Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

▶ Because of Dalgeom [Seongsang]

Welcome to Park family..

______________

Yeosang sedang menyiapkan bahan masakan untuk makan malam ketika tiba-tiba dikejutkan oleh suara cadel putra semata wayangnya, Park Jisung.

"Mamaaa 'm home!"

Bocah berumur lima tahun itu berlari kerahnya dan sekonyong-konyong memeluk kaki Yeosang kemudian berjinjit mengecup perut Yeosang, menyapa calon adiknya. Iya, Yeosang sedang mengandung anak keduanya dengan Seonghwa.

"Haloo adik, kaka Jicung pulang." ujar Jisung  dengan tangan kecilnya yang mengelus perut Yeosang.

Yeosang sontak menaikkan Jisung dalam gendongannya kemudian mengecupi pipi gembil putranya tersebut sebelum menurunkannya kembali. "Jisungie tadi diantar siapa pulangnya?"

Yeosang tadi memang menitipkan Jisung ke rumah tetangga mereka, pasangan suami istri Soobin dan Yeonjun, karena Jisung merengek ingin bermain dengan Beomgyu, si  bungsu pasangan choi tersebut.

"Kaka bomin." jawab Jisung.

Yeosang segera mengangguk paham begitu nama putra sulung pasangan Choi itu disebutkan Jisung.

"Mamaaaa, Jicung mau dalgeom seperti punya Beomgyu." rengek Jisung sembari menarik-narik ujung baju Yeosang.

"Dalgeom?" tanya Yeosang sembari menatap putranya bingung.

"Hu'um." Jisung mengangguk bersemangat. "Beomgyu beli kucing kecil namanya Dalgeom."

"He's sooo cute.." Jisung memeragakan betapa lucunya 'Dalgeom' menggunakan tangan-tangan kecilnya. Meyakinkan Yeosang bahwa Dalgeom memang selucu itu. "Jicung mau jugaa"

Begitu mendengar kata 'kucing kecil' Yeosang langsung memijit pangkal hidungnya pelan.

"Jisungie beli peliharaan yang lain saja ya.." balas Yeosang lembut.

"Nom nom. Jicung maunya kucing kecil." Jisung menyilangkan tangan di depan dada sembari menghentak-hentakkan kaki kecilnya ke lantai, merajuk.

"Bagaimana kalau ikan hias? Ikan hias bagus juga loh nak." bujuk Yeosang seraya mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Jisung.

"Nda mauuu. Jicung mau kucing kecil." ujar Jisung keukeuh.

"Tapi mama kan alergi bulu kucing sayang.." ujar Yeosang putus asa.

"Tapi.. tapi Jicung maunya.." Jisung menatap mamanya tersebut dengan air mata yang menggenang di pelupuk mata, siap tumpah kapan saja. "Jicung maunya.. Huwaaaaa mama jahat!"

Sepersekian detik kemudian suara nyaring tangisan Jisung dibarengi dengan suara langkah kaki yang dihentak-hentak segera memenuhi rumah mereka.

Sambil menangis, Jisung berlari ke ruang tamu dan menelungkupkan badannya di lantai-- kebiasaannya ketika merajuk.

Yeosang mengikuti putra tampannya tersebut ke ruang tamu, lalu bersimpuh di dekat badan mungil putranya yang menempel pada dinginnya lantai rumah mereka.

"Jisung kalau mau tidur ayo di kamar saja nak.."

Jisung menggelengkan kepala ribut. "Nda mauuu mama jahat huwaaa"

"Nanti masuk angin sayang.." ucap Yeosang lembut.

"Nda mauuu" Jisung kembali menelungkupkan kepalanya ke lantai, menolak keras ajakan mamanya untuk pindah ke kamarnya.

Yeosang hanya mampu menghela nafas berat. Kalau sudah begini putranya itu pasti sulit dibujuk.

Akhirnya Yeosang memilih untuk kembali ke dapur, membiarkan Jisung sejenak sampai putra tampannya itu tenang.

Sekitar setengah jam kemudian sang kepala keluarga, Park Seonghwa, pulang dari kantor. Pria tampan yang baru saja menginjak usia kepala tiga itu langsung menuju dapur, menemui istrinya yang seperti biasa sedang menyiapkan makanan.

"Kenapa Jisung tidur di lantai? merajuk?" tanya Seonghwa sembari mencuci tangan di wastafel yang terletak tidak jauh dari Yeosang.

"Dia tidur?" bukannya langsung menjawab, Yeosang malah balik bertanya.

Seonghwa mengangguk.

"Dia tadi meminta anak kucing katanya.. tentu aku tidak setuju, kamu kan tahu sendiri kak, aku itu alergi bulu kucing. Sudah begitu merawatnya repot pula." Jelas Yeosang dengan nada frustasi.

Seonghwa tersenyum kalem menanggapi keluhan istrinya tersebut. "Iya, aku tahu. Nanti coba kita bujuk.."

Seonghwa mendekati Yeosang, mengecup dahi istrinya tersebut kemudian berlutut mengecup perut Yeosang yang masih datar.

"Tolong pindahkan Jisung ke kamar kita, aku takut nanti dia masuk angin kalau lama-lama tidur di lantai." suruh Yeosang sembari mengelus rambut suaminya.

"Kenapa tidak ke kamarnya sendiri?" Seonghwa mendongak, menatap Yeosang bingung.

"Kan dia baru merajuk, nanti malah tantrum kalau bangun-bangun tidak ada yang menemani." jelas Yeosang.

"Oh iya aku hampir lupa kalau dia sedang merajuk."

Seonghwa segera berdiri kemudian melangkahkan kakinya ke ruang tamu untuk memindahkan putranya ke kamar mereka.

Sedangkan Yeosang kembali pada kegiatannya memasak makan malam untuk kelurga kecilnya.

.

.

Kini jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam, Yeosang dan Seonghwa baru saja berganti dengan piyama tidur dan bersiap-siap bergabung dengan Jisung yang sudah lebih dulu tidur di tengah-tengah ranjang.

Yeosang yang sedang duduk di pinggiran ranjang mengernyit ketika merasakan Jisung tidak nyenyak dalam tidurnya. Maka dengan segera ia mendekati Jisung.

Raut bingung Yeosang seketika berubah menjadi raut panik ketika mendengar Jisung mengigau disertai dengan keringat dingin yang membasahi dahinya.

"Mamaa.. hiks.. mama.." Jisung terus mengigau.

Yeosang segera berbaring disamping Jisung dan memeluknya, tidak lupa juga mengelap keringat Jisung dengan telapak tangannya.

"Iya sayang.. iya.. mama disini.."

Seonghwa yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung beringsut mendekat ketika melihat raut khawatir Yeosang.

"Jisung kenapa sayang?" tanya Seonghwa.

"Jisung demam, kak. Bisa tolong ambilkan termometer, plester penurun demam dan sirup penurun demam di kotak obat?"

Seonghwa mengangguk dan segera pergi mengambil apa yang dibutuhkan oleh Yeosang di kotak obat yang ada di dapur.

Sesaat kemudian Seonghwa datang membawa termometer, plester penurun demam dan sirup penurun demam plus segelas air putih.

Sementara Seonghwa mengecek suhu tubuh Jisung dengan termometer, Yeosang menempelkan plester penurun demam pada dahi Jisung lalu mengecupnya lembut.

"39° celcius sayang.." ujar Seonghwa setelah melihat hasil suhu tubuh Jisung pada termometer.

Yeosang menggigit bibirnya, rasanya ia ikut lemas melihat keadaan putranya yang memprihatinkan ini, begitu pula seonghwa.

"Kita bawa ke rumah sakit sekarang saja." ujar Yeosang dengan suara bergetar.

Tanpa diduga, Jisung langsung merengek ketika mendengar kata rumah sakit. Jisung memang paling anti dengan rumah sakit apalagi kalau sedang sakit.

"Nda mau.. hiks.. nda mau ke rumah sakit.. Jicung mau mama.." Jisung merengek dengan tangan yang meraih-raih Yeosang.

"Iya sayang mama disini.." Yeosang langsung menggendong Jisung dan berdiri. "Tapi kalau tidak ke rumah sakit nanti Jisung tidak sembuh-sembuh nak.."

"Nda mauu.. huwaaa papaa jicung nda mau ke rumah sakit papaa.." Jisung menangis semakin kencang sembari menengadahkan tangannya pada Seonghwa.

Seonghwa lantas meraih Jisung dari istrinya dan memindahkan putranya tersebut ke gendongannya. "Iya iya jagoan papa tidak ke rumah sakit kok.. tapi Jisungie minum obat dulu ya?"

"Nda mauuu Jicung nda mauu minun obat.." Jisung menggeleng ribut sembari menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Melihat Jisung yang terus menolak, akhirnya Yeosang berinisiatif membujuk. "Tapi ini obatnya sirup sayang, rasanya manis.."

Yeosang menuangkan sedikit sirup ke dalam sendok lalu berpura-pura mencicipinya. "Rasanya manis sekali loh, Jisung pasti suka.."

Jisung menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Seonghwa. "Nda mau.."

"Kalau Jisung tidak minun obat, nanti Jisung tidak sembuh-sembuh.. Kalau tidak sembuh-sembuh nanti Jisung tidak bisa main dengan Beomgyu dong.." kini gantian Seonghwa yang mencoba membujuk Jisung sembari menepuk-nepuk pelan punggung jagoan kecilnya itu.

Ternyata bujukan itu cukup berhasil karena Jisung yang semula menyembunyikan wajahnya kini mulai mengangkatnya, menampilkan mata berair dan hidung memerah karena menangis.

"Tapi cuma satu kali ya.. nanti Jicung nda mau minum lagi.." ujar Jisung dengan suara serak.

Seonghwa mengangguk. "Iya sayang.."

Jisung mengerjap kemudian mengangkat jari kelingkingnya di depan Yeosang dan Seonghwa. "Pinky pwomise?"

Yeosang dan Seonghwa saling berpandangan sejenak kemudian bergantian mengaitkan kelingkingnya pada kelingking mungil putra mereka.

"Pinky promise."

Setelah negosiasi singkat itu selesai, Yeosang segera meminumkan sirup penurun demam pada Jisung, beruntung Jisung tidak menolak lagi.

Setelah meminum sirup, Jisung kembali meminta gendong Yeosang. Ketika sedang sakit, Jisung memang lebih menempel pada sang ibu, meminta gendong terus-menerus dan akan bangun jika ditidurkan.

Seonghwa mengusap-usap pelan kepala Jisung yang terkulai lemas di pundak istrinya, membantu menidurkannya.

Melihat Yeosang yang sedari tadi menggendong Jisung dengan posisi berdiri membuat Seonghwa tidak tega. Apalagi istrinya tersebut sedang hamil muda.

"Sini biar aku yang gendong.." Seonghwa mengulurkan kedua tangannya pada sang istri, berniat mengambil alih putra mereka.

"Aku saja, kak. Tidak apa-apa kok." tolak Yeosang halus.

Namanya juga seorang ibu, mau selelah apapun badannya, sepegal apapun lengannya ia tetap ingin putranya berada dalam dekapannya. Apalagi ketika anaknya sedang sakit.

"Tapi kamu kan sedang hamil muda, sayang.. tidak boleh terlalu lelah.." Seonghwa menasehati istrinya dengan lembut. "Istirahat dulu sebentar.."

Yeosang menatap Seonghwa sebentar sebelum akhirnya mengangguk, membiarkan Seonghwa mengambil alih Jisung.

Jisung rupanya sangat peka karena begitu lepas sedikit dari Yeosang, anak itu langsung bangun dari tidurnya dan merengek.

"Mama.. mama.. mau sama mama.."

"Shhh.. Jisung gendong papa dulu ya.." Seonghwa mencoba menenangkan Jisung.

Jisung terisak kecil, membuat Yeosang menatapnya tidak tega. "Nda mau.. hiks Jicung mau mama.."

"Tapi nanti adik yang ada didalam perut mama akan sakit kalau Jisung minta gendong mama terus.." Seonghwa mencoba memberi pengertian sederhana pada Jisung.

Dan rupa-rupanya Jisung terpengaruh oleh ucapan papanya tersebut. Anak laki-laki berumur lima tahun itu bergerak-gerak ingin mendekat ke arah mamanya.

Seonghwa yang mengerti segera mendekatkan diri pada istrinya, membuat tangan Jisung lebih mudah untuk menjangkau perut Yeosang.

Jisung mengelus-elus perut Yeosang dengan lembut sembari bergumam, "Kaka Jicung minta maaf ya adik.."

Memang hanya sebuah tindakan kecil, namun berhasil membuat hati Yeosang dan Seonghwa menghangat.

Beberapa saat kemudian atensi Jisung teralih pada sang papa.

"Papa.. Jicung mau kucing kecil yang seperti dalgeom.."

Mendengar perkataan Jisung, Yeosang kembali menghela nafas. Ternyata anak itu masih ingat saja dengan permintaannya.

Seonghwa terdiam sebentar, mencoba mencari jawaban yang tepat. "Bagaimana kalau-"

Mengerti bahwa ia akan dibujuk, Jisung dengan cepat menyahut. "Nda mauu.. Jicung maunya kucing kecil papa.."

Seonghwa menatap Yeosang seperti meminta izin, Yeosang balik menatap suaminya sebentar sebelum perhatiannya kembali beralih pada Jisung.

Yeosang memandangi putranya sekali lagi sembari mengelus surai hitamnya. Ia sebenarnya tidak sampai hati juga menolak permintaan Jisung, apalagi kalau akhirnya sampai sakit begini.

Yeosang menghela nafas. "Ya sudah.. Jisung boleh beli.. tapi Jisung harus janji mau membantu mama merawatnya.."

Meskipun anak itu tidak begitu paham dengan kata 'merawat' yang dimaksud mamanya, namun ia tetap mengangguk semangat.

"Janji!"

Dan kemudian keluarga kecil itu berakhir tertidur di sofa kamar dengan posisi jisung yang tertidur dipangkuan Seonghwa dan Yeosang yang tertidur disebelahnya dengan kepala menyender pada bahu sang suami.

Ah, sungguh keluarga yang bahagia.

_

Ini berantakan banget haduh..
Ok by the way, Semangat buat kita semua!!✊🇲🇨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro