12. Liburan
Hari sabtu dan minggu ini adalah hari sepesial ulang tahun perusahaan. Seperti tradisi mereka pada tahun-tahun sebelumnya, perusahaan akan memberikan tiap karyawan tiket gratis kesebuah pemadian air panas untuk berlibur. Seluruh karyawan sudah menantikannya, dan mempersiapkan liburan mereka jauh-jauh hari.
Naruto pun sama. Mengepak bebarapa pakainannya, tapi lebih banyak perlengkapan bagi Orion pastinya. Ia sampai harus membawa dua tas koper sendiri demi kenyamanan perjalanan liburan bersama baby Orion. Sejujurnya Naruto lebih memilih di rumah saja bersantai dengan Orion, dari pada berpergian. Akhir-akhir ini dia merasa sangat lelah dengan rutinitasnya. Dengan acara seperti ini Naruto berpikir akan semakin membuatnya lelah. Apa lagi kalau Orion rewel nanti. Pasti akan membuat semua makin runyam.
Namun ia juga tidak dapat menolak ajakan untuk bersenang-senang di tempat mewah setaun sekali itu. Dulu mungkin saat dia masih single, ia akan sangat senang menikmati liburan di pemandian air panas. Sekarang dengan adanya Orion, ia hanya punya satu harapan, semoga Orion tidak merengek minta pulang saat mereka sampai di tempat tujuan.
Naruto menaikan dua kopernya di atas bus dengan kesusahan. Menerima bantuan dari seorang laki-laki yang terlebih dahulu naik. Kemudian berterimakasih padanya.
Sampai di perusahaan, tiga bis besar telah terparkir rapi di depan lobi. Juga beberapa orang sudah berjejer rapi membentuk kerumunan yang sedang mengobrol apa yang akan mereka lakukan selama liburan.
"Selir ke dua, sini aku bawakan kopermu." Sumimura datang dan menolong Naruto yang kesusahan membawa barang bawaan dan juga anaknya. " Mana Yang mulia? Kenapa tidak datang bersamamu?"
"Ia masih bersiap-siap. Aku menjemput Orion terlebih dahulu tadi."
Yang Saumimura tahu, Sakura hanya seorang pengasuh, harusnya Orion datang dengan Ayahnya bukan malah dengan Sakura.
"Hah, mungkin ia akan menjemput tunangannya dulu sebelum datang ke mari. Bos mah, apa pun boleh," ujar Saumimura dengan nada jengkel yang sama. "Ayo Orion, ikut Kakak. Kita beli coklat di sana." Saumimura merampas Orion dari gendongan Naruto, lalu menggendongnya ke mesin penjual permen otomatis terdekat.
Kemudian mobil yang ditunggu-tunggu oleh semua karyawan akhirnya datang. Sport biru gelap itu belok dengan anggun dan berhenti tepat di depan lobi tempat Naruto berdiri. Sasuke membuka pintu mobil, keluar, dan memberikan senyuman pertamanya pada Naruto.
"Kenapa kau tidak menelfonku. Aku tadi ke apartemenmu untuk menjemput kalian. Ternyata kau sudah berangkat," protes Sasuke, lalu menyuruh seorang memasukan koper miliknya dan Naruto ke bagasi bus.
"Aku mengira kau akan datang bersama Naru. Tapi kemana dia sekarang?" Naruto celingak-celinguk mencari seseorang dalam mobil, tapi ia tidak menemukan siapa pun di dalam.
"Dia tidak ikut."
"Kalian bertengkar?" ujar Naruto otomatis, penasaran dengan penjelasan lanjutan.
"Sedikit," jawab Sasuke singkat.
'Dua sejoli yang seperti sepasang sepatu ini ternyata bisa bertengkar juga,' iner Naruto seraya tersenyum maklum.
"Mafkan dia." Naruto menepuk punggung Sasuke, menyemangati.
"Bagaimana kau tahu kalau dia yang salah?"
"Karena Bos selalu benar," sarkas Naruto.
Sasuke meringis marah, tidak terima Naruto memperoloknya.
"Hahaha .... Karena Naru masih kecil. Dia masih belum dapat mengira-ngira apa yang benar dan baik untuknya," koreksi Naruto, kalem.
Sasuke menatap wanita tinggi di sampingnya dengan pandangan penuh tanya. Bagimana mungkin wanita yang kehilangan ingatan ini tiba-tiba menjadi bijak dalam sehari. Ketulusannya, kelembutannya, kejujuran yang tidak menyakiti, juga kebaikan hatinya, mau tak mau membuat Sasuke lebih membuka diri dan menghargai wanita ini.
"Kenapa kau sangat mengerti Naruto?" tanya Sasuke tiba-tiba, di tengah kediaman mereka.
"Karena aku menganggap dia adikku."
"Dan kenapa kau menganggapnya adikmu?"
"Entahlah." Naruto tidak tahu harus menjawab apa untuk pertannyaan itu.
Sasuke tersenyum senang. Merasa ada harapan untuk menggenggam hati itu lagi. Namun kali ini, mungkin akan membuatnya bahagia.
"Apakah tidak karena kau sedikit iri padanya? Karena kami bertunangan, atau karena—"
"Bukan, Sasuke," potong Naruto, mengerti arah pembicaraan mereka.
"Kau mungkin tidak menyadarinya," kilah Sasuke.
"Bukan Sasuke. Percayalah padaku." Naruto memandang langsung kepada Sasuke untuk menyatakan kesungguhan. "Ini sama sekali bukan karena cemburu. Kau tidak perlu khawatir."
Naruto menepuk lengan Sasuke dua kali, lalu pergi untuk mengambil Orion yang mulai risih dengan kerumunan karena Sumimura membawanya bertemu kawan-kawan yang lain. Meningglakan Sasuke sendiri di depan pintu lobi.
Sasuke terpaku. Seperti membuang batu pengganjal pintu, namun mendapati isi di dalamnya ternyata permata. Ingin mengambilnya lagi, tapi sudah jauh di dasar jurang. Entah kenapa ia merasa ada kekecewaan karena perkataan yang Sakura ungkapkan. Ia terbiasa mendengar kalimat madu dari wanita itu. Kini setelah dia berubah menjadi seseorang yang sama sekali berbeda, Sasuke sama sekali tidak dapat menyentuh hatinya.
Sasuke menggeleng-geleng tidak terima pada pikirannnya. Ia sudah punya Naruto. Kenapa dia tertarik untuk mengungkit masa lalu kelamnya. Tentu ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama bukan?
****cupchocochip****
Perjalanan menggunakan bis berlangsung semala tiga jam lamanya.
Naruto menunjuk pemandangan yang ada di balik kaca cendela untuk menjelaskan pada anaknya tentang dunia dengan telaten. Orion berkali-kali tersenyum senang saat melihat mobil-mobil kecil menyalip bus yang mereka kendarai.
Duduk di sampingnya, Sumimura pun tidak kalah seru menjawili pipi Orion gemas.
Lalu ke mana Sasuke?
Dia pergi menaiki mobilnya sendiri ke pemandian. Tidak ikut rombongan bus. Bahkan tidak menyalami Naruto setelah percakapan mereka. Naruto sama sekali tidak paham pikiran laki-laki itu. Apa yang membuatnya tiba-tiba marah?
Sesampainya di lokasi tujuan mereka. Naruto dan kawan kawan turun dari bis. Karena harus membawa barang banyak, juga Orion, Naruto turun paling terakhir. Mencapai depan pintu keluar bis, mendapati pemandangan hijau nan cerah pegunungan. Pagar kayu pendek membatasi antara parkiran depan dan jalan.
Naruto turun, petugas membatu menurunkan dua kopernya ke bawah. Naruto memandang sekitar, mendapati Sasuke yang mengawasinya sambil bersandar di mobil sport-nya. Orion berteriak-teriak antusias karena melihat ayahnya.
Sasuke bergerak maju mendekati mereka. Naruto tidak bergeming. Menatap Sasuke yang menawan dengan bermandikan sinar matahari bercampur warna hijau pepohonan. Bajunya yang santai dan tatapannya yang tajam, membuat Naruto enggan berpaling.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Sasuke, mengambil dua koper milik Naruto untuk diderek ke dalam. "Apa lagi yang kau tunggu?"
Naruto terkejut dengan apa yang ia pikirkan. Apa dia baru saja terpesona? Tidak mungkin bukan? Bagaimana dia bisa jatuh pada laki-laki yang paling mustahil baginya untuk dapat memperoleh imbalan rasa. Lupakan jauh-jauh pikiran itu!
***cupchocochip***
"Apa! King size bed room untuk kami?" teriak Naruto, tidak terima.
"Bukankah kalian suami istri, untuk apa memesan kamar terpisah?" Saiko pemilik penginapan yang merupakan teman Sasuke menyatakan pendapatnya. Tentu wanita ini hanya tahu bahwa Sasuke dan Sakura telah menikah, tapi sayangnya tidak mendengar kabar perceraian yang menyertainya.
"Kami sudah berpisah enam bulan yang lalu," penjelasan Sasuke.
"Hah? Benarkah?" Saiko melongo tidak percaya. Melihat Naruto, Sasuke, dan Orion seperti menemukan makhluk purba kala.
"Aku pesan kamar yang lain saja," tukas Naruto, tidak sabar dengan respon Saiko.
Setelah mengusai situasi, Saiko akhirnya dapat kembali pada jiwa pemilik penginapan yang asli. "Maaf Sakura-san, hari-hari ini hanya kamar kalian yang tersisa. Hotel yang lain pun kiranya juga ramai karena musim liburan. Berbagilah dengan baik. Aku yakin kalian bisa," penjelasan Saiko.
Akhirnya dengan sedikit gerutuan dan protes, mereka mencapai kamar mewah yang tidak sengaja dipesan seolah tengah bulan madu. Pintu dibuka, memperlihatkan ruangan luas bernuansa putih, biru, dan tosca. Hampir semua tembok berwarna putih cerah. Kecuali bingkai jendela besar yang berdiri kokoh, dengan kelambu tosca.
Kasur luas bernansa polos coklat, putih, dan biru laut mendominasi. Depan kasur, terdapat sofa lengkap dengan meja, televisi, telephone, dan sambungan Wifi untuk dapat berselancar, ataupun melihat chanel seluruh dunia.
Naruto mengeluarkan beberapa hal keperluan Orion dan menaruhnya di lemari samping kamar, setelah menidurkan si anak yang sudah terlelap di atas kasur.
Naruto berdiri, beranjak dari kasur untuk menuju ruang tamu. Mendapati Sasuke berdiri anggun dengan menyembunyikan jari-jari tangannya di dalam saku celana santai yang ia pakai, menatap pemandangan di depan jendela yang memperlihatkan pemandangan hijau pohon dan curamnya kota di bawah penginapan.
"Kau lagi-lagi menatapku seperti itu."
Kalimat Sasuke benar-benar menyadarkan Naruto dari lamunan. Sungguh membuatnya salah tingkah karena Sasuke ternyata telah paham bahwa dirinya memperhatikannya sejak tadi.
Naruto pura-pura beranjak menuju lemari untuk mencari sesuatu, padahal tidak ada apa pun disana.
Brak!
Sebuah dobrakan terdengar dari sesorang di belakangnya. Naruto berbalik perlahan, mendapati Sasuke berdiri tepat di depannya. Jarak yang mugkin kurang dari lima senti. Orang yang melihat mereka dari jauh mungkin berpikir mereka tengah berpelukan, atau yang paling ekstrim, berciuman tentunya.
Melihat Naruto yang kesulitan bernapas dan wajah yang memerah karena malu. Sasuke semakin berani menggodanya.
"Apa kau berharap terjadi sesuatu malam ini?" Sasuke dan nafas mentolnya benar-benar membuat Naruto beku.
Bersambung ....
Apa ada 18+ minggu depan?
wkwkwkw ..... Never.
+++++++++++++
Maaf telat.
Terima kasih sudah vote + comment + follow. Terus pantegi cerita ini ....
Love you all ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro