16. Milikmu
Permintaan maaf part 2
.
.
.
.
.
.
*****cup.chocchip******
.
.
.
.
.
.
.
"Bos, kau tidak apa-apa?" Semua anggota langsung mengerubuti si pria berrambut merah yang kepalanya terluka dan kulit kepala yang kini sedikit dialiri oleh darah di bagian ubun-ubun.
Naruto langsung mengambil kesempatan dengan meraih tangan Sasuke dan menyeretnya untuk berlari. Sasuke yang masih terkejut dengan pengalanan barunya hanya dapat terbengong dan berlari sesuai dengan istruksi yang Naruto berikan lewat cengkaraman tangan yang enggan melonggar.
Setelah berbelok beberapa kali dan tidak menemukan seseorang pun yang membuntuti. Mereka pun berhenti pada sebuah gang sempit yang gelap.
Menata napas masing-masing seraya menyandarkan diri di tembok lembab, Naruto menatap Sasuke yang masih melirik pada arah jalanan yang mereka lewati.
"Tenang, mereka terlalu mabuk untuk mengetahui keberadaan kita," ujar Naruto mencoba menenangkan.
Sasuke yang mendapat bantuan dari wanita yang tadi sangat ia benci, akhirnya dengan menekan egonya kuat-kuat, mengakui kekalahannya.
"Kenapa kau kembali?" tanya Sasuke akhirnya.
Naruto baru pertama kali mendengar suara si angkuh, tersenyum senang karena merasa keberadaannya diakui.
"Karena aku mendengar ada keributan," jawab Naruto singkat.
"Kenapa kau menyelamatkanku?" Sasuke belum bisa terima alasan itu.
"Karena mereka berlima, dan kau sendiri."
Sasuke masih tidak mengerti apa yang Naruto maksudkan, ia mengeluarkan dompetnya, lalu menyodorkan semua uang yang ada untuk diberikan pada Naruto.
"Hah?" Naruto yang menpat sodoran uang merasa linglung tiba-tiba, atau memang dia tidak mengerti sejak awal.
"Ambil!" desak Sasuke.
"Aku bukan pemalak atau pencuri seperti mereka," protes Naruto. Menampik uang dari Sasuke, sedikit merasa terhina karena perlakuan si anak lelaki kaya.
"Ini uang balas budi, tidak seberapa. Atau kau merasa ini kurang? Akan aku tambahi saat sampai rumah nanti," ujar Sasuke masih belum menyerah.
"Simpan saja." Tolak Naruto sekali lagi, walau ia melihat nominalnya sungguh menggiurkan.
"Kurang?"
Naruto menggelng-geleng, merasa heran mendapati orang yang sama sekali tidak percaya pada ketulusan orang lain seperti pria ini.
"Iya, kurang. Nanti saja. Rumahmu di mana? Akan aku antarkan kau pulang. Dan kau bisa memberikan uang jasanya saat sampai di rumah."
Akhinya Sasuke mengangguk paham, merasa puas dengan jawaban yang masuk akal yang Naruto berikan.
"Ok, aku tinggal di jalan A, nomor 123." Sasuke menunjukan senyuman ramahnya untuk pertama kali.
Naruto yang entah kenapa merasa kasihan pada anak laki-laki ini. Ia pun membalasnya dengan senyum maklum.
"Itu hanya lima belas dengan berjalan kaki bila kau lewat beberapa gang sempit. Kenapa kau tidak pulang dari tadi?" tanya Naruto.
"Aku tidak tahu. Aku tidak pernah pulang sendiri."
"Kau naik kendaraan umum?" Naruto tidak paham.
"Aku diantarkan supir."
Akhirnya terkuak juga kebenaran yang sebenarnya sudah ditebak Naruto sejak tadi.
Dasar orang kaya!
"Ok, tuan muda. Aku akan mengantarkanmu pulang sebelum pulang sendiri ke rumahku. Ayo!"
Naruto memberikan ayunan tangan untuk memerintahkan Sasuke mengikutinya. Sasuke yang sudah emberikan kepercayaan pada si gadis, langsung setuju, dan mengikuti langkahnya tanpa ragu.
Setelah melewati beberapa gang kecil, belokan-belokan jalan sepi, akhirnya Sasuke melewati jalan yang familiar menurutnya, juga merupakan area yang sudah dekat degan komplek kediaman tempat tinggalnya. Rasa cemasnya hilang, hatinya jauh lebih tenang, dan mampu memperhatikan lingkungannya dengan lebih detail.
Wanita yang tidak lebih tinggi darinya itu berjalanan di sampinya seolah tanpa benan. Tubuhnya kecil, kurus, tapi wajahnya sama sekali tidak menecerminkan penderitaan, justru penampilannya yang acak-acakan, bajunya yang lusuh berantakan, memberikan kesan seolah dia adalah seorang gadis bebas yang mampu melakukan segala hal yang ia inginkan.
"Ini sudah sangat larut. Sampai rumah, aku akan meminta supir mengantarmu pulang," tawarn Sasuke pada Naruto yang masih memandang jalan depan mereka.
Naruto yang merasakan niat baik dari perkataan Sasuke, mau tak mau tersenyum, tersentuh oleh kebaikan Sasuke.
Dari sekian kali Sasuke mengawasi senyuman lesung pipi yang sama dari wanita asing ini, entah kenapa yang terakhir ini mampu membuat hati Sasuke menghangat.
"Aku sudah terbiasa pulang malam sendiri. Kau tidak perlu repot-repot. Tidak semua orang seberuntung kau. Aku ini gadis tangguh. Pagi sekolah, malam aku berkerja demi ibu dan adikku," tukasnya memukul dadanya untuk menyatakan ketangguhan.
Sasuke tiba-tiba merasa bersalah, seolah telah mendengar sesuatu yang harusnya tidak ia dengar. Memandang Naruto iba dan tidak enak hati.
Naruto yang melihat perubahan ekspresi itu, merasa tidak enak karena membuat suasana di antara mereka menjadi canggung. "Tidak perlu mengasihaniku," bujuknya.
Namun tidak ada reaksi yang menunjukan bahwa Sasuke mendengar ucapan itu, masih menunduk malu dan tidak berani menatap Naruto seperti tadi. Akhirnya Naruto berinisiatif untuk menyelesaikan ini dengan caranya sendiri.
"Coba lihat!"
Naruto bergerak lebih cepat, berdiri di depan Sasuke untuk menghentikan perjalanan mereka. Kemudian ia mengambil tangan Sasuke, dan menyatukannya seolah tos yang melekat.
"Perhatikan, tanganmu lebih besar dari tanganku. Seperti itu pula nasip kita. Bukan aku ingin hidup seperti ini, kau pun seperti itu. Semuanya sudah diatur. Kau tidak perlu kasihan padaku. Aku pun tak boleh iri padamu. Yang bisa aku lakukan adalah berusaha mengubah tangan kecilku ini menjadi lebih cekatan dari tangan besarmu."
Tatapan mereka bertemu cukup lama saat Naruto memberikan penjelasan. Sasuke terkesima dibuatnya. Enggan berpaling, merasa mendapatkan sesuatu yang tidak ia cari, namun ia temukan dan langusng menjadi hal paling berharga dalam hidup.
Kemudian Naruto melepas tangannya. Dan Sasuke merasa kehilangan separuh nyawa. Ingin rasanya lebih lama menikmati kehangatan itu lagi.
Lalu tanpa Sasuke pahami, Naruto tiba-tiba menepuk jidatnya sambil tersenyum malu.
"Apa yang kau tertawakan?" tanya Sasuke, penasaran.
"Bahkan tanganmu lebih halus dari tanganku. Aku merasa gagal sebagai wanita," jujurnya.
Sasuke tersenyum maklum dengan pemikiran polos yang Naruto ungkapkan.
"Namun, itu sangat hangat. Dan nyaman," balas Sasuke, tidak mau kalah dengan kejujuran yang Naruto berikan.
Mereka saling pandang lama. Seolah mengamati satu sama lain, mengerti masing-masingnya, dan ingin menikmati kebersamaan mereka. Sampai sebuah suara menginterupsi.
"Tuan Muda!"Seorang laki-laki berjas datang berlari menemui mereka. "Untunglah Anda baik-baik saja," ujarnya pada Sasuke.
"Aku menunggu Riki satu jam di halte," jawab Sasuke yang menyebut nama salah satu supirnya.
"Ada kecelakan di jalan utama yang membuat macet total. Sukurlah Anda sudah datang. Nona Sakura dan Nyonya hampir memanggil polisi," penjelasan salah satu pengawal Sasuke.
Sasuke tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Karena melihat Riki—supirnya—datang berlari menemuinya, Sasuke ingat sesuatu.
"Oh, aku ingin kau mengantar pulang ...." Sasuke menoleh ke sebelah kanan tempat Naruto tadi berdiri, tapi tidak ada siapa pun di sana.
Naruto menghilang. Sasuke mencarinya ke semua penjuru jalanan yang kini sepi. Tapi tidak menemukan apa pun.
Wanita penolongnya itu seolah bidadari yang datang di saat genting, lalu pergi saat tugasnya selesai. Tanpa mengharap imbalan, tanpa mencari keuntungan dari pria jutek yang ia tolong.
"Beberapa hari aku mencarinya. Mengerahkan semua pengawalku untuk menemukan keberadaan seseorang yang tidak mereka tahu rupa bahkan namannya. Penantian itu tidak sia-sia. Aku menemukannya tiga hari kemudian. Di halte yang sama dengan seragam sekolah yang sama. Mengawasinya dari jauh."
"Banyak hal yang aku temui saat mencari tahu tentang dia. Tulang punggung keluarga yang juga masih seorang siswa. Seperti awal pertemuan kami, dia sosok yang tidak ada dalam nalarku sama sekali. Bagaimana gadis kecil itu mampu menanggung semuanya sendiri. Semua itu justru membuatku semakin penasaran padanya. Secara sembunyi-sembunyi aku mengamatinya, agar kau tidak mengetahui siapa Naruto dan artinya dalam hidupku. Atau kau akan menghancurkan Naruto seperti mantan-mantanku yang lain."
"Aku masih ingat, saat dua gadis kembar menagis tersedu di rumah duka saat kematian ibu mereka, tanpa satu pun anggota keluarga yang berpihak. Naruto dengan tergar memeluk adiknya yang terus menangis. Mereka hanya seorang yatim piatu yang tidak punya siapa-siapa untuk bersandar."
*bercetak tebal berarti menceritakan tentang sosok Sakura yang sebenarnya.
"Sejak saat itu aku mulai meraba-raba siapa diriku dan posisiku. Janjiku pada Ayahku untuk menikahimu agar dapat mewarisi perusahaan, ingin aku langgar saat itu juga. Lalu berlari untuk memeluk gadis tegar itu, dan bersumpah untuk bersamanya."
"Namun aku masih tidak bisa. Bukan hanya melindungi Naruto dari Ayahku, untuk menjaganya darimu pun aku merasa masih belum mampu. Aku belajar lebih keras lagi, untuk dapat membangun perusahaanku sendiri pada usia muda. Bekerja keras agar dapat berdiri di atas kakiku sendiri. Hingga suatu saat nanti ada kesempatan bagiku untuk sukses tanpa mengandalkan sumpahku untuk menikahimu.
"Lalu sesuatu terjadi, membuatku tidak dapat lagi mengingkari janjiku untuk menikahimu. Kita menikah, namun hatiku tetap bersamanya. Bahkan sampai saat ini, rasa itu tetap sama. Cintaku padanya benar-benar membutakanku, bahkan ketika dia berubah 180 drajad seperti saat ini, tak ada satu pun tetes cinta yang berkurang untuknya. Kalau kau Sakura yang dulu, aku yakin kau sekarang sedang meneriakan ancaman untuk membunuhnya. Tapi saat ini, melihatmu baik-baik saat aku bersamanya, membuatku ingin bertanya."
Sasuke mengambil napas sejenak.
"Apa kau bersedia merestui kami?"
Bersambung .....
Masa masih marah sih ...
Jadi jangan lupa Vote + comment yang banyak + Follow ya ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro