselesaikan karena aku mengambil cuti selama satu minggu. Yeah, kukira kau mungkin akan mengajakku untuk pergi." ucap Yoona malu-malu. Sebelum pesta pernikahan dilangsungkan, mereka tidak pernah membahas masalah bulan madu. Meskipun sebenarnya Yoona menyadari hal itu, tapi ia terlalu takut untuk mengatakannya pada Laiv. Selain karena pria itu sudah cukup tua, Laiv juga memiliki penyakit jantung yang sangat dikhawatirkan Yoona. Ketakutan Yoona itu membuatnya tidak pernah membahas masalah bulan madu hingga pagi ini.

"Kemana kau ingin pergi?"

"Apa?" Yoona telah selesai memakan seluruh sarapannya. Piring itu sekarang terlihat sangat bersih seperti belum pernah dipakai sama sekali. "Kau serius bertanya padaku, Laiv?" Dengan gugup Yoona meminum jus jeruknya dan melatakan gelas itu pelan-pelan kembali ke atas nampan.

"Tentu. Kau ingin pergi kemana? Aku memiliki waktu empat hari. Maaf, waktu liburku tidak selama milikmu."

"Oo oh... tidak apa-apa, Laiv. Itu sudah cukup. Dan jika kau bertanya kemana aku ingin pergi, aku sangat ingin menghabiskan waktu untuk berlibur di rumah pantai. Kau tahu kan jika pantai sangat bagus di musim panas seperti ini. Deburan ombak, bar-bar ramai yang buka dua puluh empat jam dengan berbagai makanan lezat, lalu udara laut yang segar di pagi hari. Kurasa itu liburan yang sangat sempurna. Bagaimana menurutmu?" tanya Yoona antusias. Sejak dulu pantai dan rumah pantai adalah favoritnya. Sesekali saat ia lelah, ia akan kabur ke rumah pantai selama seminggu. Dan biasanya di hari ke tiga atau ke dua Donghae akan muncul untuk mengganggu waktu-waktu tenangnya dengan alasan ingin menjaganya dari pria-pria pantai yang berbahaya.

"Baiklah, usulan diterima. Bagaimana dengan Balboa?"

"Balboa, Panama maksudmu?"

Laiv mengangguk mengiyakan sambil tersenyum. Seketika kumisnya yang tebal membentuk garis lengkung yang begitu mengagumkan di mata Yoona yang kini merasa girang dengan ide itu.

"Aku ingin sekali pergi ke sana. Oh ya ampun, terimakasih Laiv!"

Laiv tidak bisa menahan gemuruh bangga di hatinya saat ia berhasil membuat Yoona terkesan padanya. Hal-hal seperti inilah yang ia harapkan dari sebuah hubungan pernikahan. Kebahagiaan, kehangatan, dan perasaan hidup di dunia yang penuh warna. Tidak seperti dulu yang selalu kelabu, kini Laiv telah menemukan warna baru dalam hidupnya. Sembari mengamati kegembiraan yang terpancar di wajah Yoona, Laiv menatap ke arah potret Sarah yang masih terpajang dengan baik di salah satu dinding kamarnya.

"Kebetulan aku memiliki rumah pantai di sana. Salah satu properti yang telah kumiliki dua tahun yang lalu, namun aku belum pernah pergi ke sana. Tidak ada yang menemaniku." ucap Laiv berkelakar. "Aku takut bermalam sendirian. Bagaimana jika seorang gadis pantai tiba-tiba menyusup masuk untuk mengganggu pria tua yang renta ini?" lanjut Laiv terbahak-bahak. Sungguh pria itu sangat tahu bagaimana caranya membuat istrinya berubah lebih rileks dan semakin menyukai kehidupan pernikahan mereka.

"Ngomong-ngomong, Yoong."

"Ya?" tanya Yoona penuh minat. Perubahan nada suara Laiv sedikit membuat Yoona khawatir pada pria itu.

"Apa kau baik-baik saja jika foto Sarah masih berada di kamar ini?"

Seketika Yoona mengalihkan tatapan matanya ke arah foto Sarah yang sedang tersenyum lebar ke arah kamera. Sungguh jika dilihat dari sisi manapun, wanita itu sangat mirip dengan dirinya. Hanya sedikit perbedaan yang mampu dikenali Yoona, seperti keluguan yang terpancar di wajah wanita itu terlihat begitu alami dan tanpa dibuat-buat. Selain itu jenis pakaian yang digunakan Sarah dalam setiap foto sedikit berbeda dengan pakaian-pakaian masa kini. Yeah, tentu saja Sarah di foto-fotonya selalu menggunakan pakaian yang sedang trend di masa itu. Sedangkan di masa sekarang, pakaian-pakaian yang dikenakan Sarah sudah tidak lagi populer.

"Sama sekali tidak. Aku justru menginginkan foto Sarah tetap berada di sana sebagai pengingat jika dulu wanita itu pernah menjadi bagian dari kisah cintamu."

"Kau tidak marah?"

"Marah?" tanya Yoona tegelak. Untuk apa ia marah. Sama sekali tidak ada kemarahan di hatinya hanya karena sebuah foto. Dan jika ia marah, seharusnya Laiv juga marah padanya karena alasan utamanya menikahi pria itu adalah karena pria lain di masa lalunya.

"Aku justru akan marah jika kau melupakan Sarah. Ngomong-ngomong jam berapa sekarang?"

Sinar matahari yang bersinar begitu terik di luar mengingtakan Yoona betapa sudah siangnya saat ini. Saat bangun tadi ia tidak sempat melihat jam dinding atau memeriksa ponselnya karena terlalu fokus pada keberadaan Laiv yang tiba-tiba menghilang.

"Pukul setengah sepuluh."

"Ya ampun! Aku bangun sangat siang hingga tidak menyiapkan apapun untukmu. Maafkan aku Laiv."

"Tidak masalah sayang. Aku tahu kau lelah." Laiv menatap Yoona penuh arti dan mengecup jari-jari Yoona lembut.

"Semalam untuk pertama kalinya dalam dua puluh tahun, aku menyentuh seorang wanita."

Yoona langsung tersipu malu saat mengingat peristiwa semalam. Betapa gilanya permainan Laiv dan betapa hebatnya pria itu di ranjang. Laiv tidak terlihat seperti pria lima puluhan jika itu menyangkut hubungan di atas ranjang, pikir Yoona tersipu-sipu. Sayangnya mereka melakukannya dalam keadaan gelap gulita, sehingga Yoona tidak bisa melihat wajah Laiv saat mendapatkan kepuasan darinya. Apakah pria itu menikamtinya juga semalam?

"Aku sangat menikmatinya." Laiv terkekeh menatap wajah bingung Yoona yang menggemaskan. "Wajahmu menjelaskan semuanya."

"Astaga. Apa sejelas itu? Ck, memalukan."

"Aku suka wajah polosmu yang menggemaskan. Apa kau ingin jalan-jalan hari ini?"

"Hmm... sepertinya bukan ide yang buruk. Kalau begitu tunggu aku."

"Perlu bantuan untuk menggosok punggungmu?"

Gerakan Yoona menuruni ranjang langsung terhenti saat Laiv melemparkan pertanyaan bernada sensual yang berhasil membuat perut Yoona bergetar aneh. Sebentar saja ia sudah merasa pusing dengan denyutan gairah di tubuhnya yang disebabkan oleh Laiv.

"Kku kurasa, tidak sekarang." jawab Yoona terbata-bata. Ia masih malu untuk melakukan kontak fisik dengan Laiv. Dan ide pria itu untuk mematikan seluruh lampu di kamar mereka saat bercinta dinilai Yoona sebagai ide yang brilian karena dengan begitu wajahnya yang merah padam tidak akan bisa terlihat oleh Laiv.

"Kau membuatku gemas, sayang."

"Aw..." Yoona memekik lucu saat Laiv tiba-tiba mendorong tubuhnya dan memerangkap tubuhnya di bawah tubuh kokohnya.

"Betapa kecilnya dirimu saat terlentang di bawahku, Yoong."

"Dan betapa menawannya dirimu tuan Birmingham saat menjulang kokoh di atasku. Boleh aku mengecup bibirmu?" tanya Yoona nakal sambil mengalungkan lengannya di leher Laiv. Pria itu tertawa serak di atas Yoona, sedikit tidak percaya dengan tingkah pengantinnya yang berubah nakal seperti kucing liar.

"Tentu. Cium aku dimanapun kau inginkan." balas Laiv serak dan segera mencium bibir Yoona penuh nafsu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro