Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bad Liar Part 11

Aiden memandangi profil Yoona di tangannya sambil mengerutkan alisnya serius. Pertemuan mereka kemarin tidak bisa dikatakan sebagai pertemuan yang memuaskan. Keduanya justru saling melakukan serangan demi mempertahankan ego masing-masing. Itu jelas bukan sesuatu yang bagus untuk Aiden. Seorang wanita naif seperti Yoona harus dijinakan, pikirnya sinis. Tapi meskipun Yoona galak, wanita itu memiliki potensi yang sangat menguntungkan untuk agensinya. Sepak terjangnya di dunia modelling sama sekali tidak bisa diragukan lagi. Apalagi wanita itu dulu berasal dari agensi milik Donghae di Chicago. Ia yakin jika Donghae juga menerima Yoona bukan tanpa alasan, wanita itu berbakat, dan juga cantik. Reputasinya yang baik pasti akan mendatangkan banyak penawaran dari perusahaan adikuasa untuk menjadikan Yoona sebagai brand ambassador produk mereka. Sayangnya wanita itu memiliki sikap yang terlalu naif.

Tok tok tok

"Masuk." Tanpa menatap ke arah pintu, Aiden mempersilahkan si pengetuk untuk segera masuk ke dalam ruangannya. Ia masih terlalu asik untuk mempertimbangkan apakah Yoona adalah wanita yang cocok untuk menjadi satu dari tiga top model di perusahaannya. Kebetulan seminggu yang lalu salah satu model yang menjadi andalan di agensinya memutuskan untuk resign karena ingin fokus mengurus anaknya yang masih balita. Hal itulah yang akhirnya membuat Aiden harus membuka lowongan model baru agar posisi milik Hellen bisa terisi oleh model baru yang masih segar.

"Tuan Straight..."

Orang itu mencoba mengalihkan atensi Aiden dari berkas-berkas yang sedang ditekuninya agar memperhatikannya. Untuk datang ke sini siang ini, ia harus membatalkan janji temunya dengan Laiv yang padahal telah memesan tempat di sebuah restoran bintang lima.

"Kuharap aku datang ke sini bukan untuk suatu kesia-siaan."

"Ada apa ms. Yoona? Apa aku telah merusak rencana kencanmu?"

"Lebih dari itu." jawab Yoona ketus. Ia benar-benar tidak bisa bersikap manis bila harus berhadapan dengan Aiden. Entah kenapa aura yang dibawa oleh pria itu selalu membuat Yoona selalu merasa ingin meledak seperti dinamit.

"Kuyakin setelah ini kekasihmu akan lebih bangga padamu. Kau membatalkan rencana kalian, tapi kau berhasil diterima sebagai model di perusahaan ini. Selamat."

Itu bukan sebuah berita yang bagus. Yoona bahkan tidak merasa senang saat Aiden mengatakatakan padanya dengan nada datar jika dirinya diterima bekerja sebagai model di agensi The Star. Padahal satu minggu yang lalu ia begitu antusias dengan agensi ini dan sangat ingin diterima sebagai salah satu model. Tapi setelah cita-citanya berhasil terwujud, ia justru merasa hambar.

"Aku tidak melihat adanya gurat-gurat kesenangan di wajahmu, ms. Yoona." dengus Aiden kesal. Ia pikir menerima Yoona sebagai mode di agensinya akan membuat wanita itu terlonjak girang dan bersujud-sujud di kakinya sambil mengucapkan beribu-ribu terimakasih seperti apa yang sering wanita lain lakukan. Tapi wanita ini justu diam, menghembuskan napas berat, dan mengatupkan bibirnya rapat tanpa bersorak gembira.

"Terimakasih. Itu berita yang sangat menggembirakan. Kapan aku bisa menandatangani kontraknya?"

"Kukira kau akan menolaknya."

"Aku tidak berteriak norak seperti wanita lain bukan berarti aku tidak senang. Aku hanya memikirkan banyak hal sebelum mulai bekerja lagi di dunia modelling."

"Apa yang kau pikirkan? Kurasa kau harusnya tidak perlu memusingkan apapun. Bukankah sebelumnya kau bekerja di agensi Spectre di Chicago?"

Yoona tidak terkejut jika Aiden telah mengetahui asal usulnya. Bukan sesuatu yang sulit bagi Aiden untuk mencari tahu profilnya. Lagipula hal itu hanya diperlukan sedikit kepekaan Aiden untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya tentangnya.

"Kau kakak ipar Donghae, bukan?"

"Tidak lagi." jawab Yoona malas. Sejujurnya ia tidak ingin membawa masalah pribadinya di hadapan pria itu. Tapi Aiden sendiri yang berusaha menggalinya karena merasa mereka sama-sama mengenal Donghae dengan baik. "Aku sudah bercerai dari mantan suamiku."

"Aku terkejut." ucap Aiden dengan ekspresi datar, sangat berbanding terbalik dengan kata-katanya yang seharusnya menunjukan ekspresi terkejut. Selama bertahun-tahun ia sering mendengar Donghae menceritakan kakak iparnya yang mengagumkan. Dan ternyata setelah ia bertemu langsung dengan wanita itu, mantan kakak ipar Donghae lebih dari mengagumkan. Ia wanita yang tak terduga.

"Kenapa kau bercerai dengan Siwon?"

"Kau mengenalnya?"

"Tentu saja." balas Aiden acuh tak acuh. Pria itu masih menantikan Yoona menjawab pertanyaannya mengenai alasan perceraian wanita itu. Meskipun bukan sesuatu yang pantas untuk dibahas, tapi Aiden merasa penasaran. Lagipula ia tidak akan menahan diri jika wanita itu juga tidak berusaha menyembunyikan masa lalunya.

"Perlukah aku membahas hal itu padamu?"

"Tentu saja. Aku sahabat baik Donghae."

"Sahabat?" ucap Yoona dengan nada mencemooh. "Sahabat macam apa yang tidak datang di upacara pemakaman Donghae? Lagipula Donghae juga jarang membicarakanmu."

"Kurasa dia hanya tidak menemukan waktu yang tepat untuk membicarakanku. Dan mengenai ketidakhadiranku, aku minta maaf." Aiden menunjukan raut bersalah yang tidak dibuat-buat. "Saat itu aku tengah melakukan perjalanan bisnis ke Eropa. Saat mendengar berita kematiannya, aku tidak di waktu yang tepat untuk segera mengambil penerbangan ke Chicago. Aku turut berduka cita atas kehilanganmu." Aiden menunjukan wajah muram ketika mengingat Donghae. Bagaimanapun mereka berdua dulunya sangat dekat. Apapun yang dialami Donghae, selalu diceritakan pria itu padanya. Termasuk cintanya pada sang kaka ipar yang tak akan pernah pudar.

"Terimakasih." jawab Yoona pendek. Wanita itu terlihat tidak berminat untuk mengobrol dengan Aiden terlalu jauh. Masalah mengenai perceraiannya, itu bukan masalah Aiden. Mereka berdua kini hanya terhubung karena urusan pekerjaan.

"Kontrak kerjanya, tuan Straight?"

"Mulai sekarang kau bisa memanggilku Aiden. Evon!" Aiden memanggil sekretarisnya keras melalui telepon yang tersambung dengan meja sekretarisnya. Ia sangat berharap wanita berambut merah itu dapat mengerjakan pekerjaannya dengan benar selain keahliannya dalam menggoda yang sangat menjijikan.

Lima menit kemudian Evon datang tergopoh-gopoh sambil membawa sebuah map di tangannya. Kali ini Evon menggunakan baju kantor yang menurut Aiden terlalu murahan karena terlihat sangat tidak pas di sana sini. Kemeja merah berbahan satin itu terlihat sedikit kekecilan di tubuh berisi Evon. Apalagi wanita itu memakainya tanpa mengancingkan tiga kancing teratas blusnya. Kelihatan sekali jika wanita itu ingin menggoda Aiden saat sedang menunduk untuk menyerahkan map berisi kontrak kerja untuk Yoona.

"Kau lebih baik mengenakan seragam cleaning service yang kebesaran daripada blus menjijikan itu." sindir Aiden tajam tanpa menatap wajah Evon. Wanita itu langsung saja berubah pucat, kakinya bahkan hampir tersandung karena terlalu kaget dengan sindiran keras yang dilayangkan Aiden padanya. Padahal selama ini pria itu jarang menegurnya dan terkesan acuh dengan segala hal yang menempel di tubuhnya. Bisa dikatakan Evon sebenarnya sudah nyaris menyerah untuk menggoda atasannya yang perfectionist itu.

"Mma maaf." ucap wanita itu tergagap. Melihat Aiden yang tidak menunjukan respon apapun, Evon segera berlalu pergi dan menutup pintu ruangan Aiden rapat-rapat untuk menghindari hal buruk lain yang akan ia dapatkan.

"Ia terlihat ketakutan."

"Aku muak melihatnya berkeliaran dengan pakaian seperti itu."

"Ia sedang mencoba menggodamu."

"Dan aku sama sekali tidak tertarik dengan bentuk yang seperti itu. Tidak menggoda sama sekali." bisik Aiden sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Yoona. Pria itu jelas-jelas memandang sensual ke arah Yoona dari posisinya yang sedikit menunduk. Cepat-cepat Yoona mengambil tindakan dengan menyilangkan tangannya di depan dada, dan mengalihkan topik pembicaraan mereka mengenai perjanjian kerja diantara mereka.

"Berapa lama aku akan terikat dengan The Star?"

"Biasanya untuk model baru..." Aiden menegakan kembali tubuhnya dan kembali menunjukan sikap profesional sebagai CEO. "Aku mengontrak mereka selama enam bulan masa percobaan, dan jika kinerja bagus, aku akan langsung memberikan kontrak selama satu tahun. Tapi karena kau adalah model profesional yang memiliki reputasi bagus, aku memberimu kontrak ekslusif selama lima tahun."

Yoona terkejut mendengar kata-kata itu. Kontrak lima tahun? batin Yoona ngeri. Ia merasa tidak yakin dapat bertahan selama itu di bawah kuasa Aiden Straight yang begitu menyebalkan. Jika dulu bersama Donghae ia sering bertengkar, bagaimana jadinya jika sekarang ia bersama Aiden. Tentu saja ia tidak berharap hubungan mereka akan menjadi buruk, justru sebaliknya, ia mengharapkan hubungan kerja yang baik dan saling menguntungkan.

"Baiklah, aku setuju. Apa aku bisa menandatangani kontraknya sekarang?"

"Tentu."

Tanpa membaca isinya, Yoona segera menandatangani kontrak itu dan menyerahkannya kembali pada Aiden. Rasanya ia bisa bernapas lega sekarang karena telah memiliki pekerjaan setidaknya untuk lima tahun ke depan. Dan selama itu ia akan mencoba hidup sebaik mungkin di LA sambil mencari seseorang yang mungkin akan cocok sebagai pendamping hidupnya. Entahlah, ia merasa tidak ingin menjanda terlalu lama. Tapi jika ia menemukan pria yang tepat kelak, ia ingin mencintai pria itu tanpa harus terbayang-bayang pada sosok Donghae.

"Kuucapkan selamat datang di The Star, ms. Im Yoona."

-00-

"Kau terlihat cantik."

"Aku tahu."

Ibunya bahkan telah memujinya ratusan kali sebelum ia berjalan keluar dari pintu rumahnya yang rapuh untuk menemui Donghae. Malam ini akan diadakan pesta di sekolahnya. Sebuah pesta tahunan yang wajib didatangi oleh semua murid Royale High School. Namun selama tiga tahun Yoona bersekolah di sekolah elit itu, baru kali ini ia datang ke pesta tahunan itu. Tentu saja masalahnya sangat simple, pertama karena tidak ada satupun murid di sekolah yang menganggap kehadirannya di sana penting, dan ke dua, ia tidak pernah memiliki pasangan untuk datang ke acara itu. Jadi untuk apa ia bersusah payah menyiapkan diri jika pada akhirnya ia hanya dijadikan sebagai bahan olok-olok oleh sekumpulan murid keji yang membencinya.

"Selamat bersenang-senang."

Yoona tersenyum lembut ke arah ibunya yang begitu antusias. Sejujurnya ia tidak ingin datang ke pesta itu. Tapi Donghae terus memaksanya. Katanya ia perlu membuat semua orang tercengang dengan kecantikannya yang begitu alami. Selain itu, sebagai kekasih pria paling populer di sekolah, Donghae terus saja memakasanya untuk datang. Padahal jelas-jelas ia malas untuk datang ke acara konyol itu. Ia juga tidak pernah benar-benar menganggap hubungan mereka sebagai hubungan sepasang kekasih. Yoona terus saja menanamkan pada dirinya jika Donghae hanya sedang mengerjainya dengan berpura-pura bersandiwara sebagai kekasihnya, sedangkan di belakangnya, pria itu terus tertawa sambil mengolok-olok ketololannya.

"Semua orang pasti akan terkejut melihat penampilanmu."

"Benarkah?" Yoona merasa tidak yakin dengan penampilannya yang kata Donghae maupun ibunya sangat sempurna. Gaun berwarna peach itu terlihat terlalu mewah untuk wajahnya yang tidak terlalu cantik. Tapi ia benar-benar merasa terharu dengan kerja keras ibunya demi membelikannya sepotong gaun untuk acara pesta tahunan sekolah. Sejak Donghae datang ke rumah dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya dua bulan yang lalu, ibunya mendadak heboh dan menjadi sedikit berlebihan pada penampilannya. Setiap hari sebelum berangkat sekolah, ibunya selalu memastikan dandanannya sudah bagus dan sesuai untuk berjalan di samping pria sok berkuasa di sekolahnya, Lee Donghae. Rambut, pakaian, sepatu, semuanya harus terlihat sempurna di mata ibunya. Jika ada sedikit saja bulu mata yang jatuh di pipinya, ibunya pasti akan menjerit heboh dan menyingkirkannya dengan tak kalah heboh. Pokoknya, kehadiran Donghae benar-benar mengganggu kehidupan tenang Yoona yang membosankan.

"Kau terlihat sempurna. Aku heran padamu, kenapa selama ini kau terus menyembunyikan wajah cantikmu, Yoong?" Pria itu mengelus pipi Yoona lembut dan membuat wanita itu seketika tersipu. Selama dua bulan menjadi kekasih Donghae, Yoona selalu menahan diri untuk tidak meleleh dengan kontak fisik yang dilakukan Donghae. Ia takut hatinya akan terpengaruh dengan sikap lembut itu dan membuatnya menjadi lemah.

"Kau berlebihan." balas Yoona datar. Ia langsung menyingkirkan tangan Donghae dari pipinya dan kembali menegakan tubuhnya untuk memandang lurus ke depan. Supir pribadi Donghae terlihat begitu tenang di depan sana, namun Yoona tahu jika pria tua itu sesekali mengintip tuan mudanya melalu kaca kecil di atas kepalanya. Yeah, pria itu pasti heran karena untuk pertama kalinya Donghae berkencan dengan seorang wanita membosankan seperti Yoona.

"Aku ingin kau terus menggerai rambutmu dan melepas kacamata bacamu itu."

"Aku nyaman dengan gayaku seperti biasa. Jika kau malu, lebih baik kau pergi saja dari hidupku. Aku tidak pernah memintamu untuk menjadi kekasihku." balas Yoona tajam. Sudah ratusan kali Donghae membujuknya untuk tidak menguncir ekor kuda rambutnya dan meninggalkan kacamata baca hadiah dari ayahnya yang sangat ia banggakan. Hanya untuk kali ini ia tidak menggunakan semua itu. Kali ini ia membiarkan rambut coklatnya tergerai sempurna, sebuah jepit rambut dengan hiasan berlian kecil menempel dengan indah di sisi rambut sebelah kanannya. Jepit rambut itu hadiah dari Donghae satu bulan yang lalu. Baru kali ini ia memakainya karena ia merasa jika jepit rambut itu akan lebih istimewa jika digunakan di acara-acara resmi seperti pesta tahunan sekolah. Walaupun sebenarnya sejak dulu pria itu selalu merengek ingin melihatnya menggunakan jepit rambut itu. Namun dengan tegas ia mengatakan jika ia belum menemukan saat yang tepat untuk menempelkan jepit rambut itu di rambutnya.

"Aku tidak suka kau membahas hal itu, Yoona. Selama ini aku sudah berbaik hati memahamimu. Tidak bisakah kau membalas kebaikan hatiku dengan bersikap manis?"

"Kurasa bersikap manis bukan keahlianku."

"Terserah, aku tidak ingin merusak malam ini dengan perdebatan yang tidak penting."

Donghae memilih untuk mengalah dari perdebatan yang sedikitpun tidak pernah absen dari kehidupannya selama ia menjadi kekasih Yoona. Wanita itu terlalu banyak menyematkan prasangka buruk padanya. Ditambah lagi dengan sikap murid-murid di sekolah yang kerap membullynya, membuat Yoona selalu dilingkupi perasaan was-was dan sikap sinis. Rasanya perlu kerja keras untuk membuat Yoona percaya sepenuhnya jika ia tidak pernah berbohong mengenai rasa cintanya pada wanita itu.

"Ayo kita turun, princess."

Mobil merah mengilap itu berhenti tepat di depan pintu aula Royale High School yang telah dipenuhi oleh ratusan siswa yang kini sedang mengantre untuk masuk ke dalam aula. Sebuah buku tamu telah disiapkan oleh panitia acara di depan pintu masuk, sehingga mau tidak mau para siswa itu harus mengantre untuk dapat masuk ke dalam aula. Namun perhatian mereka langsung teralih saat Yoona dan Donghae baru saja turun dari mobil mewah yang membawa mereka. Dengan wajah terkagum-kagum, mereka mengamati Yoona dari ujung kepala hingga ujung kaki dan kemudian berdecak tak percaya karena Yoona terlihat sangat cantik. Semua orang praktis berbisik-bisik membicarakan Yoona yang telah berubah dari itik buruk rupa menjadi angsa putih yang begitu anggun. Apalagi dengan tangan Donghae yang terus menggenggam pergelangan tangannya dengan posesif, semua wanita langsung merasa iri pada keberuntungan Yoona. Beberapa siswa laki-laki bahkan merasa menyesal karenan selama ini tidak pernah menyadari kecantikan Yoona yang tersembunyi.

"Tidak perlu mengantre?" bisik Yoona heran saat Donghae terus membawanya masuk menuju pintu aula yang dijaga oleh dua karyawan Royale High School.

"Aku adalah penyelenggara utama acara ini." balas Donghae penuh kesombongan. Ingin rasanya Yoona memukul wajah menyebalkan itu, tapi ia merasa sayang karena hari ini Donghae terlihat luar biasa dengan tuksedo hitam dan dasi kupu-kupu yang melingkar di lehernya. Ditambah lagi rambut coklat terangnya kini sengaja diwarnai Donghae dengan warna hitam pekat yang tampak begitu berkilau saat tertimpa cahaya terang dari lampu-lampu kristal di langit-langit aula. Penampilan Donghae malam ini terlihat begitu maskulin, dewasa, dan juga misterius di saat bersamaan. Bahkan Yoona merasa jika rambut hitam Donghae semakin membuat pria itu terlihat luar biasa tampan.

"Letakan tanganmu di lenganku?" bisik Donghae setengah memerintah. Dengan patuh Yoona menyelipkan tangannya di lengan Donghae dan mulai berjalan ke aula dengan gugup. Semua mata kini sedang tertuju kepadanya dan blitz kamera juga mulai menghujani mereka untuk mengambil gambar mereka yang akan dipajang di sampul depan majalan sekolah. Ini gila! Yoona mengerang keras di hatinya. Ingin rasanya ia melarikan diri dari pesta ini karena ia tidak tahan dengan semua mata yang terasa akan memakannya hidup-hidup. Tatapan mereka intens, penuh keterkejutan, dan juga lapar. Jika saja Yoona melepas tangannya dari lengan Donghae sebentar saja, ia pasti akan diseret paksa oleh para siswi penggemar Donghae yang kini tengah menatapnya dengan tatapan pembunuh.

"Tanganmu dingin."

Yoona terlonjak kaget saat tangan Donghae tiba-tiba menyentuh tangannya yang sedingin es. Sudah sejak mereka masuk ke dalam aula tangannya terasa dingin karena ia sangat gugup. Bayangkan, dalam sejarah seorang Im Yoona yang miskin dan nerd, ia mendapatkan sebuah kesempatan emas untuk datang ke pesta tahunan bersama murid paling populer di sekolahnya. Sudah pasti ini akan menjadi pengalaman seumur hidup yang tidak akan dilupakan oleh Yoona.

"Santai saja, mereka tidak akan memakanmu."

"Tapi mereka terlihat seperti itu." balas Yoona menggerutu. Rasanya semua orang akan melahapnya saat ini juga. Dan tidak ada satupun orang-orang di aula ini yang dikenal Yoona. Ia baru menyadari betapa asingnya ia dengan penghuni sekolahnya sendiri. Atau mungkin selama ini ia memang sangat terkucilkan dari mereka.

"Aku merasa bodoh."

"Kau pintar." bisik Donghae lembut. Pria itu dari hari ke hari memang terlihat semakin romantis di depan Yoona. Seperti malam ini, Donghae dengan lembut memeluk pinggang Yoona dan berbisik mesra di telinga wanita itu, membuat semua rambut di tengkuk Yoona meremang karena gugup.

"Kau murid terpintar di sekolah ini. Aku bangga menjadi kekasihmu."

"Omong kosong!" balas Yoona sinis seperti biasa.

"Bisakah kau bersikap lembut, Im Yoona? Aku sudah berusaha untuk melakukannya setiap kali di dekatmu, tapi kau tidak pernah membalasnya sedikitpun."

"Oke oke, aku akan lembut. Kenapa kau mudah sekali marah akhir-akhir ini. Apa kau sedang datang bulan?" balas Yoona kesal.

"Bersikap lembut Yoona." bisik Donghae penuh penekanan.

"Tentu, Donghae sayang." balas Yoona selembut mungkin, namun terkesan sangat dipaksakan. Mereka berdua lantas berjalan semakin ke tengah untuk menyapa para guru, para staff, dan teman-teman dari kalangan Donghae yang lain. Jelas di sana Yoona hanya akan menjadi orang asing. Tidak ada murid yang pernah menganggap kehadirannya ada di sekolah itu. Hanya guru yang masih menganggapnya ada karena ia adalah murid terpintar. Sejujurnya ia sendiri merasa heran mengapa ia bisa mengalahkan anak-anak kaya yang memiliki fasilitas belajar yang lengkap di rumah mereka. Padahal ia sendiri tidak pernah belajar secara khusus di rumah. Lebih banyak waktunya akhir-akhir ini ia gunakan untuk melamunkan hubungan tidak jelasnya bersama Donghae.

"Kau tampan sekali, Hae."

"Kau juga cantik. Dan yang terpenting, hari ini aku menggandeng seorang gadis yang paling cantik di sekolah."

Kedua pipi Yoona rasanya panas mendengar pujian berlebihan dari Donghae saat pria itu membawanya bertemu dengan Brenda. Dulu wanita itu sangat menyukai Donghae. Namun ia kemudian berhenti untuk mengejar Donghae karena pria itu berkencan dengan Alice.

"Hai, Yoong." sapa Brenda terlihat ramah. Yoona tidak tahu apakah itu hanya sandiwara atau sungguhan, namun saat gadis itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, Yoona langsung meraihnya tanpa ragu.

"Hai Brenda, kau cantik sekali dengan gaun hitam ini. Kau terlihat berkelas."

"Terimakasih. Kau juga. Tidak salah jika Donghae sangat tergila-gila padamu." ucap Brenda melirik penuh arti ke arah Donghae. Tak lama pasangan Brenda datang. Pria itu adalah Jason, salah satu pemain basket sekolah yang cukup populer selain Donghae.

"Hai, Yoong. Kau cantik dan terlihat berbeda."

Jason terang-terangan menatap tubuh berlekuk Yoona yang terbungkus gaun peach selutut yang memang sedikit ketat di bagian pinggul. Melihat tatapan Jason yang sedikit nakal, Donghae langsung menarik Yoona semakin merapat ke tubuhnya untuk menunjukan keposesifannya pada pria itu.

"Berperan sebagai kekasih posesif, huh?" goda Jason sambil terbahak. Rasanya Yoona sangat khawatir dengan Donghae yang bisa saja kehilangan kendali karena sikap kurangajar Jason. Apalagi sejak Jason berada diantara mereka, Donghae terus merangkul pinggulnya erat hingga Yoona merasa sedikit kesakitan.

"Aku ingin mengambil minuman." ucap Yoona memecah ketegangan diantara Donghae dan Jason. Dengan gerakan kaku, Donghae lalu berbalik pergi menuju meja panjang berisi minuman dan juga makanan tanpa mengucapkan apapun pada Jason atau Brenda. Tatapan matanya yang tajam terlihat sangat mengagumkan dengan ketampanan wajahnya yang luar biasa. Yoona rasanya hampir gila karena ia mengaku terpesona pada ketampanan Donghae yang dipadukan dengan kemarahan membara yang sedang bergejolak di hatinya.

"Ingin sekali aku menghajar wajahnya."

"Itu tidak perlu." balas Yoona santai. "Kau mau?" Yoona mengangsurkan coke pada Donghae yang masih menunjukan kemarahan pada Jasson. Dengan kasar pria itu merampas gelas coke yang disodorkan Yoona dan menegaknya langsung dengan kasar.

"Hey, itu bukan jus. Apa tenggorokanmu tidak terbakar?"

"Lihat saja sendiri." Sambil mendongak, Donghae menunjukan jakun seksinya yang sedang bergerak naik turun pada Yoona. Seketika Yoona menelan ludah dan langsung mengalihkan tatapan matanya pada deretan kue-kue cantik yang ditata rapi di sebelah gelas-gelas berisi minuman.

"Kurasa lehermu terbuat dari baja. Ayo kita ambil kue-kuenya."

Saat Yoona hendak melangkah menuju meja kue, Donghae langsung menahan gerakannya dan menarik wanita itu hingga tubuh mereka saling bertabrakan.

"Apa kau tahu..." bisik Donghae berbahaya. Bola mata Yoona terlihat bergerak naik turun karena merasa resah dengan kedekatan yang terjadi antara dirinya dan juga Donghae. "Aku bersungguh-sungguh saat mengatakan kau cantik malam ini."

"Tte terimakasih." balas Yoona terbata-bata. Tiba-tiba saja tenggorokannya tercekat dan seluruh tubuhnya bergetar karena tatapan tajam Donghae dan juga usapan lembut pria itu di pipinya. "Bisa kau lepaskan aku, Hae?"

"Kau takut padaku?"

"Tidak." jawab Yoona serak. Sejujurnya saat ini ia merasa takut pada Donghae. Tatapan mata pria itu begitu tajam, menggoda namun menguarkan aura yang berbahaya.

"Bagus. Aku tidak suka kau takut padaku."

Cup

Yoona merasakan listrik ribuan volt tengah menyetrum tubuhnya saat Donghae tiba-tiba mendaratkan sebuah kecupan di bibirnya dengan tempo yang tidak bisa dikatakan singkat. Sekitar tujuh detik Donghae menciumnya dengan penuh perasaan. Lalu pria itu segera melepaskan tautan bibirnya saat seorang pembawa acara di podium memanggil namanya untuk memberikan sambutan sebagai perwakilan dari siswa-siswi tingkat akhir.

"Ayo Yoona, pegang lenganku."

Yoona mengerjapkan matanya sekali dan tersenyum lembut pada Laiv yang telah menunggunya untuk meraih lengannya yang berotot. Malam ini pria tua itu terlihat sangat menawan dengan tuksedo berwarna biru tua dan rambut gelap sebatas leher yang ditata sedemikian rupa menggunakan gel. Pria itu tak ubahnya seperti pria tiga puluhan dengan semangat membara untuk membahagiakan wanita cantik yang sangat mengagumkan di sebelahnya.

"Kau sangat menawan malam ini." puji Laiv tulus. Yoona hanya tersenyum kecil mendengarkan pujian yang keluar dari bibir Laiv. Menurutnya Laiv saat muda adalah seorang penggoda yang berbahaya.

"Kau juga Laiv. Dan aku sangat berterimakasih karena kau telah menyiapkan makan malam yang sangat mewah seperti ini."

Yoona tidak bisa menyembunyikan rasa senang dan juga haru karena Laiv langsung menyiapkan sebuah makan malam romantis di restoran Itali yang malam ini khusus dipesan hanya untuk mereka berdua. Saat melangkah masuk ke dalam restoran, Yoona dapat melihat dekorasi ala kerajaan italia klasik menghiasi setiap dinding dan ornamen yang terpasang di setiap sudut ruangan. Ini sungguh acara makan malam yang sedikit berlebihan menurut Yoona, namun ia sangat menyukainya karena Laiv melakukannya untuk merayakan kesuksesan Yoona setelah mendapatkan kontrak ekslusif dari The Star. Semua orang di LA jelas tahu bahwa mendapatkan kontrak ekslusif dari The Star itu seperti sebuah mukjizat. Jika orang itu bukan seorang model atau artis papan atas yang sangat terkenal, pemimpin The Star yang terkenal sulit itu tidak akan pernah mau memberikannya.

"Kesuksesanmu itu wajib dirayakan, Yoong. Dan kuharap kau suka dengan restoran ini karena aku tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengurus segala persiapannya."

"Kau pasti bercanda jika aku tidak menyukai tempat ini. Aku bahkan sangat menyukainya."

Seorang pelayan dengan pakaian hitam putih dan dasi kupu-kupu langsung menyambut kedatangan Yoona dan Laiv dengan penuh sukacita. Gerakan pelayan itu begitu gemulai saat mempersilahkan Yoona dan Laiv duduk di sebuah kursi kayu beralaskan busa empuk yang terasa sangat nyaman untuk Yoona. Setelah itu sang pelayan langsung menghidangkan minuman dan makanan pembuka sambil menjelaskan menu-menu yang mereka sediakan untuk makan malam spesial Yoona dan Laiv dengan menggunakan bahasa inggris yang terdengar aneh. Tentu saja Yoona paham jika dialek pria itu telah bercampur dengan dialek prancis dari bahasa ibu yang sejak kecil telah digunakannya.

"Terimakasih. Restoran ini sangat mengagumkan." Yoona tersenyum lembut setelah pelayan itu meletakan serbet dengan sangat sopan di atas pangkuannya. Untung saja kali ini Yoona menggunakan gaun malam panjang dengan sedikit belahan di kakinya yang terlihat sopan, sehingga Yoona tidak merasa canggung sama sekali saat pelayan itu melebarkan serbet makan di atas pahanya.

"Restoran ini milik salah satu kolegaku." Sambil menyesap wine, Laiv mulai membuka percekapan diantara mereka. Lampu kristal yang dinyalan remang-remang, serta suara musik klasik yang dimainkan oleh sekelompok pemusik dari Itali membuat suasana di sekitar mereka terasa begitu romantis.

"Kolegamu sangat hebat. Aku suka tiap detail dekorasinya, seperti ia memang ingin memberikan kesan makan malam di kota Itali yang romantis. Ngomong-ngomong Laiv..." Yoona tiba-tiba mencondongkan tubuhnya dan menatap mata Laiv dengan mimik wajah serius. "Sudah sejak lama aku ingin mengatakan padamu jika aku sangat berterimakasih untuk kebaikanmu. Bahkan hingga detik ini kau masih mau berbaik hati padaku dengan menyiapkan sebuah makan malam romantis untuk merayakan kesuksesanku menjadi model eksklusif di The Star."

Laiv merasa sedikit tegang ditatap Yoona dengan mata bulatnya yang mengagumkan. Hal itu membuatnya merasa seperti melihat sosok istrinya yang sudah lama meninggal. Namun ia tidak ingin Yoona merasa jika semua ini ia siapkan semata-mata karena wanita itu mirip dengan mendiang istrinya, namun karena ia merasa benar-benar tertarik dengan wanita itu. "Ini sama sekali bukan masalah, Yoona. Kau berhak mendapatkan ini. Jadi apa yang akan kau lakukan setelah mendapatkan kontrak itu? Kapan kau akan bekerja?"

"Entahlah. Jika Aiden sudah menghubungiku untuk melakukan pemotretan dan menandatangani kontrak dengan sejumlah perusahaan, kurasa itu adalah waktunya aku untuk bekerja. Dan kau sendiri, bagaimana dengan perusahaanmu?"

"Tidak ada yang menarik, Yoong. Bekerja sebagai bos perusahaan retail itu sangat membosankan. Apalagi jika aku mendapatkan undangan jamuan makan malam, itu lebih menyiksa lagi."

"Oya? Kenapa?"

Saat mereka sedang asik membahas mengenai pekerjaan masing-masing, dua orang pelayan datang dengan kereta dorong yang berisi dua buah piring besar dan steak yang masih mengepulkan asap tipis. Aroma saus khas itali yang menggugah selera membuat perut Yoona seketika menjerit ingin melahap mereka. Apalagi kentang tumbuk berwarna kuning cerah yang disajikan di pinggir daging steak, sungguh itu kentang tumbuk paling menggiurkan yang pernah dilihat Yoona karena sudah lama ia tidak memakan kentang tumbuk bersama seporsi steak.

"Selama dua puluh tahun terakhir aku harus menghadiri jamuan makan malam sendiri. Sedangkan banyak rekan bisnisku yang membawa pasangan mereka masing-masing."

"Kenapa kau tidak membawa pasangan juga? Kuyakin kau tidak akan kesulitan untuk mencari teman kencan." ucap Yoona ringan. Ia sama sekali tidak ingin ambil pusing dengan topik pembicaraan ini karena sekarang ia tengah berkonsentrasi pada daging steaknya yang begitu enak. Lembut dan gurih dari daging sapi itu terasa meleleh di mulutnya. Dan sausnya yang diracik dengan formula khusus, Yoona benar-benar sangat menyukainya. Jika ia tidak memiliki rasa malu, ingin sekali ia menanyakan resep cara membuat saus steak yang enak itu.

"Kurasa memang tidak pernah ada masalah dengan teman kencan, tapi aku merasa itu akan menyakiti mendiang istriku jika aku melakukannya." jawab Laiv muram. Kesetiaan pada istrinya telah ia genggam dengan kuat selama dua puluh tahun. Dan selama itu, tidak ada satupun wanita yang menarik di mata Laiv sebelum Yoona datang dan memporak-porandakan sumpah setianya. "Bagaimana dengan kehidupanmu? Kau sudah menikah?"

"Sudah, tapi kami bercerai." Kali ini Yoona merasa lebih ringan untuk menceritakannya pada Laiv. Daripada membahasnya dengan Aiden yang sok berkuasa dan menyebalkan itu, Yoona lebih mudah untuk menceritakan kehidupan rumah tangganya bersama Laiv. "Suamiku... oh, maksudku mantan suamiku, ia berkencan dengan sekretarisnya diam-diam di belakangku. Mungkin karena aku selalu sibuk dengan pekerjaanku di luar rumah, dan mantan suamiku juga memiliki kesibukan sendiri, sehingga membuat kami jarang bertemu untuk menghabiskan waktu bersama."

"Kurasa itu bukan alasan bagi mantan suamimu untuk berselingkuh."

"Dunia ini penuh dengan misteri, Laiv." balas Yoona sambil mengendikan bahu. Jika dipikir-pikir, kata-kata Laiv itu benar. Kesibukan mereka selama ini bukanlah alasan untuk diam-diam berselingkuh dengan wanita lain. Sejak awal pernikahan mereka memang sudah salah karena ia ataupun Siwon tidak pernah benar-benar saling mencintai satu sama lain.

"Aku setuju dengan itu. Dunia ini penuh misteri dan kejutan. Lihat apa yang diberikan dunia ini di usiaku yang ke lima puluh tiga, seorang wanita yang sangat mirip dengan mendiang istriku." ucap Laiv terkekeh. Namun dalam hati Laiv sungguh khawatir dengan reaksi Yoona saat ia dengan terang-terangan memancing wanita itu agar dapat memahami maksud dari semua kebaikan yang telah ia lakukan selama ini. "Sejujurnya aku terkejut saat melihatmu malam itu. Hampir saja aku mengira kau adalah hantu dari mendiang istriku."

"Apa sekarang kau masih melihatku sebagai hantu dari mendiang istrimu?"

Laiv menggeleng. Ia dengan penuh kesungguhan menatap Yoona dan meletakan garpu serta pisaunya di atas meja. Setelah itu ia merogoh saku depan jasnya dan mengeluarkan sebuah kota beludru berwarna merah yang isinya sudah bisa ditebak oleh Yoona sejak pertama kali ia melihat kotak itu keluar dari dalam saku depan jas mahal milik Laiv.

"Menikahlah denganku, Im Yoona."

Deg

Jantung Yoona seperti akan melompat dari rongganya ketika melihat Laiv menyodorkan sebuah cincin berlian cantik di depannya sambil menunjukan wajah serius. Kerutan-kerutan yang biasanya terlihat samar di wajah Laiv, kini dapat terlihat jelas di mata Yoona karena pria itu terlalu gugup dengan lamarannya. Dan pada akhirnya ketakutan Yoona menjadi nyata. Pria itu menginginkannya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro