13. Single Parent
Brak!
Sebuah dobrakan terdengar dari sesorang di belakangnya. Naruto berbalik perlahan, mendapati Sasuke berdiri tepat di depannya. Jarak yang mugkin kurang dari lima senti. Orang yang melihat mereka dari jauh mungkin berpikir mereka tengah berpelukan, atau yang paling ekstrim, berciuman tentunya.
Melihat Naruto yang kesulitan bernapas dan wajah yang memerah karena malu. Sasuke semakin berani menggodanya.
"Apa kau berharap terjadi sesuatu malam ini?" Sasuke dan nafas mentolnya benar-benar membuat Naruto beku.
Sasuke tersenyum remeh, melihat ekspresi Naruto yang tertekan.
"Aku akan tidur di sofa. Kau bisa menggunakan kasur," ujar Sasuke yang membanting dirinya di atas sofa empuk ruang tamu sambil cengingisan. Menikmati hari santainya dengan keluarga lumayan juga.
"Kau tidak siap-siap ke pemandian?" tanya Naruto yang masih beres-beres. Meletakan beberapa selimut dan pakaian dalam lemari.
"Kau?" tanya balik Sasuke.
"Aku menunggu Orion bangun. Dia akan rewel kalau dibangunkan paksa."
"Kalau begitu aku juga nanti saja."
Naruto mengembuskan napas berat mendengar jawaban Sasuke. Ia kini tegah berjongkok sambil memukul-mukul punggungnya yang kaku.
"Kau jarang sekali liburan. Nikmati berkat ini. Bersenang-senanglah selama kau masih single. Kalau kau menikah dan punya anak nanti, kau akan merasakan tidak ada waktu untuk dirimu sendiri," ujar Naruto, menasehati sekaligus berkeluh-kesah di saat yang sama. Memukul-mukul pundaknya yang pegal karena meggendong Orion.
Naruto hampir selesai meletakan popok dan pakaian dalam lemari, berbalik untuk bergerak menuju kasur tempat Orion, sebelum menemukan siapa yang ada di belakangnya.
Sekali lagi Sasuke berdiri menjulang di depannya, hanya dalam jarak sepuluh senti. Orang ini benar-benar hantu. Bagiamana bisa tiba-tiba ada dibelakang tanpa Naruto sadari.
"Hehehe, kau ingin menggodaku lagi?" Naruto tidak akan tertipu untuk kedua kali, ingin melepaskan diri, namun Sasuke dengan kedua tangannya yang memegang lemari samping Naruto seolah kurungan baginya, tidak membiarkannya pergi.
"Sakura," panggil Sasuke. Bahkan Naruto dapat mencium lagi aroma mentol dari napasnya.
"Apa yang kau pikirkan tentangku?" lanjut Sasuke.
Naruto dibuat hampir tidak bisa bernapas. Jarak mereka yang terlalu dekat, juga pertanyaan Sasuke padanya, membuat hatinya tidak nyaman. Apa lagi detak jantungnya yang semakin kuat dan kuat tiap Sasuke mendekatkan jarak mereka. Karena tidak ada ruang lagi bagi Naruto untuk mundur, ia hanya dapat bersandar di pintu lemari. Menata suara jantungnya, takut detak itu akan mencapai telinga Sasuke dan mempermalukannya.
"Aku, aku sama sekali tidak memiliki perasaan apa pun padamu. Percayalah," kilah Naruto, dengan pipi semerah tomat.
Sasuke menyipitkan matanya untuk mengungkapkan protes.
"Aku sedang tidak bertanya tentang perasaanmu padaku." Sasuke menyentuh dagu Naruto, lalu mengarahkannya ke atas agar tatapan mereka bertemu.
Kemudian cengkraman itu turun, dua tagan itu kini mencapai pundak kanan dan kiri Naruto, dan memberikan tepukan bersamaan di sana seolah menyemangati.
"Aku tahu, kau wanita yang kuat. Seorang Ibu yang sangat mencintai anaknya. Tapi kau tidak boleh melupakan kenyataan bahwa aku adalah ayahnya. Jangan memikul semua sendiri di pundakmu ketika kau memiliki aku. Bila terlalu berat, katakan."
Naruto baru sadar bahwa drinya telah salah bicara. Malu dengan apa yang tadi ia katakan pada Sasuke. Mengungkapkan pernyataan seolah-olah Sasuke masih serang lajang. Sebenarnya ia pun hampir melupakan bahwa Sasuke adalah ayah kandung dari Orion. Selain itu ia tidak pernah mengharap apa-apa dari pria itu, hingga tidak sengaja menganggap bahwa hanya dirinyalah yang memiliki tanggung jawab penuh untuk membesarkan anak mereka.
"Maaf, aku tidak bermaksud mengatakan hal itu. Aku hanya ngelantur karena terlalu lelah. Jangan dimasukan dalam hati, Ok," penjelasan Naruto, mencoba memberikan senyum paling tulusnya sebagai permintaan maaf.
"Tidak Sakura. Itu adalah isi hatimu. Jangan mengingkarinya." Sasuke menyadarkan pemikiran salah Naruto dengan cara mengguncang lengannya keras-keras. "Kau memikulnya sendiri di sini. Kau tidak mau membaginya denganku." Sasuke menunjuk letak hati Naruto saat menyatakannya, dan entah kenapa bagian itu tiba-tiba terasa sangat pedih dan menyiksa.
Seolah diingatkan akan bebannya, rasa lelahnya, dan segala kesusahannya dalam membesarkan Orion sendirian selama ini. Secara perlahan entah datang dari mana, air mata mulai meleleh di pelupuk. Ia menangis di depan Sasuke. Menumpahkan rasa lelah dan kesepian yang selama ini ia simpan sendiri. Sasuke memeluk si Ibu untuk menenangkannya, meyakinkannya untuk membagi semua penderitaan yang ia alami, dan tidak menyimpannya sendiri.
"Kita tidak bersama lagi. Namun aku di sini untuk membantumu menjaganya. Aku bukan bujangan lagi. Kau pun bukanlah single parent. Jangan pernah menganggap dirimu sendirian. Aku menikah bukan untuk melupakanmu. Aku menikah lagi hanya ingin mencari kebahagiaan. Namun tanggung jawabku padamu dan anakku, akan aku jaga sampai mati. Aku tidak akan meninggalkan kalian berdua, bahkan sampai kau bertemu orang yang dapat membahagiakanmu lebih dari aku suatu saat nanti."
Naruto mengis lebih keras lagi saat mendengar sumpah yang janji yang Sasuke berikan padanya. Bagaimana pria ini sungguh mengerti hatinya.
Dengan setatus mereka, tidak ada balasan setimpal yang dapat ia berikan pada si mantan suami. Hal terbaik yang dapat Naruto berikan pada Sasuke hanyalah sebuah janji. Bahwa selama mereka bersama, ia akan berusaha sekuat tenaga, untuk tidak akan jatuh cinta padanya.Walau harus berkorban hati. Walau harus berkali mengalami penolakan batin bahwa dirinya sebenarnya telah jatuh. Namun selama rasa itu belum dalam, ia akan mencoba membunuhnya lagi dan lagi. Hingga tidak ada lagi rasa cinta yang tersisa untuk pria ini.
Bersambung ....
Ya sedikit ini.
Tapi aku suka sih bagian ini. Soalya pakai hati.
Jangan lupa ya, Vote + comment + follow
Biar tambah semangat!!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro